Light Novel SAO Bahasa Indonesia
Volume 004 - Fairy Dance
Prolog
Melihat ke atas, terdapat banyak cahaya bersinar dibalik langit yang redup.
Cahaya-cahaya itu bukanlah bintang-bintang. Melainkan untaian tetesan air beku yang jumlahnya tak terhitung yang tergantung di langit-langit yang sangat luas dan memancarkan cahaya redup yang dikandungnya. Dengan kata lain, ini adalah dasar sebuah gua, dan ukuran gua itulah yang menjadi masalahnya.
Jarak ke tebing yang menjulang tinggi, dalam jarak dunia nyata, mungkin 30 kilometer. Tinggi terendah sampai ke langit-langit 500 meter. Jurang dan tebing pahatan, danau beku yang putih serta gunung-gunung bersalju, dan benteng juga struktur semacam kastil yang tak terhitung jumlahnya dapat terlihat di bagian bawahnya.
Karena itu, ukuran gua ini tak bisa dipercaya. Ruang bawah tanah ini, tidak, seharusnya disebut «Dunia Bawah Tanah».
Sebenarnya, begini saja. Ini adalah medan yang memenuhi bawah tanah dari dunia peri, ALfheim, sebuah dunia es dan salju yang gelap, dikuasai oleh monster-monster kelas evil-god yang mengerikan. Namanya adalah –
«
Jötunheimr».
Bab 5
"Achoo!"
Lyfa, seorang gadis swordman dari ras Sylph, dengan cepat menutupi mulutnya dengan kedua tangan setelah mengeluarkan bersin yang bagaikan ledakan dan tidak wajar bagi seorang gadis.
Dia memandang menghadap pintu masuk kuil, takut bila dewa-jahat mendengar bersinnya dan meyodok wajah besarnya masuk.
Untungnya, satu-satunya yang melayang masuk hanyalah salju. Salju yang jatuh mendekati nyala api lalu menjadi kepulan uap dan menghilang. Lyfa meringkukkan badannya di dinding belakang sambil mengelus kerah bulu tebal di mantelnya.
"Haa..."
Sambil menghela nafas, Lyfa mulai menghangatkan dirinya di dekat nyala api. Dia merasa lebih nyaman dan dengan segera mendapati dirinya terkantuk-kantuk untuk tidur.
Di kuil batu kecil dimana mereka berada memiliki panjang, lebar dan ketinggian sekitar empat meter. Dinding dan langit-langitnya dihiasi dengan relief monster menakutkan yang seolah-olah bergerak di cahaya api; Ini bukanlah interior yang paling menyamankan. Tatapannya lalu beralih ke samping menangkapi bayangan temannya bersandar di dinding dan mulai tertidur. Wajahnya yang tenang---atau nekat--- mengangguk atas bawah seperti kapal yang terapung-apung di pelabuhan.
"Hei, bangun-"
Sambil berbisik, Lyfa menarik telinga Kirito yang runcing dan menunjuk. Jawabannya hanyalah gumaman yang terdengar seperti "munyamunya". Di pangkuannya terdapat pixie navigator yang tertidur pulas sambil meringkuk seperti bola.
"Hei, kalau kamu jatuh tertidur akan log-out sendiri!"
Lyfa menarik telinga Kirito sekali lagi. Hal ini membuat kepala Kirito berpindah ke paha Lyfa. Kepalanya lalu berguling-guling seolah-olah mencari posisi yang nyaman.
Tubuh Lyfa menegang sebal, tangannya mengepal sia-sia saat ia berpikir metode apa lagi yang harus dicobanya untuk membangunkan Kirito.
Tidak mengherankan kalau Kirito jatuh tertidur. Lyfa baru sadar setelah ia melihat ke kanan bawah bidang penglihatannya. Sekarang sudah lewat jam 2:00 pagi di dunia nyata. Biasanya, Lyfa sudah log-out dan tertidur nyenyak di tempat tidurnya.
Itu benar, Jötunheimr dan ALfheim adalah dunia hasil produksi dari sebuah perusahaan game. Di suatu tempat di dunia nyata, di kota metropolitan Tokyo Jepang, terdapat mesin server dan di dalam mesin itulah dunia ini ini berada. Lyfa dan temannya berwujud di sini sebagai manusia yang menggunakan mesin interface FullDive bernama <<AmuSphere>>.
Sebenarnya cukup mudah meninggalkan virtual world. Cukup dengan menjulurkan jari telunjuk dan jari tengah di tangan kirinya dan lalu melambaikannya untuk membuka menu game. Setelah itu tekanlah tombol <<Log Out>>. Atau anda bisa berbaring dan tertidur; Amusphere akan merasakan menurunnya tingkat aktivitas gelombang otak pengguna dan secara otomatis memutuskan sambungan. Keesokan harinya pengguna akan bangun dengan nyaman di tempat tidur mereka sendiri.
Namun, ada alasan tertentu kenapa Lyfa dan temannya ini tidak boleh tertidur di sini.
Akhirnya, Lyfa memutuskan tindakan nakalnya. Lyfa mengepalkan tangan dengan tangan kirinya dan dengan tajam mencatuk kepala Kirito yang berambut hitam dan berduri.
Whoosh! Seiring dengan ledakan suara yang menyegarkan, cahaya kuning yang menandai serangan peluru sihir diaktifkan. Kirito lalu membuat suara kaget yang aneh dan langsung terduduk dengan tegak. Sambil memegang kepalanya yang sakit dengan kedua tangannya, ia memandang sekeliling dan melihat Lyfa yang tersenyum.
"Selamat pagi, Kirito-kun."
"...Oh, selamat pagi."
Teman Lyfa adalah seorang pendekar Spriggan. Dia agak berkulit gelap, berambut hitam dan jika bukan untuk ekspresinya yang depresi, kemungkinan bisa salah kenal untuk seorang pahlawan dalam manga shounen.
"...Aku, Aku tertidur?"
"Dan kamu bahkan mendapatkan bantal pangkuan gratis, kamu harus bersyukur dilepaskan dari ini hanya dengan satu pukulan kecil."
"...Jadi aku tidak sopan, sebagai permintaan maaf, kamu dapat menggunakan pangkuanku sebagain bantal kalau kamu ingin, Lyfa..."
"Tidak perlu!"
Lyfa berpaling dengan cepat, mengalihkan lirikan menyamping ke Kirito.
"Jangan mengatakan hal bodoh---apa kamu bermimpi sebuah ide bagus untuk melarikan diri?"
"Ngomong soal mimpi, aku baru saja bermimpi memakan puding yang tampaknya lezat dengan sampingan seporsi besar es krim."
Berpikir dirinya bodoh untuk bertanya, bahu Lyfa merosot ke bawah dan berbalik ke arah pintu masuk kuil. Salju menari di atas angin yang bertiup melalui kegelapan, tetapi tidak ada yang bergerak.
Itu dia---alasan kenapa mereka tidak log out. Kirito, Lyfa dan Yui, yang tertidur di pangkuan Kirito, terjebak di Jötunheimr tanpa bisa kabur keluar ke permukaan.
Tentu saja, jika mereka hanya ingin meninggalkan permainan, itu dengan mudah memungkinkan. Tetapi, kuil ini bukanlah zona aman atau tempat penginapan. Jadi, jika mereka ingin kembali ke realitas sekarang, tubuh virtual mereka akan ditinggal di sini tanpa jiwa untuk jangka beberapa waktu. Tubuh virtual yang ditinggalkan cenderung menarik perhatian monster dan tubuh mereka yang tak berdaya tersebut akan dihancurkan sampai tidak tersisa apa-apa. Hal itu menyebabkan <<Kematian>> mereka dalam waktu singkat. Mereka kemudian akan kembali ke <<Sylvian>>. Jika itu terjadi maka apa makna perjalan mereka ke sini dari wilayah Sylph.
Tujuan dari perjalanan Lyfa dan Kirito adalah untuk mencapai pusat kota ALfheim: <<Aarun>>.
Mereka meninggalkan Slyvian sebelum hari ini ---- kemarin malam tepatnya. Setelah melewati kawasan hutan luas dan kemudian melalui serangakaian terowongan pertambangan, mereka disergap oleh sekelompok Salamander. Setelah mengalahkan mundur serangan musuh, mereka lalu bertemu dengan Penguasa Sylph Sakuya, yang berterima kasih dan lalu pergi. Peristiwa-peristiwa kemudian mulai menenangkan diri beberapa waktu lamanya setelah sekitar jam 1:00 pagi.
Pada waktu tersebut, Lyfa dan Kirito sudah FullDive selama delapan jam terus menerus, dikurangi dengan waktu yang dibutuhkan untuk istirahat ke kamar mandi. Dengan situasi dimana Aarun tidak terlihat dan sejujurnya masi jauh, mereka memutuskan untuk berhenti di desa pertama yang mereka temukan lalu log off. Tepat pada saat itu, kedua pasangan melihat desa di tengah hutan dan sambil bersorak pada keberuntungan mereka, kemudian mendarat di dalamnya.
Pada saat itu, meskipun itu akan menjadi merepotkan, mereka seharusnya memeriksa peta untuk memastikan nama desa dan jika ada tempat penginapan. Siapa yang bakal mengira...
"...Siapa yang bakal kira kalau desa itu adalah monster peniru...."
Kirito, yang tampaknya sedang mengingat hal yang sama, mendesah. Lyfa juga mendesah dan mengangguk.
"Itu benar...Siapa yang mengatakan tidak ada monster yang muncul di Dataran Tinggi Aarun?"
"Aku yakin itu kamu."
"Aku tidak ingat mengatakan hal seperti itu."
Dengan olok-olokan yang tidak berguna, mereka mendesah lagi pada saat bersamaan.
Setelah mendarat di desa misterius, mereka tidak melihat warga desa---para NPC---pada saat mereka melihat sekeliling desa. Masih berpikir bahwa paling tidak seharusnya ada pemilik sebuah penginapan, mereka pergi memasuki gedung terbesar di desa ketika...
Semua tiga bangunan di desa runtuh. Apa yang dulunya penginapan dengan segera mengungkapkan sebuah benjolan berdaging. Namum, mereka tidak punya waktu untuk dikejutkan ketika lantai di kaki mereka terbelah dan menjadi lubang menganga yang terbuat dari subtans berdaging yang sama. Ini adalah seekor jenis monster cacing tanah yang menunggu di bawah tanah dengan lipatan yang diproyeksikan di atas tanah untuk menarik mangsa.
Kirito, dengan Yui di sakunya, dan Lyfa ditarik ke dalam mulut cacing tanah oleh isapan yang kuat. Saat meluncur ke bawah tenggorokan cacing, Lyfa yakin bahwa kematian dengan cara dilarutkan oleh pencernaan cacing tanah adalah kemungkinan kematian terburuk yang ia alami dalam pengalamannya bermain ALO selama setahun.
Keberuntungan mereka tampaknya baik karena monster cacing tanah itu sepertinya tidak memiliki perut. Tur mereka di saluran pencernaannya berlangsung selama tiga menit sebelum mereka dikeluarkan dari ujung pantat cacing tersebut. Lendir yang menutupi tubuh Lyfa memberinya rasa jijik dan membuatnya merinding. Saat Lyfa mencoba memperlambat jatuhnya dengan menggunakan sayap, ia mulai panik.
Dia tidak bisa terbang. Tidak peduli betapa banyaknya kekuatan yang ia masukkan ke tulang belikatnya, dia tidak bisa mengepakkan sayapnya. Lurus ke bawah kegelapan mereka jatuh, dengan Kirito di belakangnya, dan dengan keras, mereka mendarat di timbunan salju tebal.
Lyfa-lah yang pertama pulih dan berjuang keluar dari timbunan salju dan setelah melihat ke atas, dia tidak melihat bulan dan bintang, tetapi kanopi dari batu yang memanjang sejauh yang bisa ia lihat. 'Tidak heran aku tidak bisa terbang, kita berada di gua,' Lyfa berpikir sambil memeriksa sekelilingnya.
Sambil terus melihat sekelilingnya, sebuah bentuk aneh muncul di dekat timbunan salju di mana mereka pertama kali jatuh. Tidak diragukan lagi, itu adalah <<monster jenis dewa-jahat>>, yang ia pernah lihat sebelumnya di gambar.
Di sampingnya, Kirito menjulurkan kepalanya keluar dari salju. Sebelum ia mengatakan sesuatu, Lyfa dengan cepat menutupi mulutnya Kirito, memahami situasi mereka yang benar-benar buruk. Mereka berada di dunia bawah tanah tak berujung, «Jötunheimr», medan paling menyulitkan di ALO. Dengan kata lain, monster cacing tanah raksasa tadi bukanlah perangkap untuk menangkap mangsa untuk dimakan, tetapi untuk membawa pemain ke dunia es ini.
Monster Dewa-Jahat berkaki banyak ini yang setinggi hampir lima lantai akhirnya berpindah. Kelompok Lyfa yang kemudian menemukan kuil ini untuk bersembunyi dan merenungkan apa yang harus mereka lakukan selanjutnya. Sayangnya, tidak ada cara mudah dan cepat untuk keluar dari sini ketika penerbangan dilarang. Mereka telah melihat ke api unggun sambil duduk dengan punggung mereka di dinding selama sekitar satu jam, yang membawa semua hal yang terjadi hingga saat ini.
"Yah...sebelum aku membuat rencana untuk keluar dari sini, aku perlu tahu tentang Jötunheimr mengingat kembali bahwa aku memiliki pengetahuan nol tentang tempat ini..."
Kirito akhirnya berhasil mengusir kantuknya, lalu melihat keluar ke dalam kegelapan dengan mata hitamnya yang tajam dan berbicara.
"Memang, sebelum ke sini, Penguasa Sylph mengatakan sesuatu ketika aku menyerahkan koin. 'Aku pikir untuk mendapatkan uang sebanyak ini, kamu perlu berburu monster dewa-jahat di Jotunheimr,' atau sesuatu seperti itu."
"Ah, ya, dia mengatakan itu."
Lyfa mengangguk, mengingat kembali hal itu.
Sebelum mereka ditelan cacing, Kirito dan Lyfa telah bertemuan dengan Penguasa Sylph dan Penguasa Cait Sith di konferensi mereka dan berjuang melawan pasukan musuh Salamander yang menyerang mereka dengan kejutan. Setelah itu, Kirito memberikan jumlah uang yang banyak kepada penguasa yang sama ketika ia mendengar bahwa mereka kekurangan dana. Saat mereka menerima dana tersebut, Penguasa Sylph Sakuya memberi beberapa pernyataan yang menyerupai itu.
"...Bicara tentang hal itu, Kirito-kun, kamu mendapatkan uang sejumlah itu dari mana?"
Pertanyaan tidak terduga itu menggelincirkan kereta pikiran Kirito dan menyebabkan kata-katanya tersandung.
"Itu, ahh, beberapa orang yang aku kenal memberikannya kepadaku. Mereka dulunya sering bermain game ini, tetapi sekarang mereka telah berhenti bermain..."
"Yah, kalau kamu mengatakan demikian...baiklah"
Itu adalah cerita yang cukup umum. Seorang pemain yang mulai pensiun dari game, memberikan uang dan perlengkapannya kepada teman atau kenalannya. Lyfa memutuskan untuk memercayai cerita itu dan kembali ke pembicaraan semula.
"Lalu apa masalahnya? Ada apa dengan pernyataan Sakuya?"
"Begini, jika seorang penguasa mengatakan hal seperti itu, jadi seharusnya ada pemain yang berburu disini kan?"
"Harusnya ada beberapa."
"Jadi, disamping cacing tanah raksasa itu yang bertindak sebagai perjalanan satu arah, harusnya ada cara lain untuk masuk dan keluar dari sini."
Setelah akhirnya memahami apa yang Kirito maksud, Lyfa mengangguk setuju.
"Sepertinya ada...tapi seperti kamu, ini juga pertama kalinya aku pernah di sini jadi aku belum pernah ke sana. Di kota Aarun ada ruang bawah tanah besar ke Timur, Barat, Selatan dan Utara dan masing-masing memiliki lantai terbawah yang seharusnya memiliki tangga menuju Jötunheimr. Lokasinya harus berada di..."
Lyfa mengeluarkan tampilan menu dengan tangan kirinya dan membuka peta. Dia bisa melihat Jotunheimr yang tampaknya bundar dengan segala sesuatu di sekitarnya. Yang tidak berada di peta adalah lokasi mereka saat ini yang berwarna abu-abu karena belum pernah ada sebelumnya. Lyfa menyentuh peta dengan jari telunjuk kanannya,menunjukkan titik di atas, bawah, kiri dan kanan.
"Mereka seharusnya berada di sini, sini, sini dan sini. Kita sekarang berada di kuil antara dinding pusat dan dinding barat daya sehingga tangga terdekat seharusnya berada di Selatan atau Barat. Tapi..."
Lyfa merosotkan bahunya sebelum mengatakan pernyataan berikunya.
"Semua tangga ruang bawah tanah akan ada penjaga kelas dewa-jahat menunggu di sana."
"Mereka para dewa-jahat, seberapa kuatkah mereka?"
Lyfa tampak tidak percaya pada Kirito sebelum menjawab pertanyaanya.
"Tidak peduli sekuat apa dirimu, kali ini tidak akan cukup. Rumor mengatakan saat tempat ini pertama kali dibuka, Salamander mengirim pasukan besar masuk. Mereka semua dihancurkan oleh monster kelas dewa-jahat pertama yang mereka hadapi. Jendral Eugene, yang bahkan kamu berjuang untuk lawan, tidak bertahan lebih dari sepuluh detik saat menantangnya."
"...Itu benar-benar sesuatu..."
"Untuk berburu di sini, kamu harus mempunyai pemain-pemain berlengkapan berat pakaian berlapis baja sebagai perisai manusia, penyerang berkekuatan tinggi. dan sedikitnya delapan pemain yang berfokus pada dukungan dan pemulihan. Kita adalah dua pemain swordman bersenjata ringan; sebelum kita bisa melakukan sesuatu kita akan diinjak-injak sampai rata dan terbunuh."
"Aku ingin menghindari itu."
Kirito mengangguk, tetapi sebelum mendengar tentang tantangan seperti itu tampaknya ada sesuatu yang membuatnya bersemangat sampai bahkan lubang hidungnya buka-tutup. Lyfa yang melihat ini memastikan untuk menambahkan peringatan lainnya.
"Tetapi sebelum itu, ada kemungkinan 99% kita tidak akan mencapai tangga. Berlari sejauh itu akan menarik perhatian dewa-jahat dan kita akan mati sebelum dapat menarget mereka.
"Begitu...dan kita tidak dapat terbang di sini."
"Ya. Untuk mengembalikan kekuatan penerbangan, kita akan membutuhkan sinar matahari atau sinar bulan. Tetapi seperti yang kamu lihat, tidak ada satupun dari cahaya itu ada di sini. Satu-satunya pengecualian adalah player Imp yang dapat terbang sedikit di bawah tanah..."
Di sini, kata-katanya terputus dan mereka melihat sayap satu sama lain. Sayap hijau gelap Sylph Lyfa dan sayap abu-abu Spriggan Kirito telah kehilangan cahaya mereka dan melayu. Satu-satunya yang menandai mereka sebagai peri adalah telinga mereka yang runcing menunjuk karena mereka tidak bisa terbang.
"Jadi harapan kita yang terakhir adalah untuk bertemu dengan salah satu tim berburu dewa-jahat berskala besar yang Lyfa sebutkan sebelumnya dan mencari kembali jalan keluar ke permukaan."
"Kedengarannya benar."
Lyfa mengalihkan tatapannya le luar kuil kecil ini dan mengangguk.
Menembusi kegelapan biru tipis, melewati hutan luas bersalju dan es, berdirilah sebuah bangunan seperti benteng. Tentu saja, tempat itu dikuasai oleh Bos Monster kelas dewa-jahat terkuat dan anak buahnya; mendekati tempat itu akan berarti kematian yang tidak menyenangkan. Jadi tidak ada pemain lain yang dapat ditemukan di daerah tersebut.
"Jötunheimr menggantikan ruang bawah tanah di permukaan sebagai tingkat level tersulit yang baru ditambahkan. Jadi, jumlah kelompok yang ke bawah sini untuk berburu kurang dari sepuluh. Kemungkinan mereka datang ke kuil ini dengan tidak sengaja lebih rendah dibandingkan kita mengalah monster kelas dewa-jahat sendirian."
"Jadi ini kemungkinan akan menjadi uji keberuntungan kita."
Kirito tersenyum lemah, lalu menggunakan jari telunjuk kanannya untuk menyodok kepala gadis setinggi hampir sepuluh sentimeter yang tertidur di pangkuannya.
"Hei Yui...bangun."
Setelah mengedipkan matanya yang disertai dengan bulu matanya yang panjang dua tiga kali, tubuh kecilnya yang ditutupi dengan gaun pink tiba-tiba melonjak. Dia meletakkan tangan kanannya ke pipinya, meregangkan lengan kirinya tinggi ke atas dan menguap lebar. Gerakan ini begitu indah sehingga Lyfa hanya bisa menatap dengan kagum.
"Fuwaaa...Selamat pagi Papa, Lyfa-san."
Peri kecil ini menyambut mereka dengan suaranya yang indah seperti lonceng. Kirito kemudian berbicara kepadanya dengan suara yang sangat lembut.
"Selamat pagi, Yui. Sayangnya, sekarangnya masih malam dan kita masih berada di bawah tanah. Maaf untuk menganggumu tetapi apa kamu bisa mencari pemain lain di sekitar kita?"
"Baiklah, aku paham. Tunggu sebentar..."
Yui mengangguk kepalanya dan menutup matanya.
Nama resmi dari peri kecil ini, Yui, yang dibawa oleh Kirito berkeliling adalah <<Pixie Navigasi>>. Selama pemain membayar sejumlah biaya tambahan, mereka bisa memanggil pixie dari tampilan menu. Tetapi dari apa yang didengar oleh Lyfa, pixie navigasi seharusnya hanya bisa memberi informasi dasar yang sistem anggap relevan. Mereka juga seharusnya berbicara dengan suara sintetis dan tidak memiliki emosi. Lyfa belum pernah mendengar pixie dengan kepribadian atau bahkan dengan nama.
'Jika kamu terus-menerus memanggil pixie navigasi yang sama dalam jangka waktu yang lama, apa itu akan membuatnya ramah?' pikir Lyfa sambil menunggu balasan Yui.
Ketika Yui membuka matanya, telinganya terkulai dalam kekecewaan dan dia menggelengkan rambutnya yang berkilauan dan panjang sehitam gagak.
"Maaf, aku tidak dapat melihat respon yang menunjukkan pemain lainnya di kisaran koleksi dataku. Sebelum itu, jika aku bisa lebih cepat sadar tentang desa itu tidak terdaftar di peta..."
Melihat peri kecil itu menundukkan kepalanya dengan sedih dari tempat dia bertengger di lutut kanannya Kirito, Lyfa menggunakan ujung jarinya untuk mengelus kepala Yui dengan lembut.
"Tidak, itu bukan salahmu, Yui-chan. Saat itu aku memintamu untuk memperingati kamu dari pemain terdekat sebagai prioritas utama. Jadi janganlah bersedih."
"...Terima kasih, Lyfa-san."
Melihat mata Yui yang lembab, Lyfa merasa sulit untuk percaya kalau peri kecil ini hanyalah potongon sederhana dari kode program. Dia tersenyum dari hatinya, menyentuh wajah Yui sedikit dan mengalihkan perhatiannya kembali ke Kirito.
"Yah, karena telah terjadi, yang bisa kita lakukan sekarang hanya mencoba sebaik mungkin."
"Coba...coba apa?"
Kirito hanya bisa mengedipkan matanya kebingungan ke arah Lyfa yang sedang tersenyum tanpa kenal takut.
"Aku hanya ingin mencobanya---apakah kita berdua bisa mencapai tangga menuju permukaan. Duduk-duduk di sini hanya akan membuang waktu."
"Tapi, tapi, kamu kan yang mengatakan kalau itu mustahil..."
"Aku mengatakan bahwa itu 99% mustahil. Tapi aku ingin mengambil risiko kemungkinan 1% itu. Selama kita mengetahui gerakan dewa-jahat dan menghindari pandangan mereka, gerakan maju yang hati-hati seharusnya memungkinkan."
"Lyfa-san, kamu menakjubkan!"
Yui menepuk tangannya dan Lyfa menanggapi itu dengan mengedipkan salah satu matanya sebelum berdiri.
Namun, Kirito menggenggam lengan Lyfa dan menariknya kembali.
"A-Apa?"
Lyfa jatuh kembali ke tempat duduknya. Dia mulai memprotes, tetapi mata gelap Kirito yang melihat dirinya dari dekat menenangkannya. Selagi ia membalas tatapannya, Kirito yang biasanya santai kali ini memanggilnya dengan nada tegas.
"Tidak, kamu harus log out sekarang. Aku akan melindungi avatarmu sampai ia menghilang."
"Eh?! Ke-Kenapa?"
"Sekarang sudah jam setengah tiga. Bukannya kamu mengatakan kalau kamu seorang siswi? Hari ini kamu sudah berada dalam keadaan FullDive selama delapan jam berturut-turut demi diriku. Aku tidak bisa membiarkanmu berada di sini lebih dari itu."
"..."
Komentar Kirito yang tiba-tiba membuat Lyfa terdiam mencari kata-kata yang tepat, tetapi Kirito hanya melihatnya dan dengan tenang terus berbicara.
"Bahkan jika kita terus berjalan, kita tidak tahu berapa lama ini semua akan berlangsung. Jika kita menghindari jangkauan deteksi monster, itu akan menambah jarak perjalanan. Bahkan jika kita mencapai tangga, itu akan terjadi sekitar pagi hari. Aku mempunyai alasan untuk pergi ke Aarun, tetapi hari ini adalah hari kerja/sekolah, jadi aku pikir kamu lebih baik log out."
"Tidak, aku akan baik-baik saja. Hanya satu malam begadang..."
Memaksa tersenyum, Lyfa menggelengkan kepalanya.
Kirito melepaskan genggamannya dari lengan Lyfa, menundukkan kepalanya lalu berkata untuk akhirnya.
"Terima kasih telah datang sejauh ini denganku, Lyfa. Jika bukan karenamu, aku kemungkinan akan mengambil beberapa hari untuk mengumpulkan informasi. Berkat kamu, aku hanya membutuhkan waktu setengah hari untuk ke sini. Tidak peduli sebanyak apa aku mengucapkan terima kasih ke dirimu tidak akan cukup."
"..."
Lyfa tidak dapat melawan rasa sakit yang muncul di dadanya dari kometar-komentar mengejutkan ini. Dia hanya dapat mengepalkan tangannya dengan sia-sia.
Lyfa tidak yakin mengapa kata-kata ini menyakiti hatinya begitu dalam, tetapi mulutnya kemudian bergerak dengan sendiri dan dengan kasar mengatakan.
"...Aku tidak melakukan ini hanya untukmu."
"Eh?"
Kirito mengangkat wajahnya. Lyfa menghindari kontak mata dengan Kirito dan melanjutkan dengan suara keras.
"Aku...Aku ingin mengikutimu, itulah mengapa aku sekarang berakhir di sini. Aku berharap kamu mengerti setidaknya. Apa-apaan ini tentang perjalanan paksa? Apa kamu berpikir aku benci datang sejauh ini ke sini denganmu?"
Emosinya yang meledak-ledak terdeteksi oleh AmuSphere, dan ia mencoba membuat air mata menutupi matanya---Lyfa terpaksa mengedipkan matanya dengan cepat untuk membersihkannya. Untuk menghindari tatapan panik dari wajah Yui diantara dia dan Kirito, Lyfa berbalik menghadapi pintu masuk kuil dan berdiri.
"Aku...pikir kalau petualangan hari ini adalah yang terbaik yang pernah aku alami selama aku bermain di ALO. Ada begitu banyak hal yang menarik. Akhirnya aku juga mulai berpikir kalau dunia ini adalah kenyataan lain, aku baru mulai percaya!"
Lyfa mengusap matanya dengan tangan kanannya dan baru hendak pergi keluar ketika tiba-tiba---
Sebuah suara aneh dan besar yang bukan guntur atau gempa terdengar dari jarak dekat.
"BORURURURU!" Raungan itu, tidak salah lagi berasal dari mulut seekor monster raksasa.
Akibatnya, tanah mulai bergetar dan ada suara gemuruh langkah kaki.
'Oh tidak! Teriakanku yang sebelumnya pasti telah menarik perhatian dewa-jahat! Aku sangat bodoh! Bodoh!' Sambil menyalahkan dirinya di dalam pikiran, Lyfa dengan cepat memutuskan untuk menjadi umpan monster tersebut dengan berlari.
Kirito menginterupsinya dengan meraih pergelangan tangan kirinya Lyfa. Lyfa sendiri bahkan tidak tahu Kirito telah berada di belakangnya. Genggamannya yang kuat mencegah Lyfa lari ke sana.
"Lepaskan aku! Aku akan menarik perhatian musuh dan kamu gunakan kesempatan ini untuk keluar dari sini..."
Lyfa mendesak Kirito dengan suara rendah, tetapi Kirito menangkap sesuatu dan mengingatkan Lyfa.
"Tidak, tunggu. Ini agak aneh."
"Aneh apanya..."
"Bukan hanya ada satu."
Setelah mendengar ini, Lyfa mendengar dengan cermat; Memang benar, ada dua raungan dewa-jahat. Satunya adalah suara mesin raksasa yang menghasilkan suara bas rendah, tetapi yang satu lagi seperti campuran suara seruling kayu. Lyfa menahan nafasnya, lalu mengibaskan tangannya dari genggaman Kirito.
"Kalau ada dua itu bahkan lebih buruk! Jika keduanya menyasarimu, semua akan terlambat! Setelah kamu mati, kamu akan mengulang dari Sylvain lagi!"
"Tidak, bukan itu maksudku, Lyfa-san!"
Teriakan kecil itu berasal dari Yui, yang terduduk di bahu Kirito.
"Kedua monster dewa-jahat dekat sini...mereka sedang bertarung satu sama lain!"
"Eh?!"
Lyfa dengan cepat menutup matanya dan berkonsentrasi mendengar. Benar, raungan gemuruh jejak kaki itu tidak terdengar seperti berpacu pada garis lurus tetapi melainkan seperti bergerak tidak beraturan.
"Te...Tetapi, monster berkelahi satu sama lain, bagaimana..."
Lyfa bergumam kagum, lupa total dengan kesedihan yang ada di hatinya. Kirito sepertinya telah memutuskan sesuatu dan berbicara.
"Mari kita pergi dan lihat. Apalagi kuil ini bukan area aman."
"Benar juga."
Lyfa mengangguk dan menaruh tangannya di gagang katana di pinggangnya, lalu mengikuti Kirito keluar dari kegelapan yang penuh dengan tarian salju.
Setelah berlari beberapa langkah, suara berisik mengungkapkan dua monster dewa-jahat. Mereka dengan pelan mendekat dari sisi timur, gerakan mereka seperti getaran gunung kecil. Hampir setinggi dua puluh meter, kedua monster itu unik dengan warna biru-keabuannya.
Setelah melihat dengan dekat, kedua monster kelas dewa-jahat berbeda dalam ukuran. Yang mengeluarkan suara "BORURURU!" adalah yang paling besar dari mereka, sekitar dua kali lebih tinggi dari monster lainnya yang membuat suara kicauan "Hyuruhyuru!".
Monster yang lebih besar berbentuk samar-samar seperti manusia tetapi ia mempunyai tiga wajah berjejer vertikal dan empat lengan. Kedua lengannya berada di dua sisi masing-masing---itu dapat disebut raksasa. Setiap sudut wajahnya memberi kesan dewa berhala. Setiap wajah masing-masing mengeluarkan tangisannya, ketiganya dengan bersama membuat suara "BORURURU" yang terus menerus seperti mesin. Di setiap 4 tangannya, terdapat pedang yang tampaknya seperti gelagar baja yang besar, dengan bilahan berat yang diayunkan seolah-olah ringan.
Sebaliknya, lebih sulit untuk memahami monster kecil yang satunya lagi. Telinga besar, belalai panjang seperti gajah dan tubuh seperti bakpao yang didukung oleh dua puluh kaki bercakar seperti kait. Kesan keseluruhannya adalah ubur-ubur berkepala gajah.
Monster ubur-ubur berkepala gajah itu memanjangkan cakar kaitnya untuk menekan raksasa berwajah tiga, tetapi keempat pedang besi itu diayunkan secepat badai kilat dan dengan mudah menahan serangan musuhnya. Cakarnya dengan sia-sia berusaha mencapai wajah raksasa. Di sisi lain, pedang raksasa tersebut dengan mudah menyakiti tubuh monster ubur-ubur, cairan tubuh yang gelap melayang pergi seperti kabut.
"Apa...Apa yang sedang terjadi..."
Lyfa berbisik kaget dan lupa total untuk bersembunyi karena takjub.
Di game ALO, pertempuran antara monster bisa terjadi tapi hanya untuk tiga alasan. Yang pertama, jika salah satu monster telah dijinakkan oleh pemain Cait Sith dengan kemampuan penjinakan tingkat tinggi; Dengan kata lain, <<hewan peliharaan>>. Kedua, jika Puca memainkan melodi yang menyebabkan status bingung atau gelisah ke monster. Dan yang ketiga adalah ketika salah satu monster dihipnotis oleh sihir ilusi dan dipaksa untuk bertempur.
Di pertempuran yang terjadi di depan mereka, tidak salah satupun memungkinkan. Jika salah satu monster adalah hewan peliharaan, kursornya seharusnya berwarna kuning-kehijauan. Tetpi kedua monster dewa-jahat mempunyai kursor kuning. Tidak ada musik yang bisa didengar dari gemuruh tanah dan teriakan yang memenuhi udara. Dan juga, tidak ada efek cahaya yang diakibatkan oleh sihir ilusi yang hadir.
Tampaknya kedua monster dewa-jahat tidak mengetahui keberadaan kelompok Lyfa dan melanjutkan pertarungan sengit mereka. Namun, raksasa berwajah tiga itu tampaknya memiliki keuntungan, sedangkan gerakan ubur-ubur berkepala gajah itu tampaknya melamban. Akhirnya, dengan ayunan pedangnya, raksasa itu memotong salah satu kaki bercakar ubur-ubur tersebut. Kakinya jatuh ke tanah dekat Lyfa dengan dampak tanah bergetar.
"Hei, bukankah tampaknya sedikit berbahaya berada di sini...?"
Kirito berbisik di sampingnya. Lyfa mengangguk tetapi tidak bisa menggerakkan dirinya. Darah dari luka ubur-ubur tersebut terpercik ke salju putih, mewarnainya hitam, dan Lyfa tidak dapat melepaskan pandangannya dari dewa-jahat berkepala gajah itu.
Luka monster ubur-ubur tersebut memaksanya berteriak nyaring selagi mencoba kabur. Raksasa itu tidak akan membiarkannya pergi, namun mengayun pedang besinya dengan lebih kuat lagi ke tubuh ubur-ubur itu. Tidak tahan dengan tekanan itu, ubur-ubur itu berteriak selagi berusaha meringkuk ke tanah, teriakannya perlahan-lahan melemah. Raksasa itu tetap mengayun pedangnya tanpa ampun, mengukir luka kejam di kulit abu-abu ubur-ubur tersebut.
"...Selamatkan dia, Kirito-kun."
Mendengar ucapan yang keluar dari mulutnya, Lyfa terkejut dengan dirinya sendiri. Ekspresi dari wajah Kirito tiga kali lebih mengejutkan darinya. Menatap Lyfa dan kedua monster dewa-jahat, Kirito menanyai Lyfa dengan suara bingung.
"Yang mana?"
Memang, dibandingkan dengan raksasa berwajah tiga, ubur-ubur itu lebih aneh bentuknya. Tapi dalam situasi ini, tidak perlu ragu-ragu.
"Tentu saja monster yang sedang disakiti."
Lyfa menjawab langsung, tetapi Kirito menjawab dengan pertanyaan yang wajar.
"Gimana?"
"Uhm..."
Lyfa menjawab tanpa respons. Sebagian besar karena fakta bahwa dia tidak memiliki ide untuk melakukan itu. Selama periode keraguan Lyfa, lebih banyak luka muncul di belakang punggung biru-keabuan dewa jahat berkepala gajah tersebut.
"...Kirito-kun, lakukan sesuatu!"
Lyfa menangis sambil menggengam kedua tangan ke dadanya. Pemuda Spriggan itu tidak melakukan apa-apa selain menggaruk rambut hitamnya.
"Meski kamu bilang itu..."
Tiba-tiba tangan Kirito berhenti bergerak dan menatap ke monster dewa-jahat lagi. Matanya menyipit sedikit, kedipan matanya mengkilap mengikuti kecepatan jalan pikiran di otaknya.
"...Bentuk seperti itu, kalau ada maknanya..."
Kirito bergumam. Kemudian ia melihat sekeliling daerah itu dan berbisik ke Yui yang sedang duduk di bahunya.
"Yui, apa ada air dekat sini? Sungai atau danau!"
Mendengar itu, pixie itu menutup matanya tanpa bertanya alasan dari Kirito dan mulai mengangguk kepalanya hampir dengan segera.
"Ada, Papa! Sekitar dua ratus meter ke utara ada sebuah danau beku!"
"Bagus...Lyfa, larilah ke sana seperti nyawamu bergantung padanya."
"Eh...Hah?"
Sepertinya Kirito sedang membicarakan bentuk raksasa berwajah tiga dan berlengan empat tetapi apa hubungannya dengan air yang dia bicarakan?
Lyfa bingung tetapi Kirito tidak berkata apa-apa sambil membungkuk dan menarik keluar paku panjang dan gemuk dari sabuknya. 'Itu pasti pasak pelempar' pikir Lyfa meskipun tidak pernah melihat hal seperti itu sebelumnya. Karena ALO mempunyai serangan sihir jarak jauh yang sangat kuat, tidak ada gunanya melatih teknik senjata dasar jarak jauh.
Namun Kirito benar-benar melakukannya. Dia memutarkan paku sepanjang dua belas sentimeter itu di atas bahunya dan menggenggam paku tersebut hanya dengan ujung jarinya.
"...Nah!"
Dengan teriakannya, lengan kanan Kirito bergerak dengan kecepatan yang tidak bisa dilihat Lyfa dan paku besi itu melaju lurus dengan aliran cahaya biru...
Rudal paku itu menghantam tepat diantara mata merah-gelap bercahaya di wajah tertinggi raksasa berwajah tiga itu.
Lyfa terkejut saat ia mencermati HP bar raksasa tersebut yang menunjukkan bahwa HP-nya berkurang dengan sangat sedikit. Dengan senjata sekecil itu yang menembus pertahanan luar biasa monster kelas dewa jahat tidak dapat dilakukan tanpa teknik melempar tingkat tinggi.
Sementara dengan kerusakan seperti itu ke monster dewa jahat itu yang mempunyai HP bar tinggi, kerusakan yang dilakukannya penting sekali di sini karena---
"BORURURURU!"
Sebuah raungan amarah terdengar dari raksasa berwajah tiga itu dengan keenam matanya terfokus semua ke Kirito dan Lyfa, menandakan perubahan target dari ubur-ubur ke pemain.
"...Kabur demi nyawamu!!"
Kirito berteriak sambil berlari ke utara, menyemprotkan salju ke segala arah sambil melarikan diri dengan kecepatan tertinggi.
"Tungg-..."
Sambil menggerakkan mulutnya, Lyfa buru-buru mengikuti si Spriggan yang berlari jauh di depan. Kemudian, tepat dari belakangnya terdengar suara ranguan seperti petir dan suara sesuatu menginjak-injak tanah. Raksasa tersebut sedang mengejar mereka berdua.
"Tunggu...Tidaaaaaaaak!"
Lyfa menjerit sambil melesat kencang dengan kecepatan tinggi. Namu, Kirito sudah berlari jauh di depannya memiliki bentuk yang bahkan pelari Olimpiade akan merasa iri sambil berlari semakin jauh dan jauh dari Lyfa. Lyfa telah pernah mengalami kecepatan lari Kirito saat mereka kabur dari <<Koridor Ruger>>, tetapi ditinggali kabur sendirian adalah hal yang berbeda lagi.
"Jahaaaaat sekaliiiiii!"
Sambil menjerit dengan putus asa, suara getaran dari belakangnya terdengar semakin mendekat. Raksasa itu setinggi sekitar tiga belas kali lebih besar dibandingkan dirinya, jadi setiap langkahnya memiliki rasio yang sama dibandingkan langkah kaki Lyfa. Ketakutannya akan pedang setinggi balok beton itu mengayun ke dirinya membuat Lyfa memaksa seluruh tubuhnya ke titik batas---yaitu, sinyal gerakan pikirannya bekerja lebih cepat dalam upaya mengejar Kirito.
Tiba-tiba, di depannya, pemuda berpakaian hitam itu berhenti di kepulan awan salju. Dia berbalik dan menangkap Lyfa dengan uluran tangannya. Meskipun sedang berada dalam situasi menakutkan ini, Lyfa dapat merasakan wajahnya memanas sambil melihat ke arah belakang mereka.
Raksasa berwajah tiga itu cukup dekat dengan mereka untuk menjadi mengerikan. Raksasa itu akan mengerjar mereka dalam hitungan beberapa detik. Jika mereka dihantam oleh pedang besi raksasa itu, Kirito dan Lyfa yang berpakaian lapisan baja ringan akan kehilangan semua HP mereka dalam satu tebasan.
'...Apa yang ingin kamu lakukan!!'
Lyfa ingin bertanya pada Kirito yang sedang memeluknya mendekat erat padanya. Pada saat bersamaan...
Krak krak krak...terdengar dari tanah sambil meledak keluar.
Kaki raksasa tersebut yang sebesar batang pohon telah menembus es yang terbaring di bawah salju. Kirito telah berhenti di tengah danau beku besar yang tertutup salju. Es sebesar 15 meter mengelilingi raksasa tenggelam tersebut, mengekspos air gelap tembus pandang. Raksasa berwajah tiga itu terjun tenggelam ke danau buatannya sendiri yang menyebabkan kolom air terpancur dengan derasnya ke atas udara.
"Tenggelamlah seperti itu..."
Lyfa berkata dengan sangat memohon, tetapi solusi semudah itu tidak terjadi. Satu setengah dari wajah-wajah raksasa tersebut muncul di atas permukaan air dan perlahan-lahan mendekat. Sepertinya di bawah air itu kedua tangannya bertindak sebagai dayung; Meskipun dengan tubuhnya yang seperti batu, dia bisa berenang dengan baik. Jika Kirito bertaruh pada tenggelamnya raksasa itu, sepertinya ia kalah.
Ingin mulai berlari lagi, Lyfa berbalik hanya untuk melihat Kirito yang berdiri tidak bergerak. Dia menggenggam tangan Lyfa dengan cukup kuat untuk mengaktifkan peringatan pelecehan, tetapi Kirito tetap menatap raksasa tersebut.
"...Ah, kamu, tidak mungkin ingin..."
'Kirito ingin mati di sini'
Pikiran itu melintas di benak Lyfa.
Dia tidak mungkin ingin melakukan apa yang Lyfa ingin coba sebelumnya, yaitu mengorbankan dirinya untuk membiarkan Lyfa log out, mati dan kembali ke titik save point di ibukota Sylph, Sylvian.
Lyfa tidak dapat membiarkan itu. Kirito mempunyai alasan yang kuat untuk pergi ke Aarun, atau lebih khususnya ke <<World tree>>, setelah Lyfa mengetahuinya dari satu hari perjalanan dengan Kirito. Satu-satunya alasan pemuda Spriggan itu bermain ALO adalah untuk bertemu seseorang di puncak <<World tree>> dan dia telah melewati banyak tantangan untuk mencapai sejauh ini.
"Tidak, kamu harus kabur..."
Lyfa menangis dengan lemah sambil mencoba melepaskan dirinya dari pelukan Kirito, tetapi ia diinterupsi oleh suara percikan lain.
Terkejut, Lyfa menoleh kepalanya dan melihat kolom air baru muncul di belakang raksasa berwajah tiga.
"Yururururu!" Raungan itu pasti berasal dari dewa-jahat berkepala gajah yang disiksa oleh raksasa berwajah tiga tadinya. Meskipun mereka berhasil mengusir raksasa itu darinya, dia kembali mengejar raksasa berwajah tiga daripada kabur.
Lyfa secara langsung melupakan situasinya, matanya terbuka lebar dari perasaan takjub ketika melihat-
Sambil memotong menembus air, sekitar dua puluh anggota lengannya bangkit dan melingkar di sekitar wajah dan tangan raksasa tersebut.
"BORUBORU!" Raksasa itu mengaum dengan marah, mencoba mengayun pedang besinya. Namun, mereka sudah bergerak ke dalam air dengan perlahan dan tidak dapat menebas kulit ubur-ubur itu.
"...Be-Begitu..."
Lyfa berbisik dengan suara serak.
Monster ubur-ubur berkepala gajah itu sebenarnya monster air. Ketika dia berada di darat, sebagian besar dari lengannya di butuhkan untuk mendukung tubuh berbentuk mangkuknya. Sekarang pada saat dia berada di danau, dengan tubuhnya yang mengapung di air, seluruh lengannya dipakai untuk menyerang. Di sisi lain, raksasa itu membutuhkan kedua tangannya untuk berenang, yang mengakibatkan kurangnya kekuatan serangannya sampai 50%.
<<Bentuk>> yang Kirito bicarakan sebelumnya mengacu pada ubur-ubur itu. Menyadari bahwa itu adalah hal yang alami untuk seekor ubur-ubur berada di air, Lyfa tidak menyadari hal itu sehingga ia menggenggam kedua tangannya dengan erat. Dewa-jahat berkepala gajah itu seperti ikan berada di air, kekuatannya memaksa kepala raksasa itu ke bawah permukaan air. Pertarungan sengit kedua monster berukuran super itu menyebabkan gelombang tinggi, menyemprotkan sejumlah besar air dan es ke segala arah.
Ubur-ubur gajah itu mengaum raungan intens, tubuhnya bersinar cahaya biru-keputihan. Cahaya itu lalu berubah menjadi sengatan listrik yang mengalir melalui kedua-puluh lengannya.
"Ah..."
"Bagus!"
Kirito dan Lyfa berteriak bersamaan. HP raksasa berwajah tiga itu mulai berkurang dengan kecepatan yang luar biasa. Menggunakan teknik identifikasi, mereka bisa melihat jumlah ratusan dari ribuan HP menghilang setiap kali percikan listrik menyetrum.
Kemungkinan darah raksasa itu mendidih, tetapi beberapa kedipan cahaya merah menyala di air dengan kolom uap air menguap naik; Hal ini tidak berpengaruh kepada HP ubur-ubur tersebut. Akhirnya, frekuensi suara tangisan "BORUBORU" melambat berhenti----diikuti dengan ledakan poligon yang jumlahnya dapat menutup penglihatan Lyfa.
Lyfa mengalihkan pandangannya sejenak. Lalu setelah ia melihat kembali, ia hanya melihat satu kursor yang tertampil.
"Yurururururururu..." dengan auman kemenangannya, si ubur-ubur berkepala gajah itu mengangkat kakinya yang banyak dan menurunkannya kembali ke dalam air. Lalu ia berenang kembali dengan lancar didalam danau.
Air mengalir ke bawah seperti air terjun dari tubuhnya yang besar saat ia menyeret dirinya naik ke tepi danau. Ubur-ubur itu lalu berjalan melalui es mendekati mereka. Lyfa menahan nafasnya sambil melihat.
Dengan jejak kakinya yang bergoyang mendekati dengan suara "Don Don", ia berhenti tepat di depan Kirito dan Lyfa---Lyfa sekali lagi terpesona oleh ukuran tubuhnya yang besar. Saat bertempur melawan raksasa tadi, tentakel raksasa ini tampaknya seperti lengan yang tipis, tetapi setelah melihatnya sedekat ini dia baru sadar kalau dia tidak dapat mengelilingi tentakel itu dengan lengannya terbuka lebar. Tinggi di atas tentakel yang seperti batang pohon ini adalah tubuhnya yang bundar, tetapi hanya konturnya lah yang terlihat.
Tidak peduli bagaimana kamu melihatnya, kepalanya memang kepala gajah. Tetapi selain telinga yang menggantung di sisi wajahnya yang bundar adalah pelengkap seperti lengan yang ditutupi oleh embel-embel yang merupakan insangnya. Dibawah wajahnya yang bundar tergantung hidungnya yang sepanjang tentakelnya. Matanya agak aneh dengan tiga sisi bulatan lensa hitam-legam berdampingan. Berbaris seperti bola-nasi, mereka sebenarnya memberi ekspresi yang agak lucu.
"...Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Kirito bergumam.
Lyfa memang meminta menolong monster mirip gajah ini, tetapi dia belum sempat berpikir apa yang harus mereka lakukan setelah itu. Dewa-jahat menakutkan yang berada di depan matanya mempunyai kursor kuning, menandai bahwa ia musuh dan kemungkinan dapat membunuh mereka dengan satu pijakan dari kakinya yang bercakar.
Namun, fakta bahwa monster ini belum menyerang mereka dapat berarti perkembangan yang tidak terduga. Ketika berbicara soal ruang bawah tanah yang sulit seperti Jötunheimr, adalah hal yang biasa jika monster menyerang pemain ketika mereka melihatnya. Karena ubur-ubur ini belum melakukan itu, dapat berarti ia akan meninggalkan mereka jika mereka menunggu.
Pikiran Lyfa dikhianati satu detik kemudian. Dengan suara "Yurururu", dewa-jahat ini mengulurkan belalainya yang panjang ke mereka berdua.
"Akh..."
Saat Kirito sedang memundurkan dirinya, Yui, yang tetap diam sampai sekarang, menyambar telinga Kirito dan berusaha menenangkan pemuda Spriggan ini.
"Tidak apa-apa, Papa. Anak ini tidak marah."
'...Anak?' pikir Lyfa, tetapi dia dengan segera tidak memiliki waktu untuk merenungkan pertanyaan itu lebih jauh.
Belalai panjang itu dengan lembut melingkari tubuh kedua orang itu dan mengangkat mereka naik dari tanah.
"Hieeee!"
Kirito menjerit sedangkan Lyfa terdiam. Gajah dewa-jahat ini dengan perlahan mengangkat mereka naik beberapa puluhan meter ke udara dan terlihat seperti akan memasukkan mereka ke mulutnya---untungnya sebelum hal itu terjadi, namun ia hanya menjatuhkan mereka berdua ke punggungnya.
Mereka berdua mendarat dengan pantat mereka dan terpental sekali sebelum berhenti. Dilihat dari jauh, punggung gajah ubur-ubur ini terlihat halus, tetapi setelah dilihat dari dekat punggungnya ditutupi oleh rambut keabu-abuan. Melihat Kirito dan Lyfa duduk di tengah-tengah punggungnya, gajah ubur-ubur itu sepertinya tampak puas. Hal itu membuatnya bersuara senang sebelum bergerak seperti tidak ada apa-apa yang terjadi.
"..."
Lyfa dan Kirito memandang satu sama lain sebelum gadis Sylph berhenti mencoba menganalisa situasi saat ini, memutuskan untuk dengan santai melihat pemandangan di sekitarnya.
Kerajaan gelap Jotunheimr tidak sepenuhnya gelap. Langit-langit ditutupi dengan es yang melepaskan cahaya pucat. Cahaya biru pucat menyinari pemandangan yang ditutupi oleh salju, dan meskipun tempat ini adalah daerah ultra-berbahaya, pemandangannya sangatlah indah. Sebuah kastil tua di tengah hutan hitam, tebing curam dan menara yang dibangun untuk menghubungkan dunia ini dengan dunia di permukaan. Lyfa dapat melihat semua ini dengan jelas dari tenggerannya yang berada puluhan meter dari tanah.
Ubur-ubur gajah itu berjalan dengan kedua-puluh lengannya dan setelah satu menit perjalanan di punggungnya yang bergoyah, Kirito berbisik menanyai ke rekannya.
"Jadi ini...awal sebuah quest?"
"Hmmm..."
Tampak sedikit bingung, Lyfa merumuskan jawabannya dengan tenang.
"Jika ini adalah quest, pada saat dimulai, tampilan Start-log akan muncul di daerah ini..."
Lyfa melambaikan tangan kirinya ke daerah kosong kiri atas pandangannya.
"Karena tidak ditampilkan di sini, ini jelas bukan permintaan quest. Jika memang demikian, kemungkinan sejenis event...Ini bisa menjadi sedikit merepotkan."
"Seperti apa?"
"Jika memang sebuah quest, akan selalu ada bermacam-macam hadiah akhir quest. Tetapi sebuah event lebih seperti pemain berpartisipasi dalam sebuah pentas drama---biasanya tidak selalu berakhir dengan akhir yang indah."
"...Maksudmu kita kemungkinan akan berakhir dengan salah satu akhiran tragis, kan?"
"Mungkin saja. Dulu, aku memilih pilihan yang salah di event jenis horor dan tewas di tangan seorang nenek sihir yang merebusku di pancinya."
"Game yang menarik."
Kirito tertawa dan tersenyum ketat, lalu memulai menyisir rambut tebal di bawahnya.
"...Nah, karena ini telah terjadi, kita sebaiknya tetap berada di kapal ini--tidak, maksudku ubur-ubur. Toh, bahkan jika kita meloncat dari ketinggian ini kita akan menerima damage yang cukup serius. Jadi lebih baik menumpanginya sampai selesai...Bagaimanapun juga, kemungkinan sudah terlambat..."
"A, apa?"
Lyfa memberikan tatapan bingung ke pemuda Spriggan ini. Kirito menunduk sambil menjawab.
"...Aku minta maaf untuk hal sebelumnya, Lyfa. Aku membuat ringan perasaanmu...Kemungkinan aku memandang rendah dunia ini dan tidak cukup serius menghadapinya. Ini hanyalah sebuah game...Tetapi mau ini nyata atau tidak, apa yang kamu rasakan dan pikirkan semuanya nyata, aku harusnya mengetahui itu..."
Kirito, dengan kepalanya menunduk ke bawah, mengenakan ekspresi sedih di wajahnya.
Lyfa yang menatapnya dari samping dan tidak dapat menahan perasaan déjà vu, berpikir ia pernah melihat ekspresi ini sebelumnya. Lyfa menepis perasaan itu dan menggelengkan kepalanya berkali-kali.
"I, iya...aku juga meminta maaf...Kamu telah berjuang keras untuk menyelamatkan diriku dan rasku. 'ALO hanyalah sebuah game', kamu tidak akan mungkin berpikir seperti itu, aku pasti yang paling memahami itu..."
<<VRMMO-RPG>>, termasuk ALFheimOnline, adalah sebuah game bergenre baru--di suatu tempat kemungkinan mereka menguji pemain mereka. Akhir-akhir ini, Lyfa merasakan dengan kuat hal itu.
Pengujian, untuk melebih-lebihkannya, berarti bahwa ini kemungkinan adalah sbuah tantangan. Karena ini sebuah game, kamu tidak bisa selalu menang. Kadangkala perangkap dari ras bermusuhan akan menghentikanmu untuk maju ke depan, atau mereka hanya akan menyerangmu dari depan dan menghapusmu.
Pada saat itu, betapa seriusnya diri anda berjuang atau jika kamu bisa menahan dadamu dengan tinggi meskipun dalam kekalahan, game ini menguji hal itu. Di display panel datar (MMORPG Komputer), selain perintah gerakan, avatarmu tidak akan berubah sedikitpun; Kamu hanya akan mengetik kekalahanmu dengan cara apapun yang kamu inginkan. Sekarang, di keadaan FullDive, avatarmu dengan setia akan menghasilkan perasaan pemain. Bahkan memungkinkan untuk meneteskan air mata akibat malu.
Kebanyakan orang membenci menunjukkan perasaan mereka yang sebenarnya; Saat situasi berbalik melawan mereka sendiri, sebagian mencoba menetertawakannya, dengan cara log out saat akan dikalahkan. Bahkan Lyfa sendiri tidak ingin orang lain melihat wajahnya yang menangis kalau dia bisa.
Tetapi pemuda Spriggan misterius di depannya tidak ada hubungannya dengan proses berpikir yang disebutkan sebelumnya. Bahkan ketika terjebak oleh serangan yang memihak sisi Salamander di Koridor Ruger atau selama pertarungannya melawan Jendral Eugene dimana ia didorong mundur oleh pedang iblis, Kirito tidak pernah ragu-ragu menunjukkan amarah dan penyesalannya. Dia hanya melakukan apa yang harus dilakukannya, melewati hambatan di perjalanannya dan akhirnya menang. Ini tidak mungkin dapat dilakukan oleh orang yang memandang rendah dunia ini sebagai <<hanyalah permainan>>.
"...Hei, kamu..."
'Sebelum kamu tiba di sini, game seperti apa yang kamu mainkan? Orang seperti apakah dirimu sebenarnya di dunia nyata?'
Dia ingin menanyai itu, tetapi menutupi bibirnya dengan ketat. Di VRMMOs, mengajukan pertanyaan tentang kehidupan nyata seseorang adalah sesuatu yang bahkan teman terdekatmu harus menahan diri dari itu.
Kirito memiringkan kepalanya ke arah Lyfa, dia hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum, diam-diam mengatakan 'tidak ada apa-apa'.
"...Jadi, kita sudah memutuskan sekarang. Aku bisa berada di sini selama dibutuhkan. Absensi sekolah sudah menjadi opsi tambahan bagiku."
Selesai mengatakan itu, Lyfa menawarkan tangan kanannya. 'Baiklah' Kirito sepertinya mengatakan sambil tertawa sebelum menyalami tangan Lyfa. Lyfa terus menerus menggelengkan kepalanya untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah. Dia kemudian menyadari Yui, yang sedang duduk di bahu Kirito sambil tertawa senang, dan membuat Lyfa menjadi semakin malu. Saat ia melepaskan tangannya, bahkan ujung telinganya pun memanas, sehingga ia memalingkan wajahnya.
Tidak peduli dengan pertukaran ketiga orang di punggungnya, dewa jahat itu terus bergerak maju dengan cepat. Melihat ke kejauhan, Lyfa langsung lupa dengan perasaannya yang memanas di wajahnya dan alisnya mengkerut.
"Apa yang terjadi?"
Oleh suara Kirito, Lyfa mengulurkan tangan kanannya dan menunjuk ke kejauhan.
"Ingat apa yang aku katakan tentang pergi ke tangga terdekat di Barat atau Selatan? Anak ini tampaknya bergerak ke arah yang berlawanan...Lihat ke sana."
Di arah yang ditunjuk oleh Lyfa, siluet raksasa mulai muncul dari kegelapan. Membentuk busuran di langit-langit Jotunheimr, sebuah struktur besar berbentuk kerucut digantung. Seperti sebuah jaring, cabangnya merajut dan menenun bersama-sama untuk menahan es yang besar di tempatnya.
