Prolog
Sebuah kastil besar dari batu dan baja melayang di langit tak berujung.
Itu adalah kesuluruhan dari dunia ini.
Berbagai
kelompok pencipta membutuhkan waktu satu bulan untuk meneliti kastil
itu; diameter lantai dasar berkisar 10 kilometer-cukup besar hingga
Setagaya-ku bisa masuk ke dalamnya. Di atasnya, terdapat 100 lantai
tersusun rapi menjulang, ukurannya saja sudah tak dapat dipercaya.
Menebak berapa banyak data yang menyokong kastil tersebut merupakan hal
yang mustahil.
Di dalamnya, terdapat sejumlah kota besar, kota
kecil serta desa yang tak terhitungkan lagi banyaknya, hutan, padang
rumput dan bahkan danau. Hanya ada satu tangga yang menghubungkan antar
lantai, dan tangga-tangga itu berada di dungeon, dimana segerombolan
besar monster berkeliaran, jadi mencari dan melewatinya bukan hal mudah.
Meskipun begitu, sekali seseorang menembus dan tiba di lantai
berikutnya, «Teleport Gates» dari lantai atas dan kebawah akan
terhubung, memungkinkan bagi semua orang untuk bergerak bebas di
lantai-lantai tersebut.
Di bawah kondisi ini, kastil raksasa itu
terus menerus ditaklukkan sejak dua tahun lalu. Garis depan sekarang
berada di Lantai ke-74.
Dunia melayang penuh pertarungan pedang yang menyelubungi sekitar enam ribu jiwa. Dengan nama lain...
«Sword Art Online»
Bab 1
Sebilah pedang abu-abu menebas pundakku.
Garis
tipis di ujung mataku berkurang sedikit. Pada saat yang bersamaan aku
merasakan sebuah tangan yang dingin menembus jantungku.
Garis
biru yang bernama "HP Bar" adalah sebuah penanda visual dari sisa
hidupku. Di sana masih tersisa sekitar 80 persen. Tidak, pernyataan itu
kurang tepat. Sekarang, aku sudah 20 persen mendekati kematian. Nah, itu
lebih tepat.
Aku segera melompat ke belakang sebelum pedang musuh mulai bergerak menyerang.
"Haaa...."
Aku
memaksakan diri untuk menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri.
'Tubuh' di dunia ini tidak membutuhkan oksigen, tetapi tubuh yang di
dunia nyata mungkin saja sedang bernapas dengan cepat. Tanganku mungkin
saja sedang berkeringat dan jantungku berdetak dengan cepat.
Tentu saja.
Bahkan jika semua yang kulihat ini adalah virtual reality
3 dimensi, dan garis HP-ku yang sedang berkurang hanyalah sekumpulan
angka yang menunjukan sisa HP-ku, kenyataannya adalah aku sedang
bertarung mempertaruhkan nyawa. Tidak lebih tidak kurang.
Saat
kalian sedang memikirkannya, pertarungan yang sedang berlangsung ini
sangatlah tidak adil. Itu karena musuh di depanku adalah monster
berkepala dan berekor kadal, bertubuh manusia dengan kulit berwarna
hijau gelap. Mereka bukanlah manusia, bukan juga makhluk hidup. Mereka
hanyalah sekumpulan data digital yang akan terus muncul berapa kali pun
dibunuh.
Tidak.
AI yang mengendalikan lizardman sedang
mempelajari gerakanku dan memperbaiki kemampuannya merespon seiring
berjalannya waktu. Tetapi, saat dia dihancurkan, data tentang
pertarungannya pun hilang dan tidak diturunkan ke unit yang akan muncul
kembali di area ini.
Ini membuat lizardman tersebut seperti makhluk hidup. Seperti makhluk yang memiliki pikiran masing-masing.
"...Benar 'kan?"
Tidak
mungkin dia mengerti apa yang kukatakan, tapi lizardman tersebut
(seekor monster level 82 yang bernama «Lizardman Lord») berdesis sambil
menyeringai dan menunjukan taring tajam yang keluar dari rahangnya.
Ini
adalah kenyataan. Semua yang ada di dalam dunia ini nyata. Tidak ada
virtual reality ataupun kepalsuan apa pun di dalam dunia ini.
Aku
mengubah posisi longsword satu tangan-ku dengan tangan kanan sejajar
dengan bagian tengah tubuhku sambil memperhatikan musuh.