Dilihat dari efek kabur dari jarak ini, setidaknya sepuluh kilometer jauhnya. Tetapi bentuknya yang besar benar-benar mengganggu indera penglihatan pemain. Beberapa poin bercahaya terjebak didalam es, memberikan ilusi mata raksasa yang berkedip dengan anggun.
"...Apa-apaan itu yang berkelok-kelok di dalam es itu...?"
"Aku hanya pernah melihatnya di sebuah foto...ini pasti akar-akarnya World tree."
"Apa...?"
Lyfa menyipitkan matanya dan mengirimkan tatapan tajam ke sosok Kirito, sebelum sempat berkomentar, dia melanjutkan:
"Akar yang menembus melalui tanah ALFheim menggantung di atap Jotunheimr. Jadi bukannya membawa kita ke ujung sisi Jotunheimr, dewa-jahat ini membawa kita langsung ke pusatnya."
"Hmm...World tree, tetapi itu kebetulan tujuan akhir kita...Jadi kalau kita memanjat akar-akarnya apakah kita bisa keluar dari sini?"
"Aku belum pernah mendengar hal itu. Apalagi, lihat sana---akar-akarnya hanya menjulur sampai pertengahan langit-langit dan tanah. Itu berarti lebih dari 200 meter dari tanah. Karena kita tidak bisa terbang di sini, ketinggian itu tidak dapat dicapai."
"Begitu..."
Setelah mendesah kecil, Kirito akhirnya tertawa tidak berdaya.
"Nah, sekarang kita hanya perlu menyerahkan semuanya ke kumbang atau bathynomous giganteus Entah kita akan disambut di Dragon Palace atau kita akan menjadi sarapan mereka."
"Hei, tunggu dulu. Apa maksudmu dengan bathyno-apapun itu? Harusnya kan gajah atau ubur-ubur."
Ketika Lyfa mencemberut dan kembali bertanya, Kirito hanya mengangkat alisnya atas respon tak terduga itu.
"Oh, kamu tidak tahu? Namanya yang lain adalah isopod raksasa...Ia tinggal di lautan dalam, jadi tampaknya seperti Armadilidium vulgare melihat ukurannya..."
Kirito membentangkan kedua tangannya hingga sekitar ukuran memeluk. Tubuh bagian atas Lyfa bergetar sambil mengubah topik.
"Aku mengerti, mari kita memberinya nama! Nama yang lucu!"
Dengan kepala bundar dan tubuh bagian bawahnya yang penuh dengan tentakel, nama seperti gajah, nama seperti gajah...Lyfa berpikir dengan keras.
"Yuuzou'...bukan...'Zooringen'...itu juga bukan...
"Kalau begitu, Tonkii."
Kirito tiba-tiba mengatakan, yang mendapatkan tatapan kosong dari Lyfa. Itu tentu saja nama yang lucu tetapi bagaimana caranya dia memikirkan itu? -Gajah Tonkii, nama itu terdengar akrab.
Jawabannya muncul tepat dua detik kemudian setelah ia mulai mengaduk-aduk ingatannya. Ketika ia masih kecil, ia memiliki buku bergambar, dan itulah nama gajah yang ada di buku tersebut. Di bukunya, pada akhir perang panjang dulu, diberikan sebuah perintah untuk membuang semua hewan ganas di kebun binatang. Sambil menangis, si penjaga kebun binatang menaruh racun di pakan hewan, tetapi Tonkii si gajah cerdas tidak memakannya; Ia mati kelaparan sambil menerima sorakan mengulang, itulah plot ceritanya. Setiap kali ibunya menceritakan bagian itu, dia tidak bisa menahan tangisannya.
"...Aku rasa nama itu tidak akan membawa kita keberuntungan."
Lyfa berbisik, Kirito juga menganggukkan kepalanya dengan ekspresi meminta maaf di wajahnya.
"Mungkin saja begitu, tetapi itulah hal pertama yang muncul di pikiranku."
"Oh, jadi kamu tahu buku bergambar itu juga. Yah, baiklah. Kita gunakan nama itu."
Lyfa menepuk tangannya, lalu menepuk rambut pendek di dekat kakinya.
"Hei, dewa-jahat, mulai sekarang kamu akan dipanggil sebagain Tonkii."
Tentu saja, monster ini tidak memberikan respon, tetapi ia tidak menolak sehingga mereka berasumsi nama itu diterima. Namun, Lyfa belum pernah mendengar anggota ras Caith Sith yang menguasai teknik menjinak yang bisa membuat dewa-jahat taat. Yui, yang duduk di bahu Kirito, juga melambaikan tangannya yang kecil mengikuti Lyfa, memanggil monster yang ratusan kali lebih besar dari dirinya.
"Tonkii-san, senang bertemu denganmu! Mohon bantuannya!"
Kali ini, seolah-olah mengerti itu dengan tidak sengaja, dewa-jahat itu membuka-tutup insang di sisi kepalanya.
Si ubur-ubur gajah, yang sekarang bernama Tonkii, terus bergerak ke arah utara mengikuti sungai beku.
Lebih dari satu dua kali, mereka nyaris menghindari pertempuran dengan dewa-jahat lainnya yang berkeliaran di daerah ini. Tetapi untuk alasan yang tidak diketahui, dewa-jahat lainnya hanya melihat dari pepohonon atau bukit mereka, lalu pergi.
Mereka mungkin berpikir Lyfa dan Kirito adalah milik Tonkii, tetapi kenapa raksasa berwajah tiga itu menyerang Tonkii awalnya? Mungkin ada satu atau dua dewa jahat yang sama jenis dengan Tonkii, tetapi kebanyakan dari mereka mempunyai bentuk berbeda dari Tonkii maupun si raksasa.
Lyfa berpaling ke sisinya, ingin mendapatkan pendapat Kirito, tetapi pemuda Spriggan itu memejamkan matanya dan tampaknya mengantuk lagi. Lyfa menyiapkan tinjunya lagi dan baru ingin melaksanakan tinjuannya, dimana tiba-tiba sebuah ide terlintas di pikirannya; dia mengambil satu kepalan salju yang telah terjatuh di punggung Tonkii.
Sebelum bola salju tersebut menghilang, Lyfa dengan cepat mendorongnya ke bawah kerah hitam Kirito dan memasukkannya ke dalam punggungnya.
"Dingin!!"
Dihantam langsung oleh efek dingin, Kirito menjerit sambil melompat. Setelah mengatakan 'Selamat pagi' ke Kirito, Lyfa menanyakan keraguannya yang sebelumnya ke Kirito. Pemuda Spriggan itu kelihatan mencela untuk sementara, tapi tidak lama setelah itu ia berbicara sambil berpikir.
"...Dengan kata lain, bahkan di antara dewa-jahat, yang berbentuk manusia dan mereka yang berbentuk binatang sering bertarung dengan teratur..."
"Mungkin...Tetapi kemungkinan jenis humanoid hanya menyerang dewa jahat jenis seperti Tonkii..."
Area Jotunheimr baru ditambahkan bulan lalu sebagai bagian dari update penting, namun sebagian besar dari area itu masih belum dijelajahi karena tingginya tingkat kesulitan. Jika itu adalah semacam event, kemungkinan merekalah yang pertama untuk mengetahui eksistensi tersebut. Jika mereka hanya kelompok berburu normal yang melihat pertempuran Tonkii dengan raksasa, kemungkinan mereka hanya akan menontonnya dan setelah Tonkii tewas, mereka baru akan bertarung melawan raksasa---itulah hasil yang mereka duga.
"Yah, bagaimanapun juga hanya desainer dan Tonkii yang mengetahui bagaimana event ini akan berakhir, jadi mari kita kemana semua ini akan menuju."
Setelah mengatakan demikian, Kirito membaringkan dirinya kembali dan menggunakan tangannya sebagai bantal lalu menyilangkan kakinya. Yui terbang dari bahu Kirito dan mendarat di dadanya, lalu berbaring di posisi yang sama dengan pemuda berpakaian hitam itu. Sambil mendesah saat melihat betapa santainya mereka berdua, Lyfa memutuskan untuk membangunkan mereka dengan mantra sihir es jika mereka jatuh tertidur lagi. Melihat jam di tepi pandangannya, angka hijau pucat sudah melewati jam 3:00 pagi beberapa waktu yang lalu.
Sejauh ini, Lyfa tidak pernah berada di game melebihi jam 2:00 pagi dan apa yang berada di depannya adalah wilayah yang tidak diketahui. Lyfa dengan lembut membelai rambut-rambut pendek didekat kakinya, dengan perasaan campur aduk tentang game online yang dia mainkan sepanjang malam untuk pertama kalinya.
Dewa-jahat aneh ini, tanpa menyadari apa yang terjadi di punggungnya, tetap bergerak pada kecepatan yang sama...
Perjalanan mereka tiba-tiba berhenti di bukit yang tertutup es dan salju.
"Uwaa..."
Berpindah ke depan kepala Tonkii, Lyfa memandang ke depan dan dengan tidak sengaja tersentak kaget.
Itu sebuah lubang.
Skalanya tidak biasa. Sebuah lubang vertikal yang saking lebarnya sampai sisi jauhnya memudar menjadi kabut berwarna biru. Tebing terjal yang ditutupi salju tebal dan es yang dalam dimana terlihat tembus-pandang di atas dan dengan perlahan memudar menjadi warna biru muda, lalu dari warna biru menjadi biru nila dan menetap didalam gua gelap yang makin menjauh jika dilihat. Tetapi, tidak peduli jika mata seseorang menatap, bagian pangkalnya diselimuti kegelapan yang dalam, membuatnya terlihat tanpa dasar.
"...Aku ingin tahu apa yang terjadi jika seseorang jatuh ke sana..."
Kirito berkata dengan suara yang tertekan. Yui, yang kembali ke bahunya, menjawab dengan suara yang serius:
"Bagian dasar struktur tidak didefinisikan di data peta yang bisa kuakses."
"Wow, jadi itu benar-benar jurang maut tanpa dasar."
Kirito dan Lyfa perlahan-lahan bergerak mundur, kembali ke atas punggung Tonkii. Sebelum itu, dewa-jahat itu bergerak lagi.
'- Tidak mungkin, apa ia ingin melempar kita ke dalam lubang?!'
Lyfa menjerit di hatinya, tapi untungnya, dewa-jahat itu tampaknya tahu berterima-kasih. Ia melipat kedua-puluh kakinya dan memindahkan punggungnya horisontal sambil duduk.
Setelah beberapa detik, Tonkii akhirnya duduk di salju dengan suara jedukan keras. Yururu, ia berseru dengan suara rendah, lalu menarik masuk belalainya dan Tonkii benar-benar berhenti bergerak.
"..."
Kirito dan Lyfa melirik satu sama lain, lalu dengan hati-hati turun dari punggung Tonkii.
Setelah beberapa langkah, mereka berbalik untuk melihat ubur-ubur itu kembali, tetapi apa yang terbaring di sana bukan lagi gajah maupun ubur-ubur. Dengan tangan dan kepalanya diselipkan ke bawah tubuhnya, semua itu terlihat seperti sebuah bakpao raksasa yang diabadikan dalam salju.
"...Tonkii ini, sedang apa dia...."
Lyfa berjalan beberapa langkah maju untuk berdiri di samping Kirito, yang mengucapkan itu dengan takjub. Lyfa lalu mengetuk bulu abu-abu tebal tersebut.
"Hei, Tonkii, apa yang harus kita lakukan sekarang?!"
Tidak ada jawaban. Lyfa menepuk sisi dewa-jahat sedikit lebih keras dengan tangan kanannya dan merasakan adanya perubahan sedikit. Ketika Tonkii memberi mereka tumpangan, kulitnya seperti bantal urethane, tetapi sekarang berubah menjadi keras.
Tidak mungkin, apa dia meninggal ketika mencapai tujuannya? Sambil berpikir itu, Lyfa bergegas ke sisinya dan memaksa telinganya ke bawah bulunya. Sebuah suara bas 'boom boom, boom boom' yang samar dan terus menerus dapat didengarnya, Lyfa yang lega lalu melepaskan kepalanya dari sisi si dewa-jahat.
Dia masih hidup. Lyfa berpaling untuk melihat HP bar-nya yang telah pulih dari pertempuran dengan raksasa berwajah tiga dan sekarang telah pulih sampai penuh.
"Ini berarti...dia hanya tertidur? Ketika kita telah berjuang keras sepanjang malam?"
Lyfa cemberut, dia lalu memanjat ke punggung Tonki dan baru hendak menarik bulunya untuk balas dendam, ketika Kirito meninggikan suaranya dari belakang.
"Hei Lyfa, lihat ke atas, sungguh menakjubkan!"
"Apa...?"
Lyfa menoleh ke atas untuk melihat pemandangan, dan memang, itu adalah pemandangan yang menakjubkan.
Akar World tree dan lilitan kerucut terbalik yang mereka lihat sebelumnya sekarang berada tepat di atas kepala mereka. Meskipun masih sulit diperkirakan, diameter dari es kerucut di atas kemungkinan sama dengan lubang yang melebar di bawah. Jika dilihat dengan cermat, ada kemungkinan untuk dapat melihat beberapa struktur di dalam es itu. Ruang transparan dan koridor yang diterangi api, menerangkan cahaya biru terang melalui es.
"Sungguh luar biasa...jika ini semua bagian dari satu dungeon, tidak dapat diragukan lagi inilah yang terbesar di ALO."
Lyfa mendesah dan tanpa disadari menggapai ke arah itu. Namun, tentu saja ada jarak 200 meter atau lebih ke dasar es besar itu. Itu adalah jarak yang bahkan anggota ras Imp, yang bisa terbang di bawah tanah, tidak akan mampu menyeberang.
"Bagaimana bisa menyeberang ke sana..."
Lyfa bertanya Kirito, tapi sebelum dia bisa menjawab, pixie kecil yang duduk di bahu pemuda berpakaian hitam ini berbicara dengan suara menusuk.
"Papa, ada pemain-pemain lain yang mendekat dari arah timur! Satu... tidak, dibelakangnya ada... dua puluh tiga!"
"...!!"
Lyfa menarik napas yang dalam.
Dua puluh empat orang. Ini jelas party yang dibentuk untuk berburu dewa-jahat.
Awalnya, merekalah yang ingin kita temui. Jika kita beritahu mereka situasi kita dan setuju untuk bergabung, kita dapat menggunakan dungeon dengan tangga dan keluar ke atas permukaan.
Namun, sekarang. Singkat kata, tujuan dari pemain-pemain ini mendekat di situasi ini adalah...
Lyfa menggigit bibirnya, menatap ke arah timur, dan beberapa detik kemudian mendengar suara gemerisik kaki samar yang bergerak melalui salju. Itu adalah suara yang agak sulit didengar jika tidak untuk pendengarannya yang tajam sebagai anggota dari ras Sylph. Lyfa tidak dapat melihat mereka, jadi kemungkinan mereka menggunakan sihir menyembunyikan diri.
Lyfa dengan cepat mengangkat tangannya, bersiap-siap untuk menggunakan sihir yang dapat memungkinkan dirinya untuk melihat mereka. Namun, ada jarak yang tidak lebih dari sepuluh meter mulai mendistorsi seperti lapisan air. Seorang pemain tunggal muncul.
Dia adalah seorang pria berkulit putih pucat dan berambut biru muda dengan bayangan kebiruan panjang. Tidak diragukan lagi, dia berasal dari ras Undine. Ukiran-ukiran di armor kulit abu-abunya menirui wujud sisik, dan sebuah busur kecil menggantung di bahunya.
Pria ini mungkin bertanggung jawab dengan tugas pengintaian dan menemukan posisi musuh, dengan kata lain seorang pengintai. Dilihat dari gerakannya yang lentur dan perlengkapan tingkat tinggiya, bisa dikatakan dia adalah pemain tingkat tinggi.
Dengan matanya yang mengkilat dengan tajam, pengintai ini melangkah maju dan mengatakan kata-kata yang paling ditakuti Lyfa.
"Hei kalian, dewa-jahat itu, apa akan kalian buru atau tidak?"
Tentu saja, orang ini mengacu pada Tonkii, yang meringkuk seperti bola disebelah Lyfa.
Saat Lyfa tidak menjawabnya, wajah pria itu mulai menajam, dan ia lanjut berkata.
"Kalau kamu akan membunuhnya, lakukan dengan cepat. Jika tidak, enyahlah dari sini, atau kamu akan terjebak dalam serangan jarak jauh kami."
Sebelum menyelesaikan kalimatnya, suara jejakan-jejakan kaki mulai terdengar dari balik punggung pria tersebut. Sepertinya pasukan utama party tersebut telah tiba.
Jika mereka party yang dibentuk dengan gabungan ras-ras yang berbeda di zona netral, maka masih ada harapan...
Tetapi harapan Lyfa dengan cepat dikhianati setelah melihat lebih dari dua puluh pemain berjalan melintasi salju. Mereka semua memiliki kulit putih dan rambut biru yang sama. Dengan kata lain, mereka adalah tim Undine elit berburu dewa-jahat, kemungkinan dari <<Crescent Moon Bay>>, jauh di sebelah timur.
Seandainya itu adalah pasukan gabungan yang dibentuk oleh pemain <<buangan>> yang telah meninggalkan wilayah mereka masing-masing, mereka kemungkinan akan mengabaikan kombinasi dari Sylph dan Spriggan. Tetapi, jika mereka semua adalah anggota terhormat dari ras Undine, maka mereka tidak akan bertindak baik. Mereka juga dapat menumpuk "poin kehormatan" jika mereka membunuh grup gabungan antara Kirito dan Lyfa. Mereka kemungkinan akan menganggap mereka berdua permainan yang adil. Oleh karena itu, kita dapat bersyukur mereka hanya memperingatkan kita dengan repot-repot.
'-Tapi, untuk saat ini kita hanya harus bertindak keterlaluan. Kita tidak dapat membiarkan mereka membunuh teman kami, Tonkii.'
Lyfa berpikir dari lubuk hatinya, dan berdiri di antara Tonkii dan pengintai berambut biru lalu berkata dengan nada rendah:
"...Aku meminta dengan risiko berperilaku buruk. Dewa-jahat ini, biar kami yang urus."
Mendengar itu, pria tersebut dan batalion pemain-pemain di belakangnya memberikan senyuman ringan yang pahit.
"Di wilayah berburu tingkat bawah mungkin akan kami beri, tetapi mengatakan hal ini di Jotunheimer adalah hal yang lain lagi. 'Tempat ini milikku' dan 'Monster ini milikku' tidak ada artinya di sini. Kalau kamu datang ke sini, kamu harus menjadi veteran dan harus memahami ini."
Apa yang dikatakan orang ini sebetulnya benar. Memaksa hak atas wilayah atau monster, jika situasinya dibalik, maka Lyfa juga akan takjub. Tentu saja, prioritas diberikan ketika bertempur dengan monster, tetapi saat ini Tonkii hanya meringkuk dan Undine ingin menyerang, Lyfa tidak berhak ikut campur.
Hal itu sungguh menyakitkan. Saat Lyfa sedang menggigit bibirnya, sebuah bayangan melangkah maju. Itu adalah Kirito.
Lyfa tiba-tiba menghirup napas dengan dalam. Tidak mungkin, Kirito akan melakukan hal yang tidak masuk akal lagi, seperti saat ia menentang Jendral Eugene dan pasukan Salamandernya, itu - apa ia akan menentang mereka? Apa dia akan menghunuskan pedangnya melawan musuh sebanyak ini?
Ini akan menjadi pertarungan yang sia-sia. Ada dua puluh empat pemain di depan mereka, dan mereka pasti pemain-pemain veteran super, jika tidak, mereka tidak mungkin berada di Jotunheimer. Mereka berada di tingkat level yang sama sekali berbeda dibandingkan pasukan Salamder di Koridor Ruger. Prajurit-prajurit berlapis baja berat dan penyihir-penyihir dengan tongkat menunjukkan perbedaan yang jelas.
Namun, tindakan yang dilakukan Kirito sungguh tidak terduga.
Spriggan berpakaian hitam ini, tanpa menyentuh pedangnya, berlutut di atas salju dan menundukkan kepalanya.
"Aku mohon padamu."
Suara yang keluar dari mulutnya sungguh-sungguh serius.
"...Meskipun kursornya berwarna kuning, dewa-jahat ini adalah rekan kami...Tidak, dia teman kami. Kami datang sejauh ini setelah ia hampir mati. Hingga akhir, kami ingin melakukan apa yang harus ia lakukan."
Dengan itu, Kirito menundukkan kepalanya lebih rendah lagi, pengintai berambut biru itu menutup matanya untuk beberapa detik.
Saat pengintai itu membuka matanya, dia mengeluarkan suara tawa yang besar. Suara tawa lainnya dengan cepat bergema dari pemain-pemain yang mendekat dari belakangnya.
"Hei...Hei, apa kamu benar-benar pemain? Kamu bukan NPC, kan?"
Dengan suara tertawa yang terakhir, si pengintai itu menyebarkan tangannya dan menggelengkan kepalanya. Lalu ia meraih bahunya dan mengambil busurnya yang didesain dengan elegan. Dia menarik panah perak dari tabung panahnya dan menekukkannya di busurnya.
"...Maaf, tapi kami tidak hanya bermain-main di wilayah ini. Beberapa saat yang lalu, kami semua dilenyapkan oleh dewa-jahat besar. Merupakan hal yang sulit mengumpulkan semua Remain Lights dan menghidupkan party kami. Ketika aku melihat mangsa mudah di depanku, aku ingin membunuhnya. Karena aku pria yang baik...Akan aku berikan waktu sepuluh detik untuk enyah dari sini. Saat waktu habis, kami tidak akan melihat kalian. Kelompok penyihir, mulai siapkan sihir pendukung."
Pria itu melambaikan tangannya, dan pemain-pemain di barisan belakang memulai sihir mereka. Satu demi satu, efek cahaya warna-warni mulai muncul, memberikan bermacam-macam peningkatan stat ke prajurit-prajurit di depannya.
"Sepuluh...Sembilan...Delapan..."
Tingkat kebisingan meningkat beberapa kali lipat dengan suara sihir ketika pengintai itu memulai hitungan mundurnya.
Lyfa mengepalkan tinjunya begitu keras hingga ruas ruas jarinya berderak dan seluruh tubuhnya bergetar dengan kemarahan. Menghadap punggung Kirito, Lyfa berseru:
"...Mari kita mundur, Kirito."
"...Ok."
Kirito berbisik dengan kepalanya menghadap bawah, ia berbelok ke arah barat, dan bergerak sepanjang tepian jurang tanpa dasar. Lyfa juga berjalan dengannya, berdampingan. Si pengintai itu meneruskan hitungan mundurnya di belakang mereka.
"Tiga...Dua...Satu...Mulai serang."
Tanpa semangat juang, Lyfa mendengar instruksi yang tenang tersebut, lalu setelah itu...
Suara serangan sihir yang ganas tumpang tindih dengan suara logam yang bergema ketika para prajurit memulai serangan mereka.
Tepat di belakang mereka, suara sukses ledakan-ledakan besar mengguncang tanah, yang lalu diikuti oleh semburan udara panas yang mengakibatkan rambut hijau ponytail Lyfa di depannya.
Kirito dan Lyfa lalu berbalik setelah mereka bergerak mundur sekitar 30 langkah.
Para delapan prajurit meneruskan serangannya untuk beberapa detik sebelum bergerak mundur beberapa langkah. Begitu para prajurit bergerak menjauh, tembakan serangan-serangan sihir kedua yang telah diselesaikan penyihir lalu dilepaskan bersama dengan tembakan-tembakan panah yang dilepaskan oleh beberapa pemanah.
Serangan sihir tersebut menyebabkan ledakan mengerikan yang menelan Tonkii secara menyeluruh, meskipun ia seinggi empat meter lebih. Dengan pilar api itu, kulit mengkilapnya menghangus, membakarnya. Dengan itu, sekitar sepuluh persen dari total HP Tonkii menghilang. Disamping suara kobaran api, mereka bisa mendengar suara gemuruh seperti seruling Yururuuu, Yururuuu.
Itu sudah pasti suara tangisan Tonkii. Tangisan itu bahkan lebih tipis dan tragis dibandingkan ketika ia ditindas oleh dewa-jahat raksasa berwajah tiga sebelumnya.
Tidak ingin melihat adegan itu lagi, Lyfa memalingkan wajahnya ke kiri.
Karena itu, adegan yang menusuk hatinya Lyfa mulai terlihat. Kirito berdiri dengan tangannya mengepal keras, dan dari saku dadanya, pixie kecil Yui, menunjukkan wajahnya dan mengepalkan tangannya dengan erat di atas tepi saku itu.
Wajahnya yang cantik meringis sedih, dari matanya yang gelap, air mata mulai menetes satu demi satu. Melihat tahanan air mata pixie tersebut yang berusaha menahan jeritannya dengan bahu yang berguncang, Lyfa merasakan sesuatu yang panas mencair keluar dari matanya.
'-Seandainya saja pasukan Undine ini hanyalah kelompok PK yang kejam!'
Kemudian Lyfa dapat membenci mereka. Jadi Lyfa dapat bersumpah untuk membalas dendam untuk Tonkii yang sekarat.
Tetapi saat ini mereka hanya melaksanakan hak mereka sebagai pemain dari game MMO. Membunuh monster untuk mendapatkan uang dan experience adalah alasan pertama untuk bermain, hal itu dimulai dari meja permainan game RPG bertahun-tahun lalu, yang akhirnya berkembang menjadi jenis permainan FullDive. Baik sopan santun maupun peraturan ALfheim tidak dapat mengizinkan Lyfa untuk berbicara melawan Undines.
Namun, meskipun Tonkii seekor monster, karena ia menjadi rekan dan teman perjalanan, perilaku seperti apa yang tidak membiarkanmu melindunginya? 'Anak ini adalah teman jadi jangan membunuhnya', kalau kita tidak dapat mengatakannya, apa arti dari peraturan jadinya?
Lyfa percaya bahkan di dunia ini ada <<jiwa kebebasan>>. Lyfa percaya bahwa hal itu memungkinkan emosi untuk muncul di sini, dimana kita bahkan tidak akan menunjukkannya di dunia nyata. Namun, karena pemain-pemain meningkatkan status mereka, mengenakan perlengkapan yang langka dan lebih kuat, pangkat mereka naik, tetapi pada saat yang sama, sayap mereka terikat oleh rantai. Pada suatu waktu, bahkan mereka awalnya hanyalah pemain pemula yang tidak tahu mana kiri dan mana kanan. Saat mereka melihat monster non-aktif di suatu wilayah, beberapa dari mereka mungkin berpikir monster tesebut imut dan tidak ingin membunuhnya.
Dengan serangan beruntun yang terus terdengar, Lyfa berdiri tanpa terhibur. Ketika suara serangan-serangan tersebut mulai mengeras, tangisan Tonkii, yang berbanding balik, menjadi semakin lemah. HP Tonkii telah menghilang sebanyak 50% lebih. Ada waktu dua menit - tidak, hanya tersisa enam puluh detik.
"...Kirito-kun."
"Lyfa."
Mereka berdua berbicara hampir bersamaan.
Lyfa memandangkan matanya untuk melihat ke arah mata hitam si Spriggan dan berkata:
"...Aku akan membantunya."
"Aku juga."
'Tujuanmu adalah Aarun, jadi kaburlah', Lyfa menelan kembali kata-katanya dan mengangguk. Jika mereka berdua menginterupsi, maka mereka berdua akan tewas dalam waktu sepuluh detik atau kurang. Tidak ada makna yang berarti di balik tindakan mereka.
Tetapi, sama seperti Kirito, kepercayaan Lyfa tidak akan membiarkannya untuk duduk di pinggir dan tidak melakukan apa-apa. Mereka berdua telah menyelamatkan Tonkii dari sang raksasa berwajah tiga dan Tonkii menyelamatkan mereka sebagai balasannya. Meskipun dewa-jahat tidak lebih hanya sekelompok kode yang terpendam di sudut server, mereka telah menjadi teman, dan bahkan mereka memberinya nama, tidak mungkin mereka hanya akan berdiri di sana dan melihatnya dibunuh, jika tidak, tidak ada artinya mereka bermain VRMMO.
"...Kamu tahu, hari ini aku akan membantumu dalam perjalanan dari Sylvian ke Aarun lagi."
Lyfa berkata dengan cepat, Kirito mengangguk dan menaruh tangannya ke gagang pedangnya.
"Terima kasih...Yui, sembunyilah dengan baik."
"Ya...Papa, Lyfa-san...semoga berhasil!"
Yui bersembunyi di dalam saku Kirito, wajahnya bebas dari air mata. Kirito dan Lyfa menghunuskan pedangnya bersamaan. Dari suara besi yang tajam, seorang penyihir Undine mengubah pandangannya ke samping dengan tampang bingung.
Kita akan menyerang penyihir dengan pertahanan yang rendah dulu. Dikonfirmasi dengan kontak mata, mereka berdua bergegas maju dengan kecepatan penuh. Salju tersebar tinggi ketika udara bergetar dari kekuatan jalur lintasan mereka.
Lyfa juga bergegas maju sampai batas kecepatannya, lalu mengayunkan katananya ke bawah dengan kedua tangannya ketika ia mencapai target serangannya.
"Eyaa!!"
Katana tersebut mengiris kebawah dengan momentum yang sengit. Bagaikan petir hijau, katana tersebut menggigit bahu lengan penyihir yang berada di tepi kiri.
Jubah biru muda yang dikenakannya merupakan perlengkapan yang cukup langka, dan HP-nya baru berkurang sekitar 30%. Saat ia hendak mengayun tongkatnya ke atas, sebuah kilatan hitam menghantam tubuhnya secara horisontal. Beberapa saat kemudian, efek suara ledakan keras menggelegar. HP penyihir tersebut lalu berkurang 40% akibat serangan Kirito yang secepat dewa dengan menggunakan pedang besarnya.
Tanpa menunjukkan belas kasihan, Lyfa tanpa henti meneruskan serangannya ke pemain yang mengambang dengan diam di udara. Dengan setiap serangan, HP penyihir itu berkurang sampai pukulan terakhir yang mengakibatkan HP-nya menjadi nol.
Kemudian, didalam kolom air biru avatar penyihir itu menghilang. Yang tersisa hanyalah Remain Light, dan mengusirnya, Lyfa berbalik menghadap musuh berikutnya.
Pada titik ini, penyihir-penyihir lainnya yang sedang menfokuskan serangannya ke Tonkii dengan serangan sihir jarak jauh akhirnya sadar ada yang salah. Dengan ekspresi tercengang, salah satu dari mereka mulai berteriak.
"...Apa kamu serius?"
"Nah, apa...menurutmu!"
Berteriak menanggapi itu, Lyfa menendang salju.
Mereka memang pasukan elit Undine, reaksi mereka sangatlah cepat. Mereka menghentikan mantra sihir jarak jauhnya dan beralih ke serangan sihir kecepatan tinggi jarak dekat. Namun, kecepatan Lyfa dan Kirito sedikit lebih tinggi. Di posisi yang menggunakan penyihir kedua sebagai perisai, mereka meneruskan serangan-serangan menyilang. Para Penyihir tetap melepaskan serangan sihir mereka, tetapi kebanyakan yang terjadi adalah pakaiann mereka tergores saat mereka menggunakan serangan sihir yang bergerak lurus.
Lyfa mengerutkan keningnya saat melihat satu atau dua sihir jenis gertakan yang tercampur dalam serangan mereka menghantam. Membunuh penyihir yang kedua, Lyfa berbalik untuk melihat Kirito yang telah bergegas maju ke target berikutnya. Dengan ayunan pedangnya, Kirito meretakkan tanah pijakannya, menyebabkan salju tersebar ke segala arah.
Tiba-tiba, terdengar sebuah suara ketika sebuah panah perak tenggelam ke bahu kiri Kirito. Berbalik melihat si pemimpin pengintai, yang berdiri di jarak lumayan jauh, dengan wajah datar bersiap memanah tembakan kedua. Membuka mulutnya, ia memerintah dengan keras:
"Tim prajurit, mundur! Tim penyihir sedang diserang!"
Panah kedua ditembak ke arah dada Lyfa, jejak perak membuntuti bagaikan meteor. Terlalu cepat untuk menghindar, Lyfa menghalangnya dengan tangan kirinya. Thunk! Dengan suara benturan, HP Lyfa berkurang lebih dari sepuluh persen. Sementara Lyfa sedang terhuyung-huyung oleh serangan itu, aliran air tekanan tinggi yang lebih mirip laser menembus kaki kanannya. Tentu saja, Lyfa tidak merasakan kesakitan, tetapi wajahnya mengiris dengan perasaan kaku yang tidak menyenangkan.
Saat Kirito bertempur melawan musuh yang ketiga, yang sudah kehilangan lebih dari setengah dari HP-nya, Kirito dilalap tornado es. Lyfa mendekat, bersiap-siap untuk menggunakan sihir pemulihan, tetapi ia menemukan para penyihir berkumpul menyiapkan serangan sihir skala besar. Selain itu, para prajurit yang tadinya sedang menyerang Tonkii datang bergegas dengan wajah bertampang setan.
'-Sejauh ini sajakah kita pergi?'
Hampir lima puluh detik telah berlalu sejak pertempuran dimulai, dan mereka berdua telah bertempur cukup baik mengingat jumlah musuh. Dengan ini, tanpa diragukan lagi Tonkii akan memaafkan mereka berdua.
Lyfa menutup matanya dan meletakkan kepalanya di dada Kirito, menunggu momen saat pedang, panah atau sihir meniup HP mereka pergi.
Namun, sebelum suara serangan itu muncul, terdengar suara seruling tangisan yang ribuan kali lebih keras. Udara yang sangat dingin mulai menggigil, suara itu bergema dari bukit salju dari jarak lumayan jauh, suara itu milik Tonkii, tetapi berbeda total dari tangisan lemahnya yang sebelumnya.
Tidak mungkin, apa Tonkii akhirnya mati? Lyfa berpikir sambil memalingkan wajahnya yang merintih kesakitan ke arah puncak bukit itu.
Tubuh oval itu terukir bekas-bekas luka, tetapi salah satu terutama lebih panjang dan dalam dibandingkan lainnya. Lyfa melihat sambil retakan tersebut memanjang sampai kedua ujung terhubung.
"Oh..."
Lyfa berbisik. Dia kira akan melihat darah hitam dewa-jahat memancar keluar dari celah tubuhnya.
Tetapi-
Yang memancar keluar adalah cahaya silau putih murni.
Cahaya putih itu melesat keluar dengan resonansi nyaring yang menyelimuti para prajurit, penyihir dan pengintai, tanpa meninggalkan satupun Undine. Aura sihir pendukung dari sekitar tubuh mereka menjadi asap dan menghilang dan efek serangan sihir menguap.
...Dispel Field!
Sebuah kemampuan khusus yang hanya dimiliki oleh bos monster tingkat tinggi. Untuk kemampuan dewa-jahat tingkat rendah, kemampuan itu terlalu kuat. Tanpa memahami apa yang terjadi, Lyfa, Kirito dan kedua puluh dua Undine hanya terpaku di tempat untuk sesaat.
Dengan semua mata terkumpul, cahaya yang menyelimuti Tonkii diam-diam tersebar. Tidak, bukan hanya itu. Hanya cangkangnya yang keras dan tebal menggebrak keluar. Sumber cahaya terus memanjang seperti menara spiral.
Ujung spiral cahaya bergerak dan Lyfa mengerti.
Bahwa sumber cahaya itu, strip-strip putih murni, adalah delapan sayap bersinar yang meluas, empat di setiap sisinya.
"...Tonkii..."
Seperti mendengar suara Lyfa, wajah bagaikan gajah itu terangkat menjauh dari sayap-sayapnya. Belalainya yang panjang terangkat tinggi dan telinganya berkibar menyebar dengan luas-
Yurururuuu. Suara keras itu terdengar lagi dari si dewa-jahat yang tidak lagi berupa ubur-ubur. Dengan kibasan kedelapan sayapnya, ia melonjak ke langit.
Tubuhnya yang sebelumnya bundar sekarang telah menjadi halus dan langsing. Dari 20 tentakel yang juga sebelumnya menjuntai dari perutnya, sekarang tidak lagi berupa antena dengan cakar, tetapi lebih seperti rambatan tanaman. HP-nya, yang tadinya menurun sekitar 10%, telah pulih sepenuhnya.
Setelah mencapai ketinggian sekitar sepuluh meter, Tonkii melayang sejenak, dan tiba-tiba tanpa peringatan warnanya berubah sampai ia memancarkan cahaya biru.
"Ah...Itu buruk..."
Kirito berbisik, tiba-tiba ia memutar balik untuk menangkap Lyfa dan menyeretnya ke bawah lantai salju.
Sesaat setelah itu, Tonkii mengeluarkan petir berukuran luar biasa dari masing-masing kakinya, satu demi satu.
Tanpa memiliki waktu untuk bahkan menjerit, para Undine disambar dan meledak dengan suaranya. Beberapa penyihir dan pemanah hancur berkeping-keping dalam satu hit, tetapi para prajurit tampaknya masih bertahan.
"Mundur ke dasar bukit! Tutupi formasi pertempuran untuk pemulihan dan dukungan!"
Sang pemimpin pengintai, melihat tidak adanya kesempatan untuk memulihkan anggotanya, berteriak. Kurang dari dua puluh orang yang selamat, semuanya berlari menuruni lereng bersama-sama. Para prajurit membangun dinding perisai sementara para penyihir yang tersisa melafalkan sihir di belakangnya.
Namun, Tonkii perlahan-lahan meluncur mengejar melalui udara, kali ini diselimuti oleh cahaya putih murni.
Kuaa... suara menggema saat cincin-cincin cahaya menghujan turun, melumpuhkan setiap kekuatan sihir. Juga, semua lantunan sihir yang belum lengkap berubah menjadi asap dan menghilang.
"Sialan!"
Pemimpin pengintai berteriak akhirnya setelah kehilangan ketenangannya. Ia mengangkat tangannya ke arah langit. Panah-panah asap meledak, menciptakan tabir perlindungan asap, menyembunyikan semua Undine.
"Mundur, mundur!"
Sementara perintah sedang diteriaki, para pasukan Undine melarikan diri dalam garis lurus, terlihat dengan jelas dari tempat Lyfa berdiri. Mereka kabur dengan sangat cepat, dan dengan segera mereka tidak terlihat di atas punggung bukit dari kejauhan.
Tentu saja untuk Tonkii yang sekarang bisa terbang, menyusul para pemain yang mencoba melarikan di tanah adalah hal yang mudah. Tetapi ia hanya mengeluarkan lolongan kemenangan, lalu mengepakkan keempat sayapnya di satu sisi untuk mengubah haluan.
Setelah itu ia terbang perlahan-lahan sampai ia melayang tepat di atas kepala Lyfa dan Kirito. Dari kepala sang gajah yang sekarang putih, tiga pasang mata bergeser melihat bawah ke mereka.
"...Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Kirito mengatakan sesuatu yang Lyfa pernah dengar sebelumnya.
Tonkii hanya memanjangkan belalainya menjawab. Hidungnya menggeliat dan melilit Lyfa dan Kirito, mengangkat mereka berdua tanpa penjelasan. 'Sesuai dugaanku!' Sementara berpikir itu, mereka berdua dijatuhkan ke punggung Tonkii dan mendarat dengan pantat mereka bersamaan dengan suara don.
Mereka berdua saling memandang satu sama lain dan menyarungkan pedang mereka. Lyfa mulai membelai bulu putih Tonkii. Mungkin itu hanya imajinasinya, tetapi bulunya sekarang tampak lebih panjang dan lebih halus dibandingkan sebelumnya.
"...Setelah semua kejadian itu, benar-benar hal yang baik kamu masih hidup, Tonkii."
Lyfa berkata, setelah itu Yui menjulurkan kepalanya keluar dari saku Kirito dan menepukkan tangannya, lalu berkata:
"Aku juga sungguh senang! Hidup berarti hal-hal baik akan terjadi!"
"Itu bakal menyenangkan..."
Kirito berkata sambil melihat ke atas dan ke bawah.
Setelah ini, Tonkii kemungkinan akan pergi ke suatu tempat. Di depan mereka terdapat lubang besar di tengah Jötunheimr - jika itu adalah tujuannya Tonkii, maka situasi akan menjadi lebih membingungkan. Untungnya, setelah berteriak, Tonkii terbang ke atas, ke arah akar World tree.
Setiap kali ia mengepakkan sayapnya yang bagaikan gelombang, rambutnya menyelimuti tubuhnya, sang dewa-jahat mulai terbang ke atas melalui udara. Ia terbang naik secara melingkar, sampai Lyfa mampu melihat seluruh wilayah Jotunheimr.
"Wow..."
Lyfa hanya bisa berseru kagum. Dia mulai melirik dunia es yang indah dan mematikan ini.
Di area ini, penerbangan tidak memungkinkan, sehingga untuk melihat pemandangan ini di ketinggian ini hanya sesuatu yang pernah dilihat oleh Lyfa dan Kirito. Lyfa tanpa sadar membuka menu jendelanya dan mengeluarkan item untuk mengambil foto, tetapi setelah ia berpikir-pikir, ia berhenti. Pemandangan dapat dipertahankan melalui screenshot, tetapi suasana hati tidak dapat direkam. Kesedihan dan kegembiraan, kemurungan dan perasaan bebas semuanya bercampur-aduk membentuk perasaan yang ajaib.
Apakah Tonkii tahu bagaimana perasaan Lyfa atau tidak, ia melambatkan kecepatan terbangnya sedikit dan memutar kecil, lalu sekali lagi memperkuat kekuatan sayapnya.
Tiba-tiba dari atas, sebuah objek memasuki pandangannya dari jarak dekat. Lyfa tidak dapat menebak apa itu.
Kerucut es biru transparan terbalik. Es itu dililiti oleh jala-jala hitam seperti tabung, akar World tree.
Menurut efek jarak dekat, panjang dari es besar itu kira-kira dua ratus meter atau lebih. Seperti yang mereka kira di tanah sebelumnya, es itu dibagi menjadi beberapa bagian didalamnya, membentuk suatu dungeon es.
Tanpa bersuara, Lyfa membuka matanya lebar-lebar, dengan hati-hati mengawasinya. Tiba-tiba, di bagian bawah es itu - didalam ujung tajamnya, kilatan cahaya keemasan menarik perhatiannya.
Tidak peduli ia berkonsentrasi sebanyak apapun, ia tidak dapat menebak apa itu. Lyfa tanpa sadar mengangkat tangan kanannya dan melantunkan sihir pendek.
Air mulai memancar keluar dari tangannya, dan dengan segera membeku membentuk kristal datar. Kirito dengan cepat berbalik menatapnya dan bertanya:
"Apa itu?"
"Sebuah jenis sihir untuk melihat jarak jauh yang dibuat dengan kristal es. Sini, lihat ke arah ujung es itu, kamu bisa melihat sesuatu yang bersinar..."
Setelah mendengar itu, Kirito melihat lebih dekat melalui lensa es tersebut. Cahaya keemasan yang bergetar itu perlahan-lahan menetap, sampai akhirnya memberikan gambar yang jelas.
"Oh WOW!"
Begitu Lyfa melihat apa itu sebenarnya, Lyfa menjerit seperti gadis kecil.
Disegel di ujung es tersebut, berdirilah sebuah pedang emas mematikan namun indah. Dilihat dari pendar yang melilit bilah pedang tersebut dan dekorasinya, tidak diragukan lagi kalau itu adalah pedang legendaris. Tidak, bahkan sebelum itu, Lyfa sudah mengetahui nama pedang tersebut.
"Itu adalah <<Holy Sword Excaliber>>. Aku telah melihat gambarnya di website resmi ALO... Pedang ini satu-satunya yang melampaui <<Demonic Sword Gram>> milik Jendral Eugene, satu-satunya pedang terkuat...Sejauh yang kutahu, belum ada pemain yang menemukan lokasinya."
"T,Terkuat..."
Dengan penjelasan Lyfa yang penuh dengan keajaiban. Kirito menelan ludahnya dan meneguk dengan gugup.
Pedang tersegel itu terletak di bagian bawah tangga spiral, yang tampaknya dihubungkan ke dungeon es. Artinya, hanya pemain yang telah berjuang menembus seluruh dungeon itu yang dapat memperoleh pedang terkuat tersebut.
Sang dewa-jahat, Tonkii, membawa dua peri kecil, terbang melingkari es dan terbang naik secara melingkar. Melepaskan pandangannya dari pedang suci itu, Lyfa melihat ke atas dan menemukan dua hal.
Hal pertama yang dilihat Lyfa adalah balkon berbentuk platform yang mendongak keluar dari bagian tengah es besar. Jalur penerbangan Tonkii akan melewati tempat itu. Sangat memungkinkan untuk melompat dari punggung Tonkii dan mencapai balkon itu.
Hal kedua, di bagian atas Jötunheimr yang diselimuti salju tergantung sebuah tangga yang terukir. Tangga tersebut terus naik dan terus melewati langit-langit. Itu pasti rute untuk keluar ke atas permukaan tanah dari Alfheim.
Tidak ada hubungan antara tangga yang menjulur ke permukaan tanah dan balkon yang mengarah ke dungeon. Kalau kamu meloncat ke balkon untuk kesempatan mengambil pedang suci, maka tidak ada cara lain untuk sampai ke tangga.
Kirito tampaknya telah tiba pada kesimpulan yang sama. Matanya terus bergeser bolak-balik antara balkon dan tangga. Sambil melakukan hal itu, mereka mulai mendekat ke arah balkon. Setelah dua puluh... tidak... jika mereka tidak membuat keputusan dalam waktu sepuluh detik...
Dalam keheningan itu, Tonkii tiba di balkon, ia terbang horisontal seolah-olah memberi mereka kesempatan. Untuk pemain VRMMO seperti Kirito dan Lyfa, insting pertama mereka adalah untuk melompat turun, dan tubuh mereka bergetar.
- Tapi tentu saja mereka tidak melompat turun.
Mereka berdua saling memandang satu sama lain, mengenakan senyuman agak malu, lalu Lyfa berbicara.
"...Kita harus datang ke sini lagi, tapi dengan banyak rekan."
"Kamu benar. Dungeon ini kemungkinan yang tersulit di seluruh Jotunheimr. Dengan hanya kita berdua, tidak ada kemungkinan untuk menerobos."
"Ah, kamu, memiliki terlalu banyak penyesalan!"
Sementara mereka berdua tertawa, Tonkii terbang melewati balkon tanpa merasa bingung dan terus terbang naik. Melihat ke bawah melewati area masuk persegi dungeon tersebut, terdapat bayangan mengerikan dewa-jahat. Ia menyerupai dewa-jahat raksasa berwajah tiga yang menyerang Tonkii sebelumnya, tetapi ia tampaknya tipe humanoid yang jauh lebih kuat.
Kemungkinan monster terkuat di dungeon terdalam Jotunheimr berasal dari spesis yang sama. Dewa-jahat itu kemungkinan tipe yang spesis Tonkii lihat sebagai musuh, kemungkinan karena itulah mereka bertanggung jawab untuk mengangkut pemain di sini. Itulah mengapa raksasa itu mencoba membunuh Tonkii sebelum ia berubah.
Jika mereka bergabung dengan kelompok berburu dewa-jahat dan bertempur, mereka tidak akan pernah berpikir untuk hanya membunuh dewa-jahat tipe raksasa, dan menyelamatkan jenis gajah ubur-ubur. Jika mereka berdua tidak jatuh ke sini, event ini, tidak, persahabatan ini tidak akan terjadi.
Sementara Lyfa sedang berspekulasi, Tonkii mendekati kanopi. Akar dengan tangga berukir itu terlihat jelas, tergantung menurun dari sudut es tersebut.
Dengan suara Yururu, Tonkii melebarkan sayapnya dan melambatkan kecepatannya. Sambil melayang, ia memanjangkan belalainya, melilitnya di sekitar akar pohon dekat tangga seperti tali dan berhenti.
Melihat tangga kayu itu bergoyang, Lyfa berdiri.
Secara alami memengang tangan Kirito di tangannya, mereka berdua berpindah ke anak tangga di dasar.
Dengan goyangan kecil, Tonkii memastikan hilangnya beban dan melepaskan belalainya dari akar. Ia berbalik naik ke atas bersiap-siap untul terjun.
Saat Tonkii berbalik, Lyfa meraih ujung belalainya dengan satu tangan.
"...Aku akan datang lagi, Tonkii. Berhati-hatilah sampai saat itu. Jangan biarkan dewa-jahat lainnya mengganggumu."
Setelah selesai berbisik, Lyfa melepaskankan genggamannya. Kirito menggenggam belalainya dan Yui terbang keluar dari saku dada Kirito, memegang sekelompok bulu yang menggantung di belalai tersebut dengan kedua tangannya.
"Kita akan berbincang lebih banyak lagi, Tonkii-san."
Si pixie kecil berbicara sambil tersenyum. Si dewa-jahat menjawab Furururu dan berbalik dan melipatkan sayapnya.
Ia lalu terjun kebawah dengan kecepatan luar biasa, mulai menyusut sambil waktu berlalu.
Sayapnya kemudian bersinar untuk terakhir kalinya, sang dewa-jahat misterius memudar di dalam kegelapan Jotunheimr. Ia pasti sekarang sudah dapat hidup bebas dari siksaan, sambil terbang dengan bebas di angkasa. Dan, jika kita ada kesempatan untuk balik ke tempat ini dan memanggilnya, Tonkii pasti akan memberi mereka tumpangan di punggungnya lagi.
Lyfa menyeka air matanya yang mulai menetes dari sudut matanya, dan menemui tatapan mata Kirito, mulai tertawa.
"Ayo! Aku cukup yakin Aarun berada tepat di atas!"
Setelah mendengar kata-kata yang bersemangat itu, Kirito membentang dan lalu menjawab:
"Ya, mari kita selesaikan sisa akhir perjalanan ini... Lyfa, saat kita tiba di puncak, mari kita rahasiakan apa yang kita ketahui tentang pedang suci itu."
"Oh kamu, mengatakan sesuatu yang merusak momen penting ini..."
Pemuda Spriggan berpakaian hitam itu mengangkat bahunya, sambil bergandengan tangan, mulai berlari menaiki tangga spiral yang melalui akar World tree.
Perjalanan yang mengambil waktu kurang dari tiga menit ketika mereka jatuh melalui cacing tanah raksasa, lebih memakan banyak waktu ketika melakukan perjalan kaki. Saat mereka berjalan naik melewati jalan remang-remang oleh jamur bercahaya, Lyfa kemudian menyerah menghitung langkahnya. Setelah melewati waktu lebih dari sepuluh menit, seberkas cahaya tipis muncul dengan terang di depan.
Kirito dan Lyfa saling memandang satu sama lain, dan dengan satu dorongan terakhir bergegas ke pintu keluar. Melangkahi dua anak tangga sekaligus, mereka menjulurkan kepala mereka keluar dari lubang sebuah dinding pohon.
Melompat keluar dari tangga, mereka menemukan diri mereka di teras batu berlumut. Mereka melakukan putaran penuh dari momentum itu, lalu duduk di trotoar batu.
Setelah membuka mata mereka yang tertutup saat mereka keluar, mereka mengambil pemandangan di depan mereka dengan dalam -
Pemandangan itu adalah pemandangan malam dari kota megah yang indah.
Seolah-olah sisa-sisa peradaban kuno, batu bangunan dari berbagai ukuran tersebar ke segala arah. Api-api kuning, cahaya biru lampu sihir, dan lampu mineral merah muda berkedip-kedip di segala arah seolah-olah debu bintang ditaburkan ke segala penjuru kota. Tidak ada kesatuan ras di antara siluet para pemain yang bergerak di bawah cahaya ini, tetapi jumlah yang sama dari masing-masing sembilan ras peri.
Setelah mendapati pemandangan kota pada malam hari, Lyfa mengangkat wajahnya.
Di atas biru gelapnya langit malam, sebuah bayangan dalam bentuk pohon memisah kegelapan malam.
"...World tree..."
Lyfa berbisik, ia memandang Kirito di sampingnya dan melanjutkan:
"...Tidak diragukan lagi, ini adalah <<Aarun>>. Pusat Alfheim. Kota terbesar di dunia ini."
"Iya... Kita akhirnya berada di sini."
Kirito mengangguk, Yui mengeluarkan kepalanya dari saku Kirito, mengungkapkan senyuman yang brilian.
"Wow! Ini pertama kalinya aku berada di sebuah kota dengan orang sebanyak ini!"
Sama dengan Lyfa. Orang-orang yang meninggalkan wilayah rumah mereka dan menikmati petualangan bebas, hal itu belum pernah melintas di pikirannya.
Mereka berdua hanya duduk di tepi teras, menikmati suasana kota yang ramai.
Segera, suara berat dari organ pipa terdengar, melepaskan Lyfa dari introspeksinya. Suara itu kemudian diikuti oleh suara wanita yang mengambang turun dari langit. 'Ini adalah pemberitahuan dari pemeliharaan rutin sistem mingguan, yang akan dimulai pukul 4 pagi, server akan ditutup', pengumuman sistem. Lyfa belum pernah berada di game selama ini, jadi ini pertama kali dia mendengarnya.
Sesungguhnya, banyak 'pertama kali' yang terjadi sejak kemarin. Sambil memikirkan hal itu, Lyfa menggerakkan kakinya ke depan dan berdiri.
"Kita harus berhenti di sini hari ini. Yuk kita cari penginapan dan logout."
Kirito berdiri dan mengangguk sekali, sang Spriggan bertanya:
"Kapan maintenance berakhir?"
"Maintenance berlangsung sampai siang hari."
"Oke, baiklah..."
Setelah melihat ke bawah sedikit, Kirito tiba-tiba menatap langit.
Cabang-cabang world tree terbuka, menyebar ke segala arah.
Mata hitam Kirito menyipit sedikit, mulutnya tampak bergerak, melihat itu, Lyfa teringat alasan Kirito datang ke Alfheim.
Dia ingin bertemu <<seseorang>> di puncak World tree.
Aku ingin tahu siapa itu. Jika itu bukan NPC quest, mungkin anggota staf operasi, atau...
Sebelum Lyfa dapat berpikir lebih jauh, Kirito telah kembali ke ekspresi sebelumnya dan berkata:
"Yuk kita cari penginapan. Aku miskin sekarang, suatu tempat yang tidak terlalu mewah kedengarannya bagus."
"...Sok keren, kamu memberikan semua uangmu kepada dua penguasa? Setidaknya simpan sedikit untuk biaya hidup!"
Lyfa menertawakan kesulitan Kirito, kemudian berkata kepada Yui di saku dadanya.
"Itu yang Papamu katakan. Apa ada penginapan yang murah dekat sini?"
Anehnya, Pixie Navigasi itu mengerutkan alisnya yang mengernyit, melihat ke World tree, ia lalu tersenyum segera dan menjawab.
"Ya, di bawah sana tampaknya terdapat tempat yang super murah!"
"S, super murah..."
Tidak peduli dengan keraguan Lyfa, Kirito mulai berjalan cepat, jadi Lyfa mengikutinya.
Meskipun dia seharusnya merasa ngantuk karena begadang semalam ini, dia merasa sedikit gelisah dan menatap World tree sekali lagi.
Tentu saja, dengan dedaunan yang menghilang dengan gelapnya langit malam, tidak ada yang terlihat.
Bab 6
Pemenjaraan Asuna/Yuuki Asuna, memiliki dua makna sejak Januari 2025.
Makna ‘penjara’ yang pertama adalah terkurung di dalam sebuah sangkar emas. Meskipun sangkar ukuran manusia ini mewah dan cantik, ia tidak bisa dihancurkan, tidak peduli metode apa yang digunakan.
Alasannya adalah karena batang-batang setebal 1cm itu bukan terbuat dari logam, tetapi benda 3D virtual yang tersusun dari data digital. Sangkar itu telah digolongkan sebagai ‹‹indestructible›› oleh sistem, jadi meskipun seandainya batang-batang itu dihantam dengan martil, tidak satu goresanpun akan ditemukan.
Pemenjaraan yang kedua adalah pengurungan kesadaran Asuna, yang dikurung di dunia virtual itu sendiri.
Nama dunia ini adalah ‹‹ALfheim Online››, yang disingkat menjadi ALO. ALO merupakan sebuah network RPG skala besar yang dikelola oleh ‹‹RECTO Progress›› - sebuah tipe game yang dikenal sebagai VRMMO.
ALO sendiri beroperasi sebagai net game tanpa seorangpun mengetahui perbedaannya; puluhan ribu pemain regular membayar biaya koneksi dan menikmati game ini. Akan tetapi, dibalik game ini, karena niat jahat seorang lelaki, ini digunakan dalam sebuah proyek ilegal dan tidak manusiawi.
Core dari OS ALO sebenarnya merupakan sebuah salinan dari ‹‹Sword Art Online›› yang menggoncang dan mengejutkan seluruh Jepang selama dua tahun dari 2022 sampai 2024.
Pengembangan SAO waktu itu dikendalikan oleh ‹‹Argus››, yang sudah membiarkan sepuluh ribu orang, tanpa memandang umur atau jenis kelamin, menjadi sandera di dunia virtual, dengan angka kematian mencapai hampir 40%. Setelah insiden mengerikan tersebut, Argus mengalami kebangkrutan. ‹‹RECTO››, Divisi Penelitian FullDive sebuah perusahaan produsen elektronik besar, ditugaskan untuk melakukan pemeliharaan terhadap server SAO. Pria yang ditunjuk memiliki posisi penting dan menggunakan sebuah salinan data SAO yang asli untuk secara berhasil menciptakan ALO. Setelah death game itu berhasil diselesaikan, kesadaran dari seluruh pemain yang tersisa seharusnya dibebaskan, tapi dia, menggunakan ‹‹Penculikan Kesadaran››, memenjarakan kesadaran dari tigaratus pemain dalam server ALO.
Tujuan dari pria itu adalah untuk menggunakan otak dari ketigaratus orang pemain sebagai materi eksperimen, menggunakan system FullDive untuk mempelajari emosi manusia dan manipulasi ingatan.
Pria itu juga memenjarakan kesadaran Asuna dalam dunia ALO. Avatarnya dikurung dalam sebuah sangkar burung yang tergantung di salah satu cabang ‹‹World Tree›› di tengah Alfheim, pada ketinggian yang mana tak seorang pemain pun dapat mencapainya. Motif pria itu adalah untuk memastikan keadaan tidak sadar Asuna, dan untuk menjadi suaminya di dunia nyata sehingga dia dapat menjadi pewaris CEO RECTO, ayah Asuna, Yuuki Shouzou. Sekarang dua bulan setelah penyelesaian insiden SAO, dia sebentar lagi dapat mencapai tujuannya.
Nama pria itu adalah Sugou Nobuyuki. Nama lainnya adalah penguasa ALfheim, ‹‹Raja Peri Oberon››.
Menggunakan passcode yang didapat dengan susah payah, Asuna membuka pintu sangkar dan melangkah ke jalan kecil yang mengarah dari sangkar burung emas. Ia melirik matahari yang terbenam di ufuk sembari perlahan berjalan maju.