Lizardman itu menggerakkan buckler yang berada di tangan kirinya ke depan dan menarik scimitar di tangan kanannya ke belakang.
Angin
dingin bertiup ke dalam dungeon yang gelap dan mengguncangkan api obor.
Lantai yang basah dengan lembut memantulkan sinar dari obor yang
berkelap-kelip.
"Kraaah!!"
Bersamaan dengan teriakan
yang keras tersebut sang lizardman melompat maju. Scimitar-nya membentuk
kilatan cahaya yang tajam menuju ke arahku. Sebuah cahaya jingga yang
menyilaukan menyala dari lintasan scimitar tersebut. Sebuah Sword Skill
kelas atas dari pedang lengkung, «Fell Crescent». Sword Skill kelas atas
yang dapat menempuh jarak 4 meter dalam waktu 0,4 detik.
Tapi, aku telah menantikan serangan itu.
Aku
telah perlahan-lahan menambah jarak untuk menciptakan situasi agar AI
yang menggerakkan lizardman itu menggunakan skill tersebut. Aku mencium
bau terbakar dari tebasan scimitar yang hanya berjarak beberapa senti
dari hidungku.
"Ha ...!!"
Dengan teriakan singkat,
kuayunkan pedang secara horizontal. Pedang tersebut sekarang tertutupi
oleh efek cahaya biru langit, memotong melalui perutnya yang hanya
memiliki pelindung tipis, tetapi bukan darah yang keluar melainkan
cahaya merah yang berterbangan. Monster itu berteriak dengan suara
pelan.
Tetapi pedangku tidak berhenti. Sistemnya membimbingku
mengikuti gerakan yang terprogram dan melanjutkan ke tebasan yang
selanjutnya dengan kecepatan yang biasanya mustahil.
Ini adalah elemen paling penting dalam bertarung di dunia ini, «Sword Skill».
Pedangku
melesat cepat dan menebas dari kiri ke dada lizardman. Dari posisi ini,
aku berputar dan serangan ketiga mengenai lebih dalam dibanding
sebelumnya.
"Raarrgh!"
Bersamaan dengan pulihnya lizardman dari keadaan stun,
setelah gagal menyerang dengan skill tingkat tinggi, dia berteriak
dengan marah atau mungkin ketakutan dan mengangkat tinggi-tinggi
scimitar-nya ke udara.
Tetapi rangkaian seranganku belum
selesai. Pedang yang sedang mengayun ke kanan tiba-tiba berbalik arah
dan mengenai jantungnya Titik Vital-nya.
Jejak sinar di udara
berbentuk kotak bekas serangan 4 kali berturut-turut dariku berpijar,
kemudian terpencar. Sebuah teknik 4 tebasan horizontal, «Horizontal
Square».
Cahaya terang menyinari dungeon dan kemudian
menghilang. Pada saat yang sama, HP Bar diatas kepala lizardman
menghilang tanpa menyisakan satu titik pun.
Tubuh yang besar itu jatuh, meninggalkan jejak yang panjang, kemudian terhenti tiba-tiba.
Sama seperti kaca yang pecah, lizardman itu pecah menjadi pecahan kecil yang tak terhitung jumlahnya dan menghilang.
Ini adalah «Kematian» di dunia ini, singkat dan cepat. Kehancuran sempurna tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.
Aku melihat experience point dan Drop Item List,
yang muncul dengan tulisan berwarna ungu di tengah penglihatanku, dan
mengayunkan pedangku ke kanan dan ke kiri sebelum menyarungkan pedangku
di sarung pedang yang berada di punggungku. Aku mundur beberapa langkah
dan menyandarkan punggungku ke dinding dan perlahan terduduk.
Lalu
aku menghela napasku yang kutahan sejak tadi dan menutup mataku.
Keningku mulai terasa pening, mungkin karena letih akibat pertarungan
yang panjang. Aku menggelengkan kepalaku beberapa kali untuk
menghilangkan rasa pusing dan membuka mataku.
Jam yang bersinar
yang berada di bagian kanan bawah penglihatanku menunjukan bahwa
sekarang sudah melewati jam 3 sore. Aku harus segera keluar dari dungeon
ini atau aku tidak akan mencapai kota sebelum gelap.
"...Bagaimana kalau aku pulang sekarang?"
Di sini tidak ada seorang pun yang mendengar, tapi aku tetap mengatakannya dan perlahan-lahan bangun.
Aku
sudah menyelesaikan kegiatan hari ini. Entah bagaimana aku sekali lagi
terhindar dari tangan kematian. Tetapi setelah istirahat sejenak, hari
esok akan datang bersama dengan pertarungan yang lebih banyak lagi.
Ketika berada dalam pertarungan yang tanpa 100 persen kemungkinan
menang, sebanyak apa pun jaring-jaring pengaman yang kalian siapkan,
akan datang suatu hari dimana keberuntungan kalian habis.
Masalahnya adalah apakah game ini akan «Clear» atau tidak sebelum aku mati.
Kalau
kalian menghargai nyawa kalian lebih dari apa pun, bertahan di kota dan
menunggu seseorang menyelesaikan game ini adalah pilihan yang paling
bijaksana. Tetapi aku tetap pergi solo ke garis depan seorang diri.
Apakah aku hanya seorang pecandu VRMMO yang terus meningkatkan statusnya
melalui pertarungan yang tak terhitung, ataukah—
Apa aku
hanyalah seorang idiot yang dengan mudahnya berpikir bahwa dia bisa
membawa kebebasan untuk semua orang di dunia ini dengan pedangnya?
Saat aku berjalan menuju pintu keluar labirin dengan senyum tipis yang mencerca diriku sendiri, kuingat kembali hari itu.
Dua tahun yang lalu.
Saat semuanya berakhir dan dimulai.
Bab 2
“Ahh… ha… uwahh!”
Sebuah pedang mengayun bersamaan dengan teriakan aneh itu, tanpa mengenai apa pun kecuali udara.
Tepat
sesudahnya, babi hutan biru itu bergerak dengan kecepatan yang cukup
mengejutkan jika dibandingkan dengan badannya yang besar, menerjang ke
arah pemburunya. Aku tertawa terbahak-bahak melihatnya terlempar ke
udara dan berguling menuruni bukit setelah tertabrak oleh hidung pesek
babi hutan itu.
"Hahaha, bukan seperti itu. Gerakan awal itu sangat penting, Klein."
"Argh… sialan."
Pemburu
yang sedang menggerutu itu, Party Memberku yang bernama Klein, berdiri
dan melirik ke arahku sambil menjawab dengan lesu.
"Tapi Kirito, meskipun kau bilang begitu, aku tak bisa mengenai musuh yang bergerak."
Aku bertemu dengan orang ini, orang yang berambut merah dan mengenakan bandana dan sebuah armor
kulit sederhana di tubuhnya yang kurus itu, beberapa jam yang lalu.
Jika dia memberitahukan nama aslinya, mungkin akan sulit untuk tidak
menggunakan honorifik, tapi nama Klein miliknya dan nama Kirito milikku
ini adalah Character Name kami. Menambahkan "-san" atau "-kun" akan
membuat nama kami menjadi lebih menggelikan dibandingkan apa pun.
Kaki orang yang sedang dibicarakan itu mulai bergetar.
Sepertinya dia sedikit pusing.
Aku
mengambil sebuah kerikil di bawah kakiku dan mengangkatnya sedikit
lebih tinggi dari bahuku. Sesaat setelah sistemnya mendeteksi First
Motion dari sebuah Sword Skill, kerikilnya mulai memancarkan sedikit sinar berwarna hijau.
Setelah
itu tangan kiriku bergerak dengan sendirinya dan batunya terlempar,
meninggalkan segaris cahaya dan mengenai babi hutan itu diantara
alisnya. Ggiik! babi hutan itu memekik kesal dan berbalik ke arahku.
"Tentu
saja mereka bergerak. Mereka bukan boneka latihan. Tapi jika kau mulai
dengan motion yang tepat, sistemnya akan meneruskan Sword Skill dan
mengenai targetnya untukmu."
"Motion... motion..."
Sambil berkomat-kamit seperti sedang membaca mantra, Klein mengangkat cutlass yang ada di tangan kanannya.
Meskipun
babi hutan biru, atau nama aslinya «Frenzy Babi hutan» adalah monster
level 1, Klein telah menghabiskan hampir setengah dari HP Bar-nya karena
terkena serangan balasan akibat serangannya yang asal-asalan tadi. Yah,
meskipun dia mati, dia akan dihidupkan kembali di «Starting City» dekat
sini. Tapi, berjalan menuju daerah perburuan lagi itu agak
menjengkelkan.
Sepertinya tinggal satu serangan lagi sebelum pertarungannya berakhir.