Diukir dengan pola melingkar sebuah pohon, dahan-dahan ‹‹World Tree›› membentuk jalan yang panjang dan lebar. Ranting-ranting yang lebih kecil berperan sebagai pagar memberikan kesan organik. Sebagai tambahan, ada juga berung-burung dan binatang-binatang kecil lain yang kadang memperlihatkan diri, menambah ilusi bahwa ini adalah ‹‹di dalam game››.
Khawatir bahwa monster-monster akan muncul, Asuna terus maju dengan berhati-hati. Setelah berjalan selama beberapa menit, sebuah dinding besar, batang utama dari World Tree, mulai terlihat dibalik tirai dedaunan. Sebuah lubang hitam muncul ditempat dimana dahan dan batang utama bertemu, menuju ke bagian dalam World Tree. Tanpa sadar memperkecil langkah kakinya, Asuna mendekati lubang itu dengan waspada.
Ketika ia sampai di depan lubang berbentuk oval itu, yang menyerupai sebuah simpul pohon alami, ia melihat yang tidak diragukan lagi merupakan sebuah pintu persegi buatan. Satu-satunya perbedaan adalah pintu ini tidak memiliki pegangan pintu, melainkan panel sentuh. Berdoa dengan sepenuh hatinya agar pintu tersebut tidak dikunci, Asuna menyentuh pintu itu dengan ujung-ujung jarinya.
Tanpa suara, pintu itu bergeser ke kanan. Setelah memeriksa adanya tanda-tanda kehidupan, ia segera masuk.
Jalan yang ia temukan di dalam berwarna putih murni dan langsung menuju ke kedalaman pohon. Cahaya redup terpantul pada dinding non-organik dari cahaya-cahaya orange di langit-langit. Tidak seperti koridor pepohonan yang indah menakjubkan, disini sepertinya tidak ada orang yang mau repot-repot meletakkan objek, meninggalkan koridor itu kosong tak didekorasi.
Seakan-akan seseorang sudah secara tiba-tiba menukar dunia game dengan sebuah kantor atau perpustakaan. Dari lantai yang putih, udara yang dingin mengalir ke telapak kakinya, mengirimkan sensasi dingin ke seluruh tubuhnya. Seakan ia dipaksa untuk menyadari bahwa dia memasuki wilayah musuh. Asuna mengigit bibirnya dan melanjutkan.
Tidak seperti Kayaba Akihiko, Sugou Nobuyuki memiliki kewarasan yang berbeda.
Sugou, yang merupakan pegawai di RECTO, menggunakan posisinya untuk merencanakan secara sembunyi-sembunyi pemenjaraan 300 pemain dari SAO dan memulai percobaan manusia yang berbahaya dengan otak mereka. dia tidak hanya gila tapi juga hampir merupakan penjelmaan dari keserakahan. Tidak peduli berapa banyak yang sudah dia miliki, keserakahannya yang tidak berujung menggerakkannya untuk terus mendapat lebih. Asuna yang tumbuh di dekat laki-laki itu mengerti hal ini lebih baik dari siapapun.
Saat ini Sugou memiliki kendali atas sebagian dari Asuna dan sangat senang mengetahui dia akan memiliki seluruhnya tidak lama lagi. Kalau laki-laki itu tahu Asuna telah kabur dari sangkar, amarahnya tidak akan berbatas. Dia akan melakukan segala penghinaan yang mungkin pada Asuna sebelum menjadikannya sebagai subjek eksperimen. Hanya memikirkannya saja sudah membuat lutut Asuna melemah.
Tapi jika ia kembali sekarang, jika ia kembali ke dalam sangkar, ia berarti harus menyerah pada Sugou. Seandainya Kirito yang berada dalam keadaan Asuna sekarang, dia tidak akan menyerah, meski seandainya dia tidak memiliki pedang.
Asuan meluruskan punggungnya, dan melihat pada jalanan. Entah bagaimana, ia berhasil melangkah dengan kaki-kaki yang seperti terbuat dari timah. Setelah ia mengambil langkah pertama, Asuna tidak berhenti lagi.
Jalan itu tampak seperti tak berujung. Dinding panel di atas, bawah, kiri, atau kanan tidak memiliki lapisan atau tanda. Menjadi semakin sulit untuk mengetahui apakah ia memang benar bergerak. Mengikuti cahaya orange yang kadang muncul di langit-langit, Asuna dengan sungguh-sungguh terus maju. Saat ia akhirnya melihat pintu lain di depan, ia secara refleks menghela napas lega.
Pintu ini sama dengan pintu sebelumnya. Lagi, ia dengan hati-hati menyentuh panel dengan ujung-ujung jarinya. Pintu itu bergeser terbuka tanpa suara.
Dibelakangnya adalah jalan yang sama, sekarang jalan itu berlanjut ke kiri dan kanan. Merasa tertekan, Asuna berjalan melewati pintu. Hal yang mengejutkan adalah, setelah beberapa detik pintunya tertutup secara otomatis, menyatu dengan dinding, dan tak meninggalkan bekas. Asuna dengan panik menyentuh pintu itu disana-sini, tapi pintu itu tidak terbuka lagi.
Pundak Asuna merosot dan ia putuskan untuk melupakan pintu tersebut. Lagipula dia tidak berencana untuk kembali. Ia mengangkat kepalanya dan melihat ke kanan dan kiri.
Jalan yang tadinya jalur yang lurus sekarang sepertinya menikung dalam lengkungan yang halus. Setelah berpikir sebentar, Asuna berjalan ke kanan. Dengan langkah kaki yang pelan, ia terus melangkah maju. Ia mulai meragukan dirinya ‘Apakah aku terus berjalan berputar-putar sepanjang waktu’. Saat Asuna berpikir begitu – sesuatu yang bukan dinding akhirnya terlihat.
Di bagian dalam dinding berwarna abu-abu muda pada tikungan, ada sesuatu yang terlihat seperti poster. Setelah dengan tergesa melihatnya, ternyata itu adalah sebuah peta pemandu. Asuna menatap lekat-lekat peta itu, mencoba untuk memasukkannya dalam ingatannya.
Di atas peta persegi itu tertulis ‹‹Complete Laboratory Map: Floor C›› dengan font yang tidak ia kenali. Dibawahnya, adalah ilustrasi sederhana. Terdapat tiga lantai sirkular, dan Asuna sekarang berada di jalur luar di lantai paling atas.
Hanya ada jalur melingkar di lantai ini. Jalan lurus yang mengarah ke sangkar burung tidak ditampilkan. Bagaimanapun, di lantai-lantai di bawah, A dan B terdapat berbagai macam ruangan di bagian dalam yang diberi label, seperti ‹‹Data Reading Room››, ‹‹Main Monitor Room››, ‹‹Sleep Room›› dan lain-lain
[6].
Pergerakan antar lantai sepertinya dilakukan oleh sebuah elevator di atas jalan melingkar lantai ini. Satu garis vertical menghubungkan ketiga lantai dan berlanjut panjang untuk melanjutkan ke suatu tempat di bawah.
Mengikuti garis elevator, di bawah adalah sebuah ruangan persegi yang besar. Rasa ngeri muncul ketika ia membaca label disebelah ruangan itu: ‹‹Experimental Body Storage Facility››.
“Experimental body…”
Kata-kata itu meninggalkan sisa rasa yang pahit di mulut Asuna.
Sepertinya tidak diragukan lagi ini adalah fasilitas penelitian illegal Sugou. Memang, apabila seluruh tes dilakukan di dunia virtual, maka akan menjadi mudah menyembunyikannya. Seandainya sepertinya mereka akan terbongkar, dengan sentuhan ujung jari, semua bukti akan hilang, meninggalkan tidak selembar pun kertas.
Apabila kegunaan fasilitas sirkular dan ruangan itu dipertimbangkan, satu frasa akan menyerahkan semuanya, ‹‹Experimental Body››. Ini adalah tempat dimana Sugou menyimpan para pemain yang dia culik dari SAO. Kesadaran mereka dikunci di fasilitas penyimpanan yang ditunjukkan pada peta.
Asuna berpikir sebentar lalu berbelok dan terus berjalan menyusuri jalan yang menikung. Setelah berjalan beberapa menit dengan langkah yang cepat, sebuah pintu geser polos muncul di sisi kiri jalan. Disebelah pintu, sebuah segitiga terbalik kecil menonjol dari dinding.
Asuna mengambil napas dalam dan menekan tombol tersebut dengan jarinya. Pintu itu mendadak bergeser terbuka, membuka ke sebuah ruangan persegi kecil. Asuna masuk ke dalam, berputar dan melihat panel kendali, sangat mirip dengan di dunia nyata.
Setelah ragu sebentar, Asuna memilih dan menekan tombol paling bawah dari empat tombol yang berbaris. Pintunya tertutup dan secara mengejutkan tubuhnya dilingkupi perasaan seperti terjatuh. Kotak yang Asuna naiki turun tanpa suara dalam pohon virtual itu, berhenti dengan sensasi virtual seperti melambat setelah beberapa detik. Sebuah celah vertical muncul, yang sebelumnya hanya pintu putih padat, dan pintunya terbuka dengan daun pintu bergeser ke kiri dan kanan.
Asuna melangkah keluar pintu dengan langkah yang ringan.
Yang terlihat di depan matanya adalah jalan yang polos yang sama dengan lantai atas, menuju jalur yang lurus. Setelah memastikan tidak ada tanda-tanda kehidupan, Asuna mulai berjalan.
Oberon hanya memberi Asuna pakaian satu setel yang tipis dan sederhana yang tidak Asuna sukai, tapi bertelanjang kaki dalam situasi ini bukanlah hal yang buruk. Seandainya ia memakai sepatu, pasti akan timbul efek suara. Ketika di dalam SAO, untuk memastikan bahwa monster-monster tidak menyadari keberadaannya sehingga ia bisa menyergap atau menyerang dari belakang, ia sering pergi bertelanjang kaki, menerima turunnya kemampuan bertahannya.
Selain pada pertarungan sungguhan, dengan daerah reruntuhan di Aincrad sebagai panggungnya, Kirito, Klein, Lizbet dan Asuna sering bermain sebuah ‹‹Surprise Attack Game››. Untuk Asuna yang biasanya memakai perlengkapan ringan yang tidak membuat suara, ia selalu berada di peringkat atas. Tapi kapanpun ia mencoba untuk menyerang Kirito dari belakang, itu tidak pernah berhasil, tidak satu kali pun, jadi suatu kali ia mencoba mendekatinya diam-diam dengan melepas sepatunya dan saat Asuna hendak memukulnya di kepala dengan pedang kayu, Kirito menyadarinya dan menghindar, setelah menghindari serangan, Kirito memegang kaki Asuna dan mulai mengelitikinya tanpa henti. Ia tertawa begitu keras dia pikir ia akan mati.
Daripada dunia nyata yang tidak pasti sekarang ini, dia berharap ia dapat kembali ke masa itu – ide itu tak tercegah muncul dalam pikiran Asuna dengan air mata terbentuk di matanya. Asuna menggelengkan kepalanya untuk menyingkarkan perasaan sedih.
Kirito menunggunya di dunia nyata. Satu-satunya tempat ia ingin berada adalah dalam pelukan Kirito. Oleh karenanya, yang dapat dia lakukan hanyalah terus maju.
Jalannya tidak begitu panjang. Sambil berjalan sebuah pintu polos mulai terlihat.
Kalau dikunci, dia akan kembali ke lantai sebelumnya untuk mencari system kendali. Sambil berpikir begitu, dia sampai di depan pintu, kebalikan dengan perkiraannya pintu itu terbuka bergeser ke kiri dan ke kanan. Didalamnya cahaya begitu kuat sehingga secara insting ia menyipitkan matanya.
“…?!”
Seketika ia melihat ke dalam ruangan, Asuna menghela napas.
Ruangan itu begitu luas.
Bahkan bisa dikatakan ruangan putih bersih itu mungkin seukuran dengan sebuah aula acara yang besar. Jaraknya tidak bisa diukur karena luasnya ruangan dan detil yang kurang. Langit-langitnya bercahaya dengan cahaya putih, senada dengan lantai yang putih – yang memiliki banyak benda seperti pilar pendek yang tersusun rapi.
Memastikan bahwa tidak ada yang bergerak dalam jarak pandang, Asuna masuk ke dalam ruangan dan dengan waspada melangkah maju.
Dari yang Asuna lihat, benda-benda seperti pilar itu disusun dalam barisan-barisan yang terdiri dari 18 pilar. Jika ruang itu persegi, maka ada sekitar 300 pilar. Melawan rasa takutnya, Asuna mendekati salah satu pilar.
Mencapai setinggi dada Asuna, benda itu cukup lebar mungkin butuh dua tangan untuk mengelilinginya. Permukaannya halus, meskipun terdapat celah-celah dimana sesuatu terapung. Itu, bagaimanapun kau melihatnya – adalah otak manusia.
Meskipun ada dalam ukuran yang sebenarnya, warnanya tidak nyata. Otak itu terbuat dari sebuah bahan semi tembus pandang berwarna biru keunguan. Benda tersebut sangat terperinci, daripada dibilang sebagai tampilan hologram, itu lebih mirip dengan ukiran batu nilam.
Melihat dari dekat, dia menyadari cahaya bermunculan secara terus menerus dan menyebar di seluruh model, ketika cahaya-cahaya itu hilang ledakan kecil kembang api berwarna-warni menyebar. Terlihat seperti kembang api ultra mini.
Mengerutkan dahi, Asuna mengamatinya dari samping, ia menyadari sebuah cahaya bergerak di salah satu bagian mendadak menguat. Kilatan akhir yang tadinya berwarna kuning menjadi merah dan berkilat lebih terang, dan sekuensnya berulang kembali. Di bawah objek mirip otak terdapat sebuah diagram transparan yang merekam aktivitas puncak barusan. Melihat log untuk menit berikutnya, berbagai angka dan simbol ditampilkan, bersama dengan kata-kata seperti nyeri dan teror.
…Ia menderita.
Intuisi Asuna menyadarinya.
Otak itu sedang disiksa, oleh nyeri yang hebat, kesedihan dan ketakutan. Kilatan-kilatan cahaya itu seakan teriakan yang datang dari si otak. Di depan mata Asuna muncul wajah si pemilik otak tersebut. wajahnya berubah sampai batasnya, dengan mulut terbuka setelah teriakan tanpa suara.
Tidak sanggup menanggung imajinasinya, Asuna mundur beberapa langkah. Di kepalanya dia melihat peta dari lantai atas, ‹‹Experimental Body Storage Facility››, dan mendengar kata-kata Oberon ‹‹Teknik untuk Memanipulasi Perasaan›› dalam flashback. Adegan didepannya akhirnya menyatukan potongan-potongan puzzle, dan sebuah gambaran muncul.
Itu artinya, ratusan otak itu bukan objek virtual ciptaan komputer, melainkan real-time monitoring para mantan pemain SAO. Orang-orang ini seharusnya dibebaskan ketika game itu selesai, tetapi mereka malah dikurung oleh Sugou untuk digunakan dalam penelitian jahatnya dalam pikiran, perasaan dan ingatan.
“Ini… ini terlalu kejam…”
Asuna menutupi mulutnya dengan kedua tangannya sambil berbisik dalam dari tenggorokannya.
Dilakukannya penelitian seperti ini, bersama dengan percobaan kloning manusia merupakan hal yang sangat tabu, sesuatu yang manusia tidak boleh menyentuhnya. Tidak hanya merupakan tindakan kriminal. Itu seperti menginjak-injak pikiran jiwa seseorang, martabat terakhir orang itu seperti sedang dihancurkan.
Asuna berpaling ke kanan karena tidak tega. Sejauh dua meter terdapat kontainer yang sama, diatasnya juga mengapung sebuah otak transparan warna biru. Dengan perhatian terhadap detil yang sama, tetapi cahaya yang berkedip di otak ‹‹seseorang›› itu lebih lambat. Warna yang berjalan melaluinya adalah kuning dengan bayangan merah, dan terlihat hampir seperti cairan yang keruh.
Di sisi yang lain… dan disebrang sana, otak-otak yang seperti tak terhitung jumlahnya, semuanya diwarnai dengan warna yang berbeda-beda, dan semuanya mungkin menangis putus asa.
Menekan rasa paniknya, Asuna menghapus air mata yang terbentuk di sudut matanya.
Tidak bisa dibiarkan. Tidak, ia tidak akan memaafkannya. Dia dan Kirito mempertaruhkan nyawa mereka dalam pertarungan, dan hasilnya digunakan oleh Sugou untuk eksperimennya, hal itu tidak akan pernah bisa dimaafkan. Kejahatannya akan terbongkar, tidak ada hukuman yang cukup bagus untuknya.
“Tunggulah… aku akan segera menyelamatkan kalian…”
Setelah mengatakan hal tersebut, Asuna dengan lembut menyentuh kontainer yang menyangga otak yang disiksa. Lalu ia mengangkat kepalanya, dan berjalan diantara pilar menuju bagian belakang ruangan.
Setelah berjalan melewati sepuluh kolom, ia mendengar suara manusia. Asuna segera menyandarkan dirinya dibelakang sebuah kontainer. Melihat ke sekitar dengan hati-hati, ia mencari sumber suara. Suara tersebut datang dari jauh di sebelah kanannya. Hampir merangkak, ia berjalan menuju arah suara.
Setelah mencapai sisi belakang sebuah pilar, ia melihat sesuatu yang aneh didepan.
“…!?”
Panik, ia buru-buru mundur ke belakang. Setelah berkedip beberapa kali dengan takut ia melihatnya lagi.
Lantai 61 Aincrad yang sekarang telah hilang, dikenal juga sebagai ‹‹Insect Land››. Seperti namanya, itu adalah lantai yang dipenuhi oleh monster-monster serangga. Untuk mayoritas populasi perempuan, termasuk Asuna tempat itu sama dengan neraka. Salah satu yang paling buruk adalah monster siput raksasa disebut ‹‹Blue Slug››. Dengan kulit abu-abu berlendir dan titik-titik hitam, mereka punya tiga tangkai mata kecil, dan tentakel-tentakel keluar dari mulut mereka untuk menyerang, mereka benar-benar sebuah mimpi buruk - .
Sekarang, beberapa meter dari Asuna, ada dua makhluk yang sedang berbincang membelakangi Asuna . Kedua makhluk itu benar-benar mirip dengan Blue Slug.
Monster-monster besar mirip siput itu seperti sedang bertukar ide sambil melihat sebuah otak. Siput di sebelah kanan menggoyangkan matanya dan bicara dalam suara yang berciut-ciut.
“Oh, orang ini memimpikan tentang Spica-chan lagi. Daerah B13 dan B14 semuanya keluar grafik. B16 juga tinggi… dia benar-benar senang.”
Siput di sebelah kiri menjawab sambil menggunakan tentakelnya untuk menyodok holo-window di sebelah otak itu.
“Apa bukan kebetulan? Ini masih percobaan ketiga, bukan?”
“Well, formasi ini merupakan hasil sebuah sirkuit yang diinduksi emosi. Aku memasukan gambar Spica-chan ke dalam ingatannya, hasil ini melampaui ambang frekuensi.”
“Ok, kita akan melanjutkan memantau sampel…”
Merasa jijik pada suara bernada tinggi yang menyebalkan dari kedua siput, ia mundur ke belakang pilar lagi.
Mereka adalah anak buah Sugou, ikut serta dalam eksperimen tidak manusiawi ini meskipun tidak jelas mengapa mereka berpenampilan seperti itu. dari kata-kata mereka, dia bisa merasakan tidak ada keraguan moral di dalamnya.
Asuna mengepalkan tangan kanannya. Jika saja ia memiliki pedang di tangan kanannya saat ini maka… dia akan memberikan kematian yang pantas dengan penampilan mereka.
Meredam dorongan untuk melakukan apa yang kemarahannya inginkan, Asuna menjauh pelahan-lahan dan setelah mendapat jarak yang cukup dari para siput itu, menuju ke bagian lebih dalam dari ruangan.
Dengan awas bergerak maju pada kecepatan penuh ia terus berjalan melewati pilar-pilar silinder dan akhirnya mencapai bagian terdalam ruangan. Di ujung ruangan— di depan dinding-dinding putih, Asuna menemukan sebuah kotak hitam yang terapung.
Ini membuat Asuna memikirkan waktu ketika ia berada di system kendali labirin bawah tanah Aincrad. Jika saja ia bisa mengaksesnya dengan hak istimewa administrator, akan memungkinkan untuk log out dari dunia yang gila ini.
Tapi dari tempat itu, tidak ada tempat untuk sembunyi. Asuna mengambil napas dalam, dan meloncat keluar dari belakang pilar dengan tekad siap mati.
Berlari kearah console tanpa suara sebisa mungkin. Jarak sepuluh meter terasa teramat jauh.
Setiap langkah yang dia ambil, ia merasakan perasaan takut bahwa seseorang mungkin akan berteriak untuk menghentikannya datang dari belakang, tapi ia terus menggerakkan kakinya, dan akhirnya, dia mencapai console-nya. Pada titik itu, dia menoleh, dan melihat ke seberang silinder-silinder. Dengan antena mereka bergerak-gerak, siput-siput itu sepertinya masih berada ditengah perdebatan.
Asuna berpaling lagi menghadapi console hitam tersebut. Bagian atas yang miring gelap dan diam, di sisi sebelah kanan ada celah tipis yang diisi oleh kartu kunci warna perak. Sambil berdoa, Asuna mengulurkan tangannya, memegang kartu tersebut, dan menggesekkannya ke bawah.
Sebuah efek suara ‘poon’ berbunyi dan Asuna menundukkan kepalanya. Di sebelah kiri slot kartu, sebuah holo-window berwarna biru muda dan holo-keyboard muncul.
Terdapat banyak, menu yang padat berimpitan di dalam holo-window. Asuna menekan kecemasannya, dan dengan hati-hati membaca font kecil bahasa dalam bahasa inggris. Di kiri bawah terdapat tombol berlabel [Tansport], Asuna menggunakan jarinya yang bergetar untuk menekan tombol ini. Dengan suara ‘bun’, muncul jendela baru. Pada jendela itu, terdapat peta yang menampilkan seluruh laboratorium. Sepertinya, adalah memungkinkan untuk langsung «jump» kemanapun di dalam laboratorium menggunakan system tersebut. Tetapi ia tidak ingin menggunakannya untuk saat ini. Mati-matian mencari, Asuna menemukan tombol kecil bersinar disisi kanannya berlabel [Exit Virtual Lab].
“Ini Dia…!” Dengan teriakan kecil, Asuna menyentuhnya. Di atasnya muncul jendela lain. Pada jendela persegi tersebut muncul kata-kata [Execute log-off sequence?] diikuti oleh tombol ‘OK’ dan ‘CANCEL’.
Syukurlah―
Dengan hatinya berdoa dengan kuat, ia menggerakkan tangan kanannya untuk menekan tombol―
Tiba-tiba saja, dari belakang muncul tentakel abu-abu yang memegang tangan kanannya.
“…!!”
Asuna bertahan, menahan teriakan, sementara ia berusaha memaksa menggerakkan jarinya lebih dekat ke tombol, tapi tentakel itu memeganginya seperti kawat baja dan tidak bergerak sama sekali. Ia mencoba menggunakan tangan kirinya, tapi saat dia mulai menggerakkannya, tentakel lain melilit lengannya. Tangan Asuna ditarik ke udara, dan bagian tubuhnya yang lain mengikuti.
Para penahan Asuna memutar badan Asuna dengan perlahan. Seperti yang dikira, mereka adalah dua siput barusan.
Keempat mata seukuran bola tenis mereka memiliki iris berwarna orange, bergerak ke depan dan ke belakang diatas batangnya. Mata yang tanpa ekspresi berputar untuk memeriksa tubuh dan wajah Asuna, lalu mulut bundar siput di sebelah kiri bergerak dengan aneh, sebuah suara yang parau keluar.
“— Siapa kau? Apa yang sedang kau lakukan ditempat ini?”
Asuan melawan rasa takutnya, dan berpura-pura tidak ada apa-apa menjawab dengan suara yang santai.
“Turunkan aku sekarang! Aku adalah temannya Sugou. Aku datang kesini untuk observasi dan sekarang hendak pergi.”
“Oh? Hei, kami tidak mendengar apapun soal itu?”
Siput disebelah kanan, memutar kedua matanya untuk melihat ke arah Asuna dan memiringkan kepalanya .
“Apa kau dengar soal itu?”
“Sama sekali tidak, tapi berbahaya membiarkan orang luar melihat ini semua!”
“Oh… Tunggu…”
Salah satu batang matanya memanjang, mata yang bulat semakin lekat menatap wajah Asuna.
“…Itu kamu, bukan. Orang yang dikurung Sugou-chan di puncak World Tree…”
“Iya. Aku dengar soal itu. Egois sekali, si Bos menahan seorang gadis manis untuk dirinya sendiri.”
“Arg…”
Asuna melihat dari pundaknya ke console dan memanjangkan kaki kirinya untuk mencoba untuk menekan tombolnya, tapi usahanya sia-sia.
Karena melebihi batas waktu, ia kembali ke tampilan awal.
“Hei, hei, jangan mencoba bertindak kasar.”
Siput itu memanjangkan lebih banyak tentakel, dan membungkus seluruh tubuh Asuna. Diselubungi tanpa ampun, tentakel yang seperti kawat memotong ke daging di perut dan paha Asuna.
“Aw…! Hentikan… Lepaskan aku, dasar monster!”
“Oh, kejam sekali. Apalagi saat aku sedang mencoba pemetaan bathyesthesia.”
“Benar. Memanipulasi tubuh ini seperti ini butuh banyak latihan.”
Diselubungi rasa sakit yang seperti sutera yang hanya ada di dunia ilusi ini, Asuna mengerutkan dahinya dan dengan putus asa mengatakan:
“Kalian berdua ini ilmuwan, bukan…!? Berpartisipasi dalam… penelitian illegal, tidak manusiawi ini, memangnya kalian tidak merasa malu!?”
“Ah, aku ini merasa lebih manusiawi dari pada ketika kami bereksperimen dengan dengan otak binatang yang dibuka dengan menggunakan elektroda. Orang-orang ini benar-benar hanya sedang bermimpi.”
“Iya, iya. Kadang-kadang kami memberikan mereka mimpi yang bagus. Mereka harusnya berterima kasih pada kami!”
“…Kalian gila…”
Bisik Asuna, tubuhnya dikelilingi rasa dingin yang membekukan. Orang-orang ini, wujud mereka yang sesungguhnya adalah siput tidak berperasaan ini.
Tanpa menghiraukan Asuna, kedua siput mulai berunding satu sama lain.
“Si Bos sedang dalam perjalanan bisnis ‘kan? Kau kembalilah ke dunia nyata dan minta instruksi lebih lanjut.”
“Cih, sepertinya memang tidak ada pilihan lain. Yana, jangan bersenang-senang sendirian sementara aku tidak ada.”
“Aku tahu, aku tahu. Cepat pergi sana.”
Siput itu melepaskan sebagian dari tentakelnya dari tubuh Asuna dan dengan terampil mengoperasikan console dengan satu tentakel. Setelah menekan tombol beberapa kali, tubuh besarnya hilang tanpa suara.
“…!!”
Setelah melihat itu, Asuna dikuasai oleh rasa frustasi yang membakar, ia menggerak-gerakkan tubuhnya yang terikat dengan sembarang. Disitu, didepannya – adalah pintu keluar menuju dunia nyata yang ia mimpikan. Pintu itu terbuka sedikit, dan cahaya yang terang dari luar menyinari lantai itu.
“Lepaskan aku! Biarkan aku pergi! Biarkan aku pulang!”
Asuna berteriak hampir gila, tapi tentakel-tentakel itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengendur.
“Aku tidak bisa, si Bos akan membunuhku kalau aku melakukannya. Dari pada itu, tidakkah kau merasa bosan dengan tempat yang tidak ada apa-apanya ini? Bagaimana kalau kita bermain dengan beberapa obat-obatan elektronik? Toh aku juga sudah mulai bosan dengan boneka-boneka itu.
Saat dia mengatakan kata-kata itu, tentakel yang basah dan dingin membelai wajah Asuna.
“Hen… Hentikan!! Apa yang kau…!?”
Asuna mati-matian melawan, tetapi siput tersebut segera mengeluarkan tentakel lain. Menyentuh kulit di kaki Asuna, si tentakel perlahan-lahan bergerak ke atas ke dalam pakaian Asuna.
Asuna menahan perasaan tidak menyenangkan ini dan berpura-pura kehilangan tenaga, dan kemampuan untuk melawan. Si siput memanfaatkan itu, memindahkan satu tentakel ke arah mulut Asuna. Saat ia akan menyentuh bibirnya –
Asuna mengangkat wajahnya dan menggigit kuat-kuat pada tentakel itu.
“Ayhaa! Awww!!”
Asuna mengabaikan teriakan siput tersebut dan terus menggigitnya tanpa ampun.
“He, Hentikan! Aw! Aku mengerti, aku mengerti!!”
Setelah memastikan bahwa tentakel-tentakelnya telah keluar dari pakaiannya, Asuna membuka mulutnya. Si siput segera menarik tentakel yang terluka.
“Aw, aku lupa memutus penyerapan nyerinya…” Siput itu mengundurkan satu tangkai mata dan mengeluh, lalu sebuah tiang cahaya muncul disampingnya. Siput yang lain muncul dengan beberapa efek suara.
“…? Apa yang sedang kau lakukan?”
“Tidak ada. Apa kata Bos?”
“Dia benar-benar marah, dia ingin kita segera menaruhnya kembali ke sangkar di atas laboratorium, mengganti passcode pintunya, dan mengawasinya 24 jam untuk hari ini.”
“Cih, saat aku akhirnya punya sesuatu untuk dimainkan…”
Kesedihan yang luar biasa menyebabkan pandangan Asuna mengabur. Sebuah kesempatan emas sudah menyelinap keluar dari jari-jarinya.
“Paling tidak kita bisa mengantarnya kembali dengan berjalan daripada menggunakan fungsi teleportasi. Aku masih ingin menyentuhnya sedikit lagi.”
“Kau juga menyukainya.”
Kedua siput sekali lagi membungkus tubuh Asuna dengan tentakel-tentakel mereka, menggunakan tubuh yang tidak memiliki kaki untuk bergerak menuju pintu masuk ruangan. Pada saat itu, ketika kedua siput tidak melihat, Asuna dengan cepat meregangkan kaki kanannya, dan dengan ujung jarinya, menarik keluar kartu kunci yang masih dalam celah di console.
Layarnya hilang, namun sepertinya kedua siput tidak menyadarinya. Membungkukan tubuhnya seperti udang, ia memindahkan kartu itu dari jari kakinya ke tangannya.
“Hei, kau tidak boleh bertindak kasar.”
Siput itu sekali lagi mengangkat tubuh Asuna dan menuju pintu keluar.
Dengan sebuah ‘clank’, pintu sangkar burung yang berkisi tertutup. Siput itu menggunakan tentakel-tentakelnya untuk memanipulasi kunci angka lalu melambaikannya ke Asuna.
“Sampai jumpa. Kalau kau ada kesempatan datang dan mainlah lagi.”
“Aku tidak mau melihat wajah kalian lagi.”
Setelah mengatakannya dengan tegas, Asuna berjalan ke sisi lain sangkar. Kedua siput terus memperhatikannya, tapi mereka akhirnya berputar dan berjalan pergi melalui ranting-ranting.
Setelah beberapa saat, dunia dikelilingi gelapnya malam. Asuna menatap cahaya kota yang berkedip-kedip jauh di bawah sana. Ia berbisik pada dirinya sendiri:
“Aku tidak akan kalah, Kirito-kun. Aku tidak akan pernah menyerah. Aku pasti akan keluar dari sini.”
Dia berganti melihat ke kartu berwarna perak ditangannya. Ia tidak berguna tanpa console-nya, namun saat ini hanya inilah harapannya.
Asuna berjalan ke tempat tidur, berpura-pura tiduran, dan menyembunyikan kartu tersebut dibawah bantal.
Saat dia menutup matanya, kelelahan menutupinya dan perlahan menyelubunginya dengan kerudung tidur.
Bab 7
Di halaman, terdapat lapisan salju tipis menyelimuti tanah, dan hembusan udara dingin yang menyelimuti tubuhku. Meskipun begitu, sisa-sisa rasa kantuk tidak meninggalkan pikiranku.
Aku menggelengkan kepalaku beberapa kali dan kemudian berjalan menuju wastafel yang berada di pojok halaman. Aku memutar keran air antik yang berwarna perak dan meletakkan tanganku diantara air yang mengalir.
Aku mencipratkan sedikit air dingin ke arah wajahku, dan wajahku langsung meringis karena perasaan mati rasa yang kurasakan, Aku kagum karena airnya tidak membeku. Mengabaikan perasaan mati rasa itu, aku mencipratkan air ke wajahku sebanyak dua-tiga kali, kemudian meneguk air yang keluar dari keran.
Ketika Aku menyeka mukaku dengan handuk yang bergantungan di leherku, pintu sorong yang terhubung dengan serambi pun terbuka dan Suguha menuruni tangga dengan menggunakan jerseynya. Biasanya, dia sangat aktif di pagi hari, tapi hari ini tidak, dia hanya setengah terbangun dengan kepalanya yang bergoyang-goyang.
"Selamat pagi, Sugu."
Mendengar suaraku , Suguha dengan sempoyongan berjalan didepanku, berkedip, dan berkata :
"Selamat pagi, Onii-chan."
"Kamu kelihatan sangat mengantuk. Kapan kamu tidur kemarin?"
"Sekitar jam empat."
Lebih dari sedikit terkejut, aku menggelengkan kepalaku.
“Ini sama sekali tidak baik, anak kecil tidak boleh tetap bangun hingga larut malam. Apa yang Kamu lakukan tadi malam?”
“Mmm... Aku bermain internet...”
Jawabannya sedikit mengejutkanku. Jika itu adalah Suguha yang dulu, aku tidak bisa membayangkan dia begadang karena internet hingga larut malam. Dia... telah tumbuh cukup baik dalam dua tahun terakhir selama aku tidak ada disini, pikirku sejenak.
"Selama itu tidak berlebihan - tapi aku juga bukan seseorang yang punya hak untuk mengatakan itu..."
Suaraku terdengar samar-samar saat mengatakannya di bagian terakhir , dan tiba-tiba aku teringat sesuatu yang terjadi semalam , lalu aku berkata :
"Hei Suguha, berbaliklah"
"....?"
Masih hanya setengah sadar dan memiringkan kepalanya sesuai permintaan ku, Suguha berbalik. Aku meletakan tangan kananku dibawah keran dan membasahi tanganku, kemudian aku menarik ujung atas jerseynya dan meneteskan setengah lusin air yang bersuhu rendah hingga menetes ke punggungnya.
"Piaaaaaa ----!!"
Suguha melompat dan mengeluarkan teriakan yang bergema dengan hebat.
Suguha terus menerus cemberut selama pemanasan dan berolahraga, tapi aku berjanji akan mengajaknya ke sebuah restoran keluarga terdekat untuk makan sebuah parfait krim raspberry yang mahal, dan dia dengan mudah mengembalikan moodnya.
Hari ini, karena kami berdua ketiduran, pada saat kami selesai latihan dan bergantian mandi, waktu sudah menunjukan jam 9. Ibu kami, seperti biasa, masih tidur nyenyak di kamarnya, sehingga Suguha dan aku membuat sarapan bersama-sama.
Aku mencuci beberapa tomat dan memotongnya menjadi 6 bagian sama rata, sementara Suguha memotong selada, kemudian Suguha melihat ke arahku dan bertanya:
“Onii-chan, apakah ada yang ingin Kamu lakukan hari ini?”
“Begini, aku mempunyai sebuah janji yang harus aku tepati siang nanti, tapi aku berencana untuk pergi ke rumah sakit pagi ini.”
“Ohh, aku mengerti.”
Setelah aku menyadari situasi Asuna, mengunjungi rumah sakit setiap hari sudah menjadi kebiasaanku yang paling penting.
Di dunia nyata, aku hanya berumur 16 tahun, dan hanya sedikit yang bisa kulakukan untuk Asuna. Tidak, orang bisa berkata bahwa aku tidak dapat berbuat apa-apa sama sekali. Yang bisa kulakukan hanyalah memegang tangannya dan terus berdoa.
Foto-foto yang kuterima dari Agil muncul di pikiranku. Setelah menemukan petunjuk, aku melangkah menuju dunia imajiner Alfheim, dan setelah 2 hari, akhirnya aku tiba di dekat lokasi yang berada didalam foto, meskipun tidak ada bukti bahwa orang yang berada didalam foto adalah Asuna. Aku mungkin saja, mencari di arah yang salah.
Tetapi di dunia itu aku akan menemukan sesuatu - Aku yakin.
Sugou berharap Asuna akan tidur selamanya, dan ALfheim Online dikelola oleh perusahaan yang berada dibawah kekuasaan orang itu. Data karakter «Kirito» yang berada di dunia itu, dan kehadiran dari SAO mental care AI, «Yui»... Aku masih belum mengerti teka-teki apa yang akan tercipta dari bagian-bagian itu.
Aku bertujuan untuk menerobos tantangan akhir dari dunia peri dan memanjat «World Tree» hari ini, sesegera mungkin setelah perbaikan server ALO selesai. Setiap kali aku berpikir tentang hal itu, punggungku selalu merinding. Sepertinya aku tidak bisa menunggu dengan tenang waktu perbaikan dengan hanya duduk diam di ruanganku, bertanya kepada diri sendiri apakah aku mengikuti jalan yang benar atau tidak.
Oleh karena itu, sebelum kembali ke dunia peri aku ingin melihat Asuna yang asli dan merasakan kehangatannya. Sugou mungkin telah memberitahuku untuk tidak kembali menjenguknya, tapi pada dasarnya dia tidak bisa melakukan apa-apa tentang hal ini.
Setelah potongan tomat, selada, dan selada air dicampur didalam mangkuk, aku membumbuhinya dan mengaduknya. Disampingku Suguha yang dari tadi diam mengangkat wajahnya dan membuka mulutnya untuk bertanya:
“Hei, Onii-chan, bolehkah aku pergi bersamamu ke rumah sakit?”
“Oh..?”
Aku sedikit bingung. Sejauh ini Suguha tidak pernah menyinggung hal-hal mengenai SAO. Aku telah memberitahunya mengenai Asuna sebelumnya, selain hal itu aku tidak pernah memberitahukan nama karakterku atau hal lainnya.
Tadi malam, terbanjiri rasa bingung setelah mengetahui pernikahan Asuna dengan Sugou, aku menangis dihadapan Suguha. Meskipun aku masih merasa sedikit canggung, aku mengangguk dengan tenang.
“Oh.. tentu saja. Asuna akan sangat senang.”
Setelah mendengarnya, Suguha tersenyum dan mengangguk. Aku tidak tahu kenapa, tapi sepertinya terlihat kesedihan dalam wajahnya yang tersenyum pada saat aku menatap matanya. Tetapi Suguha berbalik, mengambil mangkuk dan berjalan ke arah meja dapur.
Setelah itu dia tidak menunjukkan keanehan, dan aku pun segera melupakan senyumnya itu.
“Onii-chan, bagaimana mengenai sekolah?”
Suguha bertanya sambil duduk diseberang meja, dengan bersuara mengunyah sayur yang mentah dan renyah.
Itu adalah pertanyaan yang masuk akal. Aku berumur 14 tahun dan saat musim gugur kelas 2 sekolah menengah pertama, aku terperangkap didalam SAO. Setelah berhasil keluar selama dua tahun terjebak, aku sekarang berumur 16 tahun. Harusnya aku naik kelas ke kelas 2 sekolah menengah atas pada April tahun ini, tapi aku tidak mengikuti ujian masuk. Meskipun aku mengikuti ujian sekarang, sebagian besar dari ingatanku dicurahkan untuk mengingat data SAO yang sangat banyak. Untuk melupakan harga suatu barang dan pola serangan dari monster, setelah itu menghafalkan Sejarah dan Bahasa Inggris akan memakan waktu yang lama.
Pada saat itu, seseorang yang memakai jas berdasi serta berkacamata dari Departemen Dalam Negeri dan Komunikasi
[15] datang dan berbicara pada ku. Pada saat itu pikiranku dipenuhi dengan hal-hal yang berkaitan dengan Asuna, dan tidak terlalu banyak memperhatikan orang itu, meskipun begitu entah bagaimana aku ingat apa yang dia katakan.
“Sepertinya akan ada... rencana untuk menggunakan gedung sekolah yang ditinggalkan karena penggabungan dan reorganisasi, setelah itu mengubahnya menjadi sekolah sementara, yang berspesialisasi mengajar murid sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas yang kembali dari SAO. Semua murid akan diterima tanpa harus mengikuti ujian masuk dan dapat mengikuti ujian masuk universitas setelah lulus.”
“Oh, aku mengerti. Itu sebuah kabar baik... aku rasa …”
Suguha tersenyum, tapi kemudian dia mengerutkan dahinya, dan berkata dengan suara yang kecil:
“..Rasanya, seperti mendapat dukungan yang terlalu banyak...”
“Oh, Intuisimu bagus.”
Aku tersenyum lebar pada perkataan adik perempuanku.
“Aku pikir tujuan pemerintah hanya itu saja. Bagaimana pun juga kami telah menghabiskan waktu selama dua tahun didalam game kematian yang brutal. Para birokrat khawatir bagaimana kesehatan mental para player telah terpengaruhi. Jadi mereka mengumpulkan para player, dengan begitu mereka dapat mengelolanya di satu tempat, memberikan mereka ketenangan pikiran.”
“Bagaimana bisa...”
Wajah Suguha berubah karena jengkel, sehingga aku cepat-cepat menambahkan:
“Akan tetapi, aku harus berterima kasih kepada mereka untuk hal ini. Bahkan jika aku ingin mengikuti ujian masuk sekolah menengah atas biasa, aku harus menghafal selama setahun. Tentu saja, para player tidak diwajibkan untuk pergi ke sekolah sementara ini, kami dapat memilih belajar sendiri untuk menghadapi ujian jika kami mau.”
“Onii-chan bisa melakukannya, nilai-nilai Onii-chan kan bagus.”
“Itu adalah masa lalu, aku belum belajar selama 2 tahun.”
“Oleh karena itu aku akan mengajarimu!”
“Oh, jadi bisakah aku meminta bantuanmu dalam matematika dan pengolahan informasi?”
“Ugh....”
Sambil tersenyum ke Suguha, yang tampaknya kehilangan kata-kata, aku memasukan sepotong roti beroleskan mentega ke dalam mulutku.
Sebenarnya, aku tidak berada pada keadaan untuk memikirkan tentang sekolah ini. Masih ada situasi Asuna yang perlu dipertimbangkan, pada saat yang sama aku tidak punya perasaan nyata untuk menjadi pelajar.
Dalam dua bulan sejak kembali ke dunia nyata, aku sudah merasa tidak nyaman tanpa adanya dua pedang kesayanganku di punggungku. Aku mengerti bahwa ini adalah dunia nyata, tidak ada monster yang ingin menyerangku dan mengambil nyawaku, tapi aku masih merasa gelisah. Inti dariku, si «Swordsman Kirito», pergi kesekolah dan menghadiri kelas sebagai «Kirigaya Kazuto», masih terasa seperti sebuah ilusi.
Sekarang ini, didalam hatiku, Sword Art Online belum benar-benar berakhir. Sampai Asuna kembali ke dunia ini, aku tidak bisa meletakan pedangku. Setelah aku mengembalikan Asuna ke dunia ini - maka semuanya baru bisa dimulai.
Membayar tiket dengan mengunakan ponselku, Suguha dan aku menaiki bus hari ini. Sebelumnya aku selalu bersepeda ke rumah sakit, tapi aku memutuskan untuk mengambil sedikit istirahat dari latihan stamina hari ini.
Melihat ke rumah sakit, mata Suguha melebar dan dia berkedip karena terkejut.
"Waaah, rumah sakitnya besar."
"Didalamnya juga luar biasa, mirip dengan hotel."
Melambaikan tangan kepada penjaga, Sugaha dan aku masuk melalui pintu gerbang depan. Setelah berjalan beberapa menit di jalan yang mengejutkan karena sangat panjang dengan berjalan kaki, kami berjalan kearah gedung yang besar, dan berwarna cokelat gelap. Karena Suguha memiliki "kesehatan yang baik sebagai anugerah", mengunjungi rumah sakit adalah hal yang sama sekali jarang baginya, sehingga ia melihat-lihat tempat disekitar situ. Aku harus menarik kerahnya untuk sampai ke meja resepsionis sehingga aku bisa meminta kartu ijin. Naik lift ke atas, kami keluar ke koridor dengan yang pengunjungnya sedikit.
"Disini...?"
"Ya."
Aku menganggukkan kepalaku, sambil memasukkan kartu ijin kedalam lubang di pintu. Melihat pelat besi yang terletak disamping pintu, Suguha bergumam:
“Yuuki... Asuna-san... nama karakternya adalah nama aslinya, jarang sekali melihat orang yang seperti itu.”
“Oh, Kamu tahu banyak. Sejauh yang aku tahu, Asuna adalah satu-satunya orang yang menggunakan nama aslinya...”
Selagi kami bicara, aku menggesekan kartu pada tempatnya. Lampu LED yang berwarna orange pun berubah menjadi biru, dan dengan suara unik pintu pun terbuka.
Aroma wangi yang kuat tercium dari bunga-bunga yang ada didalam. Dengan menahan suara nafasku, aku melangkah masuk ke kamar tidur putri yang tenang. Suguha berpegangan padaku saat kami berjalan masuk, aku dapat merasakan ketegangan yang dia rasakan.
Pada saat meraih tirai putih yang bergantungan, seperti biasa, aku mengucapkan doa pendek.
Kemudian menariknya kesamping dengan lembut hingga terbuka.
* * *
Seakan lupa untuk bernapas, Suguha menatap gadis yang tertidur di tempat tidur besar itu. Awalnya, dia berpikir gadis itu bukanlah manusia, melainkan seorang peri - ALF legendaris yang tinggal dipuncak World Tree. Gadis itu memiliki aura yang lain dari biasanya.
Kazuto berdiri diam sejenak, kemudian akhirnya menghela nafasnya dan berkata:
“Aku akan memperkenalkanmu, dia ini Asuna... wakil ketua dari «Knights of Blood», Asuna the «Flash», yang mempunyai kecepatan dan ketepatan melebihi aku...”
Setelah diam sejenak, Kirito menurunkan pandangannya kearah gadis itu dan berkata:
“Asuna, ini adikku, Suguha.”
Suguha melangkah maju, kemudian berbicara dengan gugup:
“...Senang bertemu denganmu, Asuna-san.”
Tentu saja gadis yang tertidur itu tidak menjawab.
Suguha memindahkan pandangannya ke arah penutup kepala berwarna biru yang Asuna pakai. Setelah sering melihat benda itu hampir tiap hari, dia menjadi benci benda yang bernama «Nerve Gear». Hanya 3 lampu hijau yang menunjukkan keberadaan gadis itu, kesadaran Asuna.
Pada saat Onii-chan terperangkap didalam game itu selama dua tahun, dia merasakan rasa sakit yang luar biasa, dan Kazuto pun merasakan hal yang sama. Hati Suguha pun gemetar seperti dedaunan pohon yang berada diatas permukaan air pada saat dia memikirkan hal itu.”
Jiwa gadis yang cantik dan seperti peri ini, terkurung di dunia antah-berantah. Hal ini terlalu kejam. Kami harus mengembalikannya secepat mungkin ke dunia ini, kembali ke sisi Kazuto, dan dia akan mendapatkan kembali senyumnya yang polos itu, pikir Suguha.
Tapi pada saat yang sama, Suguha berdiri disamping Kazuto; wajah Kazuto, dengan diam menatap gadis itu, hal ini adalah hal yang tidak ingin dilihatnya, jadi diam-diam Suguha menundukkan kepalanya. Meskipun hanya sedikit, dia menyesal datang ke tempat ini.
Ketika dia menawarkan diri untuk menemani Kazuto, dia berpikir dirinya dapat memastikan perasaannya pada hari ini.
Sejak ibunya, Midori, mengatakan hal yang sebenarnya, dia ingin meluruskan dua tahun yang berisi penyesalan dan hari-hari yang dipenuhi kerinduan yang dia alami. Apakah perasaan itu hanya kasih sayang terhadap Kazuto sebagai kakak laki-lakinya ataukah perasaan itu adalah perasaan jatuh cinta terhadap Kazuto sebagai seorang sepupu? Dia bertanya kepada dirinya sendiri, apa yang bisa diharapkan dari Kazuto.
Ingin selalu bersama-sama - seperti hubungan yang baik antar saudara kandung. Apakah hanya itu saja? Berlatih dan makan bersama, apakah ada hal lain yang dia inginkan melebihi itu, atau haruskah dia berkata bahwa tidak ada perasaan apa-apa didalam hatinya dan berhenti?
Sejak Kazuto kembali dua bulan yang lalu, itu adalah pertanyaan yang dia telah tanyakan kepada dirinya berulang-ulang kali.
Dia pikir jawabannya akan muncul jika dia menemui wanita yang menempati hati Kazuto.
Saat ini, dia berdiri ditengah kesunyian yang menghuni ruangan berwarna keemasan itu, dan menyadari rasa takut yang ada didalam hatinya. Dia sangat takut untuk menemukan jawaban yang dicarinya.
Tanpa menatap wajah Kazuto, dia membuka mulutnya dan ingin berkata: ‘Aku akan keluar ke koridor, jadi aku tidak akan mengganggumu.’ tapi Kazuto tiba-tiba berjalan dan Suguha kehilangan kesempatan. Kazuto kemudian duduk disebuah kursi yang berada disamping tempat tidur. Pastinya, Kazuto berada didalam jarak pandang Asuna.
Kazuto memegang tangan Asuna yang terjatuh keluar dari bawah seperai putih dengan kedua tangannya, dan dengan diam menatap wajah gadis yang tertidur itu. Setelah Suguha melihat wajah Kazuto tersebut...
“Ugh...”
Rasa sakit yang hebat menusuk dalam hatinya.
Mata apa itu, pikir Suguha. Itu adalah mata seorang penjelajah yang mencari pasangan yang ditakdirkan untuknya... Tidak peduli berapa lama waktu yang diperlukan dikehidupan ini atau dikehidupan selanjutnya, tidak peduli berapa kali dia ber-renkarnasi. Mata yang dipenuhi oleh cahaya yang lembut dan tenang, dengan perasaan cinta yang kuat terkandung didalamnya. Bahkan warnanya terlihat berbeda dari biasanya.
Pada saat, itu Suguha tahu apa yang sungguh-sungguh diinginkan hatinya, dan pada saat yang sama, ia mengerti bahwa dirinya tidak akan dapat mencapainya.
Dia tidak ingat apa yang dibicarakannya dengan Kazuto pada perjalanan pulang.
Ketika dia sadar, dia sudah berbaring diatas tempat tidurnya, melihat poster berwarna biru langit di langit-langit kamar
Telepon genggam yang berada diheadboardnya mengeluarkan suara . Bukannya mengeluarkan suara ringtone, yang keluar adalah suara alarm yand disetelnya sebelum tidur tadi malam. Waktu menunjukkan sekarang jam 3 siang, perbaikan server telah selesai, dan pintu menuju dunia itu terbuka sekali lagi.
Dia tidak ingin meneteskan air matanya di dunia nyata. Jika dia menangis, sebaliknya itu berarti dia tidak bisa menyerah, pikirnya.
Dia akan membiarkan dirinya menangis sedikit di dunia peri. Setelah itu, sebagai Lyfa yang periang, dia akan mendapatkan tawanya kembali.
Suguha mematikan alarmnya dan kemudian mengambil Amusphere yang terletak disamping telepon genggamnya. dia mengenakannya, kemudian berbaring diatas tempat tidur, menutup mata, dan membiarkan jiwanya terbang.
Si gadis Sylph terbangun di sebuah penginapan yang berada ditepi luar Ibukota Alfheim, «Aarun».
Tadi malam - tepatnya beberapa jam setelah hari berganti. Lyfa baru saja berhasil melarikan diri dari dunia bawah tanah, Jötunheimr. Terdapat pahatan tangga panjang yang terbuat dari akar World Tree. Dengan menaiki tangga tersebut, mereka akhirnya mencapai jalan di Aarun yang sudah mereka tunggu-tunggu. Beberapa detik setelah menapakkan kaki di Aarun, lubang besar yang ada dibelakang mereka tertutup dan tidak bisa dikatakan bahwa lubang itu benar-benar ada , bahkan lubang itu tidak bisa dibuka dari sini.
Setelah itu, mereka langsung mendaftarkan diri di penginapan pertama yang mereka temukan, dan, menggosok kedua matanya, Lyfa langsung tertidur setelah menjatuhkan dirinya keatas tempat tidur. Meskipun mereka hanya mampu untuk menyewa satu kamar saja.
Lyfa bangun dan kemudian duduk di pinggir tempat tidur. Suara bising perkotaan, bau udara yang tercium, bahkan warna kulitnya sendiri, semuanya telah berubah, satu-satunya hal yang tidak berubah adalah rasa sakit yang menusuk hatinya. Seakan berubah bentuk, rasa sakit itu berkumpul di sudut matanya dan menetes keluar sebagai air mata.
Beberapa lusin detik kemudian, muncul bayangan lain yang disertai dengan efek suara yang keren. Lyfa perlahan-lahan mengangkat kepalanya.
Anak laki-laki yang memakai pakaian serba gelap itu melihat Lyfa dengan heran, dan langsung berbicara dengan suara lembut.
“Ada apa... Lyfa?”
Dia sangat mirip dengan Kazuto, dengan senyum yang lembut bagaikan angin sepoi-sepoi pada malam hari. Melihat wajahnya, air mata Lyfa menetes menuruni wajahnya kemudian menjadi sebutir cahaya yang menari di tengah udara. Kemudian Lyfa memaksakan diri untuk tersenyum dan berkata:
“Kirito-kun... aku... aku ditolak dalam percintaan.”
Mata Kirito yang gelap menatap lurus kearah Lyfa. Cukup dewasa dalam penampilannya, Lyfa tergoda untuk menceritakan semuanya pada anak laki-laki yang misterius ini, tapi kemudian mengertakkan giginya dan mengurungkan niatnya.
“M... Maaf, mengatakan hal-hal aneh kepada orang yang baru saja aku temui. Ini melanggar aturan kan?, membawa permasalahan dunia nyata kesini...”
Kata Lyfa dengan cepat, mencoba untuk mempertahankan senyum diwajahnya. Namun, air mata yang mengalir turun diwajahnya tidak mau berhenti sama sekali.
Kirito dengan lembut mengulurkan tangannya, dan meletakkan tangannya yang bersarung tangan tipis diatas kepala Lyfa. Dua kali, tiga kali dia menggerakkan tangannya dengan lembut.
“Di sisi lain, ataupun disini, pada saat-saat susah, ada baiknya kita menangis. Hanya karena dunia ini adalah sebuah game, bukan berarti ada peraturan yang melarangmu untuk mengekspresikan emosimu.”
Di dalam dunia ilusi ini, selalu terdapat kekakuan saat melakukan suatu tindakan ataupun saat berbicara. Namun, suara Kirito yang berirama lembut, dan pergerakan tangannya yang menepuk kepala Lyfa sangat mulus. Hal ini perlahan-lahan menyelimuti saraf sensoriknya tanpa dihalangi apapun.
“Kirito-kun...”
Lyfa berbisik, kemudian Lyfa menyandarkan kepalanya pada dada pemuda yang duduk disampingya. Ketika air matanya jatuh ke baju Kirito, air mata itu berhamburan menjadi cahaya.
‘- Aku mencintai Onii-chan’
Jauh didalam hatinya, terdengar sebuah bisikan, seakan-akan ingin memastikan hal itu. Namun, bisikan itu berlanjut.
‘- Perasaan ini tidak boleh terlintas keluar dari bibirku. Perasaan ini harus dikunci dalam-dalam didalam hatiku. Sehingga suatu hari nanti perasaan ini akan terlupakan.’
Bahkan, jika mereka berdua adalah saudara sepupu, Kazuto dan Suguha dibesarkan sebagai kakak dan adik. Jika dia menunjukkan perasaannya maka Kazuto, Ayah, dan Ibunya akan merasa bingung dan kesusahan. Yang lebih penting lagi, satu-satunya wanita yang menempati hati Kazuto adalah gadis cantik itu..
Aku harus melupakan semuanya.
Merubah dirinya menjadi Lyfa, sambil menyandarkan kepalanya pada dada pemuda yang misterius itu, suatu hari dia pasti dapat melupakan hal itu, pikirnya.
Bertahan dalam keadaan itu pada waktu yang lama, Kirito terus-menerus mengelus kepala Lyfa tanpa berkata apa-apa.
Mendengar suara lonceng yang berasal jauh dari arah jendela, Lyfa mengangkat kepalanya dan menatap wajah Kirito. Kali ini dia dapat mengeluarkan senyumnya yang biasa. Tanpa dia sadari, air matanya sudah berhenti menetes.
“...Aku baik-baik saja sekarang. Terima kasih, Kirito-kun, Kamu sangat baik.”
Mendengarnya, Kirito menggaruk-garuk kepalanya, dan terlihat sangat malu.
“Banyak orang yang berkata sebaliknya. Apakah Kamu ingin log out untuk hari ini? Aku berpikir untuk melakukan sesuatu meskipun hanya sendirian.”
“Tidak, aku telah sampai sejauh ini, jadi aku akan menemanimu sampai akhir.”
Lyfa meloncat dari tempat tidur dan berdiri. berputar kebelakang, menatap Kirito dan menjulurkan tangan kanannya.”
“Ayo kita pergi!”
Sambil tersenyum, Kirito menganggukkan kepalanya dan menggenggam tangan Lyfa. Setelah berdiri, dia melihat kearah langit-langit, seakan melupakan sesuatu.
“Yui, apakah Kamu disini?”
Sebelum kalimat itu selesai diucapakan, cahaya disekitar mulai berkumpul, dan figur seorang peri yang kecil muncul ditengah-tengah mereka. Sambil mengusap mata dengan tangan kanannya, dia menguap.
“Fuwaa~~ Selamat pagi Papa, Lyfa-san.”
Peri itu kemudian mendarat di pundak Kirito. Sambil melihat wajahnya, Lyfa membalas sapaan peri kecil itu dan kemudian bertanya.
“Selamat pagi, Yui-chan. Aku heran sejak kemarin... apakah peri-peri navigasi membutuhkan tidur pada waktu malam?”
“Sama sekali tidak, aku tidak melakukannya. Pada saat Papa tidak berada disini, sinyal inputnya akan terputus. Jadi aku mengambil kesempatan itu untuk memverifikasi dan mengorganisir data yang telah terakumulasi. Kamu bisa bilang itu adalah tindakan yang mirip dengan tidur bagi manusia.”
“Tapi baru saja, Kamu menguap...”
“Bukankah itu adalah hal yang dilakukan manusia pada saat mereka memulai harinya? Untuk Papa, biasanya sekitar 8 detik...”
“Kamu tidak perlu mengatakan hal-hal yang aneh.”
Kirito menyentilkan jari telunjuknya pada dahi Yui, kemudian memunculkan Navigation Window, dan mempersenjatai diri dengan pedang besar(Greatsword) yang dibawa di punggungnya.
“Ayo kita pergi sekarang!”
“Yeah!”
Lyfa mengangguk, dan meletakkan katana miliknya dipinggang.
Kedua orang itu kemudian keluar dari penginapan, matahari pagi sudah sepenuhnya terlihat di langit. Para NPC yang menjalankan bisnis seperti menjual armor dan item-item lainnya, sudah membuka tokonya, sementara itu tempat-tempat malam seperti rumah minum, toko item yang aneh atau unik, dan industri-industri lain yang perlu dipertanyakan kejelasannya memliki tanda ‘Closed’ atau ‘Tutup’ di depannya.
Dalam waktu dunia nyata, waktu menunjukkan jam 3 PM lebih sedikit pada hari kerja. Setelah waktu perbaikan mingguan, monster-monster dan item-item yang ada direset kemudian dimunculkan kembali, jadi jumlah pemain yang ada jauh lebih banyak dari yang diperkirakan.
Meskipun pagi ini dia mengantuk sehingga tidak melihat-lihat ke sekitarnya, tapi sekarang, dia menjadi segar setelah terkejut melihat banyaknya jumlah player yang ada di jalan.
Disana ada Gnome berbadan kekar dan besar yang ditutupi armor terbuat dari logam tertentu, yang membawa kapak tempur dipunggungnya. Ada seorang Puca dengan badan kecil yang hanya setinggi pinggang Lyfa pada saat dia berdiri, memegang harpa perak ditangannya. Ada juga seorang Imp yang memiliki kulit berwarna ungu gelap, memakai armor yang terbuat dari kulit, sedang berjalan dan berbicara dengan karakter-karakter yang berbeda ras. Pada sebuah kursi batu didekat sana, seorang pemuda berambut biru dari ras Undine dan seorang gadis muda berambut merah dari ras Salamander, sedang memandang satu sama lain dengan intim, sementara seorang Caith Sith melintas dengan membawa seekor serigala besar disampingnya.
Tidak disangka-sangka, berbeda dengan pemandangan Sylvain yang seba hijau, pemandangan disini sangat cerah dan penuh warna, penuh dengan kehidupan yang membuat hati gembira. Entah bagaimana Lyfa melupakan rasa sakit yang berada didalam hatinya dan kemudian tersenyum.
Bahkan pasangan Spriggan-Sylph akan terlihat cocok disini - kemudian Lyfa cepat-cepat menghilangkan pikiran itu. Setelah itu memusatkan perhatiannya kembali pada jalan tersebut.
“Wow..”
Tapi, tiba-tiba muncul pemandangan yang luar biasa.
Aarun adalah pusat kota di ALfheim, dan di tengah kota itu berdiri sebuah struktur berbentuk kerucut yang sangat besar. Melihat Aarun bagaikan panorama, struktur itu mempunyai bentuk menyerupai cincin-cincin yang konsentris, saat ini mereka masih jauh dari tengah Aarun.
Ada banyak struktur yang tidak terbuat dari batu berwarna abu-abu berdiri tinggi dipermukaan jalan-jalan Aarun. Malahan, banyak silinder-silinder besar berwarna hijau-lumut yang bertumpuk keatas. Diameternya dapat menyamai bangunan dua lantai.
Silinder-silinder itu sebenarnya adalah akar dari World Tree. Dari Jötunheimr yang jauh dibawah, mereka menembus tanah yang tebal, tumbuh berliku dan berbelit-belit, menjadi besar dan bertemu diatas Aarun. Dengan kata lain, bisa dikatakan bahwa Aarun mencerminkan es yang menggantung di atap gua Jötunheimr.
Lyfa melihat lebih tinggi. Pada saat itu dia merasakan gairah petualangan yang menuruni punggungnya.
Mulai dari akar-akarnya, kata-kata tidak dapat mendeskripsikan seberapa besar batang pohon yang menjulang tinggi ke langit itu. Diselimuti oleh lumut dan tanaman lainnya, batang pohon berwarna hijau keemasan yang menjulang tinggi ke langit itu seakan bercampur dan menjadi pudar di langit yang biru. Disekitar batang pohon itu, terdapat kabut putih yang menyelubunginya. Itu bukanlah kabut, melainkan awan. Awan-awan itu menandakan batas terbang yang dapat dicapai, tetapi batang pohon tersebut menjulang tinggi melewatinya.
Tepat dibawah bagian dimana batang pohon tersebut memudar karena menyatu dengan langit, entah bagaimana rasanya kamu bisa menggapai dahan yang menjulur keluar. Daun-daun yang tipis dan lebar menutupi lapisan luarnya hingga ketempat Lyfa sebagaimana mereka menghadangi langit. Melihat ukurannya yang sangat besar, puncak dari World Tree mungkin saja sudah melewati lapisan atmosfer ALfheim dan mencapai ruang angkasa - tentunya jika hal itu benar-benar ada - dan selebihnya.
“Itu adalah... The World Tree...”
Bisik Kirito dengan kagum.
“Ya... Luar Biasa...”
“Bukankah ada kota diatas pohon itu...”
“Raja peri Oberon dan peri cahaya ALF tinggal disana, dan ras pertama yang berhasil bertemu dengan sang raja akan menjadi ALF... Itulah yang telah dikatakan.”
“...”
Kirito memandangi pohon itu dengan diam, kemudian bertanya dengan ekspresi serius:
“Pohon itu, bisa kah Kamu memanjatnya dari luar?”
“Area disekitar batangnya adalah area terlarang, jadi tidak mungkin kita bisa memanjatnya. Bahkan dengan terbang pun kita tidak bisa mencapainya, Kamu akan membentur batas terbang yang ditentukan sebelum Kamu bisa mencapai puncaknya.”
“Aku pernah mendengar ada sekelompok orang yang terbang dengan cara menaiki pundak player lain pernah melewati batas itu...”
“Oh, cerita itu.”
Lyfa tertawa dan melanjutkan perkataanya:
“Mereka hampir berhasil mendekati dahan yang paling rendah. Para GameMaster sangat panik, dan akhirnya segera diperbaiki. Sekarang, sedikit diatas awan-awan itu, terdapat sebuah tembok.”
“...Ah begitu... tidak usah dihiraukan, ayo kita pergi ke dasar pohon ini.”
“Baiklah. Aku mengerti”
Setelah keduanya mengangguk, mereka mulai berjalan menyusuri jalan utama.
Setelah beberapa menit mereka berbelok-belok, maju dan mundur melewati kerumunan player yang terdiri dari macam-macam ras, mereka akhirnya sampai ke tangga batu berukuran besar yang menuju sebuah gerbang yang besar pula. Pusat kota Aarun, yang menjadi pusat dunia terletak dibalik gerbang itu. Menjulang tinggi ke langit, World Tree terlihat bagaikan dinding dari segala arah.
Ketika menghadapi suasana itu, mereka mulai menaiki tangga tersebut. Pada saat mereka akan melewati gerbang....
Yui tiba-tiba mengeluarkan kepalanya dari saku dada baju Kirito, dan dengan wajah yang serius melihat kearah langit.
“Oh, hei... ada apa?”
Kirito berbisik untuk menghindari perhatian player-player disekitarnya. Lyfa juga menatap wajah peri kecil itu. Namun, Yui tetap terdiam dengan mata yang terbuka lebar menatap kearah puncak World Tree. Setelah beberapa detik, dia mengeluarkan suara dari mulutnya.
“Mama... Mama ada disana.”
“Apa...”
Ekspresi Kirito tiba-tiba menjadi kaku.
“Benarkah!?”
“Tidak diragukan lagi! ID player ini adalah kepunyaan Mama... Koordinatnya tepat diatas sana.”
Kirito, yang mendengarkan kata-kata itu, melihat kearah langit dengan mata yang berapi-api. Wajahnya menjadi pucat dan dia menggertakkan giginya sampai-sampai Kamu bisa mendengar suara gertakan giginya--
Tiba-tiba, Kirito mengembangkan sayapnya. Tiba-tiba sayapnya berpijar pada saat Ia meregangkan sayapnya yang berwarna abu-abu gelap itu, Bang!! Dengan suara angin yang bagaikan ledakan itu, Kirito menghilang dari permukaan tanah.
“Tu... Tunggu, Kirito-kun!!”
Lyfa buru-buru berteriak, tapi anak laki-laki yang berpakaian hitam itu terus terbang keatas dengan kecepatan yang luar biasa. Tidak percaya dengan apa yang terjadi, Lyfa mengembangkan sayapnya dan menendang tanah tempat dia berpijak.
Terbang lurus keatas, sama seperti terbang lurus kebawah, adalah kemampuan yang dikuasai oleh Lyfa, tapi dia tidak dapat menyusul Kirito karena Ia terbang seperti roket pendorong, sosok berwarna hitam itu semakin mengecil dan akhirnya terlihat seperti titik dihadapan Lyfa.
Terbang melewati menara-menara yang berdiri di Aarun dan tidak terhitung jumlahnya lagi, butuh beberapa detik untuk keluar dari Aarun. Dari teras-teras menara, terlihat beberapa player yang ingin mencari tahu apa yang sedang terjadi, Kirito terbang melewati hidung mereka dan terus terbang mengarah ke atas.
Bangunan-bangunan itu akhirnya tidak terlihat lagi, tergantikan oleh batang hijau-keemasan World Tree yang bagaikan tebing. Terbang sejajar dengan batang pohon itu, Kirito bagaikan peluru hitam yang meluncur di langit. Ketika Kirito terus mendekati awan yang ada didepannya, Lyfa mengikutinya dan berteriak sambil menahan tekanan angin yang dirasakannya.
“Hati-hati, Kirito-kun!! Pembatasnya ada di depanmu!!”
Tapi suara Lyfa tidak mencapai telinganya. Ia seperti panah yang menghubungkan surga dan bumi, bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi yang cukup untuk membuat lubang di dunia virtual.
Apa yang membuatnya sampai bertindak sejauh ini? Siapakah orang yang berada di puncak World Tree yang sangat penting baginya?
Yui memanggil orang itu «Mama». Seorang wanita -? Seseorang yang dapat membuat Kirito mencarinya sampai seperti ini -?
Pada saat dia memikirkannya, muncul rasa sakit yang tak asing di dalam hati Lyfa. Rasa sakit ini mirip dengan rasa sakit yang Kazuto sebabkan padanya, namun terasa palsu.
Konsentrasinya terganggu oleh rasa binggung, kecepatan terbangnya perlahan-lahan turun. Menyingkirkan kebingungannya, Lyfa memfokuskan konsentrasinya pada sayapnya.
Beberapa detik setelah Kirito, Lyfa memasuki lautan awan. Pandangannya dipenuhi oleh warna putih yang sangat banyak. Dia pernah mendengarnya sebelum ini, tepat diatas awan-awan itu terdapat area terlarang yang tidak bisa dimasuki, Lyfa memperlambat terbangnya saat melewati awan-awan itu.
Tanpa sebuah peringatan, dunia yang berwarna biru tua terbentang di depannya. Berbeda dengan pemandangan yang terlihat dari atas tanah, langit yang berwarna biru itu terbentang tanpa ujung ke segala arah. Diatasnya, World Tree dan dahannya memberikan kesan seperti tiang yang menunjang surga. Kirito mempercepat laju terbangnya ketika ia mencoba meraih satu diantara dahan-dahan yang ada.
Tiba-tiba, tubuhnya diselimuti oleh cahaya berwarna-warni bak pelangi.
Setelah beberapa detik, udara disekitarnya terguncang dengan benturan yang memiliki suara mirip dengan suara petir. Kirito menabrakkan dirinya pada pembatas yang tidak terlihat itu, dan bagaikan angsa berwarna hitam yang ditembak menggunakan senapan, dia terpental dan melayang di udara dengan lemah.
“Kirito-kun!!’
Lyfa berteriak, dan dengan terburu-buru terbang menuju Kirito. Jika kamu terjatuh dari ketinggian ini, Health Pointmu (HP) akan habis, dan efeknya akan terbawa ke dunia nyata setelah log out.
Tapi sebelum dia berhasil menangkap Kirito, Kirito kembali sadar. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dua-tiga kali, kemudian mencoba untuk melewati pembatas itu sekali lagi. Ia terhalang oleh pembatas itu lagi, kemudian hamburan cahaya muncul di sekitarnya, dan usahanya hancur seketika.
Akhirnya, Lyfa terbang ke ketinggian yang sama dengan Kirito dan meraih tangannya, kemudian berteriak:
“Hentikan, Kirito-kun!! Tidak mungkin bagi kita untuk pergi keatas sana!!”
Tapi, kedua mata Kirito bercahaya bagaikan terkena sihir, Ia tetap mencoba untuk maju.
“Aku harus pergi kesana... Aku harus pergi kesana tidak peduli apa pun yang terjadi!!”
Dia memfokuskan diri pada satu titik, dimana dahan World Tree tumbuh bagaikan membelah langit. Meskipun terlihat lebih jelas daripada saat melihatnya dari permukaan tanah, dahan itu tampaknya masih cukup jauh, dilihat dari detailnya yang rendah.
Pada saat itu, Yui terbang keluar dari saku dada baju Kirito. Memancarkan partikel cahaya yang berkilauan, Ia terbang menuju dahan itu.
Oh iya, mungkin peri navigasi dapat... pikir Lyfa secara mendadak, tetapi pembatas itu tidak memperbolehkan badan kecil Yui untuk lewat. Bagaikan gelombang pada permukaan air, cahaya tujuh-warna itu mendorong Yui kebelakang.
Tetapi, Yui tidak terlihat seperti program, Ia tampak hampir putus asa sambil mendorong tangannya ke pembatas itu, kemudian Ia membuka mulutnya.
“Mungkin mode peringatan suara dapat melewati pembatas ini...! Mama! Ini aku!! Mama!!”
* * *
“...!!”
Tiba-tiba, Asuna mengangkat kepalanya yang diistirahatkan diatas meja pada saat Ia mendengar suara triakan yang samar-samar.
Kemudian melihat kesekitarnya dengan terburu-buru, tapi tidak ada siapapun didalam sangkar emas itu. Bahkan burung kecil biru yang terkadang datang untuk bermain pun tidak ada. Yang ada hanyalah banyangan yang diciptakan oleh matahari dari jeruji-jeruji sangkar itu.
Mengabaikan hal itu seakan ilusi, Asuna meletakkan kembali tangannya diatas meja.
“...Mama...!!”
Kali ini dia benar-benar mendengarnya. Asuna menjatuhkan kursinya dan berdiri.
Itu adalah suara milik seorang gadis kecil. Suara yang lemah itu bagaikan lonceng perak yang beresonansi dengan kuat terhadap ingatan yang sangat jauh.
“Yu... Yui-chan, Kamu kah itu...!?”
Asuna berkata dengan suara yang samar, kemudian dengan cepat berjalan menuju jeruji sangkarnya. Setelah menggenggam jeruji-jeruji besi itu dengan kedua tangannya, dia melihat kesekitar dengan panik.
“Mama... Aku disini...!!”
Suara itu sepertinya terdengar langsung didalam pikiran Asuna, tidak memberikan petunjuk dari mana asalnya. Tapi Ia dapat merasakannya. Suara itu berasal dari bawah, tidak peduli seberapa banyak ia mencarinya, lautan awan berwarna putih yang mengelilingi pohon besar itu menghalangi pandangannya, tetapi tanpa keraguan lagi, suara itu berasal dari bawah.
“Aku... Aku disini...!!”
Asuna berteriak sekencang yang dia bisa.
“Aku disini...!! Yui-chan...!!”
Jika Yui, «anak perempuan» yang dia temukan di dunia itu ada disini, maka «dia» pasti ada disini juga.
“...Kirito-kun --!!” Dia tidak tahu apakah suaranya dapat mencapai Kirito. Asuna melihat-lihat apa saja yang ada di dalam sangkar burung itu. Pasti ada sesuatu yang dapat digunakannya untuk membuat Kirito sadar akan keberadaan dirinya selain suaranya.
Sebuah benda, tapi semua benda diruangan ini terkunci oleh informasi posisinya masing-masing, tidak ada dari benda-benda tersebut yang dapat dikeluarkan dari sangkar ini, dia mengetahui hal itu. Lama sebelumnya, dia pernah menggunakan cangkir teh dan sebuah bantal kecil untuk mengirimkan pesan kepada para player dibawah, tapi hal itu tidak berhasil. Asuna dengan cemas memegang jeruji sangkar emas itu.
Tidak -
Ada. Hanya satu benda itu saja. Sebuah benda yang sebelumnya tidak ada ditempat ini. Sebuah benda yang lain dari yang lainya.
Asuna berlari ke tempat tidur, dan kemudian menarik benda tersebut dari bawah bantal. Benda itu adalah kartu kunci kecil berwarna perak. Dia kembali ke jeruji sangkar burung itu. Dia mengulurkan tangan kanannya yang memegang kartu dengan ketakutan. Jika sama seperti sebelumnya, maka ia akan dihalangi oleh pembatas itu.
“...!!”
Tangan kanannya mencapai bagian luar sangkar tanpa adanya perlawanan dari sistem. Kartu perak itu bersinar terang karena sinar matahari yang dipantulkannya.
‘...Kirito-kun... Tolong sadari hal ini!!”
Sambil berdoa, Asuna tidak ragu-ragu untuk membuka tangannya. Kartu itu menari di udara dengan tenang, dan jatuh menuju lautan awan dibawah dan berkelap-kelipkan cahaya.
* * *
Aku merasa tubuhku akan hancur menjadi ribuan potongan karena tercabik-cabik ketidaksabaran ini, dan kemudian aku menghantam pembatas itu dengan tangan kananku. Tinjuku dibalikkan dengan gaya tolak yang mirip dengan magnet berkutub sama yang didekatkan, dan terciptalah riak air berwarna-warni yang menyebar diudara.
“Ada apa ini... Benda ini...!”
Kataku dengan terbata-bata dan berketak gigi.
Akhirnya - Aku bisa sampai sejauh ini. Penjara yang menahan jiwa Asuna ada didepan sana. Namun, jalanku ini dihalangi oleh kode-kode program yang terdapat didalam «Sistem Game».
Sebuah dorongan yang dapat merusak diri sendiri mengalir ke seluruh tubuhku dengan kuat, dan menyebarkan semangat yang membara.
Setelah login ke dalam ALfheim selama 2 hari, aku menahan rasa ketidaksabaranku dan datang kesini dengan mengikuti peraturan permainan ini, tetapi kejengkelan yang terus terakumulasi didalam hatiku tak bisa ditahan lagi dan akhirnya meledak. Dengan memperlihatkan taringku yang seperti taring anjing, aku menggenggam gagang pedangku dengan tangan kananku.
- Pada saat itu.
Jauh diatas api putih yang ada dalam pandanganku, ada sebuah cahaya kecil yang bersinar.
“...Apa itu...?”
Aku melupakan kemarahanku dengan sekejap dan kemudian menatap cahaya itu. Sesuatu yang bersinar dengan terang jatuh perlahan-lahan ke arahku. Bagaikan salju yang turun ditengah musim panas, seperti bulu halus dandelion yang menjalani perjalanan panjang, benda itu jatuh kearahku.
Sambil mengambang di udara, aku melepaskan gagang pedangku dari genggaman, dan kemudian menjulurkan tanganku kearah cahaya itu. Setelah beberapa detik yang terasa sangat lama, cahaya putih itu perlahan jatuh ke dalam tanganku. Dengan perasaan hangat yang kurindukan, aku membuka tanganku dengan perlahan didepan dada.
Yui melihat dari sisi kiriku dan Lyfa melihat dari sisi kananku. Aku menatap diam pada benda yang ada digenggaman tanganku ini.
“...Sebuah kartu...?” Gumam Lyfa. Benda itu adalah kartu berbentuk persegi panjang kecil. Benda itu memiliki permukaan berwarna perak transparan tanpa tulisan maupun hiasan. Berputar ke arah Lyfa, aku berkata:
“Lyfa, apakah kamu tahu benda apa ini...?”
“Tidak... Aku tidak pernah melihat benda seperti ini. Mengapa kita tidak mencoba mengklik benda itu?”
Mengikuti sugesti Lyfa, aku mengklik permukaan kartu itu dengan ujung jariku. Sebuah klik pada item didalam game akan membuat sebuah jendela pop-out keluar, tapi tidak ada apa-apa yang muncul.
Yui membungkuk dan menyentuh ujung kartu itu, kemudian berseru:
“Ini... Ini kode akses menuju manajemen sistem!!”
“!?...”
Aku menahan nafasku, selagi melihat kartu yang ada di tanganku.
“...Jadi, jika aku mempunyai ini, aku dapat menggunakan kewenangan Game Master?”
“Tidak... Papa dapat mengakses sistemnya, tapi hal ini hanya bisa dilakukan melalui konsol yang sesuai... Bahkan aku tidak dapat memangil keluar menu sistem...”
“Ah begitu... Tapi barang seperti ini tidak akan jatuh tanpa ada alasan. Mungkin ini...”
“Benar, aku pikir Mama menyadari keberadaan kita dan menjatuhkan kartu itu.”
“...”
Aku menggenggam kartu itu dengan lembut. Belum lama ini, Asuna yang memegang kartu itu. Aku pikir, aku secara samar-samar dapat mengerti niatnya itu.
Asuna jg sedang bertarung. Dia melawan sekuat tenaga untuk keluar dari dunia ini. Aku pun mempunyai hal-hal yang harus aku lakukan
Aku menatap Lyfa, kemudian berkata:
“Lyfa, beritahu aku. Dimana gerbang yang menuju World Tree?”
.”Eh... Gerbang itu ada di kubah yang ada dipangkal pohon ini...”
Kata Lyfa dengan khawatir.
“Tapi, ini tidak mungkin. Tempat itu dilindungi oleh pasukan penjaga, tidak peduli seberapa besar kelompok yang masuk, mereka tidak bisa melewatinya.”
“Meskipun begitu, aku harus tetap pergi kesana.”
Aku memasukin kartu itu ke dalam saku dadaku dan menggapai tangan Lyfa.
Setelah dipikir-pikir, gadis Sylph ini selalu membantuku. Ketika aku sedang terburu-buru dan tidak tahu apa-apa mengenai dunia ini, dan akhirnya sampai disini. Itu semua berkat pengetahuan yang dimilikinya dan senyumannya yang menyemangatiku untuk sampai sejauh ini. Suatu hari nanti, aku akan menjelaskan situasi ini dan berterima kasih padanya di dunia nyata... Sambil memikirkan hal itu, aku membuka mulutku.
“Terima kasih banyak untuk selama ini, Lyfa. Dari sini, aku akan pergi sendiri.”
“...Kirito-kun...” Aku memegang erat tangan Lyfa, yang tampakny sebentar lagi akan menangis, kemudian melepaskannya. Kemudian Yui duduk diatas pundakku ketika aku mundur.
Akhirnya, setelah melihat gadis dengan rambut ikat ekor kudanya yang bergoyang pada saat dia terbang untuk terakhir kalinya, aku membungkukkan badanku. Kemudian membalikkan tubuhku.
Setelah menutup sayapku, aku menaiki dorongan yang kudapat dari laju jatuhku pada saat melesat tepat kepangkal World Tree.
Pusing, setelah menerjunkan diri selama berpuluh-puluh detik, pangkat World Tree dan kota berliku-liku yang mengelilinginya, Aarun, mulai terlihat. Terdapat beranda yang sangat besar diantara akar World Tree dan Aarun, aku pun memulai persiapan untuk mendarat.
Aku mengembangkan sayapku sepenuhnya untuk mengerem sambil mengarah menuju titik pendaratan. Aku menjulurkan kakiku, dan mencoba berhenti pada saat kakiku membentur jalanan. Suara yang kencang bergema disekitar, suara itu berasal dari gelombang udara yang menyertai pendaratanku. Beberapa player yang ada di beranda untuk melihat pemandangan sekitar langsung mengalihkan pandangannya padaku dan terlihat terkejut.
Menunggu mereka berpaling ke arah lain, aku berbicara kepada Yui yang masih duduk di pundakku dengan suara rendah.
“Yui, apakah Kamu tahu jalan menuju kubah itu?”
“Ya, gerbang tersebut tepat diatas tangga itu. Tapi, apakah ini akan baik-baik saja, Papa? Menurut informasi yang ada, sangat sulit untuk menerobos gerbang itu.”
“Kita hanya bisa untuk memaksakannya. Bahkan jika hal itu gagal, bukan berarti aku akan mati.”
“Itu benar, tapi...”
Aku mengulurkan tanganku dan dengan lembut mengusap kepala Yui.
“Bagaimanapun juga, aku merasa bisa menjadi gila jika aku membuang-buang waktuku walaupun itu hanya satu detik lagi. Bahkan Yui ingin secepat mungkin bertemu dengan Mama bukan?”
“...Iya.”
Yui mengangguk dan menggosokkan hidungnya pada pipiku selagi aku menaiki tangga.
Tampaknya kami sudah mencapai puncak kota Aarun, pada saat kami mendekati puncak tangga. Akar-akar yang berbentuk kerucut besar itu berkumpul di satu batang yang berada didepan kami. Yang hanya dapat dilihat dari sana adalah dinding sederhana yang melengkung, diameter kubah itu sangat besar.
Didekat tembok itu, terdapat dua patung ksatria peri yang berdiri tinggi, tingginya hampir 10 kali dari tinggi player. Diantara kedua patung itu terdapat sebuah gerbang batu yang dihias dengan sangat baik. Gerbang ini adalah titik awal dari quest utama, dan tidak ada player lain yang terlihat disini. Mungkin saja, cerita bahwa quest ini «impossible to breakthrough» sudah menjadi pengetahuan umum.
Tapi aku harus melewati gerbang ini, melewati para penjaganya dan mencapai gerbang yang ada di dalamnya.
‘- Tunggu aku, Asuna. Aku akan kesana sekarang juga...”
Itu adalah janji yang ku ukir didalam hatiku.
Setelah berjalan beberapa meter kedepan, aku berdiri didepan gerbang itu, ketika itu pula, patung yang berada disebelah kanan bergerak dan mengeluarkan suara rendah yang bergema. Tidak terduga, patung itu melihat kesekelilingnya, kemudian muncul cahaya berwarna pucat di kedua mata patung itu. Patung itu melihat kebawah ke arahku dan membuka mulutnya. Muncul suara membosankan yang bergema bagaikan batu besar yang berguling-guling.
“Apakah Kau yang tidak mengetahui tingginya surga, ingin mencapai istana raja?” Pada saat yang sama, muncul jendela pop-out didepanku, bertanya kepadaku apakah aku ingin menerima tantangan terakhir itu. Untuk memastikan kehendakku, muncul dua buah tombol: [YES] dan [NO]. Tanpa ragu-ragu lagi, aku menekan tombol [YES].
Kali ini, patung yang berada di kiri mengeluarkan suara keras.
“Mulai dari sini dan seterusnya, Kau akan mendapatkan kekuatan tanpa batas untuk menggunakan sayapmu.”
Sebelum suara gemuruh yang menggema itu hilang, gerbang yang ada disana terbelah menjadi dua dari tengah. Tanah disekitarnya bergetar ketika pintu gerbang itu terbuka ke dalam kiri dan kanan.
Suara gemuruh ini, mengingatkan aku saat akan melawan boss monster ditiap lantai Aincrad. Hawa dingin mengalir menuruni tulang belakangku, ketegangan yang bangkit kembali ini membuatku lupa untuk bernafas.
Di dunia ini, mati bukan berarti akan benar-benar mati, kataku terhadap diri sendiri, kemudian menyingkirkan pemikiran itu. Ini adalah perjuangan untuk memperoleh kebebasan Asuna, dalam beberapa aspek, pertempuran ini lebih penting daripada semua pertempuran yang pernah aku alami.
“Kita mulai, Yui. Pastikan Kamu bersembunyi dengan baik.”
“Papa... Lakukan yang terbaik.”
Aku menepuk kepala Yui disaat dia masuk ke dalam saku dada bajuku, kemudian aku menarik pedangku.
Suara gemuruh itu berhenti ketika gerbang batu itu sepenuhnya terbuka. Di dalamnya sangat gelap, aku berpikir untuk menggunakan sihir Night Vision. Belum aku mengangkat tangan kananku, tiba-tiba muncul cahaya yang menyilaukan mata dari arah atas. Tanpa sadar aku langsung menyipitkan mataku.
Ruang didalamnya ternyata cukup besar. Kubah ini mengingatkanku pada ruangan boss di lantai 75 Aincrad dimana aku bertarung dengan Heathcliff, hanya saja, diameternya lebih besar beberapa kalinya.
Bagian dalam kubah ini ternyata mirip bagian dalam pohon, akar-akar besar tersusun satu sama lain membentuk lantai. Tanaman merambat tumbuh dari lantai dan menutupi dinding-dindingnya hingga puncak.
Kubah tersebut memiliki kanopi berbentuk setengah lingkaran yang bening, tanaman merambat yang tumbuh keatas itu melilit satu sama lain dan membentuk pola bagaikan kaca berwarna
[25], yang menjadi tempat masuknya cahaya.
Di dekat puncak kanopi, aku melihat sebuah gerbang. Gerbang berbentuk cincin itu dihiasi dengan hiasan-hiasan yang indah dan sebuah tanda salib membagi pintu itu menjadi empat bagian. Jalan menuju puncak pohon pasti ada dibalik gerbang itu.
Dengan memegang Greatswordku dengan kedua tanganku, aku mengambil nafas. Sambil menempatkan tenaga dikaki, aku mengembangkan sayapku.
“- Maju!!”
Teriakku dengan keras kepada diriku sendiri, kemudian menendang tanah dengan kuat.
Sebelum aku sempat terbang untuk satu detik, terlihat satu keanehan pada cahaya yang masuk melalui kanopi diatas. Satu bagian dari jendelanya itu brubah menjadi putih dan berbuih seakan mendidih, tampaknya akan terjadi sesuatu. Dalam sekejap, bagian itu jatuh dan mengambil wujud seperti manusia, dan mengembangkan empat sayap bercahaya sambil mengaum.
Badan penjaga yang besar itu ditutupi sepenuhnya dengan armor berwarna perak, kepalanya ditutupi dengan topeng bagaikan cermin, sehingga mukanya tidak terlihat. Tangan kanannya memegang pedang yang lebih besar dari milikku. Tidak diragukan lagi, ini adalah penjaga yang Lyfa katakan.
Ksatria penjaga itu memalingkan wajahnya padaku yang sedang terbang keatas dengan cepat, dan kemudian menukik turun dengan berteriak sebagai ganti suara manusia yang tidak dimilikinya.
“Jangan halangi aku!!”
Aku berteriak dan mengayunkan pedangku. Jarak diantara kami pun hampir tidak ada, muncul perasaan dingin yang memainkan otakku, perasaan lancar itu adalah perasaan yang selalu kurasakan pada saat aku bertarung hingga batas kemampuanku di dunia itu. Wajahku terpantul di topengnya pada saat aku berhadapan dengannya, lalu aku mengayunkan pedangku kebawah tanpa ragu-ragu.
Pedang ksatria penjaga itu dan milikku bersilangan satu sama lain ditengah udara, dan ruangan itu terguncang oleh cahaya yang bagaikan petir. Ksatria itu mengangkat pedangnya yang terpantul ke atas kepalanya dan bersiap untuk menyerang kembali, tapi aku membiarkan pedangku bergerak dengan sendirinya dan menyerang dada ksatria itu. Aku menangkap leher ksatria yang lebih besar dua kali dariku dengan tangan kiriku, sambil menjaga jarak yang dekat dengannya.
Pada saat melawan monster yang dikendalikan oleh komputer, aku akan mencari tahu seberapa jauh jarak serangannya dan kemudian menjaga jarak agar selalu berada diluar jarak serangannya, tetapi untuk kasus monster yang berukuran besar, sering kali kelemahannya muncul pada saat yang tidak tepat. Tentu saja, sangat berbahaya untuk mempertahankan posisi itu untuk waktu yang lama, tapi akan ada waktu dimana dia akan mencoba untuk pulih setelah kuda-kudanya hancur.
Dengan menggunakan pedang ditangan kananku, aku menusuk bagian leher ksatria yang tidak terlindungi apa-apa.
“Raaa!!”
Aku mengepakkan sayapku dengan kencang, dan mengalihkan seluruh berat tubuhku untuk mendorong pedangku. Gatsu!! Pedangku menembus leher ksatria itu dengan suara benda keras yang pecah.
“Gogaaaaa!!”
Tidak seperti penampilannya yang mengagumkan, ksatria itu mengeluarkan auman yang liar, kemudian menjadi kaku. Setelah itu, badan besarnya diselimuti oleh «End Frame», dan hancur dengan cepat.
“- Aku dapat melakukannya!!”
Hatiku bersorak gembira. Status ksatria penjaga itu masih lebih rendah dari pada boss monster yang ada disetiap lantai SAO. Dalam pertarungan satu-lawan-satu, aku mempunyai keuntungan.
Aku mengibaskan api putih yang masih menempel pada ku dan melihat ke arah gerbang diatas. Aku melihat pemandangan yang membuat senyum senyum diwajahku seakan membeku.
Kanopi yang besar itu seperti berada dalam keadaan yang kacau balau, muncul banyak ksatria yang ditutupi armor silver dari Stained Glass yang ada diatas sana. Mereka ada lusinan - tidak, mereka ada ratusan.”
“- Uoooooo!!”
Aku menyadarkan diriku yang gentar sesaat dan kemudian berteriak. Tidak peduli seberapa banyak yang datang, aku hanya perlu memmbunuh mereka semua. Aku mengepakkan sayapku dan kemudian melesat kencang.
Beberapa dari ksatria yang baru saja lahir, menuruni kanopi dan berusaha menghadangiku. Aku membidik ksatria yang berada didepan dan menggerakkan pedangku.
Kali ini, aku berusaha untuk menghindari hilangnya keseimbangan yang disebabkan bersilangnya pedang ku dengan pedang ksatria itu, dan memusatkan konsentrasiku pada ujung pedang milik lawan, aku memutar tubuhku, dan kemudian menghindarinya. Tidak berhasil menghindari serangan itu sepenuhnya, pedang musuh menggores pundakku dan menyebabkan damage yang kecil, tapi aku mengabaikannya, dan memfokuskan diri untuk menyerang musuhku.
Pedang ku yang besar bergerak dalam garis lurus, membentur topeng musuh, dan membunuh musuh keduaku. Api putih keluar dari dalam badannya, sebelum efek itu hilang, ksatria lain datang dan menggantikan posisinya.
Ksatria itu memulai serangannya, aku menggertakkan gigiku. Setelah memutuskan bahwa aku tidak mempunyai cukup waktu untuk menghindarinya, aku mengangkat tangan kiri ku dan menghadangnya dengan armorku.
Aku melihat HP barku berkurang 10% disisi kiri penglihatanku, hal ini disebabkan oleh serangan yang seakan membentur tulang itu. Tapi ayunan pedang musuh itu teralihkan oleh tangan kiriku, sehingga kuda-kudanya hancur. Sambil membidik lehernya, ku ayunkan pedang yang ada ditangan kananku.
Tapi kali ini kecepatanku berkurang, sehingga aku tidak bisa membunuhnya dalam satu serangan. Terlebih lagi, muncul satu ksatria yang melesat dari samping kanan. Aku memutarkan tubuhku kearah kanan dan menendangkan kaki kiriku pada kepala ksatria yang sudah rusak itu.
Memiliki status «Swordsman» Kirito terbawa kedunia ini adalah sebuah keberuntungan bagiku, termasuk keterampilan bertempur tanpa senjata yang kukira tidak akan berguna disini. Tendanganku menghabiskan sisa HP ksatria itu. Badannya yang besar diselimuti api putih, dan mengeluarkan teriakan yang terganggu oleh efek itu.
Aku menghalang pedang ksatria ketiga dengan pedang ku pada saat-saat terakhir.
“Seaaaa!!”
Sambil berteriak, aku mengepalkan tangan kiriku dan meninju topeng cerminnya. Krack!! Dengan suara itu muncul retakan pada tempat yang mengalami benturan dan ksatria itu mengeluarkan teriakan seakan menderita.
“Pergi!! Pergi dari hadapanku!!”
Teriakku. Perasaan ini tidak seperti pada saat melawan pasukan Undine di Jötunheimr, melainkan sebuah dorongan kuat untuk menghancurkan menguasai ku. Pedang di tangan kananku menebas leher ksatria itu, kemudian aku meninju ksatria itu dengan tangan kiri ku terus -menerus.
Itu benar - Aku pernah tinggal di dunia ini. Berkelana sendirian dibagian paling dalam dungeon, bertarung disamping kematian untuk menempa jiwaku, aku menggunakan mayat-mayat monster itu untuk membangun kuburanku dan terus mengayunkan pedangku.
Tinjuku akhirnya berhasil menghancurkan topeng ksatria itu, dan menyemburkan cahaya yang terang benderang. Aku masih dikuasai oleh keinginan untuk menghancurkan itu, kemudian aku menikamkan tangan kiriku ke arah cahaya itu. Ketika tanganku berhasil menembus kepalanya, badan ksatria itu meleleh dan hancur, kemudian api putih menyelimuti tubuhku.
Pada saat itu, hatiku terasa sekeras dan segersang batu. Menyelesaikan game atau membebaskan pemain tidak penting lagi bagiku. Aku menolak orang lain dan kemudian mendorong diriku ke petermpuran berikutnya.
Empat atau lima ksatria itu mengangkat pedangnya yang bercahaya, kemudian mereka menjatuhkan diri dengan suara bagaikan burung yang memberitahukan pertanda buruk. Senyuman yang bengis muncul di wajahku, dan aku meleset kearah ksatria-ksatria itu dengan sayapku yang membelah udara. Semua syaraf ditubuhku bergetar saking cepatnya, getaran listrik yang menghubungkan badanku dengan otakku menjadi percikan putih yang melintasi penglihatanku.
“Uoooaaaaa!!”
Dengan teriakan yang menggelora, aku mengayungkan pedang yang kupegang dengan dua tangan ini secara horizontal. Aku menangkis pedang ksatria-ksatria itu. Kemudian berputar seperti kincir angin, aku melesat cepat hingga kebatas kemampuanku dan membidikkan pedangku pada leher ksatria-ksatria itu.
Chop, Chopp!! Setelah mengeluarkan suara yang tumpul, kedua kepala yang memakai topeng kaca itu terbang diudara. Api yang muncul pada saat terakhir mereka, membentuk mawar putih yang kemudian membasuhi kewarasanku , dan mengirimkan lebih banyak rasa panas ke seluruh tubuhku.
Aku bisa melihat nyawaku yang berada di dekat kematian. Melempar diriku sendiri ke dalam menit-menit akhir pertempuran, dengan semangat yang membara sampai akhir, kemudian gagal dan jatuh, aku pikir itu adalah satu-satunya jalan untuk menebus orang-orang yang mati didepan mataku.
Aku berbalik, dan tanpa mengurangi kekuatan putaranku, aku menggunakan ujung kaki kananku untuk menyerang seperti bor. Kakiku menghantam bagian dada ksatria itu, kemudian aku merasakan kelembaban yang lembut pada saat kakiku menembus badan ksatria itu dengan suara yang tidak enak didengar. Pada saat badanku sedang berhenti ditengah «End Frame» ksatria yang baru saja kukalahkan, muncul dua pedang yang mendekatiku dari arah kiri dan kanan seperti sebuah gunting. Aku menghadang pedang yang ada diarah tanganku dengan pedangku, dan pedang yang ada kiriku dengan tangan ku, kemudian aku membalasnya tanpa memperhatikan HP bar milikku.
Dengan cepat, aku menangkap pergelangan tangan ksatria yang ada di samping kanan ku,
“Guuuuooooo!!”
Sambil berteriak, aku mengayunkan ksatria yang kanan keatas kepalaku dan menabrakkannya dengan ksatria yang ada di kiri. Kemudian aku menikam kedua ksatria yang sedang dalam posisi terkunci itu, dan memberikan mereka damage yang fatal.
Aku pikir, aku dapat terus bertarung dan membantai semua musuh yang muncul. Pada saat itu, aku membakar diriku dengan api seorang pembunuh, kemudian menempa hati menjadi sekeras batu -.
Tidak - bukan seperti itu...
Ada pula orang-orang yang tanpa putus asa menyiramkan air pada hatiku yang gersang. Klein, Agil, Silica, Lisbeth, dan Asuna.
Aku... Aku akan menolong Asuna, aku datang kesini, untuk membuat dunia itu benar-benar berakhir -
Aku mengangkat kepalaku dan berputar ke arah kanopi diatas, aku melihat gerbang batu yang ternyata sudah cukup dekat.
Saat aku berjuang terbang kesana, sesuatu menusuk kakiku.
Itu adalah anak panah yang dingin, dan bercahaya. Seakan mereka sudah menungguku untuk berhenti bergerak, anak panah berjatuhan bagaikan hujan. Aku terkena dua, tiga panah berturut-turut, dan HPku berkurang sangat banyak.
Aku tidak tahu sejak kapan, tetapi pada saat aku melihat ke sekelilingku, ksatria-ksatria penjaga itu sudah mengepungku dari jauh, mereka semua menunjuk ku dengan tangan kiri mereka, dan melantunkan mantra-mantra sihir dengan suara yang aneh. Kemudian gelombang kedua anak panah cahaya terbang kearahku dengan suara nyaring.
“Uooooo!”
Aku mengayunkan Greatswordku disekitarku, memblokir banyak anak panah, tetapi masih ada beberapa yang mengenaiku, membuat HP ku jatuh ke dalam zona kuning. Aku mengangkat wajahku, dan melihat gerbang itu.
Sangat sulit untuk mengalahkan musuh jarak jauh sendirian. Aku terbang kedepan, mencoba untuk menerobos dan mencapai gerbang itu. Anak-anak panah cahaya itu terus menusuki badanku, tapi tujuanku ada di depan sana. Menahan serangan-serangan itu, aku menjulurkan tangan kiriku untuk menyentuh gerbang batu itu.
- Tapi.
Beberapa detik yang lalu, aku merasakan benturan yang keras di punggungku. Pada saat aku berbalik, seorang ksatria penjaga mendekat dengan senyuman ku yang rusak bentuknya melihat kearahku, dia telah menusukkan pedangnya ke punggungku. Postur terbangku hancur dan percepatanku turun.
Lalu, bagaikan sekelompok burung berwarna putih yang menukik untuk memangsa, lusinan ksatria penjaga itu melesat maju dari segala arah. Dengan suara Dotsu-dotsu, badanku ditusuk pedang demi pedang. Aku tidak sempat memeriksa HPku.
Tiba-tiba penglihatanku terisi oleh api hitam yang terang. Butuh waktu agak lama untuk menyadari bahwa api itu adalah «End Frame»ku sendiri. Di atas api itu, terdapat tulisan berwarna ungu yang muncul. [You are dead].
Beberapa saat kemudian, terdengar suara datar dan badanku menghilang.
Seperti mematikan saklar satu demi satu, aku tidak bisa merasakan badanku lagi.
Ketika aku terbunuh pada pertarungan terakhir melawan Heathcliff di lantai 75 Aincrad. Aku mengingatnya dengan jelas ketika aku jatuh. Ketika ingatan akan hal itu terputar ulang di dalam kepalaku, perasaan terror yang hebat menyelimutiku.
Tapi tentu saja, kesadaranku tidak terganggu. Apakah aku setengah sadar? Aku pernah merasakan «mati di dalam game», tapi tidak pernah merasakannya lagi setelah masa beta test SAO.
Perasaan ini sangat aneh. Penglihatanku mulai kehilangan warnanya dan memudar menjadi ungu monoton. Di tengah-tengah penglihatanku terdapat huruf-huruf berwarna seperti warna peringatan sistem yang berbunyi [Remaining Revival Time] dengan angka yang terus berkurang di samping kanannya. Di sisi jauh penglihatanku, terlihat para ksatria penjaga yang tampaknya puas setelah membunuhku dan kembali ke kanopi yang berada di atas.
Aku tidak dapat merasakan tangan dan kakiku. Aku tidak dapat bergerak, yang tersisa dari diriku hanyalah bara api dari Remain Light milikku, seperti milik player lain yang kubunuh di dunia ini. Aku tersesat dalam ketidak berdayaan, kesedihan, dan ketidak berhargaan.
Ya - Aku sangat menyedihkan. Mungkin di suatu tempat di dalam hatiku, aku masih merasa bahwa ini hanyalah sebuah game, dan mungkin ini adalah ganjaran karena aku merasa seperti itu. Bagaimanapun juga, kekuatanku hanyalah angka-angka yang berada di data statusku. Namun, diatas batas-batas game, melebihi batas-batasan itu , aku berpikir aku dapat melakukan segalanya.
Aku ingin bertemu Asuna. Aku ingin memeluknya dengan tanganku, untuk melepaskan pikiran dan perasaan ini dan merasa terobati. Tapi saat ini, tanganku tidak dapat mencapainya.
Detik yang ditunjukkan terus berkurang. Aku bertanya-tanya, apa yang akan terjadi ketika detik itu menjadi nol, aku tidak bisa ingat.
Tidak peduli apapun yang terjadi, hanya ada satu hal yang dapat aku lakukan. Aku akan merangkak kembali ketempat ini dan menantang ksatria-ksatria penjaga itu lagi. Tidak peduli berapa kali aku gagal, bahkan jika aku tidak bisa menang - bahkan hingga jiwa ku lelah, sampai aku hilang dari dunia ini - …
Pada saat itu, muncul sebuah bayangan hitam melintasi pandanganku yang melihat kebawah.
Seseorang masuk ke dalam kubah yang terbuka ini dan terbang kearahku dengan kecepatan yang luar biasa.
‘Jangan kesini’, aku berusaha untuk berteriak, tapi suaraku tidak keluar. Melihat ke arah kanopi yang berada diatasku, aku melihat kanopi itu sekali lagi mengeluarkan warna putih dan memproduksi ksatria-ksatria penjaga itu lagi.
Raksasa putih itu berteriak saat mereka melewati sisi ku dan melesat tepat ke arah penyusup itu. Dari pengalamanku sebelumnya, aku sudah tahu bahwa satu orang saja tidak akan bisa menghadapi mereka. ‘Cepat, pergi dari sini’, aku berdoa dengan sungguh-sungguh, tapi bayangan itu melesat cepat tepat kearah ku.
Ksatria-ksatria penjaga yang berada dibarisan depan mulai menggenggam pedang mereka dan turun secara berurutan untuk menyerang. Dengan gerakan yang cepat dan tajam, penyusup itu menghindari serangan mereka, tapi serangan yang tertunda waktu itu akhirnya menyentuh sang penyusup. Badannya yang lemah itu jatuh dan terguling.
Tapi penyusup itu memanfaatkan hal ini untuk maju lebih jauh, menyelinap melewati barisan ksatria-ksatria itu dan terus terbang keatas. Saat penyusup itu sudah mulai mendekati ku, muncul lebih banyak ksatria yang mencoba menghentikannya, dengan berpaduan suara yang aneh, mereka terbang disekitar.
Tangan kanan bayangan itu memegang sebuah Katana, tapi dia hanya menggunakannya untuk bertahan. Menghindari kelompok-kelompok musuh dan menangkis dengan gerakan yang mempesona, dia semakin dekat. Dia terbang mati-matian kesini.
Pada saat dia tiba didepanku, air matanya bertaburan dan kemudian berteriak:
“- Kirito-kun!!”
Dia adalah Lyfa. Gadis Sylph itu kemudian menjulurkan tangannya dan memelukku dengan erat menggunakan kedua tangannya.
Kami berdua sudah sangat dekat dengan gerbang itu, tetapi ksatria-ksatria itu tidak membiarkan kami untuk maju lebih jauh, mereka berkumpul di langit, dan menciptakan tembok tebal berlapis-lapis yang terbuat dari makhluk hidup. Tapi, setelah mengamankanku, Lyfa berbalik dan terbang dengan cepat, kali ini mengarah lurus menuju pintu keluar.
Dari arah belakang, mantra-mantra bagaikan kutukan mulai diucapkan. Seketika, anak-anak panah terbang kemari. Lyfa terbang kesana-kemari, menghindari bidikan musuh, tapi anak panah yang jatuh sangat banyak sehingga tidak mungkin untuk menghindari semuanya. Satu dari anak panah yang banyak itu mengenainya, bahkan Aku merasakan goncangannya.
“Ug...!!”
Lyfa tersedak, tetapi kecepatan menukiknya tidak berkurang sama sekali. Tubuh Lyfa tertusuk anak-anak panah secara berurutan. Dalam pandanganku, HPnya berkurang setengah dengan cepat.
Tidak hanya anak panah cahaya yang mengejar kami. Ada dua ksatria penjaga yang mengejar dengan cepat dan marah. Aku dapat melihat pedang turun dari kiri dan kanan membentuk tanda silang.
Lyfa berputar dengan cepat, menghindari satu pedang, tapi, pedang yang lain mengenainya tepat di punggungnya.
“Ah...”
Lyfa berteriak, kemudian terlempar seperti bola, lalu jatuh ketanah. Setelah melambung beberapa kali, kami meluncur diatas tanah, dan kemudian berhenti. Setelah itu, beberapa ksatria turun untuk memberikan serangan akhir.
Lyfa mendorong tubuhnya keatas dengan tangannya yang bergetaran, dan kemudian mengepakkan sayapnya sekali lagi. Hal itu membuatnya berguling kedepan - cahaya yang terang tiba-tiba memenuhi penglihatanku. Kami berdua sudah ada di depan kubah.
* * *
Berhasil selamat dari situasi yang kritis itu, Lyfa mereganggkan tubuhnya yang kedingin karena rasa takut yang dialaminya diatas jalan berbatu itu. Kemudian berbalik, menyadari waktu yang diberikan untuk menjalani quest tersebut sudah habis, gerbang itu tertutup dan raksasa-raksasa putih didalamnya tetap berdiri dibalik gerbang itu.
Terdapat api kecil yang berkedip-kedip di atas tangannya. Kirito-kun -, Lyfa menangis di dalam hatinya. Tapi tidak ada waktu untuk hanyut dalam perasaan sedih ini. Kemudian dia duduk, dan menyandarkan dirinya pada kaki patung batu besar di depan gerbang, melambaikan tangannya, dia membuka jendela pop-out untuk item.
Karena Lyfa tidak menguasai sihir beratribut air dan beratribut suci, dia tidak dapat menggunakan sihir pembangkit tingkat tinggi. Jadi dia mengubah «Sap of the World Tree» menjadi sebuah item, dan setelah itu mengambil botol biru kecil yang tercipta.
Setelah menyingkirkan jendela pop-out itu, dia membuka sumbat botol biru kecil yang dipegangnya dan memercikkan cairan yang bercahaya itu di atas Remain Light milik Kirito. Sebuah lingkaran sihir tiga dimensi yang mirip dengan lingkaran sihir pembangkit, muncul dalam sekejap. Beberapa detik kemudian, muncul wujud anak laki-laki berbaju hitam.
“...Kirito-kun...”
Sambil duduk, Lyfa memanggil namanya, tersenyum dalam tangisnya. Lalu Kirito berlutut diatas jalan batu itu dengan tersenyum, kemudian meletakkan tangannya diatas tangan Lyfa.
“Terima kasih, Lyfa... Tapi, jangan bertindak gegabah seperti itu lagi. Aku akan baik-baik saja... Aku tidak ingin menyusahkan mu lebih lanjut. “Menyusahkan... aku...”
‘Tidak sama sekali terbebani’, adalah hal yang ingin Lyfa katakan, tetapi Kirito lebih dulu berdiri. Dia berpaling dariku, kemudian mulai berjalan - berjalan ke arah gerbang yang menuju World Tree.
“Ki, Kirito-kun!!”
Lyfa tercengang dengan kagum. Kemudian menempatkan kekuatannya pada kedua kakinya yang bergetar, dan entah bagaimana, dia berdiri.
“Tu, tunggu... Itu mustahil untuk dilewati sendirian.”
“Mungkin begitu... Tapi aku harus pergi kesana...”
Bisik Kirito dengan membelakanginya. Lyfa merasa seperti gambar kaca yang terdesak hingga diambang batas, berusaha keras untuk mencari kata-kata untuk diucapkan. Tapi akhirnya Ia tidak dapat mengucapkan kata-kata yang membakar tenggorokannya. Dengan sekejap Lyfa merentangkan tangannya, dan kemudian memegang badan Kirito dengan erat.
Lyfa merasakan perasaan tertarik yang kuat. Untuk bisa melupakan Kazuto, dia memaksakan hatinya untuk mencintai orang ini, pada saat yang sama, mungkin semuanya akan baik-baik saja, pikirnya.
“Cukup... Hentikan... Kembalilah menjadi Kirito yang biasanya... aku... aku, Kirito-kun...”
Kirito memegang tangan kanan Lyfa dengan lembut menggunakan kedua tangannya. Suara yang tenang tapi kuat, mengalir ke telinga Lyfa.
“Lyfa... Maafkan aku... Jika aku tidak pergi kesana, tidak akan ada berakhir, dan tidak akan ada yang mulai. Aku harus melihatnya, lagi...”
“Melihat... Asuna...”
Sejenak, Lyfa tidak mengerti apa yang didengarkannya. Pikirannya kosong, kemudian gema suara Kirito perlahan-lahan memudar.
“...Tadi... tadi, apa... yang Kamu katakan...?”
Kirito memiringkan kepalanya, terlihat sedikit binggung, kemudian menjawab:
“Ah... Asuna, itu adalah nama orang yang aku cari.”
“Tapi... maksudku, orang itu...”
Lyfa mengambil setengah langkah kebelakang sambil menutup mulutny dengan kedua tangannya.
Pada saat pikirannya sedang membeku, bayang-bayang ingatannya muncul.
Ingatan beberapa hari yang lalu, pada saat dia berlatih dengan Kazuto di dojo.
Ingatan ketika mereka bertemu, Kirito mengalahkan pasukan Salamander di hutan kuno itu.
Kedua orang didalam ingatannya itu, mengayunkan pedangnya dengan tangan kanannya kemudian menyimpannya di punggung mereka setelah bertarung. Dengan menggunakan gerakan yang benar-benar sama.
Setelah mengamatinya lebih lanjut, kedua bayangan itu melebur menjadi satu. Mata Lyfa terbuka lebar, kemudian dari bibirnya yang bergetar, keluar sebuah suara.
“...Apakah Kamu... Onii-chan?”
“Huh...?”
Kirito mendengar kata-kata itu, dan kemudian alis matanya naik karena terkejut. Matanya yang gelap menatap langsung ke mata Lyfa. Cahaya yang megambang di pupil matanya bagaikan bulan yang bergoyang diatas permukaan air, kemudian -
“- Sugu... Suguha...?”
Spriggan yang berpakaian serba gelap itu membisikkan suara yang nyaris tidak terdengar lagi, memanggil nama itu.
Jalan batu itu, tempat di sekeliling Aarun, dan seluruh dunia dengan World Tree seakan runtuh. Lyfa / Suguha melangkah mundur dengan terhuyung-huyung.
Selama berpetualang dengan orang itu beberapa hari lamanya, Lyfa merasa dunia maya itu terkesan lebih hidup. Hatinya sangat senang ketika terbang bersampingan dengannya.
Suguha mencintai Kazuto, Lyfa menyukai Kirito, dia akan berbohong jika dia tidak bilang dirinya merasa tidak bersalah. Namun, Kirito lah yang mengajarkannya bahwa ALfheim bukan hanya pengembangan dari simulator penerbangan virtual yang dipikirkannya selama ini, melainkan sebuah realitas yang baru. Itu kenapa Lyfa dapat merasakan perasaan yang dia punya di dunia ini bukan hanya sekedar data digital, melainkan perasaannya yang sesungguhnya.
Suguha dengan tegas membekukan perasaannya yang menginginkan Kazuto, bahkan dia merasa, rasa sakit yang terkubur jauh di dalam hatinya pun akan terlupakan jika dia tinggal di sisi Kirito. - Memang benar «realita» ini dibentuk oleh jiwa manusia yang «nyata» yang ingin datang ketempat ini, tapi tetap saja hal ini sangat tidak terduga.
“...Kejamnya... Ini sudah keterlaluan, ini...”
Lyfa berbicara seperti orang yang kehilangan kewarasannya sambil menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Dia tidak ingin ada ditempat itu lebih lama lagi, meskipun hanya satu detik lebih lama. Dia berpaling dari Kirito, dan melambaikan tangan kirinya.
Kemudian menyentuh ujung kiri bawah dari jendela yang keluar, dia hampir saja mengabaikan pesan konfirmasi yang keluar, dan akhirnya menekan tombol untuk keluar dari dunia itu. Di bawah kelopak mata yang tertutup itu, muncul warna pelangi yang kemudian memudar, dan meninggalkan kegelapan.
Setelah bangun di tempat tidurnya, hal pertama yang dia lihat adalah langit ALfheim yang berwarna biru. Warna itu selalu membawanya pada perasaan nostalgia dan kerinduan yang dalam, tapi yang ada sekarang hanyalah rasa sakit.
Suguha kemudian melepas Amusphere yang dia kenakan dari kepalanya, kemudian memegangnya di depan kedua matanya.
“U... u...”
Isak tangis yang tidak bisa ditahannya, akhirnya muncul dari dalam tenggorokannya. Kemudian Ia meletakkan sedikit kekuatan pada kedua tangannya, memegang mesin halus yang berhiaskan dua lingkaran. Lingkaran itu melengkung dengan mulus.
Dia bisa saja menghancurkan Amusphere ditangannya dan menutup jalan ke dunia itu untuk selamanya. Akan tetapi, dia tidak bisa melakukannya. Nasib gadis bernama Lyfa, yang berada di sisi dunia itu sangatlah menyedihkan.
Setelah melempar mesin itu ke tempat tidurnya, Suguha berdiri. Dia menapakkan kakinya di lantai, menutup kedua matanya, dan menundukkan kepalanya. Dia tidak ingin berpikir apa-apa untuk sementara waktu.
Kesunyian itu dipecahkan oleh sebuah ketukan yang rendah. Kemudian, dari balik pintu terdengar suara yang berbeda dari suara Kirito, tapi memiliki irama yang sama.
“- Sugu, bolehkah aku masuk?”
“Berhenti!! Jangan buka pintunya!”
Suguha berteriak karena refleks.
“Tinggalkan aku sendiri... untuk sementara waktu...”
“- Apa yang terjadi, Sugu? Aku juga terkejut, tapi...”
Kazuto melanjutkan perkataannya dengan bingung.
“...Jika Kamu marah karena aku menggunakan Nerve Gear lagi, aku minta maaf. Tapi benda itu benar-benar dibutuhkan.”
“Bukan. Bukan tentang itu.”
Setelah beberapa saat, perasaan yang bertentangan menyebar ke seluruh tubuhnya. Dia melompat dari tempat tidurnya, dan kemudian berjalan ke arah pintu.