Aku sedikit memiringkan kepalaku saat aku menangkis terjangan babi hutan itu dengan pedang yang ada di tangan kananku.
"Hmm,
bagaimana cara menjelaskannya ya, ini tidak seperti satu, dua, tiga
lalu terjang, tapi lebih seperti mengumpulkan sedikit tenaga dan sesaat
setelah kau merasakan kalau skill-nya dimulai, lalu BAM! Dan kau merasa
kalau itu mengenai monsternya."
"Bam, ya?"
Muka Klein yang agak tampan itu menyeringai hingga tidak enak dipandang mata dan dia mengangkat pedangnya setinggi perutnya.
Menarik
dan menghela napas, setelah menarik napas yang dalam, dia menurunkan
kuda-kudanya dan mengangkat pedangnya seakan ingin menyandangnya di
bahu. Kali ini sistemnya mendeteksi kalau posenya benar dan pedangnya
mulai memancarkan sinar berwarna jingga.
"Ha!"
Dengan
teriakan kecil itu, dia melompat dengan gerakan yang sangat berbeda
dibandingkan sebelumnya. Swish-! bersamaan dengan suara itu, pedangnya
meninggalkan jejak merah menyala di udara. «Reaver», skill dasar pedang
lengkung satu tangan, menancap di leher bagian kanan babi hutan yang
sedang menerjang dan melenyapkan seluruh HP-nya, yang sekitar setengah
penuh (sama seperti Klein).
Guekk! Babi hutan itu menjerit dan
tubuh besarnya mulai terpecah seperti kaca, dan angka-angka berwarna
ungu muncul, menunjukan berapa banyak experience point yang kudapat.
“Yeeeeaaaahhh!”
Klein berpose kemenangan dengan senyuman besar di wajahnya dan mengangkat tangan kirinya. Aku menepuknya dan tersenyum padanya.
"Selamat atas kemenangan pertamamu. Tapi, babi hutan itu hanya selemah slime di game lain."
"Eh, benarkah? Kupikir babi hutan itu adalah semi-boss atau sejenisnya."
"Mustahil."
Senyumanku menjadi agak miris saat aku menyarungkan pedangku di punggungku.
Meskipun
aku menggodanya, aku mengerti perasaannya sekarang. Karena aku punya
pengalaman 2 bulan lebih daripada dia. Hanya sekarang dia bisa merasakan
kegembiraan menghancurkan musuhnya dengan tangannya sendiri.
Klein
mulai menggunakan Sword Skill yang sama berulang-ulang sambil
berteriak. Mungkin itu adalah salah satu caranya untuk berlatih. Aku
meninggalkannya sendiri dan melihat sekeliling.
Padang rumput
yang terbentang sangat luas ini bersinar kemerahan saat matahari mulai
terbenam. Di utara terlihat bayang-bayang hutan, danau yang berkilauan,
dan aku bisa melihat tembok yang mengelilingi kota hingga ke timur. Di
bagian barat ada langit yang tak terbatas dengan awan berwarna keemasan
yang melayang di atasnya.
Kami ada di padang rumput yang
terbentang di sebelah timur dari «Starting City» yang berada di ujung
utara dari lantai pertama kastil terbang raksasa «Aincrad». Seharusnya
ada banyak sekali player lain yang sedang bertarung dengan monster di
sekitar sini, tapi karena terlalu luas, tidak ada satu pun dari mereka
yang terlihat.
Terlihat puas, Klein menyarungkan pedangnya dan berjalan kemari sambil melihat sekeliling juga.
"Omong-omong,
berapa kali pun aku melihat sekeliling seperti ini aku masih belum bisa
percaya kalau kita ini «berada di dalam game»."
"Yah, meski kau
bilang 'di dalam', bukan berarti kalau jiwa kita tersedot ke dalamnya
atau sejenisnya. Yang melihat dan mendengar bukanlah mata dan telinga,
melainkan otak kita dengan mengirimkan sinyal dari «Nerve Gear».”
Aku berkata begitu sambil mengangkat bahuku. Klein mengerutkan bibirnya seperti anak kecil.
"Kau
mungkin sudah terbiasa sekarang, tapi bagiku ini adalah pertama kalinya
aku melakukan «Full Dive». Bukankah ini luar biasa? ...Aku benar-benar
bersyukur dilahirkan di zaman ini!"
"Kau berlebihan."
Tapi meskipun tertawa, aku setuju dengannya.
«Nerve Gear»
Itulah nama perangkat keras yang menjalankan VRMMORPG «Sword Art Online».
Bentuk dasar mesin ini sangat berbeda dibandingkan dengan yang lama.
Tidak
seperti perangkat keras tipe lama yang seperti "monitor layar datar"
atau "stick game", Nerve Gear mempunyai bentuk seperti helm yang
menutupi seluruh kepala dan wajah.
Di dalamnya terdapat banyak
pemancar sinyal, dan dengan menggunakan pemancar sinyal itu, Gear-nya
langsung mengakses ke dalam otak si pemakai. Si pemakai tidak
menggunakan mata dan telinganya untuk melihat dan mendengar, melainkan
menangkap sinyal yang dikirimkan langsung ke otak mereka. Ditambah lagi,
mesinnya tidak hanya bisa mengakses indra pendengaran dan penglihatan,
tapi juga bisa mengakses indra peraba, perasa, dan penciuman.
Singkatnya, kelima indra.
Setelah memakai Nerve Gear, kalian
kunci tali pengikatnya di dagu dan mengatakan perintah inisiasi («Link
Start»), semua suara menghilang dan kalian akan diselimuti kegelapan.
Segera, setelah melewati lingkaran berwana pelangi di tengah, kalian
sudah berada di dunia yang terbuat sepenuhnya dari data.
Jadi...
Setengah
tahun lalu, mesin ini (yang mulai dijual pada Mei 2022) berhasil
membuat «Virtual Reality». Perusahaan elektronik yang membuat Nerve Gear
menyebut keadaan terhubung dengan Virtual Reality...
«Full Dive».
Dunia yang sepenuhnya terpisah dari kenyataan, cocok dengan kata "full".
Alasannya
adalah karena Nerve Gear tidak hanya mengirimkan sinyal palsu pada
kelima indra, tetapi juga memblokir dan mengembalikan sinyal yang
dikirimkan oleh otak ke tubuh.
Ini bisa dibilang syarat paling
dasar untuk bergerak dengan bebas di dalam Virtual Reality. Jika
tubuhnya menerima sinyal dari otak ketika si pengguna dalam keadaan Full
Dive, pada saat si pengguna memutuskan untuk «Berlari», tubuh asli
mereka akan menabrak tembok.
Karena Nerve Gear mampu
mengembalikan perintah yang dikirimkan oleh otak melalui tulang
belakang, aku dan Klein bisa bebas menggerakan avatar kami dan
mengayunkan pedang kami sesukanya.
Kami benar-benar terjun ke dalam game.
Pengalaman ini benar-benar memikatku dan banyak player lainnya, hingga
membuat kami tidak akan pernah bisa kembali ke pena-sentuh atau sensor
gerakan.
Klein melihat ke arah angin yang berhembus melalui padang rumput dan tembok kastil dengan air mata sungguhan di matanya.
"Jadi, SAO adalah game pertama yang kaumainkan dengan Nerve Gear?" Aku bertanya.
Klein yang terlihat seperti seorang prajurit tampan yang berasal dari zaman perang menengok ke arahku dan mengangguk.
"Ya."
Jika
dia menggunakan ekspresi yang serius di wajahnya, dia akan terlihat
seperti aktor yang sedang memerankan drama zaman dulu. Tentu saja ini
sangat berbeda dari tubuh aslinya di dunia nyata. Ini hanyalah avatar
yang dibuat berasal dari memilih diantara daftar pilihan.
Tentu saja, aku juga terlihat seperti seorang protagonis yang sangat tampan dari sebuah anime fantasi.
Klein
meneruskan pembicaraan dengan suaranya yang terdengar pelan tapi
bersemangat, tentu saja ini juga berbeda dengan yang di dunia nyata.
“Yah,
tepatnya aku membeli perangkat kerasnya segera setelah aku mendapatkan
SAO. Hanya ada sepuluh ribu yang dikeluarkan sekarang, jadi kupikir aku
memang sangat beruntung. Tapi, kalau dipikir-pikir kau sepuluh kali
lebih beruntung daripada aku karena kau terpilih untuk beta testing.
Mereka cuma mengambil seribu orang!”
“Ah, ya, benar juga.”
Klein terus melihat ke arahku. Tanpa sadar aku menggaruk kepalaku.