Dia memutar gagang pintu tersebut dan membuka pintunya, terlihat sosok Kazuto dibaliknya. Matanya dipenuhi oleh kekhawatiran pada saat melihat Suguha.
“Aku... Aku...”
Dia memberitahukan perasaannya, sambil mengeluarkan air mata.
“Aku - menghianati hatiku. Menghianati perasaan ku yang mencintai Onii-chan.”
Akhirnya Suguha bisa berkata ‘cinta’ pada orang yang disukainya secara langsung, tapi seperti ada pedang yang menusuk dada, tenggorokan, dan bibirnya. Sambil merasakan rasa sakit yang membakarnya, Dia melanjutkan perkataannya dengan suara serak.
“Aku pikir aku sudah melupakan semuanya, menyerah, dan mulai mencoba untuk mencintai Kirito. Tidak, aku sudah merasa cukup - tetapi... meskipun...”
“Apa...”
Untuk beberapa detik, Kazuto kehilangan kata-kata, kemudian dia berkata dengan berbisik.
“Cinta... Aku... Tapi, kita kan...”
“Aku tahu”
“...Apa...?”
“Aku sudah tahu semuanya”
‘Aku tidak boleh memberitahukan hal ini’, pikirnya. Tapi dia tidak dapat berhenti. Dengan matanya yang menatap Kazuto dan berisikan perasaannya yang kuat, dia mengucapkan sebuah pernyataan melalui bibirnya yang bergetar.
“Onii-chan dan aku bukan saudara kandung, aku sudah mengetahuinya sejak dua tahun yang lalu!!”
Oh tidak. Ibunya ingin dia menunggu saat yang tepat untuk memberitahukan Kazuto bahwa dia sudah mengetahui hal ini, bukan untuk menggunakannya sebagai senjata untuk perasaanya. Alasan Ibunya meminta dirinya untuk menunggu adalah untuk menggunakan waktu yang ada untuk memikirkan tentang hal tersebut , pikirnya.
“Alasan Onii-chan menyerah dari Kendo dan kemudian menjauhiku, itu semua karena Onii-chan sudah tau ini semua sejak lama bukan? Karena aku bukan adik kandungmu, Onii-chan mulai menjauhi aku kan? Lalu, kenapa Onii-chan sangat baik padaku sekarang!!”
Dia tidak dapat menahannya lagi, tidak peduli seberapa kasar kata-katanya. Secara perlahan mata hitam Kazuto kehilangan ekspresinya pada saat suara Suguha bergema di koridor yang dingin itu.
“Aku... sangat senang ketika Onii-chan kembali dari SAO. Aku senang kita akhirnya dapat kembali ke hubungan kita pada saat kita masih anak-anak. Aku pikir, Onii-chan akhirnya memperhatikanku."
Dia tidak bisa menahannya lagi, akhirnya, air matanya keluar dan jatuh membasahi wajahnya. Suguha mengusap kedua matanya dengan kasar, memaksakan suaranya untuk keluar dari dalam dadanya.
“...Tapi... jika aku tahu hal ini akan terjadi, akan lebih baik jika Onii-chan tetap berprilaku dingin padaku. Jika hal itu terjadi, aku tidak akan menyadari bahwa aku mencintai Onii-chan... Atau mencari tahu mengenai Asuna dan merasa sedih... Lalu aku tidak akan harus mencintai Kirito untuk menggantikanmu!!”
Mata Kazuto terbuka sedikit lebar pada saat mendengarkan kata-kata itu, kemudian dia terlihat kaku. Setelah beberapa detik waktu terasa berhenti, Kazuto menggelengkan kepalanya dan kemudian berkata dengan sedih:
“...Maafkan aku...”
Sejak bangun dua bulan yang lalu, mata Kazuto yang melihat Suguha selalu mempunyai cahaya yang lembut dan mengandung kepedulian, bersinar di dalamnya. Tapi sekarang, cahaya itu meredup dan sebagai gantinya, terlihat kegelapan yang dalam di dalamnya. Suguha dipenuhi rasa sakit yang kuat, hatinya bagaikan di potong dengan pedang yang terbuat dari penyesalan.
“...Tolong, tinggalkan aku sendiri.”
Dia tidak ingin melihat wajah Kazuto lebih lama lagi. Saat sedang dihancurkan oleh rasa bersalah dan benci akan dirinya sendiri, Suguha menutup pintu kamarnya untuk melarikan diri, kemudian mundur beberapa langkah. Tumitnya menyentuh tempat tidurnya, kemudian dia menjatuhkan diri ke atas tempat tidurnya seakan ambruk.
Pada saat Ia meringkuk dengan selimut yang menyelimuti badannya, pundaknya bergetar dengan isak tangis yang menyiksa badannya. Kemudian air matanya mulai jatuh, meninggalkan tanda pada seperai berwarna putih yang menyerapnya.
* * *
Aku berdiri sejenak disana, bersama pintu yang tertutup di depanku.
Kemudian, aku berbalik dan menyenderkan punggungku pada pintu kamarnya, yang kemudian perlahan-lahan meluncur kebawah menuju lantai.
Tuduhan Suguha, bahwa aku menjauhinya karena dia bukanlah adik perempuan ku yang sebenarnya hampir benar. Aku telah mencari di internet mengenai dokumen-dokumen keluargaku, yang hanya aku temukan adalah catatan yang mengatakan dokumen tersebut sudah dihapus, lalu aku bertanya pada ‘orang tua’ku mengenai hal itu. Saat itu aku masih berumur sepuluh tahun. Kemudian aku mulai menjaga jarak dengan Suguha tanpa alasan yang benar-benar jelas.
Pada saat itu, aku tidak mengerti arti dari menjaga jarak dari orang lain.
Aku tidak mempunyai ingatan apapun mengenai kedua orang tuaku yang asli, Kirigaya Minetaka dan Kirigaya Midori memberitahukan kebenarannya padaku, tapi cinta mereka kepadaku tidak berubah, sehingga aku tidak benar-benar terluka. Namun, dalam diriku tertanam bibit perasaan aneh, pada saat bibit itu sudah bertunas, bibit itu sudah tertanam dengan kuat.
Dengan kata lain, seseorang yang bahkan tidak mengetahui kerabatnya, siapakah sebenarnya orang itu? Itu adalah pertanyaanku. Aku mulai berpikir seperti seseorang yang tahu segalanya, bahwa sebuah keluarga terdiri dari satu set kenalan yang memiliki hubungan yang panjang. Aku ingin tahu, akan jadi seperti apakah orang itu. Apakah aku tahu orang yang seperti itu?
Rasa ketidaksesuaian itu menjadi salah satu alasan yang membawaku terjun ke dunia game online. Disana, Avatar-avatar yang bertemu di dalam game, semuanya berbeda. Tidak ada yang benar-benar tahu satu sama lainnya. Atas dasar pemikiran itu, kami berinteraksi satu sama lain, bisa dikatakan dunia itu adalah dunia yang palsu, tapi aku merasa nyaman. Pada saat aku berada di kelas 5 atau 6, aku sudah ketagihan bermain game online, tanpa melihat kesamping, aku tetap berjalan lurus. Akhirnya, aku terperangkap di dalam dunia virtual itu selama dua tahun.
Dunia Sword Art Online bisa dikatakan sebagai semacam utopia untukku, jika tidak ada peraturan kematian disana. Sebuah mimpi dimana aku tidak akan terbangun. Sebuah dunia virtual yang tidak akan pernah berakhir.
Di dunia itu, aku menjadi Kirito, seseorang yang tidak diketahui siapa pun.
Namun, di situasi abnormal permainan internet Full Dive dimana aku tidak bisa log out, tanpa kekuatan aku dituntun ke pada kebenaran yang tak terelakkan.
Apakah dunia itu adalah dunia nyata atau dunia maya, kedua dunia itu pada dasarnya identik satu sama lain.
Karena manusia memahami dunia mereka melalui informasi yang mereka dapatkan melalui 5 indra mereka yang kemudian diproses otak. Alasan yang menyatakan game internet adalah dunia yang palsu adalah Kamu dapat meninggalkannya dengan menekan tombol off pada mesin.
Dunia yang diakui oleh otak kita melalui aliran listrik, dunia dimana Kamu tidak bisa keluar.
Kata-kata itu adalah kata-kata yang mendeskripsikan dunia nyata itu sendiri.
Ketika aku menyadari hal itu, aku akhirnya menyadari kekosongan pertanyaan yang membuatku bingung sejak umurku sepuluh tahun. Mengkhawatirkan orang lain adalah sesuatu yang tidak berarti. Hal yang dapat Kamu lakukan adalah mempercayai apa yang Kamu lihat, dan menerimanya. Seseorang yang aku akui adalah seseorang yang nyata.
Dari balik pintu tempat aku bersender, terdengar isak tangis Suguha.
Ketika aku kembali ke dunia nyata, aku sangat senang pada saat aku melihat wajahnya. Aku ingin memperpendek jarak yang aku buat dulu karena pertanyaanku yang sama sekali tidak berarti, kami akan membangun ikatan kami kembali, aku ingin mendekatinya karena aku ingin.
Namun, sepertinya Suguha menyadari sesuatu yang baru dariku selama dua tahun terakhir ini. Dia sudah tahu bahwa kakak laki-lakinya ternyata adalah sepupunya, dan mungkin mencoba memperdekat jarak yang aku tempatkan diantara kami berdua. Aku yang berpikir bahwa dia masih belum mengetahui kebenarannya, tidak dapat menyadari perasaannya.
Kepada Suguha, aku sudah memperlihatkan perasaanku terhadap Asuna berkali-kali. Aku menangis memikirkan Asuna di depannya. Tidak sulit untuk membanyangkan seberapa dalam aku telah menyakiti Suguha.
Tidak, tidak hanya itu.
Mungkin alasan Suguha yang gagap teknologi komputer, mulai bermain game VRMMO adalah aku. Untuk mengetahui duniaku, Suguha terjun kedalam dunia virtual, dan menuntun dirinya yang lain. Lyfa, orang yang berkali-kali menolongku di ALfheim - sebenarnya adalah Suguha.
Yui membuat hipotesis, bahwa alasan aku bertemu dengannya pada saat baru pertama kali login adalah karena ada seseorang di lingkunganku yang terhubung ke ALO pada saat yang sama denganku. Karena kami bermain bukan dari lingkungan yang sama, melainkan dari rumah yang sama, alamat IP global kami identik. Jadi, setelah aku bertemu Lyfa, satu-satunya yang ada di dalam kepalaku adalah Asuna, dan kemudian aku menyakiti Lyfa sama seperti aku menyakiti Suguha.
Aku menutup mata ku dengan erat, sampai dimana pada saat aku membukanya, mataku akan mengeluarkan suara, kemudian berdiri dengan seluruh kekuatan dikakiku.
Sekarang, aku akan melakukan apa yang dapat kulakukan untuk Suguha. Ketika kata-kata tidak cukup untuk mengungkapkan sesuatu, ulurkanlah tanganmu, banyak orang mengajariku hal itu dengan sepenuh hati di dunia SAO.
* * *
Suara ketukan yang keras terdengar di pintu, menarik Suguha keluar dari keadaannya. Lalu meringkuk karena refleks.
Dia ingin berteriak, ’Jangan buka pintunya’, tapi yang keluar dari tenggorokannya hanyalah suara yang tidak jelas. Namun, Kazuto mulai berbicara tanpa memutar kenop pintu itu.
“Sugu... Aku akan menunggumu di atas beranda di sisi utara Aarun.”
Itu adalah suara yang tenang, dan lembut. Dia merasa Kazuto sudah bergerak dari depan pintu kamarnya. Setelah terdengan suara pintu terbuka, kemudian tertutup diseberang lorong, muncul kesunyian.
Suguha memejamkan matanya rapat-rapat kemudian meringkuk lagi. Air matanya mulai berjatuhan lagi, membuat suara tetesan.
Suara Kazuto tidak sedikitpun terguncang. Apakah Kazuto sudah menelan bulat-bulat kata-kata kasar yang dia hujankan padanya?
‘- Dia sangat kuat, kakak laki-lakiku. Aku tidak bisa menjadi sekuat dirinya...”
Sambil membisikan kata-kata itu di hatinya, dia mengingat malam beberapa hari yang lalu.
Malam itu, Kazuto seperti dirinya sekarang, meringkuk diatas tempat tidurnya. Berpikir hal yang sama, berpikir mengenai orang yang dicintainya tetapi tidak dapat diraihnya. Bagaikan seorang anak yang tersesat.
Hari berikutnya dia bertemu Kirito. Pada saat itu, Kazuto sudah tahu, bahwa pada saat badan Asuna tertidur, kesadarannya ada di ALfheim - di World Tree yang menjulang tinggi ke atas. Dia melemparkan dirinya kedalam dunia virtual lagi. Menghapus air matanya, kemudian memegang pedang dengan tangannya.
- Pada saat itu, dia berkata semoga beruntung kepada anak laki-laki itu. Dia memberitahukan anak laki-laki itu untuk tidak menyerah. Namun, dirinya sendiri terus-menerus menangis seperti ini...
Suguha membuka matanya dengan perlahan. Sebuah mahkota mulia berbentuk bundar diletakkan di depannya.
Dia mengambilnya kemudian mengenakan mahkota itu di kepalanya.
Sinar matahari tumpah dari langit yang setengahnya dipenuhi awan dan menyinari jalan-jalan kuno Aarun dengan lembut.
Melihat kesekitar tempat dia login, sosok Kirito tidak dapat ditemukan. Dengan memeriksa peta yang ada, dia dapat melihat dirinya berada di alun-alun selatan di luar kubah World Tree, di sisi utara, terdapat beranda besar yang sepertinya digunakan untuk acara-acara atau event. Dia mungkin sedang menunggu Lyfa disana.
Meskipun dia sudah datang kesini, dia masih takut untuk bertemu Kirito. Dia tidak tahu apa yang ingin dia katakan atau apa yang ingin didengarnya. Setelah berjalan beberapa langkah dengan putus asa, Lyfa duduk di kursi yang berada di pinggiran alun-alun itu.
Dia tidak yakin sudah berapa lama dia duduk dengan kepala tertunduk. Tiba-tiba, ada seseorang yang mendarat didepannya. Tubuhnya menjadi tegang karena refleks dan kemudian menutup kedua matanya.
Namun, orang yang memanggil namanya itu adalah orang yang tidak diduga-duga.
“Akhirnya... Aku mencarimu dari tadi, Lyfa-chan!”
Sebuah suara yang akrab, ceria, tapi tidak dapat diandalkan bergema. Dia mengangkat kepalanya dengan tercengan, di depannya, berdiri sosok seorang anak laki-laki Sylph yang mempunyai rambut berwarna kuning kehijauan.
“...R,Recon!?”
Melihat wajahnya yang tak terduga ini, Lyfa lupa akan segala rasa sakit yang dia rasakan, dan bertanya kepadanya, kenapa dia ada disini. Recon menempatkan kedua tangannya di atas pinggulnya, membusungkan dadanya lalu berkata:
“Jadi, setelah Sigurd pergi, status paralysis ku memudar, jadi aku membunuh 2 player Salamander itu dengan racun, kemudian melarikan diri dari jalur air bawah tanah itu. Aku berencana membunuh Sigurd dengan menggunakan racun, tetapi dia tidak ada di ibukota Sylph, jadi aku memutuskan untuk pergi ke Aarun. Aku kesini melewati pegunungan, melatih monster-monster agresif yang ada dengan player di tengah jalan, dan akhirnya aku sampai di Aarun pagi ini. Perjalanan itu memakan waktu semalaman penuh.”
“...Kau, itu benar-benar murni MPK”
“Jangan khawatir dengan rincian kecilnya untuk saat ini!”
Recon tidak peduli dengan kata-kata Lyfa yang menuduhnya, dia terlihat senang, kemudian dia duduk disamping Lyfa. Dia bingung melihat Lyfa yang sendirian, setelah melihat kesekitar, bertanya:
“Apa yang terjadi dengan Spriggan itu? Apakah Kamu membubarkan Partymu?”
“Sebenarnya...”
Mencari kata-kata yang tepat untuk diucapkan, Lyfa menjadi gelisah, kemudian menggeser pinggulnya dengan tidak menentu. Namun, seperti ada gumpalan rasa sakit di dalam dadanya, dan tidak ada alasan yang cakap muncul di pikirannya. Ketika dia sadar, dia sudah mengatakan apa yang tertimbun di dalam hatinya.
“...Aku, sudah mengatakan sesuatu yang buruk kepada orang itu... Meskipun aku mencintainya, aku mengatakan hal-hal yang harusnya tak kuucapkan untuk menyakitinya... aku, bodoh...”
Air matanya hampir tumpah lagi, tetapi Lyfa berusaha mati-matian untuk menahannya. Recon / Nagata hanyalah teman sekelasnya, diatas semua itu, ini adalah dunia virtual, dia tidak ingin emosinya membuat Recon bingung. Jadi Ia berbalik dengan cepat kemudian berbicara dengan cepat.
“Aku minta maaf, karena mengatakan hal yang tidak-tidak. Tolong lupakan apa yang aku katakan. Aku tidak akan bertemu orang itu lagi... Ayo kita pulang, ke Sylvain.”
Meskipun dia ingin kabur di dunia ini, di dunia nyata, fakta bahwa Ia hanya terbaring beberapa meter darinya tidak terbantahkan. Tapi dia masih takut untuk bertemu Kirito. Dia akan kembali ke Sylfain tanpa pergi ketempat pertemuannya, kemudian setelah mengucapkan selamat tinggal kepada teman-teman dekatnya di dunia ini, dia akan membuat «Lyfa» tidur selamanya, pikirnya.
Setelah menentukan apa yang ingin Ia lakukan, Lyfa melihat keatas dan melihat wajah Recon. Dia sangat terkejut dan tidak sengaja bersandar pada kursi.
“A...Apa!?”
Wajah Recon memerah semerah tomat, matanya terbuka lebar, mulutnya terbuka dan tertutup tanpa mengeluarkan kata-kata. Untuk beberapa saat, dia bertanya-tanya apakah ada yang menggunakan sihir penyesak nafas beratribut air pada saat itu, Lyfa lupa bahwa mereka sedang ada di tengah kota. Pada saat itu, tiba-tiba Recon bergerak dengan kecepatan yang hebat, meraih tangan Lyfa, dan meletakkannya di atas dadanya.
“Ad- Ada apa!?”
“Lyfa-chan!”
Player-player disekitar melihat kearah mereka setelah mendengarkan suaranya yang kencang. Dia terus menjulurkan lehernya sambil bergerak mendekati Lyfa yang sedang menyender sampai batas.
“Ly, Lyfa-chan Kamu tidak boleh menangis! Jika Kamu tidak selalu tersenyum, maka Kamu bukanlah Lyfa-chan! Aku, aku akan selalu ada di sampingmu... Di dunia ini maupun di dunia nyata, aku tidak akan meninggalkan mu sendirian... Aku, aku, aku cinta kamu Lyfa-chan... Suguha-chan!”
Setelah berbicara terus-terusan seperti keran air yang rusak, dia memajukan kepalanya tanpa menunggu jawaban Lyfa. Terdapat cahaya aneh yang bersinar di matanya yang biasanya malu-malu, bibirnya mengembang di bawah hidung yang tampak membengkak pada saat dia mendekati Lyfa.
“Ah, itu, tungg...”
Penyergapan dan serangan kejutan adalah kemampuan yang dikuasai Recon, Lyfa terkejut dan badannya menjadi tegang karena kata-kata dan tindakan yang tidak terduga itu. Recon menyandarkan badannya untuk menutupi Lyfa, Lyfa yang berdiam diri seakan menyetujui tindakannya itu, kemudian dia terus mendekati Lyfa.
“Hei... tunggu...”
Lyfa kembali sadar setelah merasakan nafas Recon di wajahnya, kemudian dia mengepalkan tangan kirinya.
“Aku bilang.. tunggu!!”
Sambil berteriak, Lyfa memutar tubuhnya dan menghantam solar plexus milik Recon dengan pukulan yang kuat.
“Guhoo!!”
Karena ini terjadi di dalam kota, maka tidak ada damage yang diterima, tetapi efek terpukul mundur masih dapat dirasakan, badan Recon melayang setinggi satu meter di udara, kemudian jatuh kembali ke bangku itu. Dia mengeluarkan suara kesakitan sambil memegangi perutnya dengan kedua tangan miliknya.
“Uguguguuuu... K, Kejamnya, Lyfa-chan!!”
“Siapa suruh!! Tiba-tiba mengatakan sesuatu yang sangat bodoh!”
Lyfa merasa mukanya menjadi panas dan kemudian berdiri. Wajahnya menyala panas seperti nafas naga yang bercampur dengan rasa marah dan malu saat dia menyadari bibirnya hampir saja dicium. Sekarang dia mengangkat Recon melalui kerah bajunya, dan kemudian meninjunya beberapa kali dengan tangan kanannya.
“Uge! Ugee! M, maaf, aku minta maaf!!”
Recon terguling jatuh dari bangku itu, dan kemudian memegang badannya dengan tangan kanannya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Lyfa menurunkan kuda-kuda serangannya, dan kemudian duduk bersila diatas bangku, dan menundukkan kepalanya.
“Oh.... Anehnya... aku pikir, setelah semua yang terjadi, yang tersisa ialah apakah aku mempunyai keberanian untuk menyatakan cintaku atau tidak...”
“...Kenapa kamu...”
Lyfa kagum, dan kemudian berkata jujur dengan nada yang cocok.
“...Apa kamu benar-benar bodoh.”
“Ugu...”
Melihat wajah Recon yang terluka seperti anak anjing yang baru saja dimarahi, Lyfa tertawa dengan takjub. Dengan campuran nafas dan tawa, Lyfa merasa ada hal lain yang ikut keluar. Pada saat yang sama, dia merasa beban di hatinya menjadi lebih ringan.
Aku rasa selama ini aku terus memendam semuanya sampai sekarang, pikirnya. Merasa takut dia akan terluka, dia mengatupkan giginya dan menanggung semuanya. Oleh karena itu, dia terbanjiri oleh emosinya yang meluap-luap, dan akhirnya melukai orang yang dicintainya.
Dia mungkin sudah terlambat - tapi paling tidak dia ingin jujur kepada dirinya sendiri. Pundak Lyfa menjadi santai pada saat dia memikirkan hal itu, kemudian dia melihat ke arah langit, kemudian berkata:
“- Tapi, aku tidak membenci sisi dirimu yang seperti ini.”
“Apa!? Benarkah, benarkah!?”
Recon meloncat ke atas bangku itu, dan mencoba meraih tangan Lyfa tanpa belajar dari kesalahannya.
“Jangan senang dulu!”
Lyfa menarik tangannya, kemudian terbang ke langit.
“- Sesekali, aku akan mencoba belajar darimu. Tunggu disini sebentar.- Jika kamu mengikutiku, maka Aku akan memberikan ganjaran yang lebih besar!”
Lyfa menjuruskan tinju tangan kanannya ke arah muka Recon dengan kencang, kemudian membukanya dan melambaikan tangan, kemudian berbalik. Dia mengepakkan kedua sayapnya dengan kuat, kemudian terbang menuju World Tree.
Sebuah beranda yang luas terlihat setelah terbang di sekitar World Tree selama beberapa menit. Sepertinya tempat itu sering digunakan sebagai tempat pasar loak dan terkadang tempat acara Guild, tapi hari ini tempat itu sama sekali kosong. Sisi utara Aarun tidak mempunyai bangunan-bangunan berarsitektur hebat, sehingga tidak terlihat turis sama sekali disini.
Ada bayangan hitam seseorang yang berdiri di tepian jalan yang berada ditengah-tengah teras itu. Orang itu memiliki sayap abu-abu yang tajam, dan membawa pedang besar yang terikat di punggungnya.
Lyfa menarik nafas dalam-dalam, kemudian mendarat didepannya dengan tekad yang bulat.
“...Hai.”
Kirito melihatnya dengan sedikit tegang, dan dengan senyum santai miliknya yang biasa, kemudian menyapanya dengan singkat.
“Maaf membuatmu menunggu.”
Lyfa juga membalas dengan tersenyum. Keheningan yang ada bertahan selama beberapa detik. Hanya ada suara angin yang berhembus di antara mereka berdua.
“Sugu...”
Kirito akhirnya membuka mulut. Dia mempunyai mata yang serius. Lyfa mengangkat tangannya dengan lembut dan menyela Kirito sebelum Kirito selesai berbicara. Lyfa mengepakkan sayapnya sekali, dan mundur satu langkah.
“Onii-chan, ayo kita bertanding. Bertanding sebagai lanjutan dari pertarungan kemarin.”
Lyfa meraih katananya selagi dia berbicara, dan Kirito menatapnya dengan mata terbuka sedikit lebar. Mulutnya bergerak, seakan ingin mengatakan sesuatu, tapi kemudian berhenti.
Kirito melihatnya dengan mata hitam yang sama dengan mata yang dimilikinya di dunia nyata, setelah beberapa detik, Kirito menganggukkan kepalanya. Dia juga mulai mengepakkan sayapnya, kemudian membuat jarak di antara mereka berdua.
“- Baiklah. Aku tidak akan mengalah kali ini.”
Kirito membalasnya dengan tersenyum, kemudian menggerakkan tangannya untuk meraih pedang di punggungnya.
Mereka berdua menarik pedangnya masing-masing disaat bersamaan. Suara keren dua pedang besi yang ditarik bertindihan satu sama lain. Lyfa memegang katananya dengan
middle stance favoritnya, menatap lurus kearah Kirito. Kirito menundukkan badannya, dengan kuda-kuda yang rendah pedangnya menyentuh tanah. Cara yang digunakannya sama seperti hari itu.
“Kamu tidak perlu berhenti sebelum memukul.- Ayo kita mulai!!”
Lyfa menendang tanah pada saat dia berbicara.
Aku melihat jarak di antara kami memendek dalam sekejap - pikir Lyfa. Hari itu, ketika kami berlatih, aku berpikir bahwa kuda-kuda yang digunakan Kazuto tidak masuk akal, tapi kuda-kuda itu adalah kuda-kuda yang diasanya di dunia virtual. Kazuto mempelajarinya dari pengalaman selama dua tahun bertarung dengan pedang sungguhan, dengan mempertaruhkan nyawanya.
Dia berpikir dengan serius, bahwa dia ingin mengerti untuk pertama kalinya. Apa yang dilihat Kazuto disana, apa yang dipikirkannya, bagaimana dia hidup di dunia yang dibenci itu, di dalam game kematian, dia ingin tahu semuanya.
Lyfa mengangkat tinggi pedangnya, kemudian memotong lurus kebawah. Di Sylvain, sering dikatakan bahwa serangan Lyfa tidak dapat dihindari, tapi Kirito tampak bergerak seperti aliran udara, bergeser sedikit, dan menghindarinya. Tepat setelah itu, muncul pedang besar dengan gerakan memutar. Lyfa menarik kembali katananya dan menghadang pedang itu, tapi kedua tangan mereka terkejut karena hantaman yang kuat itu.
Mereka berdua menggunakan pantulan senjata mereka untuk menendang tanah, kemudian mengepakkan sayap mereka masing-masing. Mereka berdua terbang memutar seperti helix dengan cepat, pedang mereka bentrok satu sama lain pada saat mereka bertemu. Efek suara dan cahaya bagaikan ledakan menggelegar di udara, seakan menggetarkan dunia.
Lyfa tidak dapat menahan dirinya melihat gerakan Kirito dengan kagum, baik sebagai juara kendo maupun sebagai seorang peri swordswoman. Tidak ada gerakan yang berlebih, seperti tarian serangan berkesinambungan dan bertahan yang indah.
Lyfa merasa dirinya berada diatas batas yang pernah di rasakannya pada saat menjadi satu dengan irama milik Kirito, dan terus mengayunkan pedangnya. Setelah memikirkannya lagi, dari semua duel yang dilakukannya di dunia ini, tidak sekalipun dia pernah merasa puas seperti ini. Lyfa pernah kalah sebelumnya, entah karena serangan tak terduga senjata lain ataupun karena sihir, tetapi dia tidak pernah sekalipun dalam pertarungan pedang yang murni
Pendekar pedang yang bosan itu akhirnya bersuka cita pada saat menghadapi orang yang ia cintai lebih dari apapun. Dia berpikir, meskipun hati mereka berdua tidak akan bersilangan lagi, hal ini sudah cukup baginya. Tanpa Lyfa sadari, air matanya mulai terbentuk di sudut-sudut matanya.
Seperti waktu-waktu sebelumnya dimana pedang mereka berdua bertemu pada pertempuran mereka yang hebat, Lyfa terdorong kebelakang, kali ini dia menambah kekuatan sayapnya dan kemudian membuat jarak yang lebar di udara diantara mereka. Sayapnya mengembang, dia melayang ditempat itu, kemudian mengangkat pedangnya setinggi yang dia bisa.
Ini akan menjadi pukulan terakhir yang menentukan pertarungan kita, Lyfa mengekspresikan perasaannya ini kepada Kirito. Kirito pun bersiap-siap, dia memegang pedangnya jauh dibelakang tubuhnya.
Pada saat ini, kesunyian yang ada bagaikan permukaan air yang tenang.
Air mata mulai mengalir turun menuruni wajah Lyfa, kemudian menetes jatuh, menyebarkan riak dalam kesunyian. Kemudian kedua orang itu bergerak pada waktu yang sama.
Dia terbang dengan terbakar, udara disekitarnya memanas pada saat Lyfa melewatinya. Katananya membuat lengkungan cahaya yang terang di langit. Dia melihat di depannya, Kirito melakukan hal yang sama. Kelap-kelip cahaya putih keluar dari pedangnya pada saat pedang itu membelah langit.
Pada saat katananya dipegang diatas kepalanya, dia melepas kedua tangannya.
Pedang yang kehilangan pemiliknya itu menjadi panah cahaya dan terbang tinggi di langit. Lyfa mengabaikannya dan kemudian merentangkan kedua tangannya, bersiap menerima pedang Kirito.
Hal ini tidak akan membuat Kirito / Kazuto puas akan pertarungan mereka. Namun, Lyfa / Suguha tidak dapat memikirkan cara lain untuk meminta maaf, atas perkataan bodohnya menyakiti hati Kirito.
Paling tidak, aku dapat menyerahkan tubuh ini yang sebenarnya adalah diriku yang lain kepada pedangnya, pikir Lyfa.
Dengan tangannya yang terbuka lebar, matanya yang setengah tertutup, Lyfa menunggu saat-saat itu.
Namun - Cahaya putih itu perlahan meleleh dan hilang, Kirito terbang kemari, tapi kedua tangannya tidak memegang pedang, sama sepertiku.
“...!?”
Lyfa membuka kedua matanya karena terkejut. Di pinggir penglihatannya, dia bisa melihat pedang besar Kirito berputar menjauh, sama seperti pedang miliknya. Pada saat yang sama Lyfa melepaskan pedangnya, Kirito juga melempar pedangnya.
Kenapa - dia bahkan tidak mempunyai waktu untuk berpikir pada saat mereka berdua bertemu di tengah udara. Sama dengannya, Kirito juga merentangkan tangannya, mereka berdua bertabrakan, dan tabrakan itu membuatnya berhenti bernafas saat dia secara tidak sadar berpegang erat pada Kirito.
Hal itu tidak menghabiskan energi inertial mereka, mereka berputar di udara, ketika kedua orang itu seperti menjadi satu. Langit yang biru dan pepohonan hijau melintasi penglihatan mereka pada saat mereka berputar-putar.
“Kenapa -”
Lyfa mengatakan hal itu. Dari jarak yang sangat-sangat dekat Kirito menatapnya dan kemudian berbicara.
“Kenapa -”
Hening, kedua mata itu masih bertemu, mereka berdua terus berputar karena inertia yang terdapat di udara ALfheim. Setelah beberapa lama, Kirito mengembangkan sayapnya, menghentikan putaran dan mengontrol posisi mereka berdua, kemudian membuka mulutnya.
“Aku - ingin minta maaf kepada Sugu - Tapi... aku tidak dapat menemukan kata-kata yang tepat... aku pikir paling tidak aku dapat menerima pedangmu...”
Tiba-tiba, Lyfa dapat merasakan kedua tangan Kirito yang memeluknya dengan lebih erat.
“Maafkan aku... Sugu. Setelah akhirnya aku kembali.. aku, tidak benar-benar menyadarimu. Aku terobsesi dengan masalahku sendiri... aku tidak dapat mendengar apa yang kamu katakan. Maaf...”
Air mata Lyfa meluap pada saat kata-kata itu memasuki telinganya.
“Aku... Aku lebih...”
‘Lebih dari itu’ tidak menjadi kata-kata yang dapat diucapkannya. Dia membenamkan wajahnya di dada Kirito dan menangis dengan keras.
Tampaknya butuh waktu yang sangat lama untuk mereka berdua mendarat dengan perlahan di atas rumput. Lyfa terisak-isak sepanjang waktu, Kirito dengan lembut menepuk kepalanya, dan beberapa menit kemudian, mulai berbicara dengan suara yang lembut.
“Aku... sebenarnya, masih belum kembali dari dunia itu. Aku masih belum menyelesaikannya. Hidupku yang nyata masih belum bisa dimulai hingga dia membuka matanya... Jadi, untuk sekarang, aku masih belum yakin untuk menyelesaikan segala sesuatu dengan Sugu...”
“...Ok.”
Lyfa menganggukkan kepalanya dengan pelan, dan kemudian berbisik.
“Aku, akan menunggu. Menunggu waktu Onii-chan akan benar-benar kembali kerumah. ...Jadi, aku akan membantu. Jelaskan padaku, mengenai orang itu... Kenapa, Onii-chan datang ke dunia ini...”
Bab 8
Bagian 1
Setelah dengan susah payah berusaha mengambil kedua pedang yang terhempas ke udara, Kirito dan Lyfa mendarat di depan dua patung yang berjaga di depan gerbang. Recon, yang secara tak terduga sepertinya terus menunggu diam-diam, menyerbu kearah mereka. Melihat seorang Sprigan hitam di samping Lyfa, ekspresinya berubah dan dia menoleh ke arah Lyfa sambil mengusap-usap lehernya.
“Well… bagaimana jadinya?”
Lyfa membalas sambil tersenyum manis:
“Kita akan menyerang World Tree. Kau, aku, dan orang ini, kita bertiga.”
“Be, begitu…Hei… Apa!?”
Lyfa menepukkan satu tangannya ke pundak Recon yang wajahnya berubah pucat dan dia mundur, mengatakan ‘Ayo bekerja keras, lalu berbalik untuk melihat ke pintu batu yang besar. Berdiri diantara kedua patung Lyfa menyadari keduanya seperti mengeluarkan udara dingin, seakan melarang bagi mereka yang ingin masuk.
Mereka mempertimbangkan untuk menyerangnya, tapi kalau boleh jujur setelah melihat seseorang dengan kekuatan seperti Kirito dikalahkan dengan telak oleh ksatria-ksatria penjaga, tambahan sebanyak 2 orang tidak akan begitu merubah hasil akhirnya. Lyfa melirik singkat ke Kirito disebelahnya – dia memperlihatkan ekspresi yang sangat serius, mulutnya tertutup.
Kirito mendongak, terlihat sedang memikirkan sesuatu.
“Yui, apa kau disana?”
Sebelum kata-katanya selesai, partikel cahaya di udara mulai berkumpul dan seorang pixie kecil manis yang familiar muncul. Kedua tangannya pada pinggang, ia cemberut marah. “Oh, lambat! Kalau Papa tidak memanggilku, aku tidak bisa muncul!”
“Maaf, maaf. Aku sedikit sibuk.”
Dengan senyuman pahit Kirito mengulurkan tangan kirinya dan sang pixie duduk di atasnya dengan serius. Recon mengulurkan lehernya dengan kecepatan yang luar biasa untuk melihat pixie itu, seakan-akan dia ingin melahapnya.
“Wow, i-ini Private Pixie!? Ini pertama kalinya aku melihatnya!! Oh, luar biasa, manis banget!!”
Mendengar ini, mata Yui membesar dan ia mundur.
“A, apa-apan sih orang ini?!”
“Hei, kau membuatnya takut.”
Lyfa memegang telinga Recon dan menariknya menjauh dari Yui.
“Jangan hiraukan orang ini.”
“…A, ah.”
Kirito berdiri disitu kebingungan oleh adegan didepannya. Dia mengedipkan matanya dua, tiga kali menatap Yui lagi.
“- Jadi, apa kau mempelajari sesuatu dari pertarungan sebelumnya?”
“Iya.”
Yui memperlihatkan ekspresi sungguh-sungguh di wajahnya yang cantik sembari mengangguk.
“Monster-monster penjaga itu, sementara Health dan STR -nya tidak begitu tinggi, pola spawning mereka tidak normal. Kecepatan spawn-nya meningkat sebanding dengan kedekatan jarak dengan gerbang dalam dan saat kau sampai di depan gerbang mereka akan muncul dengan kecepatan dua belas monster per detik. Itu… ini diatur pada tingkat kesulitan yang mustahil untuk ditangkap…”
“Hmm.”
Kirito mengerutkan dahinya, dan mengangguk setuju.
“Aku tidak menyadarinya karena para penjaga masing-masing tidak begitu kuat, tapi kalau kau melihatnya sebagai sebuah kesatuan mereka adalah bos yang tidak terkalahkan. Ini didesain untuk mengipasi semangat penantang, untuk mempertahankan ketertarikan mereka sampai akhirnya mereka menyerah. Benar-benar sulit…”
“Tapi kalau dipikirkan, keahlian skill Papa yang luar biasa juga sama. Dengan kekuatan yang dahsyat itu penerobosan singkat merupakan hal yang mungkin.”
“………”
Kirito diam dalam berpikir untuk beberapa saat, lalu dia mengangkat kepalanya dan menatap Lyfa.
“…Maaf. Sekali lagi saja, bisakah kau menolongku dengan permintaan egoisku? Walau aku mengerti ini mungkin mustahil, aku ingin mengumpulkan lebih banyak orang atau mencari cara lain. Tapi… firasatku mengatakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Aku kehabisan waktu…”
Lyfa mendengarnya dan untuk beberapa saat berpikir untuk mengirimkan pesan ke kediaman penguasa Sylph di ibukota, Sylvain, meminta Sakuya apakah ia dapat mengirimkan pemain-pemain berlevel tinggi untuk datang sebagai bala bantuan.
Tapi segera setelah Lyfa menggigit bibirnya karena menyerah atas ide tersebut, pikirannya kembali ke pagi itu, dalam Jötunheimr. Mengingat insiden dengan kelompok Undine mengembalikannya pada akal sehatnya. Mereka memprioritaskan efisiensi dan keamanan, dan mereka menyerang evil-god yang tidak melawan tanpa mempertimbangkan permintaan Lyfa.
Tentu saja, Sakuya adalah seorang teman dan tidak akan berpikir senada dengan para Undine. Tapi Sakuya adalah seorang pemimpin yang memiliki tanggung jawab yang besar. Pada situasi-situasi tertentu dia akan membiarkan keputusan-keputusan yang wajar mempertimbangkan seluruh ras mengungguli perasaannya. Meskipun dia akan menantang World Tree suatu hari nanti, itu hanya akan terjadi setelah menghabiskan waktu yang cukup untuk persiapan penuh. Jika Sakuya mendengarkan permohonan pertolongan Lyfa, dia mungkin tidak akan datang mengetahui itu akan berarti pembinasaan total pasukannya.
Setelah keheningan yang singkat Lyfa mengangkat wajahnya dengan suara yang cerah dan berkata:
“OK. Ayo kita lakukan yang terbaik. Aku kan melakukan apapun yang kubisa… terus, orang ini juga.”
“Eh, apa…”
Membuat suara seperti itu, Lyfa menyodok Recon dengan sikutnya, alisnya yang selalu terlihat seperti orang kesusahan memberengut sampai batasnya. Lalu mengatakan “Lyfa-chan dan aku adalah sama, tubuh dan pikiran.”, dan hal lain, lalu akhirnya mengangguk setuju. Gerbang batu terbuka dengan suara gerumuh rendah yang terdengar seperti datang dari dasar jurang dan afmosfir yang berat, dan mengerikan keluar dari sisi lainnya, yang menyebabkan Lyfa mengepakkan sayapnya ringan. Sebelumnya saat ia terbang masuk begitu saja untuk menolong Kirito, ia tidak menyadari atmosfir yang meluap-luap ini, tapi sekarang menghadapi gerbang batu itu, ia merasakan tekanan psikologis yang kuat.
Akan tetapi, hatinya secara tidak biasa sangat tenang.
Saat ini rasanya seperti berada di tengah badai. Baik di dunia nyata ataupun dunia maya, semuanya berubah dengan suara yang gemericik dan mengalir. Dia tidak mengetahui kemana ia akan dibawa dalam aliran yang deras ini; yang bisa ia lakukan hanyalah mencoba mencapai cahaya yang ada dikejauhan.
Mengikuti Kirito, Lyfa dan Recon menghunuskan pedang mereka. termasuk Yui, mata keempat orang bertemu dan meraka menaikkan sayap mereka bersamaan.
“…Ayo!”
Dengan teriakan Kirito mereka semua bertolak dari tanah, memasuki ruangan yang membulat.
Seperti yang diputuskan sebelumnya, Kirito mulai mencoba mencapai gerbang dan berada di tengah ruangan berakselerasi dengan kecepatan luar biasa. Lyfa dan Recon tetap berada di dekat lantai dan mulai membaca mantra penyembuhan.
Dari pancaran cahaya di kanopi raksasa-raksasa putih terbentuk dari cairan kental yang menetes-netes. Mereka menyerbu Kirito dengan sebuah teriakan yang berani dan aneh. Saat barisan depan ksatria penjaga dan Kirito terlihat bertemu, sebuah kilatan cahaya dan ledakan yang menderu diseluruh ruangan.
Beberapa raksasa terpotong-potong dengan satu tebasan dan terpencar ke semua penjuru. Melihat pemandangan seperti itu, Recon berbisik di sebelah Lyfa.
“…Luar biasa.”
Itu memang kekuatan pedang pada level yang mengerikan. Meskipun begitu, menyaksikan adegan Kirito bertarung dengan monster dalam jumlah besar mengirimkan rasa dingin ke bawah tulang belakangnya.
Jumlah musuh terlalu banyak. Banyaknya jumlah ksatria penjaga yang turun dari kanopi yang seperti jala merupakan situasi yang melebihi keseimbangan permainan. Walau dalam dungeon dunia bawah tanah paling buruk, Jötunheimr, spawning rate monsternya masih lebih bisa diatasi daripada ini.
Para ksatria penjaga mengelompok dengan rapat, mengeluarkan pita-pita bergelombang untuk menyerang Kirito. Serangkaian kilatan muncul di atas, dan setiap waktu tubuh sebuah ksatria tercerai-berai cahaya menari seperti salju. Akan tetapi, setiap satu dihancurkan tiga yang lain akan muncul.
Saat Kirito sudah setengah jalan menuju pintu di atas ruangan, HP Bar-nya hanya berkurang 10 persen. Lyfa dan Recon melepaskan matra penyembuhan yang telah mereka siapkan dan dimasukkan dalam keadaan siap. Tubuh Kirito diselubungi oleh cahaya biru dan health-nya kembali penuh.
-Tapi.
Sebuah hal yang buruk terjadi pada waktu yang bersamaan.
Sekelompok ksatria penjaga yang terbang rendah berbalik ke arah Lyfa dan Recon dengan teriakan yang ganjil.
“Ua…”
Recon mengeluarkan suara gelisah.
Lyfa merasakan dibalik topeng-topeng kaca ksatria-ksatria penjaga berfokus pada mereka. ia secara tidak sadar mengepitkan giginya dengan rapat.
Untuk menghindari dijadikan sebagai target, Lyfa dan Recon hanya menggunakan sihir untuk menyembuhkan Kirito. Umumnya, monster hanya menyerang pemain yang berada dalam zona deteksi mereka. Itu berarti, mereka tidak menyerang pemain dengan jangkauan jauh jika mereka tidak menggunakan panah atau sihir penyerang.
Akan tetapi, para ksatria penjaga itu sepertinya berbeda dengan monster-monster di dunia luar, mereka menggunakan algoritma dengan maksud jahat juga. Jika mereka bereaksi terhadap sihir penunjang dari jauh lalu menggunakan sebuah formasi ortodoks seperti penyerang terhadap barisan depan dan penyembuh di belakang formasi menjadi tidak berguna.
‘Itu grup lima atau enam ksatria, berbalik sana!’ harapan Lyfa menjadi harapan kosong, mereka mulai mengepakkan keempat sayap mereka dan para ksatria menukik turun. Masing-masing dari mereka memegang pedang yang dengan mudah lebih tinggi dari Lyfa di tangan kanan mereka. pedang mereka terlihat bersinar dengan cahaya lapar ingin memangsa mereka.
Lyfa berseru pada Recon:
“Aku akan mengalihkan perhatian mereka, kau lanjutkan saja penyembuhannya seperti ini!” Lyfa naik tanpa menunggu jawaban. Meskipun begitu, walau biasanya selama pertarungan-pertarungan sampai saat ini Recon selalu mendengar perintah Lyfa, kali ini dia berkata ‘Tunggu’, lalu memegang tangan kanan Lyfa. Terkejut, Lyfa menoleh ke arahnya dan dihantam oleh ekspresi serius yang jarang terlihat, bahkan suaranya juga tegang.
“Lyfa-chan… walau aku tidak begitu mengerti, ini adalah pertarungan yang penting ‘kan?”
“- Iya. Sekarang ini mungkin sudah bukan game lagi.”
“…Walau tidak mungkin aku bisa menyamai Si Sprigan itu… aku akan lakukan sesuatu untuk mengatasi para penjaga itu…”
Segera setelah dia selesai bicara, Recon bertolak dari tanah dengan flight controller ditangannya. Sementara Lyfa berdiri disitu terheran, dia terbang jauh ke depan, langsung ke arah kumpulan ksatria penjaga.
“I-idiot…”
‘- Dia bukan lawan yang sebanding’, pikir Lyfa, tapi ia tahu ia tidak dapat mengejarnya lagi. Melihat ke samping, HP Kirito yang penuh mulai menurun sekali lagi. Lyfa terpaksa mulai membacakan mantera penyembuhan. Walau ia dengan cepat memberikan sihirnya, Lyfa dengan cemas terus memperhatikan Recon dari belakang.
Recon mengeluarkan sihir ber-atribut angin yang memiliki cakupan daerah yang luas yang dia siapkan selama ia terbang untuk menyerang para ksatria penjaga. Banyak pedang berwarna hijau menebar dalam bentuk kipas dan menyerang para penjaga, mengoyak mereka. HP para ksatria tidak turun begitu banyak, tapi mereka semua menargetkan Recon.
Para raksasa putih mengeluarkan lolongan yang terdistorsi saat mereka berkonfrontasi dengan pemuda hijau kecil. Recon terbang di sekitar pedang raksasa yang berbahaya, sebagaimana dia bergerak seperti daun yang dipermainkan angin, dan keluar dari belakang mereka. para ksatria segera berbalik, mengikutinya.
Lyfa menyelesaikan manteranya dan cahaya sihir penyembuhan mengelilingi Kirito. Beberapa ksatria penjaga bereaksi dan mulai turun. Para ksatria itu bergabung dengan grup yang mengejar Recon, menyebabkan gerombolan itu menjadi dua kali lebih besar.
Meskipun tidak begitu mahir dalam pertarungan udara Recon menghindari pedang yang menyerbu kearahnya dengan konsentrasi yang luar biasa. Dia kadang-kadang terkena serangan dan HP-nya perlahan-lahan mulai turun, tapi tidak ada luka yang fatal.
“…Recon…”
Cara terbang Recon terlihat putus asa dan Lyfa merasa tersentuh, namun ia tahu Recon tidak mungkin bertahan. Setiap ia memberikan sihir penyembuh pada Kirito, sekelompok baru ksatria turun, menambah jumlah yang berkerumun di sekitar Recon.
Akhirnya, ksatria penjaga yang mengejar Recon terbagi menjadi dua tim. Mereka sepertinya akan menggencetnya. Satu dari banyak ujung pedang yang turun seperti hujan mengenai punggung Recon, melemparnya jauh.
“Recon, cukup! Pergilah keluar!!”
Lyfa tidak tahan lagi melihatnya dan berteriak. Sekali seorang pemain menyelamatkan diri keluar, dia tidak akan bisa masuk lagi selama masih ada pertarungan di dalam. Ia memutuskan untuk bertahan sampai batas kemampuannya, lalu terbang sambil membaca mantera penyembuhan.
Tapi sebelum itu, Recon menoleh dan menatapnya. Wajah Recon tersenyum yakin. Melihatnya, Lyfa berhenti membuka sayapnya.
Recon mulai membaca mantera baru sambil menerima berlapis-lapis serangan pedang. Tubuhnya dengan cepat dikelilingi oleh sebuah efek cahaya berwarna ungu gelap.
“…!?”
Menyadari bahwa itu adalah sebuah atribut sihir kegelapan, Lyfa terkesiap. Sebuah lingkaran sihir yang rumit tiba-tiba muncul. Dinilai dari ukurannya, itu adalah mantera yang cukup tinggi. Sangat jarang untuk melihat sihir kegelapan di wilayah Sylph, Lyfa tidak tahu efek seperti apa yang dimilikinya.
Lingkaran sihirnya menjadi besar sejenak, berputar pada sumbunya sambil menyelubungi ksatria-ksatria yang berkumpul ke arahnya. Pola rumit cahaya itu memadat dalam sekejap – lalu semuanya dihantam oleh kilatan yang dahsyat.
“Wah…!!”
Lyfa dibutakan oleh kilatan itu dan secara refleks memalingkan wajahnya. Sebuah ledakan yang terdengar seperti akan menghancurkan surga dan bumi terjadi, menggoyahkan seluruh ruangan. Dibutuhkan sedetik penuh untuk pulih dari cahaya putih yang membutakan. Lyfa berusaha untuk melihat ke pusat ledakan sambil mengepalkan tangannya. Ia begitu terkejut sampai kehilangan kata-kata. Para ksatria penjaga yang mengelilingi Recon telah tidak ada. Satu-satunya sisa keberadaan mereka hanyalah cahaya ungu yang tipis yang menggantung di udara.
Kekuatannya sangat mengerikan. Tidak begitu banyak mantera sekuat itu dalam atribut angin tau api. ‘Si Recon itu, kapan dia mempelajari mantera rahasia seperti ini?’ Lyfa berseru dalam kegembiraan dan rasa terkejut. Kalau serangan seperti ini digunakan beberapa kali lagi maka menerobos menuju gerbang di atas menjadi mungkin. Lyfa berencana untuk menyembuhkan Recon sekarang dan menggerakkan tangannya – tapi lagi-lagi ia membeku di tempat.
Setelah ledakan sosok kecil Recon tidak ada. Sebagai gantinya, «Remain Light» mengapung di udara.
“- Sihir Penghancuran Diri…?” Lyfa berbisik dalam keterkejutan. Benar juga – dia ingat pernah mendengar tentang sihir kegelapan seperti ini dulu. Tetapi, sihir itu punya death-penalty yang beberapa kali lebih buruk daripada kematian yang normal, jadi sihir itu bisa digolongkan sebagai sihir terlarang.
Lyfa memejamkan matanya rapat-rapat, kehilangan kata-kata untuk beberapa detik. Walau hanya sebuah permainan; pengalaman, waktu, dan usaha yang Recon curahkan membuatnya menjadi sebuah pengorbanan sungguhan. Dari sini sampai selanjutnya, ‘menyerah’ bukanlah pilihan. Ia membuka matanya dengan tekad yang bulat lalu melihat ke atas. Lalu –
Saat ia melihat pemandangan didepannya ia merasa tenaga meninggalkan kakinya.
Atap ruangan melengkung itu begitu penuh dengan warna putih sampai ia tidak bisa melihatnya sama sekali.
Kirito adalah titik hitam kecil ditengahnya. Setelah setiap ayunan pedangnya, tubuh-tubuh berjatuhan. Itu terlihat seperti menusukkan jarum ke bukit pasir. Lubang pada dinding yang terbuat dari badan ksatria penjaga putih yang Kirito buat segera terisi, sepenuhnya menghalanginya.
“Uoooooo!!”
Kirito bertarung seperti setan dan mengaum seakan ia akan muntah darah, teriakan menantangnya samar-samar mencapai telinga Lyfa.
“… Ini mustahil onii-chan… hal seperti ini…”
Sejujurnya, gagasan bahwa jiwa seseorang terperangkap di dunia ini, meskipun Kirito yang memberitahunya, merupakan sesuatu yang masih tidak bisa ia percayai. Ini adalah sebuah game, sebuah dunia game virtual untuk dinikmati. Ia tidak bisa membantah merasakan penolakan terhadap cerita yang menghubungkan dunia ini dengan «Dunia SAO» yang seperti mimpi buruk.
Bagaimanapun, Lyfa merasa ini pertama kalinya ia melihat apa yang disebut «Sistem yang Jahat». Dunia game virtual memiliki keseimbangan yang adil, tetapi tempat ini penuh dengan nafsu membunuh terhadap pemain. Seperti sabit dewa kematian yang diayun-ayunkan – perasaan seperti itu. Memang tujuan sang dewa untuk membunuh. Tak seorangpun bisa menentang.
Tiba-tiba sebuah suara rendah, piuh, seperti kutukan bergema dalam dome.
Sebagian dari ksatria penjaga berhenti bergerak, tangan kiri mereka terulur ke depan saat mereka membaca mantera. Itu adalah mantera yang mengunci gerakan Kirito pertama kalinya dia datang kesini. Saat terkena, sihir itu akan menimbulkan efek ‘stun, membuat korbannya terbuka untuk serangan pedang.
Membayangkan melihat adegan Kirito ditusuk oleh pedang yang tak terhitung jumlahnya membuat Lyfa membeku.
Pada saat itu…
Mendadak, dari belakang muncul sebuah ombak, tidak, sebuah tsunami suara yang memukul sayap Lyfa yang melayu.
“Ap…!?”
Lyfa dengan segera berbalik – dalam formasi yang rapat mereka datang melalui pintu yang terbuka berpakaian dalam armor baru berwarna hijau yang berkilauan. Itu adalah pasukan Sylph.
Sekali lihat menunjukkan Lyfa bahwa perlengkapan mereka adalah kelas senjata kuno. Kelompok pemain yang besar itu, berpakaian lengkap dalam peralatan baru yang sama, menyerbu melewati Lyfa seperti angin musim semi dan terbang ke arah kanopi. Ada sekitar 50 orang dari mereka.
Sambil terkagum-kagum Lyfa memusatkan perhatiannya pada mereka, dan satu per satu cursor nama bermunculan. Ia tidak bisa melihat wajah mereka karena tertutup pelindung kepala, tetapi nama yang ditampilkan semuanya merupakan nama para pemain elit dari wilayah Sylph. Mendengar raungan heroic dari kelompok itu para ksatria penjaga menghentikan sementara mantera yang ditujukan untuk Kirito dan mulai bergerak. Perasaan ngeri dan kegembiraan menyelimuti Lyfa. Namun, mereka bukan satu-satunya kelompok yang bergabung dalam usaha menundukkan dome ini.
Beberapa detik setelah pasukan elit Sylvain terakhir masuk, sebuah seruan perang lain terdengar. Saling menindih, teriakan mereka bercampur menjadi seperti raungan behemoth, seperti halilintar yang menyambar dikejauhan.
Pasukan baru yang menyerbu masuk lumayan lebih kecil daripada Pasukan Sylvain. Lyfa memperkirakan ada sekitar 10 orang. Meskipun begitu, setiap anggota dari kavaleri berukuran luar biasa besar.
“Naga Terbang…!”
Lyfa berteriak kaget. Dari kepala hingga ekor, mereka beberapa kali lebih besar daripada pemain dan ditutupi oleh sisik warna abu-abu besi. Sebagai bukti bahwa mereka bukanlah monster liar. Dahi, dada, dan ujung menonjol pada sayap mereka yang sangat panjang dilengkapi dengan armor besi berkilauan.
Dari kedua sisi armor di dahi naga tersebut, kekang yang terbuat dari rantai perak memanjang, dipegang erat oleh pemain yang duduk pada pelana dipunggungnya. Para penunggangnya pun dilindungi oleh armor baru, telinga-telinga segitiga menonjol dari kedua sisi kepala mereka, dari bawah armor punggung mereka sebuah ekor yang tidak bisa diabaikan.
Tidak diragukan lagi mereka adalah Senjata terakhir Cait Sith, para Ksatria Naga. Mereka biasanya digunakan sebagai pertolongan terakhir. Para pejuang legendaris yang disimpan dalam kerahasiaan penuh, tidak pernah terlihat dalam screeshot, dan sekarang, mereka beterbangan di depan mata Lyfa.
Tertangkap dalm euphoria, dengan darahnya mendidih, Lyfa berdiri disana dengan sayapnya terbentang tegang. Tiba-tiba, ia mendengar seseorang memanggil dari belakangnya:
“Maaf, kami terlambat.”
"Maaf, kami terlambat."
Ia segera berputar dan berdiri disana adalah sosok sang Penguasa Sylph, Sakuya, mengenakan bakiak ber-hak tinggi dan berpakaian santai. Disebelahnya adalah Alicia Rue, Pemimpin para Cait Sith, yang berkata sambil menggerak-gerakan telinganya:
“Maaf, para penempa Leprechaun harus menempa armor naga sesuai jumlah yang dibutuhkan, jadi baru bisa diselesaikan barusan. Walau dengan uang yang diberikan oleh si Sprigan, kas kami, dan kas bangsa Sylph sekarang kosong!”
“Dengan kata lain, kedua ras akan bangkrut kalau kita dimusnahkan disini.”
Sakuya tertawa dingin dengan kedua tangannya menyilang.
-mereka datang. Keduanya, walau berisiko kehilangan status mereka sebagai penguasa, mereka datang dengan segera. Pasukan gabungan dari kedua ras ini, mengatasi perebutan sumber daya yang merupakan esensi dari MMORPG, melemparkan semua perhitungan risiko pada angin, pasti akan dengan efektif mengungguli ekspektasi para GM.
“…Terima kasih… Terima kasih, Anda berdua.”
Lyfa hanya dapat mengatakan kata-kata itu dengan suaranya yang bergetar. Pastinya, di dunia ini ada hal-hal yang lebih penting daripada peraturan, dan sikap, dan akal sehat – pikiran itu memenuhi hatinya, dan ia tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Meskipun keduanya bicara dengan suara yang mereka yang berbeda serta menggunakan nada yang sama saat berkata ‘kita impas sekarang’, lalu mentap kearah kanopi dengan ekspresi serius. Sakuya menyentakkan kipas tangan di tangan kanannya. “Well – kita juga akan pergi!”
Melihat dinding ksatria penjaga putih mengirimkan kelompok untuk menyerang barisan depan pasukan Sylph, Lyfa mengangguk kuat, dan ketiganya bertolak dari tanah. Kirito berada di tengah dome sibuk dalam pertarungan sengit, tapi sepertinya dia menyadari datangnya bala bantuan dan berhenti mencoba untuk menerobos sendirian, meninggalkan sedikit ruang antara dirinya dan dinding penjaga.
Dengan anggun meluncur ke bagian tengah ruangan, Alicia Rue mengangkat tangan kanannya dan berseru dalam suara yang cantik dan berwibawa.
“Pasukan Naga! Bersiap untuk serangan napas!”
Kesepuluh pasukan penunggang naga melayang dalam sebuah lingkaran besar disekitar mereka bertiga, termasuk Lyfa. Dengan sayap mereka terbentang dan lehernya membentuk huruf S, ia bisa melihat cahaya berwarna jingga di belakang gigi mereka.
Selanjutnya, Sakuya dengan cepat mengangkat kipas merah yang terlipat.
“Regu Sylph, bersiap untuk serangan spesial!”
Tersusun dalam bujur sangkar yang padat, para pasukan Sylph mengangkat pedang mereka di atas kepala mereka menggunakan tangan kanannya, cahaya hijau zamrud menyelubungi pedang mereka seperti filigree.
Para ksatria penjaga terlihat seperti kerumunan cacing putih berkumpul begitu banyak dan meneriakkan teriakkan ganjil yang menggelegar seraya mendekat. Alicia Rue menggigit bibirnya dengan taringnya yang panjang, lalu menunggu para ksatria penjaga untuk batas serangan, melambaikan tangan kanannya, menaikkan suaranya, dan berteriak.
“Fire Breath, serang!”
Lalu semua semua napas dari sepuluh naga yang terakumulasi dilepaskan dalam kobaran api. Garis-garis api merah menyala keluar dari mulut mereka, meninggalkan bekas di udara. Sepuluh pilar api menghantam pada ksatria naga yang mengelilingi Kirito dan prajurit Sylph.
Cahaya yang menyilaukan menerangi seluruh ruangan. Beberapa saat kemudian, bola api tiada henti menciptakan dinding api besar. Suara ledakan yang dahsyat menggoncang ruangan. Sisa-sisa ksatria penjaga tertiup ke segala arah, meninggalkan api putih yang berkobar.
Tapi seakan tidak ada habisnya, gerombolan baru menerobos dinding sisa-sisa tubuh penjaga sebelumnya, dengan paksa menerobos neraka api yang menyala. Pertama-tama, seperti ingin menelan Kirito, yang berada di depan, mereka membuka mulut besar-besar, terlihat seperti cairan yang menyebar.
Saat massa putih seperti hendak membanjir Sakuya dengan tajam mengayunkan kipasnya ke bawah, berteriak:
“Fenrir Storm, serang!”
Pasuka Sylph menusuk tajam pedang panjang mereka dalam irama yang sempurna. Dari masing-masing dari 50 pedang sebuah kilat hijau yang menyilaukan menyembur keluar dan memotong udara secara zig-zag, penembus dalam pada gerombolan ksatria penjaga.
Lagi, dunia diwarnai oleh kilatan cahaya putih yang menyilaukan. Sekarang tidak terjadi ledakan, sebagai gantinya petir tebal menyambar dengan bebas. Ksatria penjaga yang tersambar meledak menjadi potongan-potongan kecil.
Setelah kelompok besar kedua dihancurkan bagian tengah dari dinding ksatria penjaga jatuh. Namun, seperti permukaan suatu cairan, lubang yang dibuat dalam dinding itu segera terisi dari sisi-sisinya.
Ini adalah ‘sekarang atau tidak sama sekali’, Lyfa yakin. Ia segera menghunuskan katananya dan bertolak ke udara untuk menyerbu ke depan. Para pemimpin masing-masing ras sepertinya juga membuat keputusan yang sama. Suara Sakuya melengking di udara seperti pecut.
“Seluruh pasukan, maju!”
Itu pastinya merupakan pertempuran paling besar yang pernah terjadi di dunia itu. dari belakang datang napas api yang terus menerus, ksatria-ksatria penjaga terbakar sampai mati dan terus berjatuhan satu per satu. Formasi hulu ledak prajurit Sylph menebas raksasa-raksasa yang berkumpul dengan pedang mereka yang kuat, menciptakan lubang besar pada dinding tubuh itu.
Pada ujung formasi adalah Sprigan hitam kecil. Kelas perlengkapannya jauh lebih lemah daripada para pejuang Sylph, tapi dengan pedangnya bergerak melebihi kecepatan yang seperti dewa, apapun yang disentuh pedangnya terpotong dan meledak.
Lyfa terbang ke celah yang dibuka pejuang Sylph, segera sampai di belakang Kirito. Setelah menahan pedang dari satu ksatria penjaga yang akan menyerang punggung Kirito, Lyfa menghujamkan katananya pada topeng kaca monster tersebut. Memegang katananya sambil berputar, leher dari si penjaga terlepas dari tubuhnya, dan tubuhnya terbakar dalam api putih. Kirito menoleh pada Lyfa, dan berkata dengan hanya menggerakkan bibirnya.
“Sugu, aku serahkan bagian belakang padamu.”
“Kau bisa mengandalkanku!!”
Matanya bertemu mata Kirito dan merespon tanpa kata, lalu menempelkan punggungnya pada punggung Kirito. Keduanya berputar-putar, menebas ksatria penjaga yang terus menerus muncul dihadapan mereka.
Satu lawan satu, ksatria-ksatria raksasa seharusnya tidak mudah dibunuh baginya. Akan tetapi, saat ia menempel ke punggung Kirito dan menyamai kecepatannya, Lyfa merasa para ksatria itu terus melambat. Tidak – mungkin system sarafnya yang berakselerasi? Ini terjadi di pertandingan kendo juga sebelumnya, Lyfa diselimuti perasaan bahwa ia bisa mengetahui semua yang terjadi disekitarnya.
Ia merasa dirinya dan Kirito telah menjadi satu. Dengan system saraf mereka terhubung langsung, sinyal-sinyal listrik mengalir dari satu ke yang lain. Tanpa melihat, ia mengetahui bagaimana Kirito bergerak dibelakangnya. Saat pedangnya memotong ke leher salah satu ksatria penjaga, sambil berputar, Lyfa menebas leher ksatria yang sama dan menghabisinya. Pada topeng ksatria lain yang Lyfa rusak, Kirito menyerang bagian yang sama, memotong dalam.
Kirito, Lyfa, para pejuang Sylph, dan pasukan naga bergerak seperti kesatuan putih yang panas, terus menerus menyentuh dan melelehkan dinding ksatria penjaga tanpa batas, maju semakin dalam dan semakin dalam. Jumlah ksatrianya tidak terbatas, tetapi banyaknya ruang dalam dome sudah tetap. Selama mereka terus maju, saatnya akan segera tiba.
“Seraaaa!!”
Dengan teriakannya yang bersemangat Lyfa memotong seorang ksatria penjaga menjadi dua, ksatria itu roboh dan menghilang.
Dibalik beberapa ksatria terakhir, walau hanya sekejap, ia melihat puncak dome.
“Oooo!!”
Dengan teriakan, Kirito bergerak dari belakang Lyfa saat kilatan cahaya hitam menyerbu ke celah pada dinding badan itu. gerombolan terakhir ksatria penjaga mendekatinya dari semua penjuru sambil meneriakkan teriakan penuh kebencian untuk mencegah penyusup. Mereka berjumlah hampir tiga puluh.
“Kirito-kun!!”
Lyfa secara refleks mengayunkan pedangnya dan melemparnya pada tangan kiri Kirito dengan sekuat tenaga.
Pedang hijau itu berputar di udara dan mendarat di tangan Kirito seakan ditarik ke arahnya.
“U…oooooo—!!”
Dengan teriakan yang menggoncang seluruh ruangan, Kirito memegang pedangnya di tangan kanan dan katana di tangan kiri. Mereka menghambur dengan kecepatan yang menakutkan dalam serangan ganda.
Memotong dari kanan atas. Menebas dari kiri bawah. Dua pedang berkilauan merubah sudut sedikit dan membuat lingkaran seputih salju yang terlihat seperti korona pada gerhana matahari. Tubuh para ksatria yang terperangkap dalam tebasannya yang amat sangat cepat terpotong-potong seperti kertas, menyebar ke sekeliling.
Sekarang, terlihat jelas dibalik End Flame dari lingkaran api putih. Terjerat dalam ranting-ranting pohon yang seperti jaring di tengah kanopi ruangan, adalah gerbang melingkar yang terbagi dalam potongan-potongan oleh sebuah persilangan seperti salib. Menjangkau sampai ke dalam batang World Tree, gerbang terakhir menuju Alfheim, kastil di atas pohon.
Sosok kecil berpakaian hitam terus terbang menuju gerbang, menciptakan ekor cahaya dibelakangnya. Dia sampai. Akhirnya.
Di depan mata Lyfa, tubuh-tubuh ksatria penjaga dengan cepat dan berulang menumpuk dan mengisi setiap ruang terbuka dalam sekejap. Sakuya, yang menyadari Kirito menembus garis pertahanan, berseru dari belakang:
“Semuanya kembali, mundur!”
Menghindar bersama dengan regu Sylph sembari menukik dengan bantuan dari serangan napas api, Lyfa, untuk sesaat, melihat ke belakang ke arah kanopi. Ia tidak bisa melihat sosok Kirito karena dinding penjaga, tapi terpantul dalam mata hatinya, naik sosok yang menuju ke tempat yang tak seorangpun pernah mencapainya, naik semakin tinggi dan semakin tinggi.
Terbanglah – Pergilah – Pergilah kemanapun! Melalui pohon raksasa, membubung di langit, ke pusat dunia -!
Bagian 2
Kupikir urat sarafku akan terbakar, memikirkan kecepatanku menyerbu melewati jarak terakhir itu.
Di depanku adalah gerbang berbentuk lingkaran yang besar terbuat dari empat bagian yang tertutup rapat digambari oleh litograf berbentuk salib. Dibelakangnya, dia – Asuna menunggu. Tertinggal di dunia itu, bersama dengan separuh jiwaku.
Dari belakang, teriakan para ksatria penjaga bergema, penuh amarah. Mereka berbalik, dan sepertinya mereka akan mengejarku. Lalu banyak ksatria muncul dari kanopi di sekitar gerbang bahkan tanpa kilatan cahaya dan menyerbu ke arahku seketika mereka melihatku dalam jarak pandangnya.
Bagaimanapun, aku lebih cepat. Gerbangnya hanya tinggal berjarak satu lengan dariku.
Tapi – akan tetapi.
“…Gerbangnya tidak bisa dibuka…!?”
Aku secara tidak sadar berteriak pada situasi yang tak terduga ini.
Gerbangnya tidak mau terbuka. Sebelumnya, aku berpikir jika aku mendekat sedikit lagi saja, gerbang besar menyebalkan itu akan terbuka, tapi ia tertutup rapat, menghalangi jalanku dan bagian yang berbentuk salib tidak bergerak sedikitpun.
Mulai saat itu, tidak ada waktu untuk melambat. Aku bersiap dengan pedangku di tangan kanan setinggi pinggang, dan berharap dapat menghancurkan gerbangnya dengan satu tebasan, menyerbu ke arahnya, bersatu dengan pedangku.
Segera setelah itu, aku mengenai gerbang itu dan sangat terkejut. Ujung pedangku menusuk potongan batu itu, menebarkan bunga api yang intens. Namun – permukaannya tidak tergores sama sekali.
“Yui – apa yang terjadi!?”
Aku berteriak dalam kebingungan. Tak mungkin, barusan itu tidak cukup? Apa kita tidak hanya harus menerobos ksatria penjaga, tapi juga membutuhkan sejenis item atau flag?
Hampir mengikuti keinginan untuk mengayunkan pedangku lagi, Yui terbang keluar dari saku pakaianku dengan suara lonceng kecil. Dengan lembut ia meletakkan tangannya pada gerbang batu.
“Papa.”
Ia segera memutar kepalanya, dan dengan cepat berkata:
“Pintunya tidak dikunci oleh quest flag atau yang lainnya! Ini seperti ini karena administrator sistem.”
“A – Apa maksudmu!?”
“Dengan kata lain… pintu ini tidak akan pernah bisa dibuka oleh pemain!”
“Ap….”
Aku terdiam.
Ini artinya petualangan besar – bahwa ras yang memanjat World Tree dan mencapai Kota di Langit akan terlahir kembali sebagai peri sesungguhnya, seperti menggantungkan wortel didepan hidung seekor kelinci. Akan tetapi kelinci itu tidak akan pernah bisa mencapainya? Di luar fakta bahwa tingkat kesulitannya kelewat batas, lalu ada pintu yang tidak akan pernah bisa dibuka tanpa kunci yang bernama otoritas sistem…?
Aku merasa tubuhku kehilangan tenaga. Dibelakangku, teriakan para ksatria penjaga menyerbuku seperti tsunami. Namun, tekad yang membuatku dapat memegang pedang lagi tidak mau keluar.
‘- Asuna, aku sudah sampai sejauh ini… tinggal sedikit lagi, sampai aku bisa mencapaimu… sepotong kehangatanmu waktu itu, apa itu yang terakhir bagi kita…?’
‘- Tidak. Tunggu. Itu, kalau tidak salah…’
Mataku membuka lebar. Dengan tangan kiriku, aku meraba-raba dalam kantung belakangku. Ada. Sebuah kartu kecil. Apa yang Yui katakan sebelumnya, bahwa ini adalah kode akses sistem…
“Yui – pakai ini!” Aku mengeluarkan kartu berwarna silver itu di depan mata Yui. Matanya melebar lalu ia mengangguk dalam.
Tangan kecilnya menyapu permukaan kartu. Beberapa garis cahaya mengalir dari kartu ke dalam Yui.
“Menyalin kode!”
Ia berseru, lalu mengempaskan kedua telapak tangannya ke permukaan gerbang.
Aku disilaukan oleh cahaya yang terang dan menyipitkan mataku. Tempat dimana tangannya menyentuh, garis-garis biru terang memancar, dan segera setelahnya, gerbang itu sendiri mulai bersinar.
“- Kita akan ditransfer!! Papa, pegang tanganku!!”
Yui mengulurkan tangan kanannya dan menggenggam erat ujung jari tangan kiriku. Garis cahaya itu disalurkan melalui tubuhnya mengalir ke dalam tubuhku. Tiba-tiba, suara aneh dari ksatria penjaga bergema dari tepat di belakang kami. Walaupun aku menyiapkan diri, lusinan pedang besar meluncur ke arahku. Tetapi, pedang-pedang itu hanya menembusku seperti mereka sudah kehilangan substansi. Bukan, akulah yang mulai menjadi transparan. Tubuhku menghilang perlahan-lahan ke dalam cahaya.
“―!!”
Tiba-tiba, aku merasa seperti ditarik kedepan. Yui dan aku berubah menjadi aliran data dan dihisap ke dalam gerbang, yang telah berubah menjadi tabir putih yang bersinar.
Kesadaranku segera kembali.
Ku gelengkan kepalaku beberapa kali berusaha membuang sensasi yang tertinggal akibat perpindahan tadi sambil mengedip-kedipkan mata. Ini sama dengan penggunaan Kristal teleportasi di Aincrad, tetapi bukannya oleh kesibukan alun-alun gerbang teleportasi yang kukenal, aku dikelilingi oleh kesunyian.
Aku perlahan bangkit dari postur dimana aku menemukan diriku dengan satu lututku menyentuh tanah. Didepanku adalah Yui dengan wajah cemas. Dia tidak lagi dalam wujud pixie kecil, tapi yang asli, dengan penampilan anak perempuan berusia sekitar 10 tahun.
“Papa tidak apa-apa?”
“Iya… Ini…?”
Aku melihat ke sekelilingku sambil mengangguk.
Bagaimanapun kau mengatakannya – tempat ini sangat ganjil. Sama sekali berbeda dengan jalan-jalan yang dihias di Sylvain dan Aarun dengan perasaan ‘game’ baru dengan detil yang berlebihan. Segala yang kulihat memberikan kesan kosong, hanya ada dinding putih tanpa tekstur atau detil.
Aku berada di suatu tempat ditengah semacam jalan. Daripada lurus, jalan ini menikung ke kanan. Sama halnya dengan dibelakangku. Sepertinya tikungan ini sangat panjang, atau mungkin jalan yang melingkar.
“… Aku tidak mengerti, sepertinya tidak ada peta untuk navigasi tempat ini…”
Kata Yui dengan wajah bingung.
“Apa kau tahu dimana Asuna berada?”
Ketika ditanya, mata Yui terpejam sebentar, lalu ia mengangguk dalam.
“Iya. Tempatnya sudah – sudah dekat… ke arah sini.”
Bertolak dari lantai dengan bertelanjang kaki, ia berputar dan mulai berlari tanpa suara. Aku kembalikan pedang di tangan kananku ke punggungku lalu segera mengikutinya. Katana yang seharusnya ada di tangan kiriku telah menghilang. Kemungkinan, ketika aku ditransfer kesini, katana itu kembali ke tangan Lyfa, yang merupakan pemilik dari data sistem aslinya. Kalau dia tidak melemparkan pedang itu padaku, aku pasti tidak akan bisa menembus dinding terakhir itu. aku menutup mataku sebentar dan dalam diam menyampaikan terima kasihku pada sensasi yang tersisa di tangan kiriku.
Setelah mengikuti Yui untuk beberapa lusin detik, sebuah pintu persegi dapat terlihat dari sebelah kiri, dinding sebelah luar tikungan. Pintu itu sama-sama tidak dihias juga.
“Sepertinya memungkinkan untuk mencapai puncak dari sini.”
Aku mengangguk pada kata-katanya saat Yui berhenti dan mengamati pintu itu dengan seksama – badanku menjadi kaku seketika.
Terdapat dua tombol berbentuk segitiga berbaris, satu menunjuk ke atas, yang lain menunjuk ke bawah. Ini merupakan sesuatu yang tidak pernah aku lihat di dunia ini, tetapi tidak diragukan lagi, sangat aku kenal di dunia nyata. Aku hanya bisa memikirkan bahwa tombol-tombol ini adalah tombol untuk elevator.
Tiba-tiba dan anehnya, dengan tubuhku dibungkus baju tempur dan pedang di punggungku, aku mengerutkan dahi merasa salah tempat. Tidak – tempat inilah yang aneh. Jika tombol-tombol ini merupakan apa yang kupikirkan, maka tempat ini tidak dapat dikatakan sebagai dunia game lagi. Kalau begitu… tempat apa ini?
Namun keraguan itu melintas di pikiranku hanya sesaat saja. Segera, pintunya terbuka dengan efek suara ‘pong’, memperlihatkan ruangan kecil berbentuk kontak dibaliknya. Memasuki ruangan itu bersama Yui, aku berbalik dan tentu saja, terdapat panel dengan tombol-tombol berbaris di sebelah pintu. Tombol yang menandakan lantai ini menyala dan sepertinya ada dua lantai lagi di atas lantai ini. Meskipun sedikit ragu, aku menekan tombol yang paling atas.
Terdengar efek suara lagi. Pintunya tertutup dan aku diselimuti oleh, yang tidak salah lagi, sensasi naik.
Elevator segera berhenti. Dibalik pintunya adalah jalan menikung yang sama dengan jalan yang kami tinggalkan sebelumnya. Menghadap Yui yang menggenggam erat tangan kananku, aku berkata:
“Apa ini lantai yang benar?”
“Ya. – Sudah, dekat… di dekat sini.”
Sambil berkata begitu, Yui menarik tanganku dan mulai berlari.
Selama tambahan puluhan detik kemudian, aku mencoba menenangkan detak jantungku yang kalut sambil berlalu melewati jalan ini. Kami tiba di dekat beberapa pintu pada lingkar dalam tikungan, tapi Yui melewatinya tanpa melirik sedikitpun.
Akhirnya, Yui berhenti di sebuah tempat kosong.
“…Ada apa?”
“Dibalik sini… ada jalan…”
Yui mengusap dinding lingkar luar yang halus sambil bergumam. Tangannya mendadak berhenti, dan seperti ketika dengan gerbang sebelumnya, garis-garis cahaya biru berliku-liku dengan berbagai sudut menjalar di permukaan dinding.
Ketika Yui dengan tanpa bicara menginjakkan kakinya ke jalan yang terbuka, dia mulai berlari dengan kecepatan yang lebih tinggi. Melihat kelembutan di wajahnya, tak tahan untuk menunggu bahkan satu detik lebih lama, aku yakin Asuna sudah dekat.
Cepat, cepat. Aku berdoa sepenuh hati dari lubuk hatiku sambil terus melangkah maju dengan sungguh-sungguh. Tidak lama kemudian jalannya berhenti di depan dan sebuah pintu dengan 4 sisi menghalangi kami. Yui, tanpa berhenti, mengulurkan tangan kirinya dan dengan paksa mendorong pintu itu terbuka.
“―!!”
Di depan mata kami, kami dapat melihat matahari terbenam yang besar.
Langit senja yang tak berbatas menyelimuti dunia. Aku menyadari ada sedikit perasaan tidak enak tentang pemandangan tempat ini. Tempat ini dibuat di ketinggian yang luar biasa, kau dapat melihat lengkungan halus horison. Suara angin disini terdengar kencang.
Tanpa bisa kuhindari, aku mengingat saat itu.
Asuna dan aku duduk bersebelahan menyaksikan kastil terapung itu menghilang, mengurai ke langit sore yang abadi. Ia mengangkat suaranya, kata-katanya mengapung di telingaku.
“Kita akan bersama selamanya.”
“Ah – iya. Aku sudah kembali.”
Setelah menggumamkan itu, aku mengalihkan pandangan ke kakiku.
Tempat yang tadinya merupakan lantai kristal, sekarang digantikan oleh dahan pohon yang sangat besar.
Penglihatanku, yang telah disempitkan oleh matahari terbenam yang merah menyala, kembali terbuka lebar. Di atas kepalaku, pohon ini bercabang ke segala arah, membentangkan lapisan dedaunan tebal ke semua sisi, seperti pilar yang menyangga surga. Di bawah, cabang-cabang yang tidak terhitung jumlahnya membentang di jarak pandangku. Bahkan jauh di bawah sana, dibalik samudera awan yang luas, aku samar-samar dapat melihat sebuah sungai mengalir berlika-liku di antara padang rumput.
Ini adalah puncak World Tree. Tempat yang Lyfa… Suguha terus mimpikan untuk melihatnya, puncak dunia.
Meskipun begitu ―.
Aku melihat sekitarku perlahan-lahan. Disana, batang World Tree berdiri teguh seperti dinding yang merentang jauh dan bercabang.
“Tidak ada… Kota di Langit…”
Aku berbisik tercengang. Hanya ada jalanan putih yang hambar. Tidak mungkin ini adalah Kota di Langit yang legendaris. Lagi pula, adalah penting untuk membuat semacam event untuk menandai berakhirnya sebuah petualangan besar. Setelah menerobos gerbang di dome, aku tidak mendengar adanya keriuhan pawai.
Dengan kata lain, itu semua adalah kotak hadiah kosong. Dihias dengan bungkus kado dan dipermanis dengan pita untuk menyembunyikan bahwa semuanya adalah kebohongan. Lalu, apa yang harus aku katakan pada Lyfa, yang bermimpi untuk dilahirkan kembali sebagai peri tingkat atas?
“… Ini tidak bisa dimaafkan…”
Aku bicara tanpa berpikir. Terhadap orang atau organisasi yang menjalankan dunia ini.
Tiba-tiba, aku merasakan tarikan kecil di tangan kananku. Yui menatapku dengan wajah khawatir.
“Ah, benar. Ayo pergi.”
Semua ini adalah untuk menolong Asuna. Aku datang kesini hanya untuk itu.
Didepan mataku, sebuah cabang pohon besar memanjang ke arah matahari terbenam. Di tengah cabang pohon terdapat jalan buatan. Jalan di depan sana, dibalik puncak pepohonan yang berdiri dihadapan matahari yang memantulkan cahaya keemasan. Aku dan Yui mulai berlari menuju cahaya itu. Aku berusaha keras menahan rasa kesal dan hasrat yang sepertinya akan terbakar kapan saja, dan melaju menapaki jalanan pohon ini. Daya tanggapku terakselerasi, membuat saat yang sekejap terasa seperti selamanya, sehingga apa yang hanya sesaat dapat menjadi beberapa detik bahkan menit.
Melewati sebuah tumpukan tebal daun yang berbentuk aneh, jalannya berlanjut. Setiap kali dahannya bersilangan dengan dahan lain, akan ada tangga naik dan turun untuk melintasinya. Aku hanya akan mengepakkan sayapku dan melompatinya.
Identitas dari cahaya keemasan yang berkilau itu mulai terlihat. Itu adalah kombinasi dari batangan-batangan logam vertikal dan horizontal membentuk jeruji dari logam – tidak, itu adalah sebuah sangkar.
Di atas dahan yang besar kami berlari pada dahan lain yang paralel dengannya, dan dari dahan itu menggantung sebuah sangkar ortodoks. Bagaimanapun, sangkar itu luar biasa besar. Sangkar itu tidak akan bisa mengurung burung pemangsa, apalagi burung-burung kecil. Benar – itu sepertinya memiliki tujuan lain -.
Aku diingatkan kembali dengan percakapan di tempat Egil, dari ingatan yang sepertinya sangat jauh yang terasa seperti dari dulu kala. Kelima pemain yang saling menggendong untuk melewati batas ketinggian dan mengambil foto. Foto-foto yang mereka ambil memotret seorang gadis misterius terperangkap dalam sangkar. Ya, pasti. Itu adalah Asuna – Asuna pasti ada disana.
Ada keyakinan yang kuat pada tangan kecil yang dengan erat menggenggam tangan kananku, menarik ku maju. Kami berlari begitu cepat seakan meluncur di udara, lalu kami melompati tangga terakhir.
Jalan yang dipahat pada dahan mendadak menyempit saat ia berlanjut ke bawah sangkar dan berhenti.
Aku telah bisa melihat dengan jelas isi sangkar itu. Sebuah tanaman besar dan berbagai bunga dalam pot mengalasi lantai ubin berwarna putih. Ditengahnya adalah ranjang besar dengan kanopi yang mewah. Disebelahnya adalah sebuah meja putih bulat dan sebuah kursi tinggi. Seorang gadis duduk di kursi tersebut dengan kedua tangannya di atas meja dan kepalanya tertunduk dengan aura seperti orang yang sedang berdoa.
Rambut lurus yang panjang mengalir menutupi punggungnya. Ia mengenakan jenis pakaian yang sama dengan Yui tetapi lebih transparan. Sayap-sayap tipis memanjang dengan elegan dari punggungnya. Semuanya disinari oleh cahaya merah brilian dari matahari yang terbenam.
Aku tidak bisa melihat wajahnya. Meskipun begitu, aku tahu. Tidak mungkin aku tidak tahu. Seperti gaya magnet, jiwaku tertarik padanya dengan kilatan yang hampir terlihat yang tercetus diantara kami berdua.
Pada saat itu, gadis itu – Asuna segera mengangkat wajahnya.
Mungkin karena kerinduanku yang dalam, tapi sosok yang indah itu seperti sudah menyumblim menjadi sosok keakraban yang penuh cahaya. Terkadang ia cantik dan cerdas, seperti pedang yang telah diasah. Di waktu lain, sebuah kehangatan yang ramah dan jahil. Wajahnya, yang selalu ada disampingku selama kami bersama di hari-hari pendek namun membuat rindu itu, pertama dipenuhi keterkejutan. Lalu kedua tangannya naik untuk menutup mulutnya sementara matanya yang besar dan berwarna merah kecoklatan berkaca-kaca, meluap membentuk air mata.
Mengambil beberapa langkah terakhir dengan dorongan dari kepakan sayap, aku berbisik dalam suara yang tidak menjadi bunyi.
“- Asuna.”
Yui pun berteriak pada saat yang sama.
“Mama… Mama!!”
Diujung jalan yang berlanjut ke sangkar terdapat pintu persegi yang terbuat dari jeruji logam tebal dengan sisipan pelat logam kecil yang sepertinya merupakan mekanisme pengunci. Walau pintunya tertutup Yui tidak memperlambat langkahnya sambil menarikku. Malah, ia mengulurkan tangannya dan menahannya di atas sisi kirinya. Tangannya diselimuti cahaya biru.
Kemudian, ia melambaikan tangannya ke arah kanan. Pada saat yang sama, pintu itu seketika meledak seakan hanya lembaran logam. Pintu itu segera menjadi partikel cahaya dan terurai, menghilang dengan cepat.
Yui segera melepaskan tanganku dan dengan kedua tangan terentang, berteriak lagi.
“Mama—!!”
Ia langsung menyerbu melalui pintu masuk ke dalam sangkar.
Bertolak dari kursinya, Asuna berdiri. Dia menyingkirkan tangannya dari mulutnya, dan dari bibirnya, sebuah suara yang bergetar namun jelas terdengar.
“- Yui-chan!!”
Lalu Yui bertolak dari lantai, melompat langsung ke dada Asuna. Rambut hitam bercampur dengan rambut coklat kemerahan dan menari di udara, terlihat berwarna merah tua dalam cahaya matahari sore.
Yui dan Asuna berpelukan erat, menciumi pipi satu sama lain dan saling memanggil sekali lagi untuk memastikan.
“Mama…”
“Yui…-chan…”
Air mata mereka berdua mengalir membasahi wajah mereka dan hilang dalam cahaya matahari yang terbenam, bersinar seperti bara api.
Aku menenangkan tenaga yang menggerakkanku maju dan berjalan menuju Asuna dalam diam, berhenti beberapa langkah di depannya. Asuna mengangkat wajahnya, dan mengedipkan matanya untuk menyingkarkan air mata, menatapku langsung.
Pada saat yang sama, aku tidak dapat bergerak. Jika aku bergerak lebih dekat dan menyentuhnya, semuanya mungkin akan menghilang… Lagipula, sosokku sekarang sangat berbeda dengan waktu itu. Kulit gelap Sprigan dan gaya rambut spike, tidak ada kesamaan dengan Kirito dari masa itu. Menahan air mataku, aku tak dapat melakukan apapun selain menatapnya.
Tapi seperti sebelumnya, bibir Asuna bergerak, dan memanggil namaku.
“- Kirito-kun.”
Setelah hening sebentar, mulutku bergerak dan memanggil namanya.
“Asuna…”
Aku mengambil dua langkah terakhir, tanganku terbuka. Aku menyelimuti tubuhnya yang lemah dengan tubuhku, memeluknya erat didadaku dengan Yui diantara kami. Wangi yang membuat rindu melayang disekitarku dan kehangatannya yang kurindukan membasuh tubuhku.
“…Maafkan aku karena begitu lama untuk sampai kesini.” Aku bergumam dengan suara yang gemetar. Asuna melihat ke dalam mataku dari jarak sangat dekat dan membalas.
“Tidak, aku percaya padamu. Aku yakin— bahwa kamu akan datang menolong…”
Lebih banyak kata sudah tidak penting lagi. Asuna dan aku menutup mata dan menenggelamkan wajah ke leher satu sama lain. Kedua tangan Asuna di belakang punggungku, memelukku erat. Sebuah desahan puas dari Yui keluar diantara kami.
- Ini saja sudah cukup. Pikirku.
Jika ini menjadi saat terakhirku akan tidak akan punya penyesalan, walau hidupku padam. Hidup yang seharusnya berakhir di dunia itu, akhirnya berakhir disini, hanya untuk ini…
Tidak, bukan begitu. Akhirnya, sekarang dimulai. Disini, dunia pedang dan pertempuran itu akhirnya akan berakhir dan kami akhirnya akan berangkat ke dunia baru bernama kenyataan, bersama.
Aku menengadah dan berkata:
“Ayo pulang. Ke dunia nyata.”
Aku memegang tangan Asuna dengan erat, dan Yui memegang tangan yang lain. Aku menatap wajah Yui dan bertanya:
“Yui, apakah mungkin untuk me-log out Asuna dari sini?”
Yui mengerutkan alisnya sebentar, lalu menggelengkan kepala.
“Status Mama diikat oleh kode yang rumit. Sebuah system console dibutuhkan untuk membukanya.”
“Console…”
Kata Asuna dengan suara yang terdengar gelisah, dan memiringkan kepalanya.
“Kurasa aku melihatnya di sebuah laboratorium di lantai paling bawah… Ah, laboratorium itu adalah…”
“Maksudmu di tempat masuk putih yang kosong itu?”
“Iya… Kamu datang dari situ?”
“Iya.”
Aku menganggukkan kepalaku, Asuna mengernyit sambil menatapku, sepertinya ada yang mengganggunya.
“Apa kamu melihat sesuatu yang… aneh?”
“Tidak, aku bahkan tidak bertemu siapapun…”
“… Ada kemungkinan anak buah Sugou berkeliaran di sekitar sini… langsung tebas saja dengan pedangmu!”
“Ap… Sugou!?”
Saat Asuna mengatakan namanya, aku terkejut dan pada saat yang sama teryakinkan.
“Ini adalah ulah orang itu… ulah Sugou? Memenjarakan Asuna disini.”
“Iya. – Bukan itu saja, Sugou melakukan hal yang mengerikan disini…”
Asuna mulai bicara, kenyataannya bahkan memancarkan kebencian, tapi ia segera menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Kita akan lanjutkan pembicaraan ini saat kita kembali ke dunia nyata. Sugou sedang tidak di perusahaan sekarang. Kita bisa menggunakan kesempatan ini untuk mendapat akses ke server dan membebaskan semua orang… Ayo!”
Walaupun banyak hal yang ingin kutanyakan, prioritas utamaku adalah mengembalikan Asuna ke dunia nyata. Aku mengangguk dan berputar.
Menarik Asuna yang memegang tangan Yui, aku mulai berlari menuju pintu yang diledakkan tadi. Setelah dua langkah, tiga langkah, saat kami hampir mencapai pinggiran sangkar, pada waktu itu.
— Seseorang sedang mengawasi kita.
Tiba-tiba, aku merasakan sebuah sensasi tidak menyenangkan dari belakang leherku. Perasaan yang sama yang kurasakan di SAO ketika aku dijadikan target oleh PK -er berkursor jingga daripada seekor monster yang bersembunyi dalam bayangan.
Aku segera melepaskan tangan Asuna dan memegang hulu pedangku. Bersiap menghunuskannya, aku menggerakkan tanganku sedikit. Pada saat itu…
Mendadak, sangkarnya dipenuhi oleh air. Terasa seakan kami dikelilingi cairan yang sangat kental dan gelap.
Tidak, bukan begitu. Aku bisa bernapas, tapi udaranya menjadi sangat berat. Meskipun aku dapat menggerakkan tubuhku, seakan kami berada dalam lendir yang lengket, aku merasakan daya tahan yang besar. Tubuhku terasa berat. Matahari terbenam di dalam sangkar dinodai oleh kegelapan.
“—Apa ini!?”
Suaranya terdistorsi, seakan muncul dari dalam air.
Aku mencoba untuk mempertahankan Asuna dan Yui dan menarik mereka mendekat tanpa menghiraukan perasaan tidak menyenangkan yang luar biasa, tapi— aku sama sekali tidak bisa menggerakkan tubuhku. Udaranya lengket, bergerak seperti punya kesadaran seperti tumbuhan merambat yang mengikatku.
Akhirnya, dunia diselimuti kegelapan sepenuhnya. Tidak, sebenarnya agak berbeda. Aku bisa melihat Asuna dan Yui dalam baju satu setel mereka dengan jelas. Tetapi latar belakangnya seakan dicat dengan warna hitam.
Aku menggeretakkan gigiku dan menggerakkan tangan kananku. Seharusnya aku sudah dekat dengan pinggiran sangkar. Aku mengulurkan tanganku, berpikir akan menarik tubuhku dari ruang itu – tapi tanganku tak menyentuh apapun.
Tidak hanya kelihatannya saja. Kami benar-benar dilempar ke dalam dunia kegelapan. Aku tidak tahu dimana sebenarnya tempat ini.
“Yui—”
‘Apa situasinya’ adalah yang ingin aku katakan. Tapi dari lengan Asuna, Yui tiba-tiba membungkuk dan berteriak.
“Eeek! Papa… Mama… Hati-hati! Ada sesuatu yang sangat jahat disini…”
Sebelum ia bahkan menyelesaikan kata-kata itu, kilat ungu mulai bersinar dari tubuh Yui, dan dengan kilatan yang menyilaukan – lengan Asuna kosong.
“Yui!?”
“Yui-chan—!?”
Asuna dan aku berteriak secara bersamaan. Tetapi tidak ada jawaban.
Dalam kegelapan yang benar-benar hitam yang padat dan lengket, hanya Asuna dan aku yang tersisa. Aku menggapai dengan putus asa, ingin berada lebih dekat dengan Asuna. Dengan mata terbelalak, Asuna mengulurkan tangannya sekuat tenaga.
Akan tetapi, tepat sebelum jari-jari kami saling menyentuh, kami dihantam oleh gaya gravitasi yang besar.
Itu terasa seperti kami dilempar ke dalam dasar sebuah rawa lendir yang sangat, sangat dalam. Aku tidak bisa menahannya, tekanannya meliputi seluruh tubuhku dan aku terjatuh pada satu lutut. Asuna terjatuh pada waktu yang sama, menimpakan kedua tangannya pada lantai yang tidak terlihat.
Asuna melihat kearahku, mulutnya bergerak sedikit-sedikit.
“Kirito…-kun…”
‘Tidak apa-apa. Aku akan melindungimu apapun yang terjadi’, aku ingin berkata begitu. Pada saat itu sebuah tawa bernada tinggi bergema dalam kegelapan.
“Hei, apa pendapatmu tentang sihir ini? Ini dijadwalkan untuk diperkenalkan pada update selanjutnya, tapi mungkin efeknya terlalu kuat?”
Suara itu penuh dengan olok-olok yang tidak bisa disembunyikan, suara yang familiar. Lelaki yang, di depan Asuna yang tertidur, mengolok-olok ku, menyebutku pahlawan.
“—Sugou!!”
Aku berteriak sambil berusaha berdiri.
“Bukan, bukan, di dunia ini, tolong jangan memanggilku dengan nama itu. tidak menggunakan sebutan horma saat memanggil nama rajamu. Kau boleh memanggilku sang Raja Peri, Yang Mulia, Oberon!!”
Kata-kata terakhirnya melompat beberapa oktaf lebif tinggi, berubah menjadi seruan. Pada saat yang sama, sesuatu menyerang kepalaku.
Memutar kepalaku sedikit, seorang lelaki berdiri disebelahku. Yang dapat kulihat hanya kaki, yang dibungkus oleh sepatu bot yang menutupi celana ketat dengan sulaman yang sangat menyolok, yang dia gerakkan ke kiri dan kanan di atas kepalaku.
Ketika aku melihat ke atas aku bisa melihat dia memakai pakaian panjang berwarna hijau berbisa, dan di atasnya adalah wajah yang terlihat sempurna. Tidak – wajah itu benar-benar sebuah wajah buatan. Memulai dari nol dengan pemodelan polygon, wajah itu adalah wajah yang tampan yang dirusak oleh ekspresi seperti orang sinting, membuatnya benar-benar jelek. Bibirnya yang merah menyimpang jauh, membuatnya terlihat seperti sedang menyeringai.
Walaupun penampilannya berbeda, aku tahu orang ini adalah Sugou. Orang yang mengurung jiwa Asuna di tempat seperti ini, seorang lelaki yang rasa benci saja tidak cukup.
“Oberon – tidak, Sugou!”
Asuna hampir terbaring di lantai, tetapi ia mengangkat wajahnya, berteriak dengan berani.
“Hal-hal yang sudah kau lakukan, aku sudah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri!! Semua perbuatan jahat itu – kau tidak akan bisa lolos, tidak akan!!”
“Oh? Memangnya siapa yang akan menghentikanku? Kau, atau dia? Atau mungkin Tuhan? Sayangnya, tidak ada Tuhan di dunia ini. Selain aku, hehe!”
Kata Sugou dengan suaranya bercampur dengan tawa yang menyebalkan sambil dia menginjak kepalaku keras-keras. Tidak dapat menahan tekanan dari gravitasi, aku didorong ke lantai.
“Hentikan ini, dasar pengecut!!”
Asuna berteriak, tapi Sugou tidak mendengarkannya. Malah, membungkuk ke arahku, dia mengeluarkan pedangku dari sarungnya di punggungku. Berdiri, dia memberdirikannya di atas jari telunjuknya lalu memutar-mutarnya.
“Well, Kirigaya-kun, tidak… aku mestinya memanggilmu Kirito. Aku tidak berpikir kau bakal benar-benar datang kesini. Apa ini keberanian atau ketololan? Karena kau ada dalam situasi begini, berarti yang terakhir, hehe. Kudengar burung kecilku kabur dari sangkarnya. Berpikir bahwa kali ini dia harus dihukum. Aku cepat-cepat kembali, tapi mengejutkan sekali! Ada kecoa yang tersesat ke dalam sangkar! — Kalau dipikir-pikir lagi, ada satu program yang aneh…” Sugou berhenti, dan melambaikan tangan kirinya, segera mengeluarkan jendela menu. Bibirnya melengkung selama dia melihat ke layar biru yang berpendar beberapa saat, dan bersenandung dengan suara hidung, dia menutup jendelanya.
“…Kabur ya? Lagian program apa itu? Lalu, bagaimana kau memanjat kesini?”
Mengetahui bahwa paling tidak Yui tidak dihapus, aku merasa sedikit lega dan berkata:
“Aku terbang kesini, dengan sepasang sayap ini.”
“Well, tidak masalah. Aku bakal mengerti kalau aku tanya isi kepalamu langsung.”
“… Apa?”
“Kau tidak berpikir kalau aku membuat tempat ini dalam keadaan mabuk, bukan?”
Sambil melambung-lambungkan pedangku dengan jarinya, Sugou tersenyum dengan senyuman yang berbisa.
“Dengan kerja sama yang dicurahkan oleh para mantan pemain SAO, penelitianku terhadap dasar cara kerja proses berpikir dan ingatan sudah 80% selesai. Sedikit lagi dan aku akan mampu mengendalikan jiwa yang tidak pernah mampu dicapai siapapun. Itu selalu dikatakan sebagai karya Tuhan! Selain itu, aku dengan senang mendapatkan specimen baru hari ini. Ah, aku senang sekali. Melihat-lihat ingatanmu, menulis ulang emosimu!! Hanya memikirkannya saja sudah membuatku gemetar!!”
“Tak mungkin… itu, kau tidak bisa melakukan itu…”
Bisikku sambil masih berusaha untuk menguasai kesangsianku setelah pembicaraan yang terlalu gila itu. Sugou menaruh kakinya di kepalaku lagi, mengetuk-ketukkan jari kakinya.
“Kau tidak belajar dari pengalamanmu sebelumnya dan tersambung menggunakan NerveGear bukan? Itu menaruhmu di posisi yang sama dengan tubuh spesimenku yang lainnya. Bagaimanapun juga, anak-anak itu bodoh. Bahkan anjing mengingat apa yang tak boleh dilakukan setelah sekali ditendang.”
“Itu… hal seperti itu tidak akan bisa dimaafkan, Sugou!!”
Asuna berteriak dengan wajah yang seperti tidak berdarah.
“Kalau kau menyentuh Kirito, aku tidak akan pernah memaafkanmu!!”
“Burung kecil, hari dimana aku akan bisa mengubah kebencianmu menjadi kepatuhan penuh dengan satu jentikan jari sudah dekat.”
Setelah Sugou mengatakannya dengan ekspresi mabuk kesenangan, dia memegang pedangku dan membelai bilah pedangnya dengan ujung-ujung jari tangan kirinya.
“Well, mari kita nikmati pesta yang menyenangkan sebelum aku merubah jiwamu! Yeah… akhirnya, aku sudah lama menunggu momen ini. Karena tamu terbaik sudah muncul, kurasa senilai dengan waktu yang kuhabiskan untuk menunggu sampai batas kesabaranku!!”
Sugou berbalik, merentangkan tangannya lebar-lebar.
“Saat ini, aku merekam semua log dalam ruang ini! Tunjukkan padaku ekspresi yang bagus!”
“……”
Asuna menggigit bibirnya, menatap ke dalam mataku, berbisik cepat.
“…Kirito-kun, log out sekarang. Di dunia nyata kau bisa membongkar rencana Sugou. Aku akan baik-baik saja.” “Asuna…!”
Aku merasa terkoyak ke dua arah sebentar. Tapi segera mengangguk dan melambaikan tangan kiriku. Kalau ada informasi sebayak ini, memungkinkan bagiku untuk mendapat tim penolong meski tanpa bukti fisik. Selama kita bisa mengontrol server ALO di RECTO Progress, semuanya akan bisa diselesaikan.
— Tetapi jendelanya tidak muncul.
“Ahahahahahahahaha!!”
Sugou membungkuk, memegang perutnya mengejang dalam tawa.
“Sudah kubilang ‘kan! Ini adalah duniaku! Tidak ada yang bisa kabur dari sini!!”
Sugou menari-nari senang, mendadak mengangkat tangan kirinya. Setelah jari-jarinya memanipulasi jendela menu dua rantai seperti jatuh dari langit dalam kegelapan tanpa ujung dengan suara berdencing.
Ada gemuruh suara logam saat rantai-rantai itu jatuh ke lantai. Cincin-cincin logam besar menggantung dari setiap ujung rantai, Sugou mengambil salah satu lingkaran dan memasangnya pada pergelangan tangan kanan Asuna dengan suara ‘kaching’ yang berisik. Lalu, rantai yang memanjang sampai kegelapan itu tertarik sedikit.
“Kya!!”
Rantainya mendadak tertarik ke atas dan tanan kanan Asuna terangkat tinggi. Ujung-ujung jari kakinya hampir tidak menyentuh tanah ketika rantainya berhenti.
“Dasar brengsek… apa yang kau…!”
Aku berteriak, tapi Sugou bahkan tidak melirik ke arahku sambil bersenandung dan mengambil cincin belenggu lain.
“Aku memang punya macam-macam mainan. Well, aku akan mulai dari sini.”
Sambil berkata demikian, lingkaran itu dibelenggukan ke pergelangan tangan kiri Asuna dan rantainya tertarik lagi. Dengan sisi lainnya terangkat, Asuna tergantung di udara dengan penampilan seperti ia ditangkap dari kedua tangannya. Seperti masih berada dibawah pengaruh gravitasi yang intens, lengkungan alis matanya yang elegan terlihat piuh.
Saat Sugou berdiri di depan Asuna dengan kedua tangan menyilang, dia bersiul vulgar pada Asuna.
“Cantik sekali, wajah ini memang tidak bisa dibuat oleh wanita NPC.”
“…!”
Asuna membersut ke arah Sugou dan menutup kelopak matanya rapat-rapat dengan kepalanya tertunduk. Sugou terkekeh, suara ‘kuku’ terdengar dari belakang tenggorokannya, sambil dia berbalik dan berjalan perlahan di belakang Asuna. Dia mengambil sekumpulan rambut panjang Asuna dalam tangannya dan menghirupnya, menghisap dalam-dalam wanginya.
“Mmm, aroma yang enak. Benar-benar sulit untuk mereplika wangi Asuna-kun di dunia nyata. Aku ingin kau menghargai usahaku membawa analyzer ke kamarmu di rumah sakit.”
“Hentikan… Sugou!!”
Rasa marah yang tidak tertahankan menusuk-nusuk seluruh tubuhku. Bara merah menjalari sarafku, dalam sekejap tekanan yang menahan tubuhku menghilang begitu saja.
“Gu…oh…”
Aku menyangga tubuhku dengan tangan kanan dan melepaskan diri dari lantai. Berdiri pada satu lutut, aku perlahan mengangkat diriku menggunakan seluruh tenaga dalam tubuhku.
Sugou membuat gerakan dramatis pada pinggangnya dengan tangan kirinya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Dia berjalan ke depanku, memelintir mulutnya.
“Ya ampun, penonton harus tenang… dan diam meringkuk disitu!!”
Berdiri tepat disebelahku, dia tiba-tiba menendang kedua kakiku. Aku kehilangan penyangga dan terhempas ke lantai.
“Guwah!!”
Paru-paruku terkosongkan karena dampak benturan, dipaksa mengeluarkan suara itu. Dengan tanganku menyangga ke lantai lagi, kepalaku terangkat ke atas. Sugou tersenyum dengan senyuman beracun – sambil memegang pedangku dalam tangan kanannya dia menusukku dari belakang tanpa penyesalan sedikitpun.
“Gah…!”
Bara api yang menjalar melalui sarafku dipadamkan oleh sensasi logam tebal menembus tubuhku. Bagian tengah dadaku ditusuk oleh pedang yang sepertinya mengakar dalam ke lantai. Meskipun tidak terasa sakit, aku diserang oleh rasa tidak nyaman yang intens.
“Ki…Kirito-kun!!”
Mendengar jeritan Asuna, aku bertemu tatapannya sambil mencoba memberitahunya ‘aku baik-baik saja’.
Namun, lebih cepat dari kata-kataku dapat keluar, Sugou tiba-tiba bicara ke kegelapan langit di atas dengan suara yang nyaring.
“System Command! Pain Absorption, rubah ke level 8.”
Saat itu, kerucut tajam rasa nyeri murni menyebar ke seluruh punggungku, seakan aku telah ditikam.
“G…Guh…”
Ketika erangan keluar dari mulutku, Sugou melolong dalam tawa.
“Kukuku, masih ada dua suguhan lagi untukmu. Nyerinya akan bertambah kuat perlahan-lahan jadi nantikan saja untuk menikmatinya. Ketika levelnya lebih kecil dari level 3, aku takut sepertinya kau masih akan merasakan gejala syok bahkan setelah log out.”
Dengan sebuah tepukan dari tangannya seakan dia mengatakan ‘sekarang…’, dia kembali ke belakang Asuna.
“B…Bebaskan Kirito-kun sekarang, Sugou!”
Asuna menjerit, tapi tentu saja, Sugou tidak menunjukkan tanda bahwa dia mendengarnya.
“Kau tahu, aku paling benci dengan bocah seperti itu. meskipun dia tidak punya kemampuan atau latar belakang, serangga yang berisik. Kukuku, seperti serangga dalam kotak specimen, mereka harus dijepit dan dihentikan. Lagipula, kau tidak dalam kondisi untuk mengkhawatirkannya, bukan, burung kecil?”
Dari belakang Asuna, Sugou mengulurkan tangan kanannya dan menyentuh pipi Asuna dengan jari telunjuknya. Asuna memutar lehernya mencoba untuk menghindarinya, tapi tidak terjadi seperti yang diharapkannya karena gravitasi yang berat. Jarinya menjalar dari wajahnya dan tidak lama kemudian bergerak turun ke lehernya. Wajah Asuna berubah oleh rasa jijik.
“Hentikan… Sugou!!!”
Aku berteriak, sambil dengan mati-matian mencoba mendorong tubuhku berdiri. Asuna tersenyum teguh dan dengan suara yang bergetar, berkata:
“- Jangan khawatir, Kirito-kun. Aku tidak akan terluka gara-gara hal seperti ini.”
Saat itu, sebuah tawa berdenyit dengan bunyi ‘kiki’ datang dari Sugou.
“Memang harusnya seperti ini. Berapa lama kau pikir harga dirimu akan menopang – 30 menit? Sejam? Mungkin seharian penuh? Perpanjang saja selama mungkin, kesenangan ini!!”
Sambil berteriak, dia menarik pita merah pada kerah gaun Asuna dengan tangan kanannya. Saat dia menariknya, pakaiannya melar dan tersobek. Pita tipis berwarna merah darah itu terkibar di udara tanpa suara dan mendarat di depan mataku.
Dari gaun yang dikoyak kulit putih dadanya jelas tersingkap. Wajah Asuna berubah dalam penghinaan dan matanya tertutup begitu rapat sampai ia bergetar. Tubuh Sugou melengkung ke belakang, tertawa dengan seringai sambil mengulurkan tangannya ke kulit Asuna yang telanjang. Bibirnya terbuka membentuk bulan sabit dan dia menjulurkan lidah merahnya keluar. Sambil membuat suara air liur yang menetes, dia menjilat dari bawah pipi Asuna, naik.
“Ku, ku, haruskah aku memberitahumu apa yang sedang aku pikirkan?”
Sugou berkata dengan suara yang diwarnai kegilaan yang panas sementara lidahnya masih menjulur di dekat telinga Asuna.
“Setelah aku menikmati sampai puas tempat ini aku bakal pergi ke kamarmu di rumah sakit. Kalau aku mengunci pintunya dan mematikan kameranya, kamar itu menjadi ruangan rahasia. Kau dan aku, hanya kita berdua. Aku akan memasang layar besar dan memutarkan rekaman hari ini dan bersenang-senang dengan dirimu yang lain. Aku akan memanfaatkan waktuku dan melakukannya dengan hati-hati. Lagipula, itu tubuh aslimu. Setelah mengambil kesucian hatimu disini, aku akan mengambil keperawanan tubuhmu disana! Menyenangkan sekali, sebuah pengalaman yang benar-benar unik!!”
Tawa Sugou yang melengking seakan membalikkan isi perutku keluar saat suaranya bergema dalam kegelapan.
Asuna terbelalak untuk beberapa saat, mulutnya tertarik rapat penuh keberanian.
Bagaimanapun, rasa takut yang tidak bisa dikendalikannya terkumpul di sudut matanya. Air mata menetes dari kedua matanya menuruni bulu matanya yang panjang lidah Sugou menjilatnya.
“Ah… manisnya, manis sekali! Ayo, menangislah untukku!!”
Kemarahan putih panas yang dapat menghanguskan segalanya menusuk-nusuk menembus kepalaku, menyebarkan bunga api yang kasar dalam penglihatanku.
“Sugou… dasar brengsek… KAU BRENGSEK—!!!”
Aku berteriak, dengan nekat menggerakkan anggota gerakku, berusaha untuk berdiri. Tapi pedang yang menembusku tidak bergerak sedikitpun.
Aku merasakan air mata meluap dari kedua mataku. Merayap seperti serangga jelek dan meronta, aku meraung.
“Kau brengsek… aku akan membunuhmu! Bunuh! AKU PASTI AKAN MEMBUNUHMU!!!”
Aku berteriak, tapi semuanya tenggelam dalam tawa gila Sugou.
Saat ini, jika saja aku bisa meminjam kekuatan…
Ujung jariku mencakar lantai, berdoa untuk bergerak meski hanya satu millimeter ke depan.
Saat ini, jika saja aku diberikan kekuatan untuk berdiri, berapapun harganya tidak apa-apa. Ambil saja hidupku, jiwaku, semuanya, aku tidak peduli. Apakah setan atau iblis, tidak masalah asalkan orang ini bisa kutebas dan kalahkan. Asalkan Asuna bisa kembali ke tempat ia seharusya berada.
Sugou menyentuh tangan dan kaki Asuna dengan kedua tangannya, membelainya. Setiap gerakannya mungkin menimbulkan sinyal stimulasi sensoris yang kuat pada Asuna. Asuna menggigit bibirnya begitu kuat sehingga mulai berdarah, menahan penghinaan itu.
Dengan pemandangan seperti itu dalam penglihatanku, aku merasa pikiranku memutih, terputus oleh sensasi putih membakar. Api kemarahan dan keputusasaan menelanku. Proses berpikirku yang tersisa berubah menjadi debu. Jika jiwaku menjadi seperti warna tumpukan tulang kering, aku tidak akan perlu berpikir. Tidak ada gunanya berpikir.
Jika saja aku punya pedang, kupikir aku bisa melakukan apapun. Karena aku adalah sang pahlawan yang berdiri dipuncak dari 10,000 pendekar pedang. Aku mengalahkan si raja setan, pahlawan yang menyelamatkan dunia.
Dunia virtual hanya dirangkai berdasarkan teori pemasaran perusahaan-perusahaan, hanya sebuah game. Terhanyut dalam pikiran bahwa itu adalah kenyataan yang lain, aku menipu diri berpikir bahwa kekuatan yang diperoleh dalam dunia itu adalah kekuatan yang sesungguhnya. Terbebas dari dunia SAO – atau terusir, setelah kembali ke dunia nyata, apakah aku tidak kecewa dengan tubuhku yang lemah? Di suatu tempat dalam hatiku, tidakkah aku merindukan untuk kembali ke dunia itu, dunia dimana aku adalah pahlawan terkuat? Yang karenanya kau, setelah tahu pikiran Asuna terjebak di dunia game baru, berpikir bahwa kau dapat melakukan sesuatu dengan kekuatanmu sendiri dan datang begitu saja. Ketika hal yang sebenarnya harus kau lakukan adalah untuk menyerahkannya pada para orang dewasa dengan kekuasaan di dunia nyata. Setelah memperoleh kembali kekuatan semu sekali lagi, mengalahkan pemain lain, apakah itu bukan untuk menyenangkan diriku dengan memuaskan harga diriku yang jelek?
Kalau begitu ini – adalah apa yang pantas buatku. Benar, kau hanya menggunakan kekuatan yang diberikan oleh orang lain, gembira seperti seorang anak kecil. Hanya memiliki satu ID tidak dapat melampaui apa yang disebut hak istimewa administrator system. Hanya satu hal yang pasti, penyesalan. Kalau aku tidak menyukainya, aku harus membuang pikiran itu.
『Melarikan diri?』
- Bukan, aku hanya mengakui kenyataan.
『Apa kau menyerah? Pada kekuatan system yang pernah kau sangkal sebelumnya?』
- Mau bagaimana lagi. Aku hanya seorang pemain, orang itu adalah game master.
『Itu adalah kata-kata yang mengotori pertarungan itu. dimana aku dipaksa untuk mengakui bahwa kekuatan kemauan manusia dapat melampaui system, dibuat untuk memahami kemungkinan-kemungkinan di masa depan, pertarungan kita.』
- Pertarungan? Itu adalah omong kosong. Bukankah itu hanya hal yang akan bertambah dan berkurang dalam angka?
『Kau harusnya tahu itu bukan begitu. Sekarang, berdiri. Berdiri dan ambil pedangmu.』
『- BERDIRI, KIRITO-KUN!!』
Suara itu seperti raungan yang menggelegar, menyobek kesadaranku seperti petir.
Pikiranku yang tadinya memudar seperti tersambung kembali dalam sekejap. Aku membuka mata lebar-lebar.
“Wu…oh…”
Keluar dari tenggorokanku dalam suara yang parau.
“O… OOoh…”
Aku mengkertakkan gigi dan menyanggakan tangan kananku ke lantai, mendorong diriku sampai ke siku dengan sebuah suara yang seperti jeritan dari binatang buas yang sekarat.
Ketika aku mencoba mengangkat tubuhku, pedang yang menancap di tengah tulang belakangku bertahan dengan tekanan yang luar biasa.
- Aku tidak bisa terus meringkuk menyedihkan di bawah benda seperti ini. Serangan yang tanpa jiwa ini, menyerah padanya merupakan hal yang tak bisa dimaafkan. Serangan setiap pedang di dunia itu terasa lebih berat. Lebih menyakitkan.