Aku
masih ingat kesenangan dan rasa antusias saat pembuatan «Sword Art
Online» diumumkan sudah selesai lewat media seperti baru kemarin.
Nerve
Gear telah membuat dunia game menjadi lebih maju dengan Full Dive-nya.
Tapi, karena mesinnya masih baru selesai, hanya game-game yang tidak
terkenal saja yang ada untuk dimainkan. Contohnya puzzle, dan game-game
yang berhubungan dengan pelajaran atau lingkungan, itu membuat kecewa
para penggemar game sepertiku.
Nerve Gear benar-benar bisa menciptakan sebuah Virtual Reality.
Tapi
kau hanya bisa berjalan 100 meter sebelum kau mencapai batas dinding di
dunia itu; itu benar-benar mengecewakan. Para pecinta game sepertiku,
yang benar-benar menghargai pengalaman berada di dalam game, tidak
mungkin kalau kami tidak menantikan suatu game dengan gaya tertentu.
Kami
mulai menunggu untuk sebuah game network yang bisa memuat jutaan orang
mendaftar dan masuk, bertarung bersama dan hidup sebagai karakter mereka
sendiri, atau dengan kata lain—sebuah MMORPG.
Ketika rasa
antisipasi dan kesabaran kami mencapai puncaknya, VRMMORPG pertama
diumumkan tepat waktunya, «Sword Art Online». Panggung permainan ini
adalah sebuah kastil raksasa yang terdiri dari 100 lantai.
Para
player hidup di sebuah dunia dengan hutan dan danau, hanya mengandalkan
pedang dan kemampuan mereka untuk menemukan rute untuk menuju ke lantai
atas dan mengalahkan monster yang tak terhitung jumlahnya untuk membuka
jalan menuju lantai teratas.
«Magic» yang dianggap merupakan
bagian yang tidak bisa digantikan dari MMORPG fantasi telah dihilangkan
dan skill yang tidak terhitung jumlahnya yang bernama «Sword Skills»
dibuat. Itu mungkin adalah salah satu rencana untuk membuat para player
bisa merasakan pengalaman dari pertarungan dengan tubuh mereka sendiri
melalui full dive sebanyak mungkin.
Skill-nya bervariasi
termasuk skill produksi seperti pandai besi, penjahit, dan kemampuan
sehari-hari seperti memancing, memasak, dan bermain musik, mengizinkan
player tidak hanya berpetualang di dalam game besar ini tetapi juga
benar-benar «hidup» di dalamnya. Jika mereka mau, dan skill level mereka
cukup tinggi, mereka bisa membeli rumah dan hidup sebagai pengembala
domba.
Saat informasi ini disampaikan, rasa antusias para gamer menjadi semakin tinggi.
Beta
test-nya hanya mengajak seribu orang pencoba. Katanya, ada seratus ribu
orang, setengah dari jumlah Nerve Gears yang terjual saat itu, ingin
menjadi pencobanya. Keberuntungan adalah satu-satunya alasanku bisa
terpilih. Selain itu, beta tester mendapat keuntungan tambahan karena
diberikan prioritas ketika game-nya sudah resmi keluar.
Dua
bulan beta testing terasa seperti mimpi saja. Di sekolah, aku selalu
memikirkan tentang susunan skill-ku, equipment dan item, dan lari
langsung ke rumah segera setelah sekolah berakhir dan masuk ke game
hingga subuh. Beta test-nya berakhir dalam sekejap mata, dan di hari
dimana karakterku direset, aku merasa kehilangan yang sangat besar
seperti setengah tubuh asliku menghilang.
Dan sekarang-11 November 2022, Minggu.
«Sword Art Online» setelah semua persiapannya telah selesai, jam 1 siang servis server-nya resmi dimulai.
Tentu
saja, aku telah menunggu selama 30 menit dan langsung masuk tanpa
menunggu sedetik pun, tapi ketika aku memeriksa keadaan server-nya,
sembilan ribu lima ratus orang lebih sudah masuk ke dalam game.
Sepertinya semua orang yang beruntung mendapatkan gamenya merasakan hal
yang sama denganku. Semua situs penjualan online mengumumkan kalau
gamenya terjual habis tepat setelah penjualan dibuka dan penjualan
offline, yang dimulai sejak kemarin, telah terbentuk barisan orang yang
mengantri lebih dari empat hari, membuat keributan yang cukup hingga
bisa masuk dalam berita. Itu berarti semua orang yang beruntung bisa
membeli kaset game nya hampir semuanya adalah penggemar game serius.