“Wu… Gu, ooh!”
Bersamaan dengan raungan singkat, aku mengerahkan seluruh tenaga di tubuh dan jiwaku untuk mengangkat diriku. Dengan suara ‘shuit’ yang kuyu pedangnya meninggalkan lantai, keluar dari punggungku, dan perputar di lantai.
Sugou melotot dengan ekspresi tercengang saat aku sempoyongan di atas kakiku. Segera, sia membuat wajah tidak senang dan mengundurkan tangannya dari tubuh Asuna, mengangkat bahu dengan dramatis.
“Oh, ya ampun, kupikir aku sudah menentukan koordinat benda itu, apa mungkin masih ada bug anehnya. Tim management kami itu benar-benar tidak kompeten…”
Dia bergumam sambil berjalan ke arahku. Mengangkat kepalan tangan kanannya, dia mengarahkannya untuk meninju pipiku.
Aku mengulurkan tangan kiriku, lalu menangkapnya di tengah udara.
“Oh…?”
Aku melihat ke dalam mata terkejut Sugou, membuka mulutku. Serangkaian kata-kata bergema jauh di dalam pikiranku, aku mengulanginya.
“System Login. ID «Heathcliff». Password…”
Gravitasi yang sebelumnya membelenggu tubuhku menghilang segera setelah aku selesai mengucapkan seri karakter alfanumerik yang rumit.
“Ap… Apa!? ID apa itu!?”
Ketika Sugou memperlihatkan giginya dan menjerit dalam keterkejutan, dia menyingkirkan tanganku dan mundur selangkah. Dia melambaikan tangan kirinya ke bawah dan sebuah jendela menu system berwarna biru muncul.
Sebelum orang itu dapat menggerakkan satu jari pun, sebuah perintah suara keluar dari mulutku.
“System command. Supervisor Authority Change. ID «Oberon» ke level 1.”
Dalam sekejap, jendela tersebut menghilang dari bawah tangan Sugou. Dia melotot dengan matanya bolak-balik melihat aku lalu ruang kosong di yang seharusnya tempat jendelanya berada, melambaikan tangannya lagi dalam frustasi.
Bagaimanapun, tidak terjadi apapun. Gulungan sihir yang memberikan Sugou kekuasaan Raja Peri tidak mau keluar.
“Se… Sebuah ID dengan tingkat lebih tinggi dari milikku…? Tidak bisa kupercaya… ini seharusnya tidak mungkin… Aku adalah sang penguasa… Sang pencipta… Penguasa dunia ini… Tuhan…”
Sugou terus berbicara dengan suara yang bernada tinggi seperti contoh audio yang diputar ulang dalam kecepatan tinggi. Aku bicara sambil menatap wajah tampan yang runtuh menuju keburuk-rupaan.
“Bukan begitu, ‘kan? Kau mencurinya. Dunianya. Para penghuninya. Seorang raja pencuri yang menari sendirian di tahta yang ia curi.”
“Kau… Bocah sialan ini… padaku… beraninya kau bicara begitu padaku… aku akan membuatmu menyesalinya… aku akan memenggal kepalamu dan menjadikannya hiasan…”
Sugou mendorong jari telunjuknya yang melengkung seperti kail ke arahku dan berteriak dengan suara yang melengking.
“System command. Object ID «Excalibur». Generate!!”
Akan tetapi, system dunia ini tidak lagi merespon terhadap suara Sugou.
“System command. Dengarkan aku, barang sialan!! Tuhan… Tuhan sedang memerintahkanmu!!” membiarkannya berteriak, aku mengalihkan mataku dari Sugou. Aku melihat ke Asuna yang masih tergantung di atas lantai.
Gaun indahnya telah sobek dan hanya sisa sobekan yang menutupi tubuhnya, rambutnya berantakan, dan ada garis cahaya yang merupakan air matanya di permukaan pipinya. Namun matanya belum kehilangan sinarnya. Deraan yang kuat itu tidak mematahkan jiwanya yang teguh.
- Semuanya akan segera beres. Tunggulah sebentar lagi.
Aku berbisik dalam pikiranku, menatap ke dalam mata berwarna hazel Asuna. Dengan gerakan kecil, ia mengangguk.
Api kemarahan baru muncul dalam diriku ketika aku melihat sosok Asuna yang tertekan. Aku melirik ke atas dan berkata:
“System Command. Object ID «Excalibur» Generate.”
Udara di depanku mulai terdistorsi saat aku mengatakannya. Angka-angka berskala kecil mengalir deras membentuk sebuah pedang. Warna dan tekstur muncul dari ujung lalu turun. Dengan bilah pedang yang memancarkan sinar keemasan, itu adalah pedang panjang yang diukir dengan hiasan yang indah. Tidak diragukan lagi itu adalah senjata yang sama yang disegel di ujung penjara bawah tanah di Jötunheimr. Pedang terkuat yang merupakan impian banyak pemain, dan itu muncul hanya dengan satu perintah, bukan suatu perasaan yang menyenangkan.
Aku memegang hulu pedang itu dan melemparnya kepada Sugou yang terbelalak. Setelah melihatnya menangkap pedang itu dengan gerakan yang berbahaya aku dengan lembut mengangkat kaki kiriku.
Pedangku terbang ke dalam kegelapan dari tempat dimana ia terguling sebelumnya saat aku menginjaknya di bagian hulu pedangnya. Berputar di udara, pedangnya jatuh ke arah tangan kananku dengan kilatan dari besinya yang kebiruan. Dengan suara berat, pedang itu jatuh ke dalam tanganku.
Saat aku mengarahkan pedang besar besi hitam yang berat pada Sugou, aku berkata:
“Waktunya menyelesaikan ini. Raja yang mencuri dan pahlawan palsu… System Command. Pain Absorption ke level 0.”
“Ap… Apa…?”
Mendengar petintah untuk menaikkan nyeri virtual tanpa batasan, warna terkuras dari pipi si Raja Peri yang memegang pedang emas. Dia mundur satu langkah, dua langkah.
“Jangan coba untuk kabur. Orang itu tidak punya keraguan sama sekali dalam situasi apapun. Kayaba Akihiko itu.”
“Ka… Kaya…”
Mendengar nama itu, wajah Sugou berubah drastis.
“Kayaba… Heathcliff… jadi kau… Kau menghalangi jalanku lagi!!”
Melambaikan pedang di tangan kanannya tinggi di atas kepalanya, dia berteriak dengan suara yang seakan dapat membelah logam.
“Kau mati! Kau sudah mati! Kenapa kau harus menggangguku bahkan dalam kematian!! Kau selalu begini… selalu selalu!! Selalu membuat wajah yang seperti kau mengerti segalanya… merebut semua hal yang aku inginkan diujung!!”
Sugou berteriak, mendadak mendorong pedangnya ke arahku sebelum melanjutkan.
“Seorang bocah sepertimu… apa yang kau mengerti!! Seperti apa rasanya berada di bawahnya… apa arti bersaing dengannya. Bagaimana mungkin kau mengerti seperti apa rasanya!?”
“Aku mengerti. Aku menjadi bawahannya setelah dikalahkan olehnya juga. —Tapi aku tidak pernah berpikir untuk menjadi seperti dia. Tidak seperti kau.”
“Bocah… bocah ini… BOCAH INI!!!”
Sugou bertolak dari lantai dan dengan berteriak mengayunkan pedangnya. Segera ketika tubuhnya memperlihatkan celah, aku mengayunkan ke bawah pedang di tangan kananku. Ujung pedangku menggores pipi mulus si Raja Peri.
“Aaah!!”
Sugou berteriak sambil menutupi pipinya dengan tangan kirinya dan melompat mundur.
“SAKIIIT!!!”
Teriakan dari sosok dengan mata terbelalak itu hanya membuat aku lebih marah. Pikiran bahwa Asuna berada dalam tahanan lelaki ini selama dua bulan sangat tak tertahankan. Mengambil langkah besar ke depan, aku mengayunkan pedangku. Sugou secara refleks mengangkat tangan kanannya untuk menghalanginya dan pedangku menebas pergelangan tangannya. Tangan dan pedang emas yang dipegangnya menghilang ke dalam kegelapan. Suara pedang itu jatuh di tempat yang jauh bergema dengan jelas.
“AAAAAAaaah!! Tangan... Tanganku!!”
Meskipun hanya sinyal psedo-elektrik, itulah sebabnya Sugou merasakan nyeri yang nyata. Tentu saja, itu tidak cukup. Tidak mungkin cukup.
Aku mengayunkan pedangku dengan tenagaku ke arah jubah hijau yang membungkus dada Sugou sementara dia memegangi tempat dimana tangannya hilang dan mengerang.
“Guboaaaa!!”
Perut dari tubuh yang tinggi dan tampan itu terpotong dua bagian, terguling ke lantai dengan suara yang berisik. Tubuh bagian bawahnya segera ditelan oleh kobaran api putih dan jatuh setelah hangus terbakar.
Menjenggut rambut Sugou yang panjang dan bergelombang dalam tangan kiriku, aku mengangkatnya. Dia terus berteriak dengan teriakan yang membuat ngilu dengan suara yang keluar dari mulut yang gemetar yang terus menerus membuka dan menutup, sementara air mata keluar dari mata yang terbuka lebar sampai ke batasnya.
Sosoknya hanya bisa menimbulkan rasa jijik dalam diriku. Aku mengayunkan tangan kiriku, melempar paruhan atas tubuhnya.
Memegang pedang besarku dengan kedua tangan, aku mengambil kuda-kuda di atasnya. Menyaksikan pedangnya turun, dia mengeluarkan teriakan keras.
“…Uoooo!!”
Aku mengayunkan turun pedangku menggunakan seluruh tenagaku. Dengan suara ‘gatsutsu’ yang berisik, bilah pedangnya menembus mata kanan Sugou dan keluar dari belakang kepalanya.
“Gyaaaaaaaaa!”
Teriakan yang memuakkan itu bergema dalam kegelapan seperti beribu roda gigi berputar melawan arah dengan satu sama lain. Mata kanannya terbagi dua di sisi kiri dan kanan pedangku. Kobaran api putih, dalam sekejap menyebar dari kepala ke tubuh bagian atasnya.
Dia berubah menjadi seperti hantu dan terus menghilang, dan untuk beberapa detik sebelum benar-benar hilang Sugou terus menjerit tanpa henti. Teriakannya perlahan menghilang, dan tidak lama kemudian, sosoknya menghilang. Keheningan kembali ke dunia, dan aku melambaikan pedangku, menguraikan bara api putih itu.
Dengan ayunan lembut pedangku, kedua rantai yang mengikat Asuna hancur dan menghilang. Aku melepaskan pedangku, tugasku sudah selesai. Aku menahan Asuna saat ia terjatuh ke tanah, tubuhnya telah lemas.
Energi yang menopang tubuhku juga habis dan aku tergelincir pada satu lutut di atas lantai. Aku menatap Asuna dalam kedua tanganku.
“…Ugh…”
Semburan perasaan tidak berdaya berubah bentuk dan mulai mengalir dari mataku dalam bentuk air mata. Dengan erat memeluk tubuh Asuna, wajahku terkubur diantara rambutnya, aku menangis. Aku tidak bisa mengatakan apapun, aku hanya terus menangis.
“— Aku percaya.”
Suara jelas Asuna menggetarkan telingaku.
“…Ya. Aku yakin… sampai sekarang, mulai saat ini dan seterusnya. Kamu adalah pahlawanku… Kau akan selalu datang menolongku…”
Tangan-tangan yang lembut mengusap rambutku.
- Sebenarnya bukan begitu. Aku… aku sebenarnya tidak punya kekuatan…
Akan tetapi, aku mengambil napas dalam, dan berkata dengan suara yang gemetar.
“… Aku akan berusaha keras untuk menjadi seperti itu. sekarang, ayo pulang…”
Melambaikan tangan kiriku, sebuah jendela system yang rumit muncul yang memang berbeda dengan jendela yang biasanya. Aku menggunakan intuisiku menyelami jendela yang berisi menu bertingkat-tingkat, berhenti ketika jariku mendarat pada menu yang berhubungan dengan transfer.
Menatap ke dalam mata Asuna, aku berkata:
“Di dunia nyata sekarang mungkin sudah malam. Tapi aku akan langsung pergi ke ruanganmu di rumah sakit.”
“Iya. Akan kutunggu. Akan sangat menyenangkan untuk bertemu dengan Kirito-kun dulu.”
Asuna tersenyum cerah. Dia memandang ke suatu tempat yang jauh, dengan mata yang sejernih Kristal, dan berbisik:
“Ah… akhirnya, selesai sudah. Aku akan kembali… ke dunia itu.”
“Benar. …Banyak hal yang berubah, kau akan terkejut.”
“Fufu. Aku pergi ke banyak tempat dan melakukan banyak hal.”
“Iya. – Pasti.”
Aku mengangguk, memeluk erat Asuna lalu menggerakkan tangan kananku. Aku menyetuh tombol log out, dengan ujung jariku bersinar biru menunggu sebuah sasaran, aku dengan lembut menyapu air mata yang mengalir di pipi Asuna.
Lalu, cahaya biru menyelimuti tubuh Asuna yang putih. Sedikit demi sedikit Asuna menjadi lebih transparan seperti Kristal. Partikel cahaya muncul dari jari-jarinya, menari di udara sebelum menghilang.
Sampai Asuna benar-benar hilang, aku terus memeluknya erat. Akhirnya, beban di tanganku lenyap dan aku tertinggal sendirian dalam kegelapan.
Untuk sementara aku tetap merunduk.
Sebagai tambahan pada perasaan bahwa semuanya sudah selesai, muncul juga perasaan bahwa sudah terjadi kemajuan yang besar. Dan insiden ini disebabkan oleh angan-angan Kayaba dan ambisi Sugou – apa ini yang disebut sebuah akhir? Atau ini hanya titik penentuan lain?
Aku memaksa diriku untuk berdiri dengan tubuh yang kehabisan tenaga. Aku melihat ke atas ke dalam kegelapan yang merentang sampai ke kedalaman dunia, dan berbisik sendirian.
“Anda ada disini, bukan, Heathcliff.”
Setelah hening sejenak sebuah suara yang using berbunyi dalam pikiranku, suara yang sama dengan yang sebelumnya.
『Lama tidak berjumpa, Kirito-kun. Walau buatku kejadian hari itu terasa seperti kemarin.』
Kali ini rasanya berbeda, suara itu seperti berasal dari tempat yang sangat jauh.
“—Apa Anda masih hidup?”
Dengan pertanyaan singkat itu, aku mendengar jawabannya setelah kesunyian yang sekejap.
『Bisa dikatakan iya, bisa dikatakan tidak. Di satu sisi, saya adalah sebuah gema dari kesadaran Kayaba Akihiko, sebuah afterimage』
“Seperti biasa, Anda adalah orang yang berkata dengan cara yang membingungkan. Saya berterima kasih saja sekarang – bagaimanapun, akan lebih baik jika saja Anda muncul dan menolong kami lebih awal.”
『……』
Aku merasa dia mengeluarkan senyuman pahit.
『Sayang sekali, saya minta maaf. Waktu saat system pengawetan terpisah terhubung dan membangunkan programku baru mulai barusan – setelah saya mendengar suaramu. Kau tidak perlu berterima kasih.』
“…Kenapa?”
『Kau dan aku tidak cukup akrab untuk menerima pertolongan gratis. Saya harus mendapat kompensasi, tentunya.』
Sekarang giliranku yang tersenyum kecut.
“Kalau begitu, beri tahu saya apa yang harus dilakukan.”
Lalu, dari kegelapan di kejauhan, semacam objek berwarna silver yang berkilauan jatuh. Aku mengulurkan tangan dan benda itu mendarat dalam tanganku dengan suara yang kecil. Itu adalah kristal kecil berbentuk telur. Dari dalam kristal sebuah cahaya yang redup berkedip-kedip.
“Ini apa?”
『Itu adalah world seed.』
“- apa?”
『Ketika ia bertunas, kau akan mengerti. Saya akan mempercayakanmu dengan keputusan apa yang harus dilakukan pada benda itu setelahnya. Kau hapus tidak apa-apa, kau lupakan juga tidak apa-apa… akan tetapi, kalau kau punya perasaan lain selain rasa benci terhadap dunia itu…』
Suaranya terputus disitu. Diikuti oleh keheningan sejenak, hanya kata-kata perpisahan singkat yang turun.
『Kalau begitu, saya akan pergi sekarang. Semoga kita dapat bertemu lagi suatu hari nanti, Kirito-kun.』
Lalu tiba-tiba hawa kehadiran orang itu hilang.
Aku memutar kepalaku, menjatuhkan telur yang berkilauan itu ke dalam saku di dadaku untuk sementara ini. Hanyut dalam pikiran sebentar, aku mengangkat wajahku.
“- Yui, apa kau ada disini? Apa kau baik-baik saja?!”
Segera setelah aku berteriak, dunia kegelapan itu terbelah dan terbuka mengikuti sebuah garis lurus.
Cahaya jingga segera bersinar masuk, memotong tirai hitam. Anginnya masuk bersamaan dan menyapu kegelapan. Begitu cantik dan menyilaukan sampai aku harus menutup mata untuk sementara waktu. Aku membuka mataku dengan hati-hati dan menemukan diriku telah kembali berada dalam sangkar.
Di depanku, matahari terbenam yang besar memancarkan sinar terakhirnya sebelum turun ke bawah horizon. Tidak ada sosok manusia, hanya suara angin.
“-Yui?”
Aku memanggilnya sekali lagi, cahaya memadat di depan mataku, dan seorang gadis pixie berambut hitam muncul dengan bunyi letupan kecil.
“Papa!”
Dengan teriakan yang bergema Yui melonpat ke dadaku, memeluk leherku erat-erat.
“Kau baik-baik saja. – Syukurlah…”
“Iya… waktu sepertinya alamatku akan diblokir tiba-tiba, aku mundur ke memori local NerveGear. Aku berhasil tersambung lagi, tapi baik Mama dan Papa tidak ada… aku cemas sekali. – Apa yang terjadi pada Mama?”
“Ah, dia sudah kembali… ke dunia nyata.”
“Begitu… itu benar-benar… bagus…”
Yui menutup matanya dan menyandarkan pipinya di dadaku. Aku samar-samar merasakan bayangan kesepian darinya dan dengan lembut mengusap rambutnya.
“- Secepatnya, kami akan datang menemuimu lagi. Tapi… apa yang akan terjadi, dunia ini…”
Setelah gumamanku, Yui tersenyum lebar dan berkata.
“Program intiku bukan bagian dari tempat ini tapi tersimpan dalam NERvGear Papa. Kita akan selalu bersama. – Oh, tapi ada yang aneh…”
“Ada apa?”
“Sebuah data yang agak besar sudah ditranfer ke dalam penyimpanan memori NERvGear Papa… meskipun sepertinya tidak aktif…”
“Hmmm…”
Aku memiringkan kepalaku, tapi mengenyampingkan pertanyaannya dulu. Sebetulnya, ada yang harus aku lakukan terlebih dahulu.
“- Well, aku akan pergi. Menemui Mama mu,”
“Iya. Papa – aku mencintaimu.”
Meneteskan air mata kecil, aku memeluk Yui kuat-kuat sambil mengusap-usap kepalanya dan melambaikan tangan kananku.
Sesaat sebelum aku menekan tombolnya, aku berhenti dan melihat dunia yang diwarnai oleh warna matahari sore. Dunia ini yang diperintah oleh seorang raja palsu, apa yang akan terjadi pada dunia ini setelah dia tidak ada? Hatiku sakit ketika aku memikirkan Lyfa dan pemain lain yang sangat mencintai dunia ini.
Aku dengan lembut mencium pipi Yui dan menekan tombolnya. Cahaya melingkar menyebar dalam penglihatanku, cahaya itu menyelimuti kesadaranku dan membawaku naik lebih tinggi.
Aku merasa sangat lelah ketika aku membuka mata. Di depan mataku wajah Suguha terlihat dengan ekspresi yang cemas. Ketika mata kami bertemu ia segera berdiri.
“M, maaf karena memasuki kamarmu tanpa permisi. Karena onii-chan lama tidak kembali, aku jadi khawatir…”
Kata Suguha, dengan pipi yang agak merona sambil duduk di tepi tempat tidurku. Setelah sedikit time lag anggota gerakku terasa ‘tersambung’ kembali dan aku mendorong tubuh bagian atasku bangun dengan paksa.
“Maaf aku terlambat.”
“…apa semuanya sidah berakhir?”
“-Iya… Selesai… Semuanya…”
Untuk sesaat aku menatap langit-langit sebelum menjawab. Berada dalam situasi berbahaya di dunia virtual dan tertangkap, tapi kali ini terkurung tanpa mampu menyelesaikannya, bukan sesuatu yang dapat aku ceritakan pada Suguha. Suatu saat mungkin aku akan menceritakan semuanya padanya, tapi sekarang aku tidak ingin membuatnya bertambah khawatir. Adikku satu-satunya ini yang sudah menyelamatkanku berkali-kali.
Larut malam itu di dalam hutan, aku bertemu anak perempuan berambut hijau, dan petualangan baruku dimulai – selama perjalanan yang panjang, dia selalu bersamaku. Dia menunjukkanku jalan, mengajarkanku tentang sekelilingku dan melindungiku dengan pedangnya. Jika dia tidak mengenalkanku pada kedua penguasan dan berteman dengan mereka, aku pasti tidak akan bisa menerobos dinding ksatria penjaga itu.
Kalau diingat kembali, aku menerima bantuan dari banyak orang. Tapi tentu saja, bantuan paling besar datang dari gadis perempuan di depanku ini. Ketika aku Kirito dan dia adalah Lyfa, dan ketika aku Kazuto dan dia adalah Suguha, dia menolongku dan mendukungku, tapi pada saat yang sama pundaknya yang kecil menanggung kesedihan yang mendalam.
Sekali lagi aku menatap wajah Suguha, wajahnya memiliki baik keaktivan seorang anak laki-laki yang mempesona maupun tunas baru pubertas. Aku mengulurkan tanganku dan dengan lembut menepuk kepalanya, Suguha tersenyum kecil malu-malu.
“Aku sungguh berterima kasih banyak, Sugu. Kalau kau tidak ada disini, aku tidak akan bisa berbuat apa-apa.”
Wajah Suguha menjadi bertambah merah dan dia menundukan kepalanya. Dia ragu beberapa saat, lalu membuat keputusan dan menyandarkan pipinya ke dadaku.
“Iya… aku senang. Di dunia Onii-chan, aku bisa menolong onii-chan.”
Bisik Suguha sambil matanya terpejam. Dengan tangan kananku, aku dengan lembut memeluknya punggungnya dan memberinya pelukan erat yang singkat.
Setelah aku melepasnya, Suguha menatapku dan berkata.
“Lalu… kau mendapatkannya kembali, ‘kan? Orang itu – Asuna-san…”
“Iya. Akhirnya – akhirnya dia kembali… Sugu, aku…”
“Iya. Pergilah, dia juga pasti menunggu Onii-chan.”
“Maaf, aku akan menceritakan semuanya saat aku kembali.”
Aku menepuk kepala Suguha dan berdiri.
Aku berganti baju dalam waktu yang bisa memenangkan rekor, tapi berhenti sebentar di beranda memakai jaket. Diluar sudah benar-benar gelap. Jarum pada jam dinding antik yang menggantung di ruang tamu menunjukkan waktu sedikit kurang dari jam 9 malam. Jam besuk sudah lama selesai, tapi situasi ya situasi. Kalau aku menceritakan keadaannya di nurse station, aku mungkin bisa masuk.
Suguha segera berlari kepadaku, ‘aku buatkan ini’, dan memberiku sebuah sandwich tebal. Aku menerimanya dengan penuh syukur dan menggigitnya, lalu membuka pintu dan berjalan menuju halaman.
“Di, dingin…”
Aku merundukkan kepalaku ketika aku menyadari udara dinginnya menembus jaketku. Suguha menengadah ke langit malam yang gelap dan berkata.
“Ah… salju.”
“Oh…”
Benar, ada dua atau tiga serpihan salju yang terbang turun. Aku sempat ragu sebentar apakah harus memanggil taksi. Kalau aku melakukannya, aku harus menunggu lalu berjalan ke jalan utama untuk menemukannya, jadi akan lebih cepat kalau aku menggunakan sepedaku saja.
“Hati-hati… sampaikan salam pada Asuna dariku.”
“Ya. Lain kali, aku akan memperkenalkanmu dengan benar.”
Aku melambaikan tangan pada Suguha dan duduk di atas sepeda gunungku, lalu mulai mengayuh.
Aku membiarkan sepedaku melaju dalam kecepatan tinggi, dan kecepatan yang gila meniup pikiranku keluar dari kepalaku sementara aku melaju melalui Saitama selatan. Salju perlahan-lahan turun semakin banyak tapi tidak menumpuk, dan jalanan yang lengang sangat membantu.
Aku ingin sampai pada Asuna di rumah sakit secepat mungkin – tapi pada saat yang sama aku juga merasa takut terhadap apa yang mungkin aku temukan. Selama dua bulan belakangan, aku sudah mendatangi kamar itu begitu sering, selalu merasakan kekecewaan. Berpikir apa ia akan menjadi patung dingin seperti itu, aku menggenggam tangannya sementara ia terpenjara dalam tidur. Aku terus memanggil namanya meskipun itu tidak pernah tersampaikan.
Seperti ini, sambil menuruni jalan, aku bahkan mengingat setiap jaraknya, menemukannya di dunia peri, mengalahkan sang raja palsu, dan membebaskannya dari rantai yang membelenggunya mungkin saja hanya khayalanku.
Jika aku mendatangi kamarnya di rumah sakit beberapa menit kemudian dan Asuna belum terbangun.
Jiwanya tidak lagi berada di ALfheim, tapi dia masih tidak kembali ke dunia nyata – lagi ia mungkin menghilang ke suatu tempat yang tak dikenal.
Bukan hanya salju yang menghantam wajahku dalam gelapnya malam yang menyebabkan udara yang sangat dingin menjalar di punggungku. Tidak, tidak mungkin ada yang seperti itu. system yang mengatur dunia yang bernama kenyataan tidak mungkin sebegitu kejamnya.
Sementara pikiranku yang kusut tumpang tindih aku terus mengayuh sepeda. Aku berbelok ke kanan di jalan raya menuju jalan yang menanjak. Roda sepeda gunungku berperan menjadi sekop dan bertolak ke salju tipis di atas aspal, mempercepat laju sepedaku.
Tidak lama kemudian, bayangan sebuah bangunan besar muncul di depanku. Sebagian besar lampunya sudah padam, tapi cahaya biru berkelebat dari helipad di atap yang seperti will-o-the-wips mencoba untuk menarik korbannya ke kastil kegelapan.
Sebuah pagar besi tinggi muncul setelah aku mendaki jalan berbukit. Aku mengayuh sepanjang pagar itu selama puluhan detik selanjutnya. Aku akhirnya mencapai gerbang depan, dilindungi oleh tonggak gerbang yang tinggi.
Karena tempat ini merupakan fasilitas medis yang sangat terspesialisasi, tempat ini tidak menerima kasus gawat darurat. Gerbangnya sudah tertutup rapat dan di pos penjaganya sudah tidak ada orang. Aku mengayuh melewati pintu masuk tempat parkir utama dan masuk ke pintu masuk khusus staff yang kecil.
Aku memarkirkan sepedaku diujung lapangan parkir. Terlalu mengesalkan untuk menguncinya dulu jadi aku langsung lari saja. Dalam cahaya orange yang dipendarkan oleh lampu sorot natrium aku bisa melihat bahwa lapangan parkir benar-benar kosong. Keheningannya hanya dipecahkan oleh salju yang turun dari langit, mewarnai dunia menjadi putih. Aku terus berlari sambil mengeluarkan kepulan uap dengan napasku yang kasar.
Separuh jalan di lapangan parkir yang luas, saat aku akan melewati antara sebuah mobil van tinggi yang berwarna gelap dan sebuah sedan putih, pada saat itu.
Aku hampir bertabrakan dengan sosok seseorang berlari dari belakang mobil van.
“Ah…”
‘Maaf,’ adalah apa yang hendak aku katakan sambil mencoba menghindar, sesuatu melintasi penglihatanku –
Flash – sebuah kilatan logam yang jelas mengiris ke arahku.
“—!?”
Segera setelahnya, panas merekah dari lengan kananku, tepat di bawah siku. Pada saat yang sama, banyak warna putih beterbangan. Itu bukan serpihan salju. Warna putih itu adalah bulu-bulu halus warna putih. Insulasi jaket musim dinginku.
Aku mundur dengan oleng, entah bagaimana menabrak bagian belakang sedan putih dan berhasil berhenti.
Aku tidak dapat memahami situasi saat ini. Sambil masih terkejut, aku melihat ke arah bayangan hitam yang berjarak sekitar dua meter dariku. Bayangan itu adalah seorang lelaki. Dia memakai setelan yang hampir hitam. Dia memegang sesuatu yang panjang, tipis, dan putih dalam tangan kanannya. Benda itu bersinar redup di bawah cahaya lampu sorot.
Sebuah pisau. Pisau survival yang besar. Tapi, kenapa.
Wajahku membeku saat aku merasakan tatapan lelaki yang berada dibalik bayangan van itu. dia menggerakkan bibirnya, tetapi yang keluar adalah bisikan yang parau.
“Kau terlambat, Kirito-kun. Apa jadinya kalau aku sampai masuk angin?”
Suara itu. suara yang bernada tinggi dan lengket.
“Su… Sugou…”
Aku terkesiap, pada saat aku menyebut namanya, lelaki itu mengambil satu langkah ke depan. Lampu-lampu natrium menerangi wajahnya.
Dibandingkan dengan beberapa hari yang lalu, rambutnya yang disisir rapi sudah jadi berantakan dan ada janggut yang berusia beberapa hari menutupi rahangnya yang tajam. Dasinya hampir lepas dan menggantung kendur di lehernya.
Dan juga – mata-mata yang aneh mengintaiku dari balik kacamata berbinkai logam. Alasannya langsung terlihat. Meskipun matanya terbuka selebar mungkin, mata kirinya sudah berdilatasi menyesuaikan diri dengan kegelapan malam hari sementara mata kanannya kecil dan berkontraksi. Di World Tree itu adalah bagian yang ditusuk oleh pedangku.
“Kau melakukan hal yang kejam, Kirito-kun.”
Kata Sugou dengan suara yang serak.
“Rasa sakitnya belum hilang. Yah, ada berbagai macam obat yang bagus, jadi tidak masalah.”
Tangan kananny merogoh ke dalam saku setelannya, mengambil beberapa kapsul dan melemparnya ke dalam mulutnya. Dengan suara ‘kacha kacha’ dia mulai mengunyah dan Sugou mengambil satu langkah lagi mendekatiku. Akhirnya berhasil keluar dari kekagetanku, aku mampu menggerakkan bibirku yang kering.
“- Sugou, kau sudah tamat. Kau sudah terlalu jauh untuk menutupi kejahatanmu. Terima saja hukumanmu dengan patuh.”
“Tamat? Apa? Tidak ada yang berakhir. Yah, Recto sedang tidak stabil sekarang. Aku akan pergi ke Amerika. Ada banyak perusahaan yang menginginkan keahlianku. Aku sudah mengumpulkan banyak data. Jika aku menggunakannya untuk menuntaskan studiku, aku akan menjadi raja sebenarnya – Tuhan yang sebenarnya – Tuhan dunia nyata ini.”
- Dia tidak waras. Bukan, mungkin dia sudah rusak dalam waktu yang lama.
“Sebelum itu, ada beberapa hal yang harus aku selesaikan. Pertama, aku akan membunuhmu, Kirito-kun.”
Setelah dia selesai bicara dengan suara yang tertahan dengan ekspresi yang tidak berubah, Sugou dengan cepat mendekatiku, pisau di tangan kanannya dengan santai bergerak ke arah mataku.
“…!!”
Aku bertolak dari aspal dengan kaki kananku, mencoba menghindarinya. Akan tetapi, karena salju di bawah sepatuku, aku terpeleset dan kehilangan keseimbangan, jatuh di lapangan parkir. Aku terjatuh dengan sisi kiriku menghantam tanah, memaksa udara keluar dari tubuhku.
Sugou melihat padaku dengan pupil yang sepertinya tidak bisa fokus.
“Hei, berdiri.”
Setelah itu, dia menendangku di paha dengan ujung sepatu mahalnya. Dua kali. Tiga kali. Rasa sakit yang panas menjalari tulang belakangku, bergema di belakang kepalaku. Rasa sakitnya juga bergema ke lengan kananku menciptakan nyeri yang tajam. Aku akhirnya menyadari ternyata ada luka sobekan tidak hanya pada jaketku tetapi juga pada lenganku.
Aku tidak bisa bergerak. Aku tidak bisa bersuara. Pisau survival yang sedang dipegang Sugou – bilah pisau yang panjangnya lebih dari 20 cm, tekanan berat dari alat pembunuh itu, membuatku membeku.
Membunuh – Aku – dengan pisau itu?
Pikiranku yang terpecah mengalir dan hilang. Bilah pisau itu, menusuk tubuhku tanpa suara, dengan mematikan – sebagai kata-kata menjelma mengambil nyawaku dengan luka yang fatal, aku membayangkan saat yang sekejap itu lagi dan lagi. Selain hal itu, tak ada yang bisa kulakukan.
Nyeri di tangan kananku menjadi rasa panas yang tumpul. Beberapa tetes cairan gelap menetes dari celah antara kerah tangan jaketku dan sarung tanganku. Aku mulai membayangkan darah mengalir dari tubuhku tanpa henti. Gambaran «kematian» yang jelas dan nyata yang bukan nilai numeric dalam bentuk HP bar.
“Hoi, berdiri. Cepat berdiri.”
Sugou seperti mesin menendang dan menginjak kaki ku terus menerus.
“Kau, apa yang kau bilang padaku disana. Jangan kabur? Jangan ragu? Ayo selesaikan ini? Kau mengatakannya dengan sombong.”
Aku mendengarnya berbisik, suara Sugou dipenuhi oleh kegilaan yang sama dengan suara yang kudengar dalam kegelapan di seberang sana.
“Kau ‘ngerti sekarang? Seorang bocah sepertimu yang tidak punya kemampuan selain main game, dan tidak punya kekuatan yang sesungguhnya sama sekali. Itulah yang disebut sampah rendahan. Walau begitu, kau menggagalkan aku, aku yang hebat ini… sudah sewajarnya, hukuman untuk dosamu adalah kematian. Tidak ada yang lebih cocok selain kematian.”
Setelah bicara dalam nada yang tidak berubah, Sugou menjejakkan kaki kirinya di atas perutku, dan merubah pusat gravitasinya. Dari tekanan fisik dan tekanan mental yang diberikannya saat dia mengeluarkan kegilaannya, aku tak bisa bernapas.
Aku menatap wajah Sugou selama dia mendekat, mengambil napas yang dangkal dan tidak teratur. Sambil membungkuk, Sugou memegang pisau itu dalam tangan kanannya dan mengangkatnya tinggi di atas kepalanya.
Tanpa berkedip, dia mengayunkannya ke bawah.
“—gh”
Suara yang kaku keluar dari balik tenggorokanku – Bersamaan dengan suara logam yang redup, ujung pisaunya menggores pipiku dan menghujam ke aspal pada waktu yang sama.
“Ah… mata kananku agak buram, bidikanku jadi melenceng.”
Sugou bergumam sambil mengangkat pisau kembali tinggi-tinggi.
Tepian pisaunya berkilatan dalam cahaya lampu natrium, dan menggambar garis berwarna jingga dalam kegelapan.
Mungkin karena ia menusuk aspal, ujung pisaunya sedikit pecah. Rusaknya itu memberikan kesan lebih nyata pada pisaunya sebagai sebuah senjata. Daripada sebuah senjata yang terbuat dari polygon, ia terbuat dari molekul logam yang dipadatkan, berat dan dingin, dan bilah pedang yang benar mematikan.
Semuanya terlihat melambat. Salju yang turun dari langit. Uap yang keluar dari mulut Sugou. Pisau yang turun ke arahku. Kerlipan cahaya berwarna jingga yang terpantul pada gerigi yang diukir pada pisau.
Itu mengingatkanku, dulu pernah ada senjata bergerigi seperti itu…
Sebuah potongan memori yang tidak berarti mengalir ke permukaan dari pikiranku yang sudah berhenti.
Apakah itu? Senjata itu sejenis item pisau belati yang dijual di level pertengahan di Aincrad. Seingatku, senjata itu disebut «Sword Breaker». Kalau kalian menangkis senjata lawan dengan bagian yang seperti gergaji, ada sedikit bonus untuk meningkatkan kesempatan untuk merusak senjata mereka. karena sepertinya menarik, aku menaruh skill tersebut dalam skill slot dan menggunakannya untuk beberapa waktu, tapi tidak puas dengannya karena kemampuan ofensifnya yang rendah.
Senjata yang dipegang Sugou saat ini lebih kecil dari itu. ia bahkan tidak bisa disebut belati. Tidak – benda seperti itu bahkan tidak bisa disebut sebagai senjata. Benda itu adalah alat untuk pekerjaan sehari-hari. Bukan sesuatu yang seorang pendekar pedang akan gunakan untuk bertarung.
Di dalam telingaku, aku mendengar kata-kata Sugou dari beberapa detik yang lalu.
Kekuatan yang sebenarnya, tidak punya apapun yang seperti itu -.
Ya… benar. Bahkan tidak perlu dikatakan. Tapi memangnya kau siapa, mengatakan kau akan membunuhku, Sugou? Seorang ahli pengguna pisau? Ahli ilmu bela diri?
Aku melihat ke balik kacamata Sugou, matanya yang kecil seperti diwarnai warna darah. Kegirangan. Kegilaan. Tapi mata-mata itu juga mengandung sesuatu yang lain. Itu adalah mata seseorang yang mencoba untuk melarikan diri. Itu adalah mata seseorang yang jatuh ke dalam keputus-asaan dalam situasi mematikan, dikepung oleh gerombolan monster dalam penjara bawah tanah, mata orang yang mengayunkan pedangnya mati-matian, mencoba untuk menahan kenyataan.
Orang ini sama dengan aku yang dulu. Terus menerus mengejar kekuatan, tapi tidak bisa mendapatkannya, hanya maju dengan langkah yang jelek.
“…Mati, kau bocah sialan!!!!”
Teriakan Sugou menarik kesadaranku kembali dari dunia yang bergerak lambat.
Aku mengangkat tangan kiriku seperti magnet dan menangkap pergelangan tangan kanan Sugou saat dia mengayunkan pisaunya. Pada waktu yang sama, aku mengulurkan tangan kananku dan mendorongkan ibu jariku ke bagian cekung tenggorokannya di sebelah dasi yang longgar.
“Guu!!”
Dengan suara seperti dengkuran, Sugou melengkung ke belakang. Aku memutar tubuhku, memegang tangan kanan Sugou dengan kedua tanganku, dan membantingkan tangannya ke aspal yang membeku dengan segenap tenaga. Tangannya mengendur bersama teriakan, dan pisaunya menggelinding ke jalan.
Berteriak dengan suara yang melengking seperti peluit, Sugou melompat menuju arah pisau terjatuh. Aku melenturkan kaki kananku, kubiarkan kakiku terbang, sol sepatuku menghantam rahangnya. Aku mengambil pisaunya dan menggunakan gaya tolaknya untuk berdiri.
“Sugou…”
Dari tenggorokanku keluar suara yang parau sekali membuatku hampir tidak percaya bahwa itu adalah suaraku sendiri.
Melalui sarung tangan di tangan kananku, aku merasakan hawa kehadiran pisau yang keras dan dingin itu. benda itu merupakan senjata yang buruk. Terlalu ringan, jangkauannya pun sangat kecil.
“Tapi cukup untuk membunuhmu.”
Setelah berbisik seperti itu, aku berpaling pada Sugou yang menengadah melihatku dengan wajah kosong sambil duduk di atas jalanan di lapangan parkir yang dilapisi aspal, lalu dengan garang melompat ke arahnya.
Aku renggut rambut dan kepalanya dengan tangan kiriku dan menabrakkannya ke pintu mobil van. Dengan suara yang tumpul, bodi mobil yang terbuat dari alumunium itu penyok, dan kacamatanya terlepas.
Mulut Sugou ternganga lebar. Mengincar tenggorokannya, aku menggerakkan tangan kananku yang memegang pisau tanpa ragu -.
“Guu… Uuu…!”
Aku menghentikan tanganku disitu, menggeretakkan gigi.
“Iii! Hiii! Iiiii!”
Sugou membuat suara yang sama dengan suara yang dikeluarkannya di dunia itu sepuluh menit yang lalu, dengan teriakan bernada tinggi itu.
Sudah sewajarnya orang ini mati. Sudah sewajarnya dia dihukum. Semuanya akan selesai jika aku meneruskan tangan kananku. Ini adalah penyelesaiannya. Pemenang dan yang kalah akan dengan jelas ditentukan.
Akan tetapi -.
Aku sudah bukan pendekar pedang. Dunia itu yang segalanya ditentukan oleh kemampuan pedang seseorang sudah ditinggalkan di masa lalu.
“Hiiiii….”
Mendadak, mata Sugou berputar ke atas, memperlihatkan bagian putihnya. Teriakannya putus, dan tubuhnya kehilangan tenaga seperti mesin yang diputuskan dari listrik.
Tangan kiriku juga kehilangan tenaga. Tergelincir dari tanganku, pisau itu menggelinding ke atas perut Sugou.
Aku juga mengundurkan tangan kiriku dan berdiri.
Aku berpikir kalau aku harus melihat lelaki itu bahkan satu detik lebih lama, impuls untuk membunuh akan mendidih, dan aku tidak akan dapat menahannya lagi.
Aku menarik dasinya dan membalikkannya berbaring pada perutnya, dan mengikat kedua tangannya di balik punggungnya. Aku taruh pisauya di atas mobil van. Aku memutar tubuhku, dan kembali melanjutkan berjalan. Aku terhuyung-huyung, selangkah demi selangkah, menyeret kakiku sambil mulai berlari menyeberangi lapangan parkir.
Aku butuh lima menit untuk menaiki tangga lebar di depan pintu masuk. Aku berhenti dan mengambil napas dalam. Aku menunduk melihat badanku, yang akhirnya berhasil aku kendalikan.
Aku dalam keadaan yang buruk, kotor oleh salju dan pasir. Luka di pipi kiri dan lengan kananku sepertinya sudah berhenti berdarah, meski masih terasa sakit.
Aku berdiri di depan pintu otomatis. Namun, tidak ada tanda-tanda pintu tersebut akan membuka. Aku melihat menembus kaca, lobby utamanya berpenerangan redup, tetapi penerangan biasa dinyalakan di balik meja resepsionis. Aku melihat dari sisi ke sisi. Aku menemukan sebuah pintu ayun kecil di ujung kiri, dan untungnya, pintu itu terbuka saat aku mendorongnya.
Kesunyian mengisi gedung itu. aku menyeberangi barisan bangku yang teratur yang membaris di lobby yang luas.
Tidak ada orang di meja depan, tapi di dalam nursing station yang berdekatan, aku mendengar percakapan yang menyenangkan. Berdoa agar bendengar suara yang ramah, aku membuka mulutku.
“Um… Permisi!”
Beberapa detik setelah suaraku bergema, sebuah pintu terbuka dan dua orang perawat dengan seragam berwarna hijau muda keluar. Keduanya memperlihatkan ekspresi curiga yang berubah menjadi syok ketika mereka melihatku baik-baik.
“- Apa yang terjadi padamu!?”
Perawat muda yang tinggi dengan rambutnya ditumpuk di atas kepalanya berseru. Ternyata, perdarahan di wajahku sepertinya lebih banyak dari yang aku kira. Aku menunjuk ke arah pintu masuk dan berkata:
“Aku diserang oleh seorang lelaki dengan pisau di lapangan parkir. Aku meninggalkannya pingsan di balik sebuah sedan putih.”
Ketegangan menjalari wajah kedua wanita itu. perawat yang lebih tua menjalankan sebuah mesin di belakang counter, memegang mikrofon kecil dekat wajahnya.
“Security, tolong datang ke nurse station lantai 1, segera.”
Sepertinya ada petugas keamanan yang berpatroli di dekat sini, dan seorang lelaki dengan seragam warna biru segera muncul dengan suara langkahnya berlari. Ekspresi pria itu jadi serius setelah mendengar penjelasan perawat. Penjaga itu pergi ke pintu masuk sambil berbicara pada walkie-talkie. Perawat yang muda mengikutinya.
Setelah melihat luka di pipiku selama sekitar semenit, perawat yang tinggal berkata:
“Kamu, keluarganya Yuuki-san yang di lantai duabelas ‘kan? Apa lukamu hanya ini saja?”
Sepertinya ada sedikit kesalahpahaman, tapi aku mengangguk tanpa keinginan untuk mengoreksinya.
“Begitu. Saya akan panggilkan dokter, tunggulah disini.”
Dia berlari dengan suara ‘pitter patter’ segera setelah berkata demikian.
Aku mengambil napas dalam-dalam dan melihat ke sekeliling. Memastikan bahwa tidak ada siapa-siapa di sekitarku, aku menyandar ke counter dan mengambil salah satu kartu pass untuk tamu dari dalamnya. Aku berputar ke arah yang berlawanan dengan arah perawat itu pergi, ke bagian rawat inap yang telah kulewati berkali-kali sebelumnya, dan memaksa kakiku untuk berlari.
Elevatornya berhenti di lantai 1. Saat aku menekan tombolnya, pintunya terbuka dengan bunyi lonceng yang pelan. Aku bersandar pada dinding dalamnya dan menekan tombol untuk ke lantai paling atas. Meskipun percepatannya lambat untuk elevator sebuah rumah sakit, lututku seperti hampir patah karena tambahan sedikit beban. Aku mati-matian mempertahankan tubuhku berdiri.
Setelah apa yang kurasakan sebagai beberapa detik yang panjang, elevatornya berhenti dan pintunya terbuka. Aku jatuh keluar elevator ke koridor didepannya.
Ruangan Asuna hanya beberapa puluh meter jauhnya, tapi jaraknya seperti tak berujung. Aku menyangga tubuhku, yang seperti akan jatuh, ke dinding dan bergerak maju. Setelah berbelok ke kiri pada koridor berbentuk huruf L, di depanku, aku melihat sebuah pintu putih.
Langkah demi langkah, aku berjalan.
Sama seperti waktu itu -.
Ketika aku kemabli ke dunia nyata dari akhir dunia virtual yang dikelilingi langit matahari terbenam, aku bangun di sebuah rumah sakit lain, berjuang untuk berjalan dengan kaki yang layu. Dalam pencarianku pada Asuna, tak ada yang bisa kulakukan selain berjalan. Koridor waktu itu, seperti tersambung ke tempat ini.
Aku akhirnya bisa bertemu dengannya. Waktunya sudah tiba.
Saat jarak yang tersisa semakin mengecil, bermacam perasaan tumbuh dengan cepat dalam hatiku. Pernapasanku menjadi cepat. Ujung penglihatanku berwarna putih. Meskipun begitu, aku tidak mengalah untuk jatuh disini. Aku berjalan. Dengan sepenuh hati, menaruh kakiku di depanku.
Tidak menyadari ada dimana aku sampai. Aku sampai di depan sebuah pintu, aku berhenti tepat sebelum menabraknya.
Dibaliknya, adalah Asuna—. Itu adalah satu-satunya yang aku pikirkan sampai titik itu.
Mengangkat tangan kananku yang gemetar, kartunya tergelincir dari tanganku karena keringat. Aku mengambil kartunya kembali dan memasukkannya ke celah di pelat besi di pintu kali ini. Menahan napas, dengan cepat aku menggesekkannya.
Warna lampu indikatornya berubah, dan pintunya terbuka dengan suara motor yang halus.
Dengan lembut, wangi bunga mengalir dari dalam.
Penerangan ruangannya telah digelapkan. Cahaya putih yang redup masuk melalui jendela, dipantulkan oleh salju di luar.
Bagian tengah ruangan ditutupi oleh tirai yang besar. Ada tempat tidur gel dibaliknya.
Aku tidak bisa bergerak. Tidak bisa melanjutkan. Aku tidak bisa bersuara.
Tiba-tiba, suara yang tidak terduga terdengar dalam telingaku.
‘Hei – dia menunggumu.’
Aku merasa seperti ada tangan lembut yang mendorong pundakku.
Yui? Suguha? Di tiga dunia, itu adalah suara orang yang menolongku. Aku mengambil selangkah maju dengan kaki kananku. Lalu selangkah lagi, dan selangkah lagi.
Aku berdiri di depan tirai, mengulurkan tanganku, dan mengambil tepinya.
Dan menariknya.
Dengan suara yang halus, seperti angin yang melintas di atas padang rumput yang luas, selubung putih itu bergoyang dan menyingkir.
“…Ah.”
Suara yang kecil keluar dari tenggorokanku.
Seorang gadis dalam baju pemeriksaan medis yang tipis yang mirip gaun putih salju, duduk di tempat tidur membelakangiku, melihat keluar jendela yang gelap di sisi seberang. Rambut panjangnya yang berkilauan melayang-layang dalam cahaya salju yang menari. Kedua tangannya beristirahat didepannya, memegang benda berkilau berwarna biru yang berbentuk seperti telur.
NERvGear. Mahkota duri yang mengikat gadis itu telah menyelesaikan tugasnya dan tidak bersuara.
“Asuna.”
Aku berbisik dalam suara yang hampir tidak berbunyi. Tubuh gadis itu berguncang hebat – menggerakkan udara yang dipenuhi aroma bunga, dan berputar.
Masih mencoba bangun dari tidur yang panjang, mata berwarna hazelnya dipenuhi kilauan saat dia menatap lurus padaku.
Berapa kali aku memimpikan hal ini terjadi? Berapa banyak aku berdoa agar hal ini terjadi?
Dari bibirnya yang berwarna lembut dan basah, muncul senyuman yang lembut.
“Kirito-kun.”
Ini adalah pertama kalinya aku mendengarnya, suara itu. suaranya sangat berbeda dengan yang kudengar setiap hari di dunia itu. meskipun begitu, menggetarkan udara, menggetarkan pendengaranku, suara itu yang mencapai kesadaranku, berkali-kali, ribuan bahkan jutaan kali lebih indah.
Asuna memindahkan tangan kirinya dari NERvGear dan mengulurkannya ke arahku. Itu saja membutuhkan tenaga yang membuatnya gemetar.
Seperti menyentuh patung salju, aku dengan lembut, lembut sekali mengambil tangan itu. tangannya begitu kecil dan kurus membuat hatiku sakit. Namun, tangannya hangat. Seakan mencoba untuk menyembuhkan setiap luka, kehangatannya mengalir dari sentuhan itu. tenaga tanap diduga meninggalkan kakiku, dan aku menjatuhkan diriku ke sisi tempat tidur.
Asuna mengulurkan tangan kanannya, dengan lembut menyentuh pipiku yang terluka, dia memiringkan kepalanya bertanya-tanya.
“Ah… pertarungan terakhir, yang paling akhir baru saja berakhir. Selesai…”
Sambil berkata demikian, dari kedua mataku, akhirnya mengalir air mata. Tetesannya membasahi pipiku, mengalir ke jari-jari Asuna, dan bercahaya dalam cahaya yang berasal dari jendela.
“…Maaf, aku belum bisa mendengar dengan baik. Tapi… aku mengerti, kata-kata Kirito-kun.”
Asuna mengusap pipiku dengan penuh perhatian dan berbisik. Jiwaku bergetar saat aku mendengar suara itu.
“Selesai sudah… akhirnya… akhirnya… Aku bisa bertemu denganmu.”
Air mata yang bersinar perak mengalir menuruni pipi Asuna. Matanya yang basah, menatap mataku seakan sedang menyampaikan perasaannya, dia berkata:
“Senang bertemu denganmu, Aku Yuuki Asuna. — Aku pulang, Kirito-kun.”
Aku menjawab, menghentikan tangisan yang keluar dari tenggorokanku.
“Aku Kirigaya Kazuto… Selamat datang, Asuna.”
Wajah kami saling mendekat dan bibir kami saling menyentuh. Dengan lembut. Lalu lagi. Dengan kuat.
Aku melingkarkan lenganku mengelilingi tubuhnya yang lemah dan memeluknya.
Jiwanya pergi berkelana. Dari satu dunia ke dunia lain. Dari kehidupan yang ini ke kehidupan selanjutnya.
Dan, kerinduan pada seseorang. Dengan kuat saling memanggil.
Dahulu kala, dalam sebuah kastil besar yang melayang di udara, seorang pemuda yang bermimpi menjadi pendekar pedang, bertemu seorang gadis yang pandai memasak, dan jatuh cinta. Walau mereka sudah tidak ada, hati mereka setelah perjalanan yang tak berujung, akhirnya bertemu kembali.
Saat aku mengusap-usap punggung Asuna sementara dia menangis, aku melihat ke jendela dengan mata yang penuh air mata. Dalam salju yang semakin lebat, aku merasa aku melihat dua bayangan bersebelahan.
Satu, dengan dua pedang di belakang punggungnya dan berpakaian dibalut mantel hitam panjang.
Yang lain, seorang gadis berpakaian dengan seragam ksatria merah dan putih, dengan pedang rapier menggantung di pinggangnya.
Mereka tersenyum, berpegangan tangan sambil berbalik dan perlahan bergerak menjauh.
Bab 9
Bagian 1
“Baiklah, anak-anak. Pelajaran hari ini selesai sampai disini. File tugas 25 dan 26 sudah dikirim, selesaikan dan kumpulkan minggu depan.”
Dengan bunyi bel yang menunjukkan akhir jam pelajaran pagi, guru mematikan layar panel besar dan meninggalkan ruangan, setelahnya suasana santai memenuhi ruangan kelas yang luas.
Aku, menggunakan mouse model lama yang terhubung ke terminal-ku, membuka tugas yang sudah diunduh untuk membacanya sekilas. Setelah menghela napas karena pertanyaan-pertanyaan panjang yang sepertinya akan memuakkan dan membuat otak mati rasa, aku mencabut mouse-nya dan menutup terminalku, melempar keduanya ke dalam tas ranselku.
Meskipun begitu, bunyi bel itu mirip dengan suara lonceng di Kota Permulaan di lantai 1 Aincrad. Kalau mereka membuat nada itu walau mengetahui fakta ini, perancang sekolah ini pasti punya selera humor yang lumayan gelap.
Tentu saja, tidak satupun murid berseragam yang sama terlihat memikirkannya. Mereka mengobrol dengan ceria sambil meninggalkan ruang kelas dalam kelompok bertiga atau berlima menuju kantin.
Setelah menutup risleting ranselku, aku menyandangnya di pundakku dan hendak berdiri saat seorang anak laki-laki yang aku berteman baik dengannya duduk disebelahku, mendongak dan bicara padaku.
“Ah,Kazu. Kalau kau mau pergi ke kantin, simpankan tempat duduk buatku.”
Sebelum aku dapat menjawabnya, murid lain yang duduk di sebelahnya menjawab sambil tersenyum lebar.
“Lupakan saja. Kazu punya pertemuan dengan sang «putri» hari ini.”
“Oh, gitu. Enaknya…”
“Ya, begitulah. Maaf ya.”
Aku mengangkat tanganku untuk mencegah keluhan rutin mereka dan keluar dari ruang kelas.
Aku berjalan cepat-cepat melewati koridor berwarna hijau pucat dan keluar ke halaman tengah melalui sebuah pintu keluar darurat, merasa lega saat suara waktu makan siang mulai menghilang, aku mengambil napas. Bata-bata baru mewarnai jalan yang dikelilingi oleh pepohonan. Gedung sekolah yang bisa aku lihat dari balik puncak pepohonan adalah beton kosong yang kelihatan dingin, tapi ternyata gedung ini bagus sekali yang sulit kupercaya bahwa ini gedung bekas yang ditinggalkan kosong oleh penggabungan menyeluruh.
Aku mengikuti jalur itu untuk beberapa menit lagi, melewati terowongan tumbuh-tumbuhan dan sampai di taman kecil melingkar. Sepanjang tepian taman, dikelilingi bunga-bunga, adalah bangku-bangku kayu polos, salah satu diantaranya diduduki oleh murid perempuan yang menengadah melihat langit sendirian.
Rambut coklat panjang menggantung lurus menutupi punggung blazer hijau gelap seragamnya. Kulitnya masih putih pucat, tapi sedikit warna merah seperti merah mawar mulai kembali ke pipinya baru-baru ini.
Kakinya yang jenjang dan ramping dibalut oleh stocking hitam yang ketat. Sosoknya, menatap lekat pada langit dengan ujung sepatunya membuat suara ‘pitter patter’ saat menepuk tanah, amat sangat menawan. Aku berhenti di muka taman, bersandar pada sebuah batang pohon, melanjutkan memerhatikan gadis itu dalam diam.
Tanpa kuduga dia menoleh ke arah tempat aku berada dan tersenyum begitu dia melihatku. Lalu ekspresinya berubah kaku dan ia menutup matanya, dengan sebuahn ‘fuun’, ia memalingkan wajahnya dariku.
Aku mendekati bangku tempatnya berada dengan tersenyum kecut dan memanggilnya.
“Maaf membuatmu menunggu, Asuna.”
Asuna melirikku sebentar, cemberut.
“Oh, kenapa sih Kirito-kun selalu mencoba untuk melihatku dari jauh setiap kali kamu melihatku.”
“Maaf, maaf. Mungkin aku punya kriteria yang diperlukan untuk menjadi penguntit?”
“Eh~”
Aku duduk di sebelah Asuna yang membuat wajah seperti takut sambil menjauh, dan merentangkan tangan lebar-lebar.
“Ah… Aku capek… dan lapar…”
“Kamu terdengar seperti bapak-bapak, Kirito-kun.”
“Sebenarnya, aku merasa seperti bertambah tua 5 tahun bulan ini… terus-”
Kutaruh tanganku dibelakang kepala, melirik ke samping ke arah Asuna.
“Bukan Kirito, tapi Kazuto. Soalnya tidak sopan menggunakan nama karakter‘disini’.”
“Oh, begitu. Kalau begitu… lalu bagaimana denganku! Bukankah aku sudah ketahuan?”
“Alasannya karena, kamu membuat nama karaktermu sama dengan nama aslimu. …Yah, sepertinya aku juga ketahuan…”
Di sekolah «khusus» ini, murid-muridnya adalah para pemain yang tadinya adalah murid SMP dan murid SMA sebelum insiden SAO. Para ‘pemain orange’ yang memiliki riwayat pembunuhan yang serius menjalani lebih dari satu tahun sesi konseling termasuk pengobatan dan pengawasan. Orang-orang sepertiku yang menyerang orang lain demi mempertahankan diri, ditanyai tanpa meninggalkan catatan criminal seperti pencurian atau pemerasan.
Orang-orang menghindari untuk menggunakan nama mereka di Aincrad, tetapi wajah kami pada dasarnya sama dengan di SAO. Asuna rupanya segera dikenali setelah penerimaan masuk, dan aku dikenali karena aku cukup dikenal bagi sebagian pemain berlevel tinggi, dan dalam sejarah panjang kami aku mengungkapkan namaku dan beberapa hal lain pada mereka.
Pada dasarnya, mustahil untuk mengatakan bahwa semua itu tidak pernah terjadi dan melupakannya begitu saja. Itu bukanlah mimpi, dan pengalaman kami di dunia itu adalah sebuah kenyataan yang masing-masing kami harus membereskannya dengan cara kami sendiri.
Aku mengambil tangan kiri Asuna, yang sedang memegang keranjang rotan di atas lututnya, ke dalam kedua tanganku. Tangannya masih sangat kurus, tetapi sudah banyak membaik sejak hari pertama kali ia bangun.
Untuk bisa mengejar tanggal masuk sekolah, dia telah melalui rehabilitasi yang sangat berat. Hanya sampai baru-baru ini saja dia bisa berjalan tanpa menggunakan kruk, tapi lari dan aktivitas berat lainnya sepertinya masih dilarang.
Setelah ia bangun, aku sering datang ke rumah sakit, melihat Asuna menggeretakkan giginya dan air matanya mengalir saat ia berjuang dalam latihannya untuk dapat berjalan, menyakitkanku seakan tubuhku ditusuk-tusuk. Aku dalam diam mengusap-usap jari-jarinya lagi dan lagi sambil mengingat hari-hari itu.
“…Kirito-kun.”
Mendengar suara yang terkejut, aku mendongak dan melihat sedikit rona diwajahnya.
“Tahu tidak sih? Kita kelihatan jelas dari kantin.”
“Apa…”
Melihat ke atas, di atas pepohonan, aku memang melihat jendela-jendela kaca besar di lantai paling atas sekolah. Aku melepaskan tangannya dengan panik.
“Oh, benar-benar deh…”
Asuna mendesah kaget dan dengan cepat memalingkan wajahnya lagi.
“Aku tidak akan memberi makan siang buat tukang bengong sepertimu.”
“Ah, jangan begitu dong.”
Setelah minta maaf mati-matian selama beberapa detik, Asuna akhirnya tertawa, dia membuka keranjang di lututnya. Ia mengeluarkan buntalan bulat yang tebungkus dalam tisu kertas dan memberikannya padaku.
Senang, aku mengambilnya dan membuka bungkusannya, didalamnya terdapat hamburger besar dengan daun selada yang menjulur keluar. Aromanya segera membuat perutku keroncongan, dan dengan cepat aku menggigitnya besar-besar.
“Ini… rasanya…”
Mataku terbelalak dan aku menengok pada Asuna sambil aku mengunyah cepat-cepat dan menelannya. Asuna tersenyum sambil berkata:
“Ehehe, kamu ingat?”
“Bagaimana mungkin aku bisa lupa. Ini adalah burger yang aku makan di lantai 74…”
“Yah, sulit sekali membuat ulang sausnya. Benar-benar cerita yang tidak masuk akal… berjuang mati-matian di sebelah sana untuk meniru rasa dunia nyata… dan sekarang saat aku sudah kembali, kutemukan diriku berusaha untuk membuat ulang rasa dunia itu disini.”
“Asuna...”
Aku mengingat dengan jelas hari-hari bahagia itu, dan sementara perasaan sentimental menyapu diriku aku sekali lagi menatap lurus ke Asuna.
Menatapku balik, Asuna berbisik sambil tersenyum.
“Ada mayonnaise menempel di mulutmu.”
Saat aku sudah menghabiskan dua hamburger besar jatahku dan Asuna menyelesaikan hamburger porsi kecilnya, istirahat makan siang hampir berakhir. Asuna menuangkan teh herbal dari sebuah termos kecil, dan bicara sambil sambil memegang paper cup dengan kedua tangannya.
“Kirito-kun,apa saja kelas siangmu setelah ini?”
“Hari ini ada dua kelas yang tersisa… benar-benar deh, mereka tidak menulis di papan tulis tapi pada panel EL, kita tidak menulis di buku tulis tetapi pada PC tablet, dan PR dikirim lewat wireless LAN. Kalau seperti ini sama saja seperti belajar di rumah.”
Asuna tertawa dengan suara ‘fufu’ mendengarku mengeluh.
“Hanya sekarang saja kamu bisa menggunakan panel atau PC. Dalam waktu dekat, sekolah-sekolah akan memakai proyektor hologram…Terus, karena sekolah ini, kita bisa ketemu seperti ini.”
“Ya benar sih, tapi…”
Meskipun aku dan Asuna mengambil kelas elektif yang sama, karena kami beda angkatan, ada perbedaan kurikulum, jadi kami hanya bisa bertemu tiga kali seminggu.
“Dan sepertinya sekolah ini juga adalah model untuk generasi selanjutnya. Paling tidak, itu kata ayahku.”
“Heeh…Shouzou-shi, apa beliau baik-baik saja?”
“Iya. Beliau cukup tertekan selama beberapa waktu. Ayah berpikir dia tidak pandai menilai orang. Beliau mengundurkan diri sebagai CEO dan setengah pensiun, setelah menurunkan sebagian beban dari pundaknya, ayah mungkin bingung apa yang harus dilakukannya. Well, kalau ayah menemukan hobi, dia akan segera baik-baik saja.”
“Begitu…”
Aku meminum teh yang Asuna berikan padaku dan memandang ke langit bersamanya.
Bagi ayah Asuna, Yuuki Shouzou, pria itu mestinya adalah calon suami putrinya – Sugou.
Di hari bersalju itu, meski telah ditangkap di lapangan parkir rumah sakit, Sugou tetap melawan dengan cara yang buruk. Terus memilih diam, terus menyangkal, mencoba menyalahkan semuanya pada Kayaba Akihiko.
Akan tetapi, salah satu anak buahnya mengakui semuanya setelah dikonfirmasi adanya seorang saksi penting. Saat fakta bahwa 300 pemain SAO yang tidak kembali ternyata dikurung di sebuah server yang berada di kantor cabang RECTO Progress di Yokohama dan digunakan sebagai subjek penelitian tidak manusiawi dibongkar, rute Sugou untuk melarikan diri pun hilang. Sepertinya pengadilannya dimulai baru-baru ini, tapi Sugou mengajukan penilaian psikiatrik ulang. Meskipun tuntutan utamanya adalah penyerangan, apakah penculikan dan pengurungan akan dimasukan ke dalam tuntutan atau tidak cukup mengundang perhatian publik.
Apa yang orang itu kerjakan, riset jahat tentang pencucian otak menggunakan teknologi Full Dive, terbukti sebagai sebuah teknologi yang tidak mungkin diciptakan diluar teknologi NERvGear generasi pertama. Selain itu, hampir semua NERvGear sudah dimusnahkan, bisa dikatakan, hasil penelitian Sugou justru memungkinkan tindakan pencegahan untuk dibuat.
Untungnya, ketiga ratus orang yang dijadikan subjek itu tidak memiliki ingatan tentang mereka dijadikan subjek eksperimen manusia. Tidak ada gangguan pada otak mereka, dan tidak ada pemain yang mengalami kerusakan mental. Setelah penanganan medis yang cukup, dikatakan bahwa sangat memungkinkan bagi para pemain untuk rehabilitasi dan kembali ke masyarakat.
Meski begitu, RECTO Progress dan ALfheim Online… Bukan, game ber-genre VRMMO sendiri, menerima pukulan besar.
Dari awal, insiden SAO saja sudah membuat kegelisahan publik yang signifikan. Kejadian itu disimpulkan sebagai peristiwa gila dari sebuah kejahatan mengerikan yang dilakukan seorang pria gila sendirian, dan sekarang… insiden yang disebabkan oleh Sugou di dunia ALO yang sebelumnya dipuji-puji karena keamanannya sebagai game VRMMO, menarik perhatian untuk kemungkinan bahwa semua dunia VR dapat dieksploitasi untuk tindak kejahatan.
RECTO Progress akhirnya dibubarkan, tapi kantor utama RECTO juga menderita kerusakan yang cukup besar, dan semua anggota tim managemen dibawah CEO diganti, walau begitu, mereka beruntung karena dapat melewati krisis tersebut.
Pengoperasian ALO dihentikan. Tentu saja, lima atau enam game VRMMO lain yang masih beroperasi, walau secara tidak langsung, juga menerima pukulan besar dalam bentuk berkurangnya jumlah pengguna. Mungkin masih tidak mungkin untuk melarikan diri dari kemungkinan penghentian dengan sisa pendapatan yang sedikit.
Dalam situasi itu, sesuatu yang dapat merubah akar yang telah melemah dan hampir tercabut itu adalah –
«World’s Seed» yang Kayaba Akihiko amanahkan padaku.
Aku harus mencari tahu soal sagara.
Bersamaan dengan runtuhnya SAO pada November 2024, Kayaba Akihiko juga mati, hal itu menjadi jelas dua bulan yang lalu – Maret 2025.
Selama Kayaba Akihiko menjadi heathcliff dalam Aincrad selam dua tahun, dia bersembunyi dalam vila di gunung di kedalaman sebuah hutan di Prefektur Nagano.
Tentu saja, NERvGear Kayaba tidak mengurungnya dalam «Ikatan Kematian», sehingga dia bebas untuk log out, tapi sebagai kepala guild KoB, dia sepertinya terus-menerus log on untuk paling lama selama seminggu.
Orang yang membantunya adalah seorang mahasiswa pascasarjana yang berada di jurusan yang sama dalam studi dalam departemen industri di Universitas Tokyo, dan terdaftar telah membantu Divisi Pengembangan Argus.
Sepertinya Sugou juga bekerja di laboratorium yang sama selama masa studinya dan menyimpan bara persaingan pada sagara sambil pura-pura mengagumi Senpai-nya itu. Sepertinya wanita ini juga dirayu oleh Sugou beberapa kali – aku mendengar semuanya ini langsung dari orangnya waktu ia dibebaskan dengan jaminan bulan lalu.
Aku menerima alamat emailnya setelah memaksa seorang agen dari kantor pusat penyelamatan darurat, dan setelah banyak keraguan, aku mengiriminya email yang berisi, ‘Aku tidak ingin membicarakan tentang kebencian, aku hanya ingin tahu rinciannya.’ Baru seminggu kemudianlah ada balasan. Dia menaiki kereta express dari tempat tinggalnya sekarang di prefektur Miyagi dan datang ke tempatku, namanya adalah Koujiro Rinko. Kami pergi ke sebuah coffee shop didekat Sasiun Tokyo dimana aku mendengarkan cerita yang dengan bimbang ia ceritakan.
Sepertinya sagara sudah memutuskan untuk mati bersama dengan runtuhnya dunia SAO bahkan sebelum peristiwanya terjadi. Tapi merupakan cara yang tidak biasa untuk mati. Sepertinya dia merombak sebuah mesin FullDive untuk melakukan scan berkekuatan super tinggi pada otaknya, yang membakar otaknya dan membunuhnya.
Kemungkinan scan itu berhasil bahkan tidak ada 1 banding 1000, - dan meskipun tidak berdasar, ia mengatakan padaku bahwa ia merasa bahwa sagara berhasil.
Kalau memang seperti yang sagara maksudkan, seluruh ingatan dan pikirannya, semua sinyal listrik dalam otaknya mestinya menjadi kode digital dan berada dalam network sebagai otak eletronik sungguhan.
Setelah beberapa keraguan, aku menceritakan padanya tentang bagaimana aku berbincang dengan kesadaran sagara di server SAO dulu, dan bagaimana dia membantuku menyelamatkan Asuna, dan apa yang dia amanahkan padaku.
Ia menundukkan kepalanya untuk beberapa menit, dan setelah sebutir air mata jatuh, berkata padaku:
‘Aku mengunjungi vila gunung tempatnya bersembunyi dengan maksud untuk membunuhnya. Tapi aku tidak bisa melakukannya. Karena hal itu, banyak orang muda kehilangan nyawa mereka.
Apa yang dia dan aku telah lakukan bukanlah sesuatu yang bisa dimaafkan.
Kalau kamu membencinya, hapuslah benda yang dia berikan padamu.
Tapi seandainya… seandainya kamu menyimpan sesuatu selain kebencian padanya dalam dirimu…”
“—Kirito-kun. Hei, Kirito-kun. Tentang pertemuan offline hari ini…”
Asuna menyodokku dengan sikunya, dan aku meneguhkan diri.
“Ah – maaf. Aku tadi melamun.”
“Ohh. Nggak disana atau disini, kamu tetap tipe orang yang santai saat sedang rileks.”
Asuna menggeleng-gelengkan kepalanya seakan ia terkagum, lalu dengan senyum cerah, mengistirahatkan kepalanya di pundakku.
Bagian 2
Di dekat jendela sisi barat kafetaria, menempati meja bundar ketiga dari selatan, Aku mengisap keras dengan sedotan, mencoba untuk mendapatkan tetes terakhir minuman yogurt strawberry dari dasar kotak minuman itu. Suara yang dihasilkan dengan hebatnya sebenarnya tidak pantas dikeluarkan oleh seorang gadis. Duduk di kursi dihadapanku, Ayano Keiko mengerutkan dahi.
“Mou, Liz... Rika-san, tolong minum dengan sedikit lebih tenang.”
“Tapi itu... ah-, Si Kirito, menempel lengket begitu...”
Aku bisa melihat sebuah bangku dari atas puncak-puncak pohon di tempat dimana mereka duduk, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan duduk dengan bahu mereka saling bersentuhan.
“Benar-benar tidak patut, melakukan hal itu di sekolah...”
“Ya, itu hobi yang buruk, mengintip!”
Aku menatap Keiko untuk sesaat sebelum berbicara dalam nada yang agak menyebalkan.
“Ngomong begitu, bukannya Silica juga memelototi mereka sampai barusan”
Keiko, Silica si pengguna pisau belati - mungkin kebalikannya - menunduk dengan wajahnya yang memerah, dan mulai memasukkan pilaf udang ke dalam mulutnya.
Kuremas kotak minumanku yang telah kosong dan melemparkannya kedalam tempat sampah yang beberapa meter jauhnya, kemudian meletakkan wajahku di meja dan mengeluarkan desahan yang keras.
"Ahh... kalau jadinya seperti ini, kita harusnya tidak setuju untuk <<Satu Bulan Genjatan Senjata>>!"
"Tapi bukannya itu ide Liz-san sendiri?! Kita harus membiarkan keduanya untuk lovey-dovey untuk hanya satu bulan, kamu bilang... itu benar-benar naif."
"Ada nasi yang menempel di wajahmu tuh."
Sekali lagi, aku mendesah, kemudian melalui kaca jendela memandangi awan putih yang beriring.
Bagaimana dia tahu alamat mail-ku? Aku masih tidak tahu, tapi di pertengahan Februari aku tiba-tiba menerima sebuah e-mail dari Kirito.
Aku takjub, dalam kepalaku aku mendengar bunyi gong untuk kedua kalinya sambil dengan perasaan gembira pergi ke tempat pertemuan, akan tetapi, apa yang Kirito ceritakan padaku di toko kopi itu jauh lebih mengejutkan.
Kirito sepertinya terlibat dalam <<ALO incident>> yang menimbulkan kegemparan besar. Aku diberitahu diantara yang terlibat, Asuna adalah korban jenis khusus.
Dia bilang Asuna benar-benar ingin bertemu denganku, tentu saja aku langsung terbang untuk mengunjunginya. Melihat sosoknya, seperti roh es yang akan meleleh, naluriku untuk melndunginya di Aincrad, terpicu dengan sangat kuat.
Untungnya, Asuna mendapatkan kembali semangatnya hari demi hari dan bisa bersama kami di sekolah. Ketika aku melihat Asuna lagi, daripada melihatnya sebagai seorang rival, aku ingin melindunginya seperti seorang adik. Dengan teman di depanku yang mencintai Kirito dalam cara yang sama, aku membentuk aliansi <<Ayo mengawasi mereka berdua dalam kehangatan selama Mei>> - perjanjiannya dilakukan. Tapi.
Mendesah untuk ketiga kalinya, aku menelan potongan terakhir dari sandwich BLT-ku, dan kemudian melihat ke Silica.
"Apa kau akan pergi ke pertemuan off-line hari ini?"
"Tentu saja. Lyfa... Suguha-chan juga akan datang. Aku tidak sabar untuk bertemu dengannya secara off-line untuk pertama kalinya."
" Silica, kau punya hubungan yang sangat baik ya dengan Lyfa."
Aku menatapnya sambil memasang senyum menggoda.
"Pasti itu 'kan? Ada perasaan kedekatan, karena kalian berdua sama-sama sebagai <<imouto>>."
"Muu..."
Pipi Silica memerah sambil dia memasukkan udang yang terakhir ke mulutnya, memberangut, dan kemudian ikut tersenyum.
"Liz-san juga benar-benar seperti <<one-san>> hari ini."
Untuk beberapa detik, ketegangan meningkat menjadi percikan ledakan di antara kami, lalu kami sama-sama mendongak untuk melihat awan, dan mendesah bersamaan.
"Ah..."
Bagian 3
Toko Egil <<Kafe Dicey>>, di depan pintu hitam, tergantung papan hitam yang tidak ramah, dengan huruf yang sangat jelas mengatakan 'Dipesan untuk hari ini'.
Aku menoleh ke Suguha yang di belakangku dan mengatakan:
"Sugu, apakah kamu sudah bertemu dengan Egil?"
"Ya, aku pergi berburu dengan dia dua kali di sisi lain. Dia orang yang sangat besar!"
"Aku beritahukan ke kamu, orang aslinya seperti itu juga. Jadi persiapkan mentalmu."
Di luar mata Suguha yang terbuka lebar, Asuna tertawa geli.
"Aku juga, aku terkejut untuk pertama kalinya datang ke sini."
"Sejujurnya, aku juga takut."
Setelah mengetuk kepala Suguha dengan pandangan yang ketakutan, aku mendorong membuka pintu sambil tersenyum lebar.
Seperti suara bel yang berbunyi dengan suara 'clang-clang', teriakan kebahagian, suitan, dan tepuk tangan berbunyi nyaring keras untuk menutupi itu.
Toko itu tidak bisa dibilang besar lagi dengan berkumpulnya orang-orang. Speaker big bass memainkan BGM dengan keras - yang mengejutkanku, itu adalah BGM dari Aincrad, tema kota Algade yang dimainkan oleh orkestra NPC - disamping musik tersebut, setiap orang mempunyai gelas bersinar di tangan mereka, segalanya kelihatannya sperti berjalan dengan baik.
"-Hei, kami tidak terlambat."
Aku mengatakan alasanku, kemudian Lizbeth melangkah mendekat dan berkata.
"Ya ya, karakter utama kan biasanya muncul pada saat-saat akhir. Kamu mengatakan untuk datang pada lain waktu. Well, kami menyambut kamu."
Tiga dari kami ditarik ke dalam kerumunan toko, dan dinaikkan pada panggung kecil di belakang. Pintu itu ditutup dengan 'Bataan', setelah itu, BGM dimatikan, dan cahaya diredupkan.
Tiba-tiba, lampu sorot jatuh menuju arahku, dan sekali lagi suara Lisbeth terdengar.
"Ah, semuanya bersama-sama siaaaap.... sekarang!"
"Kirito, telah menyelesaikan SAO, Selamaaat!!"
Setiap orang bersuara. Suara keras kueh. Tepuk tangan.
Ketika wajahku menunjukkan ketercengangan, aku dibanjiri dengan cahaya dari lampu-lampu.
Pertemuan off-line hari ini - <<Pesta peringatan terselesaikannya Aincrad>> yang direncanakan oleh aku, Liz dan Egil, tetapi kelihatannya itu direncanakan tanpaku. Toko tersebut penuh orang-orang, melebihi harapan yang telah aku perkirakan beberapa kali.
Setelah bersulang, setiap orang memperkenalkan dirinya sendiri dan kemudian tibalah pidatoku - ini tidak masuk dalam rencana, padahal - setelah itu Egil mengeluarkan beberapa pizza besar yang dia buat khusus untuk hari ini, dan pesta larut dalam kekacauan.
Aku menerima terimakasih dari laki laki dengan menjabat tangan mereka dan beberapa player cewek sedikit terlalu dekat ke arahku ketika mereka memberikan terimakasih mereka, dan aku akhirnya berjalan terhuyung-huyung ke kounter dan tenggelam dalam bangku.
"Master, bourbon. On the Rocks."
Aku mengatakan perintah yang tidak beralasan kepada orang yang sangat besar yang berpakaian dalam rompi hitam kupu-kupunya diluar kemeja putihnya, yang menatap ke arahku untuk beberapa detik. Anehnya, dia menuangkan cairan kuning kedalam gelas minum sambil memegang es batu, dan menempatkannya di depan saya.
Aku dengan hati-hati menjilat cairan tersebut, dan lega menemukan bahwa itu adalah teh Oolong. Aku mendongak dan mengerut kepada penjaga toko dengan senyuman senang, kemudian laki-laki tinggi duduk di sampingku. Dia memakai pakaian dengan dasi murahan dan sebuah bandana membungkus di sekitar dahinya yang sama dengan dalam rasa yang buruk.
"Egil, berikan aku yang asli."
Laki-laki itu- Klein, pengguna katana, ketika memegang gelas, berputar pada bangkunya, dan menatap dengan wajah kendurnya pada sudut meja toko dimana sekelompok cewek cantik tertawa.
"Hei, kamu baik-baik saja kah? Kamu harus kembali ke perusahaan kan."
"Aku tidak bisa bekerja lembur tanpa minum. Ngomong-ngomong... enak yaa..."
Melihat batang hidung Klein yang layu, aku mendesah dan mengambil minuman teh milikku.
Ya, pemandangan itu tentunya sesuatu yang sangat membahagiakan. Asuna, Lisbeth, Silica, Sasha, Yurier, Suguha dan pemain cewek lainnya berkumpul bersama-sama yang sangat berharga untuk di ambil gambarnya. Tidak - kenyataannya, aku harus mengambil gambar untuk Yui.
Seseorang yang sudah tenggelam dalam kursi di seberangku, dia memakai pakaian resmi, dan tidak seperti Klein, dia memberikan penampilan bahwa dia adalah orang bisnis yang bagus. Dia adalah pemimpin tertinggi dari <<The Army>>, Shinka.
Aku menaikkan gelas milikku dan mengatakan:
"Ngomong-ngomong, aku mendengar kamu menikahi Yuriel-san. Ini sedikit terlambat tapi -Selamat."
Sambil mengadu gelas milikku, Shinka tersenyum dengan malu.
"Well, aku masih melakukan yang terbaik untuk beradaptasi dengan dunia nyata. Pekerjaanku akhirnya berada pada jalur yang benar..."
Klein juga menaikkan gelasnya dan menghadap kami.
"Tidak, aku benar benar senang! Sial, aku berharap dapat menemukan pasangan di sana juga. Itu mengingatkanku, aku melihat terbitan baru: <<MMO Today>>
Shinka sekali lagi memperlihatkan senyum malunya.
"Tidak, aku jadi malu... itu masih banyak kekurangannya... juga dengan keadaan MMO yang sekarang, menangkap data atau kabar terbaru tidak ada gunanya juga."
"Perasaan ini seperti kekacauan pada kelahiran alam semesta."
Aku mengangguk, dan melihat ke penjaga toko yang mengocok pengocok dengan bunyi 'chakachaka'.
"Egil, bagaimana keadaan itu? Tentang <<Seed>>."
Raksasa berkepala botak itu menyeringai, memperlihatkan senyum yang akan membuat anak kecil menangis, dan mengatakan dengan senang:
"Mengagumkan. Disana sekarang ada sekitar 50 mirror server... sekitar 100.000 download. Sekitar 300 server besar sedang berjalan."
<<World Seed>> yang dipercayakan kepadaku oleh Program Model Kesadaran Kayaba Akihiko-.
Beberapa hari setelah aku bertemu dengan asisten kekasih Kayaba, dengan pertolongan dari Yui, aku mendownload file besar yang di simpan dalam local memory NERvGear milikku kedalam sebuah memory chip dan membawanya ke toko Egil. Alasanku membawa itu kesana adalah karena aku berpikir dialah satu-satunya teman yang bisa menolong tunas itu berkecambah.
Untuk Kayaba dan hasil ciptaannya, kastil terapung Aincrad, tentu saja disana ada perasaan benci. Dunia dimana game kematian membunuh beberapa orang yang mempunyai ikatan batin denganku. Untuk orang-orang yang mati dalam ketakutan - dan tentu saja untuk dia, aku tidak akan pernah memaafkan Kayaba.
Bagaimanapun, diantara kebencian yang mendalam tersebut, sebuah perasaan simpati muncul, yang mana sayangnya tidak bisa aku ingkari.
Karena disana ada kehidupan dan kematian, kastil itu benar-benar seperti dunia nyata dan dunia yang berbeda. Meskipun aku selalu ingin sekali melarikan dari dunia itu, tapi pada saat yang sama, aku mencintainya dari lubuk hatiku yang paling dalam. Tentunya perasaan harapanlah yang terus tertanam di dalam kedalaman hatiku.
Kemudian, aku pikir paling tidak harus menemukan apa pengaruh dari <<Seed>> tersebut.
The Seed of the World.
Dikembangkan oleh Kayaba, itu benar-benar lingkungan sensori untuk sistem FullDive, yang di sebut <<Seed>, paket program yang berangkai.
Kayaba memodifikasi <<Cardinal>> program kontrol otomatis server SAO, mengurangi ukurannya untuk bisa berjalan pada server yang kecil, diatasnya dia menambahkan komponen game untuk pengembangan pada paket tersebut.
Dengan kata lain, jika kamu ingin menciptakan dunia VR, kamu butuh server yang sangatt besar dengan bandwidth yang cukup besar juga, mendownload paket tersebut, merancang objek 3D atau meletakkan yang sudah ada, menjalankan program, kemudian dunia baru akan lahir.
Pengembangan program untuk mengontrol input dan output dari lima indera yang sangat sulit. Semua game VR yang mana sekarang sedang berjalan di seluruh dunia dikontrol oleh sistem Cardinal yang di kembangkan oleh Kayaba di Argus, dengan biaya lisensi yang sangat besar.
Dengan bangkrutnya Argus, hak program tersebut dipindahkan ke RECTO, dan ketika RECTO Progress menghilang, disana ada penawaran penjualan hak tersebut, tetapi dengan harga yang sangat mahal, dan ditolaknya game VR karena kritik masyarakat, tidak ada satu perusahaan pun yang menerimanya, sehingga game genre VR itu sendiri kelihatannya telah menjadi pensiun.
Apa yang muncul benar-benar sistem control VR yang gratis, <<The Seed>>. Egil menggunakan koneksi secara penuh untuk memeriksa program yang dipercayakan ke padaku, menkonfirmasikan bahwa disana tidak ada bahaya apapun.
Dimana maksud sebenarnya Kayaba - untuk mengatakan disana tidak ada bahaya dalam program itu, dan apa yang terjadi setelah di release, tidak ada seorang pun yang tahu selain Kayaba sendiri. Bagaimanapun, aku pikir maksud dasarnya awalnya dari satu perasaan yang sederhana.
Yaitu mengejar <<dunia nyata lainnya>>, mimpi yang tidak ada akhirnya.
Aku meminta Egil untuk menolong meng upload <<the seed>> ke server di seluruh dunia, benar-benar gratis untuk setiap orang, apakah itu personal atau perusahaan.
Untuk ALfheim Online yang mati, itu diselamatkan oleh player ALO, yang mempunyai banyak orang dari perusahaan yang mengambil resiko.
Mereka di danai oleh perusahaan baru, dan membeli semua data ALO dari RECTO untuk harga yang sangat murah.
Tanah luas ALfheim memberikan kelahiran dalam buaian baru, semua data player benar-benar terwariskan. Kelihatannya kurang dari sepuluh persen dari player yang lama meninggalkan game tersebut akibat insiden tersebut.
Tentu saja, ALfheim bukan hanya satu dunia baru yang lahir dari <<Seed>>.
Seratus perusahaan dan individu yang dulunya tidak mampu membeli lisensi, memulai server game VR satu demi satu. Meskipun ada yang berbayar dan ada yang gratis, mereka menjadi berhubungan seperti aliran alam, dan beberapa aturan semu di perkenalkan. Sekarang, mereka mengimplementasikan sebuah mekanisme yang mengijinkan sebuah karakter dalam satu game VR untuk di pindahkan ke dunia game lainnya.
The Seed juga tidak hanya berguna untuk game. Pendidikan, komunikasi, pariwisata, kategori server baru lahir setiap hari dan setiap hari menghasilkan dunia baru -.
Hari itu dimana <<penempatan area nyata>> dari dunia VR melebihi ukuran Jepang yang tidak begitu jauh.
Shinka melanjutkan dengan senyum masam, matanya masih menatap mimpi yang entah dimana.
"Kita mungkin adalah saksi dari penciptaan dunia baru. Untuk terpaku pada dunia dengan kata MMORPG tidak sesuai lagi. Aku menyukai untuk meng update nama baru di homepage milikku... meskipun nama yang pantas tidak akan datang dengan mudah."
"Umm...Hmmm..."
Klien melipat tangannya dengan alisnya berkerut makin dalam. Aku menyikutnya, dan mengatakan dengan tertawa:
"Hey, tidak ada satu orang pun yang mengharapkan sesuatu dari seseorang yang memberikan nama guild mereka <<Fuurinkazan>>."
"Apa kamu bilang! Sebenarnya, aku dibanjiri dengan lamaran untuk Fuurinkazan yang baru!"
"Ooh. Aku harap disana ada cewek yang cantik."
"Guh..."
Melihat Klein kehilangan kata-kata, aku tertawa dan berputar ke Egil dan berkata:
"Well, apakah rencana untuk pertemuan kedua berubah?"
"Tidak, malam ini jam 11, di kota Yggdrasil."
"Jadi, artinya ..."
Aku berbicara dengan merendahkan suaraku.
"Apakah itu bekerja?"
"Ya. Kelihatannya mereka mengelompokkan server baru dan menggunakan mereka sebagai satu kesatuan, karena itu adalah <<legendary castle>>. Jumlah user bertambah, dan ibukota adalah urusan yang besar."
"Aku harap itu berjalan dengan mudah."
-Setelah inisialisasi, server SAO benar benar dibuang. Bagaimanapun ketika pengembangan data dari Argus diberikan pada manager baru ALO, itu terdapat sesuatu yang setiap orang tidak harapkan.
Aku menyelesaikan minum teh, dan memegang gelas dengan kedua tangan ketika melihat pada langit-langit toko. Panel gelap terlihat seperti langit malam yang dalam. Awan abu-abu terhampar mengalir. Bulan muncul, meninggalkan dunia biru. Kemudian sesuatu yang besar muncul dari kejauhan -
"Hey Kirito, kesini!"
Lizbet yang terlihat pusing tiba-tiba berteriak sambil melambaikan tangan nya untuk menarik perhatianku. "...cewek itu, dia tidak mungkin mabuk kan..."
Aku berbisik, saat mataku tertuju pada gelas besar yang diisi dengan cairan pink yang dia pegang. Mendengar kata-kata itu, penjaga toko yang tidak bersalah yang memasang wajah sungguh-sungguh, menjawab.
"Itu di bawah satu persen jadi baik-baik saja. Besok kan hari libur."
"Hei hei ... "
Aku menggelengkan kepala dan berdiri. Ini akan jadi malam yang panjang.
Bagian 4
Melewati pekatnya langit malam, Lyfa terbang membumbung tinggi.
Dia menyentak atmosfir dengan 4 buah sayapnya, mengiris udara, dan berakselarasi seperti tiada akhir. Angin menggaung di telinganya.
Sebelumnya, demi mendapatkan jarak flight maksimum dari flight terbatas, untuk kecepatan menjelajah paling efektif, itu di butuhkan untuk menggunakan metode terbang akselerasi berputar dan meluncur, dengan kata lain, banyak hal yang harus di perlukan oleh akun ketika terbang.
Tetapi sekarang hal-hal seperti tersebut adalah masa lalu. Belenggu yang mengikatnya tidak ada lagi dalam sistem yang sekarang.
Karena, disana tidak ada “City in the Sky” di atas World Tree. Cahaya fairies, ALF, tidak ada. Fairy King yang memberikan kelahiran kembali kepada orang yang mengunjunginya adalah raja palsu.
Bagaimanapun, dunia itu telah runtuh, dan berreinkarnasi lagi menjadi dunia yang baru - moderator, memberikan Sayap Eternal flight kepada seluruh penduduk setiap ras fairy. Tidak sebagai ALF, tetapi sebagai seorang si angin hijau, Sylph, Lyfa merasa itu cukup.
Log in sejam sebelum waktu pertemuan, Lyfa terbang dari ibu kota Cait Sith, <<Freelia>>, tempat dia menetap untuk sementara, dia sudah terbang hampir 20 menit. Sementara itu, tanpa beristirahat untuk satu detik pun, sayapnya bergoyang dengan kekuatan penuh oleh perintahnya, sayap ajaib yang memancarkan cahaya hijau cerah yang tidak kehilangan kekuatan sedetik pun, berlanjut mengikuti reaksi kemauan Lyfa.
Menurut Kirito, teori akselarasi dunia baru ini sangat sama dengan mobil.
Segera setelah take off, perlebar sayap kanan dan kiri, <<torque oriented>> - apa yang Kirito katakan, tetapi dia tidak mengerti sedikitpun - metode flight ini memperbolehkan untuk menyentak kuat di udara.
Untuk lebih cepat, tajamkan sudut sayap, dan kurangi ayunan sayap. Pada kecepatan tertinggi, sayap terlipat hampir dalam garis lurus, dan bergoyang pada kecepatan yang tinggi. Jika dilihat dari permukaan tanah, itu terlihat seperti komet warna warni yang terbang sangat cepat. Ketika level itu telah tercapai, akselerasi akan menurun, betapa cepatnya kamu itu tergantung pada semangat kamu. Kebanyakan player segera mulai melambat, untuk mengurangi ketakutan dan kelelahan mental.
Pada <<cross-ALfheim race>> yang diselenggarakan satu minggu yang lalu, Lyfa dan Kirito dalam persaingan yang panas, Lyfa melompat untuk detik terakhir, mengambil juara pertama dengan perbedaan yang kecil. Keduanya lebih baik daripada player lainnya, dan mereka mengajukan untuk ikut race yang kedua.
...Saat itu, sangat menyenangkan...
Lyfa tersenyum kecil ketika terbang membayangkan hal tersebut. Hanya sebelum mencapai finish, ketika Kirito melewatinya, Kirito menggunakan cara kotor untuk membuat Lyfa tertawa, dia menyeru lelucon bodoh dan Lyfa langsung tertawa terbahak-bahak. Untuk pembalasan dendamnya, dia membuat ramuan penawar racun menjadi objek dan melemparkannya ke Kirito, jika itu tidak mengenai Kirito, maka posisinya mungkin akan terancam dan dicuri.
Terbang dalam event itu enak - tetapi setelah mengingat itu semua, ketika dia mengosongkan kepalanya dan hanya berkonsentrasi pada akselerasi tak terbatas, hal yang di temukan sangat menyenangkan.
Kecepatannya sudah menaik pada batas setelah 10 menit terbang. Bumi terbungkus kedalam kegelapan yang mengalir dengan cepat menjadi hanya kepingan, lampu kota kecil muncul diatasnya, tetapi secara cepat berlalu di belakangnya.
Dia merasa telah mencapai kecepatan tertinggi sejauh ini - ketika memikirkan itu, dia membuka sayapnya untuk sejenak, membungkukkan punggungnya dan melemparkan dirinya kedalam pendakian dengan cepat.
Di atas kepalanya, bulan besar bersinar melalui celah awan. Menuju ke bulatan putih biru tersebut, Lyfa terbang seperti roket.
Setelah beberapa detik, dengan perubahan yang halus dalam suara angin, Lyfa menembus lautan awan. Dia terbang melewati kabut hitam seperti peluru yang dilepaskan dari pistol. Petir sesekali menyambar dari titik butanya, tersembunyi dalam awan putih, tetapi dia melewatinya tanpa berpikir dua kali.
Tidak begitu lama, Lyfa akhirnya melewati lautan awan. Di bawah cahaya bulan biru yang pucat, awan membentuk daratan tanpa ujung. Benda yang bisa dilihat Lyfa hanya awan dan ujung World Tree. Sambil mengurangi sejenak kecepatannya, Lyfa menutup bibirnya, menggenggam erat tangannya dan menuju ke bulan. Itu mungkin hanya imajinasinya saja, tapi diameter bulan perak itu kelihatannya sedikit membesar. Jumlah kawah nya juga jelas kelihatan.
Itu mungkin hanya ilusi semata, sejumlah cahaya dari bulan kelihatan berkilau dan berkelip. Mungkin disana ada kota dimana orang bulan hidup? Sedikit lagi - sedikit lebih dekat -
Bagaimanapun, di akhir dunia, tembok batas ketinggian muncul dihadapan Lyfa. Akselerasi berkurang, dan tubuhnya terasa makin tambah berat. Akhir ruang virtual di depan mukanya. Dia tidak bisa melewati itu, jadi mau gimana lagi. Tetapi...
Lyfa merentangkan kedua tangannya sebisa mungkin. Seperti ingin meraih bulan, dia melebarkan jarinya.
Dia ingin pergi. Lebih tinggi. Jauh, makin jauh. Melewati stratosfer, berpisah dengan gravitasi, hingga ke bulan. Tidak, melewati orbit planet, melewati komet yang lewat, ke dalam lautan bintang -.
Kecepatan terbangnya akhirnya menurun hingga nol, kemudia menjadi negatif. Masih dengan tangan merentang lebar, Lyfa mulai jatuh bebas di langit malam. Bulan berangsur-angsur semakin kecil.
Tetapi Lyfa menutup matanya dan tersenyum.
Untuk sekarang, itu tidak tercapai, tapi -
Dari apa yang dia dengar dari Kirito, disana ada rencana untuk menghubungkan ALfheim Online dengan VRMMO besar lainnya, membuat nexus. Untuk awalnya, mereka harus menghubungkan game dengan permukaan bulan sebagai stage nya. Dengan cara itu, itu memungkinkan untuk terbang ke bulan. Dengan setiap dunia game ditambahkan sebagai planet, hari dimana ketika disana ada sebuah ferry yang datang dan menyeberangi lautan bintang akan datang.
Terbang kemanapun. Pergi kemanapun. Tetapi... Disana ada tempat dimana Lyfa tentunya tidak bisa pergi.
Tiba-tiba, Lyfa merasa sendiri.
Ketika jatuh melewati awan halus, Lyfa memeluk tubuh nya keras-keras dengan tangan nya.
Dia mengerti alasan kesendiriannya. Malam ini, di dunia nyata Kirito - Kazuto membawa dia ke sebuah party, itu adalah kesalahan party itu.
Itu sangat menyenangkan. Hingga sekarang, teman baru yang bisa dilihat di dunia ini, bertemu mereka untuk pertama kalinya di dunia nyata dan berbicara dengan mereka tentang banyak hal. tiga jam berlalu dengan cepat.
Bagaimanapun, pada saat yang sama Suguha merasakannya. Mereka di ikat dengan sesuatu yang tidak bisa dilihat... ikatan yang sangat kuat. Di <<dunia itu>>, kastil terapung Aicrad yang sudah tidak ada lagi, mereka bertarung bersama-sama, menangis, tertawa, dan saling mencintai, kenangan itu - ketika mereka kembali ke dunia nyata, masih bersinar dari hati mereka seperti cahaya yang kuat.
Perasaan cintanya kepada Kazuto tidak berubah.
Malam hari, mengatakan selamat malam di depan pintu. Pagi hari, berlari bersama menuju stasiun, itu selalu terasa seperti sinar matahari yang lembut dan hangat.
Meskipun jika mereka menjadi kakak adik kandung, atau jika memungkinkan, mereka menjadi orang asing yang hidup berbeda kota, itu akan membuat dia meneteskan air mata kesedihan. Tetapi hingga sekarang, hidup dibawah satu atap setiap hari membuat dia bahagia. Dia tidak membutuhkan mendapatkan semua hati Kazuto. Selama disana ada sebuah sudut untuk dia, itu cukup.
- Akhirnya, dia bisa menerima seperti itu.
Pada party itu, dia punya perasaan bahwa Kazuto akan menjauh, ke tempat dimana dia tidak akan pernah mencapainya. dia tidak di ijikankan untuk masuk ke ikatan orang tersebut. Disana tidak ada tempat untuk Suguha. Karena Suguha tidak mempunyai kenangan dari <<kastil itu>>.
Semakin mengecil, Lyfa melanjutkan jatuh seperti meteor.
Lautan awan makin mendekat. Karena tempat pertemuan telah diputuskan di Yggdrasil City di atas World Tree, dia harusnya membuka sayapnya dan mulai meluncur. Tetapi, karena hatinya di isi dengan kesendirian, dia tidak bisa menggerakkan sayapnya.
Angin dingin bertiup melewati wajahnya. Siap mencuri kehangatan dari hatinya. Dia akan jatuh ke dalam lautan awan hitam, tenggelam lebih dalam dan lebih dalam -
Tiba-tiba, tubuhnya ditangkap sesuatu, dan Lyfa berhenti jatuh.
"-!?"
Lyfa membuka matanya dalam keterkejutan.
Di sana ada wajah di depannya, itu wajah Kirito. Dia memegang Lyfa dengan kedua tangannya, melayang-layang diatas awan. 'Kenapa' - sebelum dia mulai bertanya, Spriggan berkulit gelap itu membuka mulutnya.
"Aku khawatir seberapa jauh kamu akan terbang. Aku datang menjemput kamu karena sudah hampir tiba waktunya."
"...Begitu...terima kasih."
Lyfa tertawa dengan senyuman, mengepakkan sayapnya dan melepaskan dari genggaman Kirito.
Administrator ALfheim Online yang baru, mentransfer semua data game dari RECTO Progress, yang mana termasuk data karakter dari Sword Art Online. Maka, terima kasih kepada badan administrasi, mantan player SAO bisa memilih apakah menggunakan karakter lama mereka atau tidak dalam ALO, termasuk penampilan mereka.
Karena ini, player yang bermain dengan Lyfa setiap hari, Silica, Asuna, Lizbeth mempunyai karakter yang mendekati ke kenyataan, dengan mengenyampingkan karakteristik ras fairy mereka. Tetapi ketika Kirito di beri pilihan, dia tidak membangkitkan penampilan lamanya, dan memilih melanjutkan dengan sosok seorang Spriggan. Dia juga memilih untuk memulai kembali stat miliknya, menghilangkan skill nya yang menakjubkan dan melatih dari awal kembali.
Saat itu, Lyfa ingin mengetahui alasannya, dan menanyakan dia pertanyaan itu ketika mereka melayang di langit.
"Hey, onii-chan... Kirito-kun, kenapa kamu tidak kembali ke sosok aslimu seperti yang lainnya?"
"Hmmm..."
Kirito menyilangkan lengannya, matanya menjadi suram seperti melihat ke kejauhan. Kemudian dia menjawab dengan senyuman kecil.
"Peran Kirito di dunia itu telah berakhir."
"...Begitu."
Lyfa juga memasang senyum kecil.
Pertama, dia bertemu ksatria Spriggan Kirito, mereka kemudian pergi ke World Tree. Memikirkan itu, membuat Lyfa sedikit senang.
Bergerak di udara ketika berdiri, Lyfa memegang tangan kanan Kirito.
"Hey, Kirito-kun. Ayo menari."
"Huh?"
Menarik Kirito dengan matanya yang lebar, dia mulai meluncur diatas awan dengan halusnya.
"Ini adalah teknik tingkat tinggi yang baru-baru ini dikembangkan. Ketika melayang kamu bisa bergerak lambat ke arah menyamping."
"Oh begitu..."
Ekspresinya berubah menjadi serius saat dia mulai bertanding dengan Lyfa ketika meluncur. Bagaimanapun, dia segera kehilangan keseimbangannya dan jatuh.
"Wooah!"
"Hehe, itu tidak akan bekerja jika kamu mencoba maju kedepan. Semua yang kamu butuhkan hanya lah sedikit gaya tolak keatas, pada saat yang sama meluncur ke sisi samping."
"Mumuu..."
Lyfa menarik lengan Kirito saat Kirito tidak stabil untuk beberapa menit, tetapi seperti yang diharapkan dari kemampuan adaptasinya, Kirito segera terlihat seperti sudah menguasai trik tersebut.
"Oh...aku mengerti, jadi seperti ini."
"Benar. Bagus sekali."
Lyfa tersenyum saat dia mengeluarkan botol kecil dari saku pinggangnya. Membuka tutupnya dan membiarkannya terapung di udara, menjatuhkan cahaya keperakan yang tumpah dari botol itu, dan pada saat yang sama, terdengar suara musik instrumental yang entah datang darimana. Itu adalah item yang dijual oleh ministral Puca tingkat tinggi, diisi dengan penampilan mereka.
Dengan detakan musik, Lyfa melangkah lambat untuk menari.
Langkah besar, kecil, langkah besar lagi, mereka dengan anggun menari diatas udara. Dengan kedua tangan mereka berpegangan satu sama lain, menatap ke dalam mata Kirito, melangkah menyesuaikan arah pergerakan.
Dua orang meluncur, berputar dan berputar lagi pada lautan awan tanpa akhir, di cahayai oleh kesunyian cahaya bulan. Pada awal pergerakan lambat, tetapi berangsur-angsur menjadi cepat, setiap langkah mereka makin jauh.
Cahaya hijau menyebar dari sayap Lyfa saling melengkapi dengan cahaya putih yang menyebar dari sayap Kirito, menghilang saat tabrakan. Suara angin menyurut. Lyfa menutup matanya dengan lembut.
Perasaan dalam hati Kirito mengalir melalui jari-jarinya, dan dia merasakan dan menerima mereka.
Ini akan jadi terakhir kalinya, pikir Lyfa.
Disana beberapa kali ketika, dengan aneh nya, perasaan keduanya terjalin. Itu mungkin untuk terakhir kalinya juga.
Kirito - Kazuto, mempunyai dunianya sendiri. Sekolah, teman, dan seseorang yang penting. Sayapnya kuat, dan langkahnya terlalu lebar, tangannya menjauh hingga tidak bisa Lyfa capai.
Dua tahun yang lalu, sejak hari dimana dia tidak kembali dari perjalanannya Lyfa memulai dunia itu, jalan mereka tentunya mulai tumbuh makin jauh. Untuk menjadi dekat dengan punggung Kirito, Lyfa mencoba sayap fairy nya, tetapi setengah dari Kazuto dan hati orang-orang lainnya sampai sekarang pun masih ditempati oleh bayangan kastil yang mengapung di udara itu.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia virtual menjadi dunia nyata tanpa batas. Itu melewati batas sebuah game, memutarbalikkan dunia virtual kedalam kenyataan. Bagaimana pun, manusia tidak cukup pintar untuk hidup dalam kenyataan. Kazuto yang berbagi terlalu jauh kebahagian dan kegalauannya, dan cinta akan dunia itu. Sebuah dunia fantasi yang Suguha tidak akan pernah temui.
Dari kelopak matanya yang tertutup, Lyfa merasakan air matanya mengalir.
"-Lyfa...?"
Suara Kirito mencapai telinga nya.
Lyfa membuka matanya, melihat kedalam wajah Kirito dengan senyuman. Pada saat yang sama, botol kecil yang dipenuhi musik menyusut, memudar, dan menghilang bersama dengan sedikit suara botol pecah.
"...Aku, untuk hari ini, akan pulang."
Lyfa mengatakan sambil dia melepaskan tangan Kirito.
"Eh...? Kenapa..."
"Karena..."
Sekali lagi, air mata Lyfa mengalir.
"... Itu terlalu jauh, tempat onii-chan... dan semua orang. Untukku, aku tidak bisa pergi kesana..."
"Sugu..."
Kirito melihatnya dengan mata serius. Kemudian dia menggelengkan kepalanya.
"Bukan seperti itu. Jika kamu pikir kamu ingin pergi, kamu bisa pergi kemanapun."
Tidak menunggu jawaban Lyfa, Kirito memegang tangan Lyfa sekali lagi, dan dengan mempererat genggaman, dia berputar.
"Ah..."
Dengan suara sayap yang kuat, dia mulai berakselerasi. Lurus menuju ke World Tree melewati awan.
Kirito terbang pada kecepatan berbahaya yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Tangan mereka yang berhubungan tidak pernah terlepas sedikitpun, Lyfa mencoba untuk bertahan.
World Tree semakin membesar menutupi langit saat mereka mendekat. Diantara banyak cabang, pada titik dimana cabang itu terbelah dua dari batangnya, disana bersinar lampu yang tidak terhitung. Cahaya Yggdrasil City.
Kirito membumbung tinggi mengarah ke tengah menara tinggi yang bersinar dengan terang.
Dari berbagai kumpulan cahaya, cahaya yang melewati jendela bangunan, dan lampu jalan yang menerangi jalanan adalah awal penampakan kota itu - pada saat ini.
Bel mulai berbunyi. Itu adalah tanda bel tengah malam dalam ALfheim. Di dalam World Tree, bel dipasang dalam lubang besar diatas elevator yang menghubungkan Yggdrasil City ke Aarun, suara nya menggema ke seluruh dunia.
Kirito membentangkan sayapnya lebar-lebar, dengan tiba-tiba mengerem.
"Waaah!?"
Lyfa tidak bisa berhenti, dan mereka hampir bertabrakan. Saat melayang, Kirito membentangkan tangannya dan saat Lyfa menubruk dia, menghentikan Lyfa dengan memeluknya dengan lembut.
"Kita terlambat. -Itu akan datang."
"Eh?"
Tidak mengerti arti perkataan Kirito, Lyfa melihat ke wajah Kirito. Dengan kedipan dan senyuman, Kirito menunjuk ke sudut langit. Memutar tubuh nya kebelakang ketika masih dalam pelukan Kirito, Lyfa melihat ke langit malam.
Bulan purnama besar, bersinar terang, biru cerah. - itu saja.
"Bulan... ada apa dengan itu?"
"Disana, lihat baik-baik."
Kirito memanjangkan tangannya lebih jauh. Lyfa menatap dengan tajam.
Lingkaran cahaya keperakan, di sudut kanan atas - sedikit mengelupas.
"Eh...?"
Mata Lyfa terbuka lebar-lebar. Gerhana Bulan...? Dia berpikir untuk beberapa saat, tetapi kemudian hal semacam itu tidak pernah terjadi dalam ALfheim.
Daerah bayangan hitam mulai mengikis permukaan bulan. Bagaimanapun, bentuk itu tidak bulat. Itu seperti bentuk baji bersegitiga -.
Tiba-tiba, telinga Lyfa mendengar suara menggeram. 'Gon,gon' bunyi nya menggema. Dari jauh, seluruh langit terkejut, saat seperti sesuatu jatuh.
Bayangan yang muncul itu akhirnya memanjang menutupi bulan seluruhnya. Bagaimanapun, cahaya bulan masih bersinar melewati bayangan, menerangi bentuk segitiga yang samar-samar. Perlahan mulai membesar dan membesar. Itu semakin dekat.
Itu kelihatannya menjadi sebuah objek berbentuk kerucut. Jaraknya tidak bisa dimengerti. Lyfa memicingkan matanya, mengerutkan alisnya. Dan -
Tiba-tiba, Objek menggantung itu mulai bersinar.
Cahaya kuning terang memancar ke segala arah.
Itu terlihat seperti dibuat oleh banyak lapisan tipis yang ditumpuk bersama-sama. Cahaya melewati ruang di antara lapisan tersebut. Tiga pilar besar tergantung dari dasar. Ujung cahaya mereka agak mempesonakan.
Kapal...? Rumah...? Lyfa memiringkan kepalanya dalam kebingungan. Pada saat yang sama, itu makin membesar. Itu akhirnya menutupi bagian langit. Suara bass mengguncang tubuh nya.
Dari lapisan bawah ke seterusnya, dia menyadari sesuatu yang dia lihat. Banyak proyeksi kecil yang melebar dari bawah ke atas. Tidak - Itu adalah - bangunan! Bangunan besar dengan jendala pada beberapa lantai kelihatannya menjadi satu. Bagaimanapun - dari menghitung ukuran bangunan tersebut, satu bangunan yang melebihi sepuluh lantai sekitar dengan tingginya Tower of the Wind. Kemudian, kerucut itu mengapung dengan ketinggian sekitar... seratus meter, tidak, beberapa kilometer...?
"Ah... tidak mungkin... tidak mungkin, itu adalah..."
Saat Lyfa memikirkan apa yang dia lihat, cahaya bersinar di pikirannya, menerangi kebenaran.
"Itu adalah...!"
Dia berputar dan melihat wajah Kirito.
Kirito memberikan anggukan besar, dan berbicara dalam nada yang mana kegembiraan yang tidak bisa disamarkan.
"Ya. Itu adalah - Kastil Terapung, Aincrad."
"-! ...Tapi ... Kenapa? Kenapa disini...?"
Kastil besar mengapung itu melambat, kemudian berhenti bergerak sebelum menyentuh cabang paling atas World Tree.
"Ini untuk pertandingan ulang."
Kirito mengatakan dalam nada yang tenang.
"Saat ini, kita akan secara sempurna menyelesaikan dari lantai satu ke lantai seratus, dan menaklukkan kastil itu. -Lyfa."
Kirito menempatkan tangannya ke kepala Lyfa dan melanjutkan.
"Aku yang sekarang memang lemah... Jadi mohon bantuannya."
"...Ah..."
Suara Lyfa tercekat dan melihat wajah Kirito.
-Jika kamu pikir kamu ingin pergi, maka kamu bisa pergi kemanapun.
Air mata jatuh dari wajahnya lagi, jatuh di dada Kirito.
"-Ya. Aku akan pergi... tidak masalah dimana... bersama-sama..."
Meringkuk ke Kirito, dia menyaksikan kastil besar mengapung, dari arah kakinya terdengar sebuah suara.
"Hei. kamu terlambat Kirito!"
Lyfa mencari sumber suara itu, bandana kuning dan hitam disekitar rambut merahnya, sebuah katana panjang di pinggangnya, Klein muncul.
Disamping dia seseorang dengan kulit cokelat bersinar, Egil membawa kapak besarnya di punggungnya.
Membawa palu silver, berpakaian putih murni dan apron biru adalah Lizbeth.
Dengan telinga dan ekor panjang hitam indah, seekor naga kecil berwarna air di bahunya, adalah Silica.
Terbang dengan berpegangan, adalah Yurier dan Shinka.
Masih tidak biasa terbang, memegang stick ketika terbang adalah Sasha.
Tidak dikenal ketika mereka berkumpul, Sakuya dan Alicia Rue, bersama dengan player Cait Sith dan Sylph berada disampingnya.
Melambaikan tangannya dan mendekat adalah Recon.
Bersama dengan Jenderal Eugene dan satu pasukan Salamanders.
"Hei, kita akan meninggalkan kamu ke belakang!"
Terdengar suara teriakan Klein dibelakang, kelompok itu terbang menuju langit malam, menuju ke kastil di langit.
Dan akhirnya dalam jubah putih dan rok mini, rapier perak di pinggangnya, seorang pixie kecil duduk di bahunya adalah Asuna, rambut biru panjangnya berkilau saat dia berhenti di depan kami.
"Ayo pergi, Lyfa-chan!"
Lyfa malu-malu menggenggam tangan Asuna. Asuna tersenyum, menggerakkan sayap berwarna beningnya dan berputar.
Yui terbang dari bahu Asuna ke bahu Kirito.
"Hey, Papa, cepetan!"
Kirito menatap ke Aincrad, untuk beberapa saat dia kelihatan sedih. Bibirnya bergerak, membisikkan sebuah nama, tetapi Yui tidak bisa mendengar nya.
Ketika Kirito menaikkan kepalanya, wajahnya tersenyum seperti biasa lagi. Dia mengembangkan sayapnya lebar-lebar, menuju ke langit di depannya.
"Ok - Ayo pergi!!"
Catatan Pengarang
Selamat siang, aku Kawahara Reki. Terima kasih telah memegang buku kedelapanku, 'Sword Art Online 4: Fairy Dance'.
Cerita kali ini datang dengan dua jilid, dengan sebuah epilog
yang sangat panjang. Ketika aku mulai menulis, itu hanya akan menjadi
cerita untuk sang pahlawan, Kirito, mencari dan menemukan sang pahlawan
perempuan, Asuna. Tapi, untuk memenuhi beberapa faktor, jumlah
halamannya mulai bertambah.
Salah satu faktornya adalah "Bisakah hanya dengan bermain RPG
secara biasa menjadi sebuah novel?", sebuah kesalahan sewaktu percobaan.
Ketika aku menulis jilid pertama dari SAO, aku menyadari kalau
sebuah novel RPG tak akan berjalan tanpa beberapa keadaan. Karena, tak
peduli berapa banyak keadaan hidup atau mati sang pahlawan terlibat di
dalam permainan, sang pahlawan di dunia nyata tak sedikitpun terluka.
Karena itu «hanyalah sebuah permainan», kamu bisa «mengulangnya», dengan
menghapus kedua pilihan itu, jilid pertama adalah sebuah Permainan
Kematian, dimana mati di dalam permainan berarti mati di dunia nyata.
Tapi, dalam diriku, selalu ada pertanyaan 'apakah itu benar-benar
harus seperti itu'. Jika sebuah novel RPG tak bisa dibuat dalam keadaan
seperti ini, maka itu akan berarti kalau perasaan gembira dan
semangatku sebagai pemain MMO adalah palsu. Membuat kelompok dengan
teman, masuk ke dalam tempat bawah tanah untuk pertama kalinya dengan
berhati-hati, kegembiraan dari itu, aku mau melihat jika aku bisa
membuat sebuah cerita dari itu. Ini adalah tema besar di kedua jilid
"Fairy Dance". Seberapa baik aku menyelesaikannya... jika kamu, yang selesai
membaca halaman terakhir, berpikir 'aku mau mencoba MMO', maka kanu
seharusnya sudah mengerti (haha).
Berdasarkan dari «Virtual Netgame Novel», perkembangan seri SAO ini,
mulai dari jilid berikutnya akan terjadi perubahan besar, ceritanya akan
mulai sedikit atau benar-benar berbeda. Ini mungkin akan membuat cemas
orang-orang yang menyukai tes pertama. Satu-satunya hal yang tak akan
pernah berubah adalah itu akan menjadi ceritanya Kirito (haha). Aku akan
menjadi senang jika kalian terus melihat petualangan berikutnya.
Banyak karakter dari jilid sebelumnya dan grup monster digambar dan
diilustrasikan dengan bagus oleh Abec-san, banyaknya perbaikan yang
terus tertunda menyusahkan penyuntingku, Miki-san, aku berterima kasih
untuk kalian berdua lagi kali ini! Dan untuk kalian yang terus bersamaku
sampai akhir, aku berterima kasih atas kapasitas tempat penyimpananmu!
28 Januari 2010, Kawahara Reki