Kelakuan Klein menunjukan semua ini dengan jelas.
Setelah
aku masuk ke dalam SAO, aku mulai berlari melalui jalan batu yang sudah
kukenal di «Starting City» untuk menuju ke toko senjata. Menyadari
kalau diriku adalah seorang beta tester setelah melihatku memulai dan
berlari tanpa ragu, Klein berlari ke arahku.
“Hei, ajarkan aku beberapa hal!” dia memohon.
Aku
heran kenapa dia bisa begitu tidak tahu malu dan memohon ke orang yang
baru dia temui. Aku kehilangan kata-kataku karena takjub.
“Ah,
kalau begitu… Bagaimana kalau kita ke toko senjata dulu?” Aku
menjawabnya seperti seorang NPC; kami akhirnya membuat sebuah Party, dan
aku mulai mengajarinya beberapa dasar bertarung—dan itulah mengapa kami
berakhir seperti ini.
Sebenarnya, aku tidak terlalu akrab
dengan orang di dunia nyata atau di dalam game, bahkan mungkin lebih
sedikit di dalam game dibanding dengan di dunia nyata. Selama beta
testing aku mengenal beberapa orang, tapi aku tidak terlalu dekat dengan
mereka hingga tidak bisa menyebut mereka sebagai teman.
Tapi
Klein punya sisi yang agak bersahabat, dan aku juga tidak berpikir kalau
itu tidak mengenakkan. Berpikir kalau aku mungkin bisa akrab dengannya,
aku membuka mulutku.
“Jadi… Apa yang sekarang mau kaulakukan? Apa kau mau terus berburu hingga kau terbiasa?”
“Tentu! Itu yang mau kubilang, tapi…”
Mata Klein melihat ke arah bawah kanan dari penglihatannya. Dia pasti sedang memastikan waktu.
“…Yah, aku harus keluar dari game dan makan. Aku memesan pizza untuk jam 5:30.”
“Benar-benar sudah mempersiapkan segalanya.”
Aku tidak bisa mengatakan hal lain, Klein membusungkan dadanya.
“Tentu
saja!” dia berkata begitu dengan bangga. “Aku sudah janji untuk bertemu
beberapa teman di «Starting City» sebentar lagi. Aku bisa
memperkenalkan beberapa dari mereka dan kau bisa mendaftarkan mereka
sebagai teman. Dengan begitu kau bisa kapan pun mengirim pesan.
Bagaimana?”
“Errr… Hmmm…,” Tanpa sadar aku bergumam.
Aku
agak akrab dengan Klein, tapi tidak ada jaminan kalau aku bisa akrab
dengan teman-temannya. Aku merasa kalau kemungkinannya lebih besar kalau
aku tidak akan bisa akrab dengan mereka, dan sebagai akibatnya, aku
juga tidak bisa berteman dengan Klein lagi.
“Haruskah aku…?”
Terlihat mengerti alasanku menjawab dengan tidak begitu yakin, Klein menggelengkan kepalanya.
“Ah, aku tidak bermaksud memaksamu. Lagipula akan ada kesempatan lain untuk memperkenalkan mereka.”
“…Ya. Maaf, dan terima kasih.”
Segera setelah aku berterima kasih padanya, Klein menggelengkan kepalanya sekuat mungkin.
“Hei,
hei! Seharusnya aku yang berterima kasih padamu. Aku menerima banyak
bantuan darimu. Aku akan membalas jasamu lain kali. Kalau kita ketemu
lagi.”
Klein tersenyum dan melirik ke arah jam sekali lagi.
“…Yah, aku akan keluar sebentar. Terima kasih banyak, Kirito. Sampai jumpa lagi.”
Dengan
begitu, dia menaruh tangannya ke depan. Saat itu, kupikir orang ini
pasti adalah seorang pemimpin yang hebat di dalam «game lain» dan
bersalaman dengannya.
"Ya, sampai jumpa."
Kami melepaskan tangan masing-masing.
Itu adalah saat di mana Aincrad, atau Sword Art Online, berhenti menjadi sebuah «game» yang menyenangkan bagiku.
Klein
berjalan mundur sedikit dan menempelkan jari tengah dan jempol tangan
kanannya lalu menarik ke bawah.. Ini adalah hal yang perlu dilakukan
untuk memanggil «Main Menu Window». Segera setelahnya terdengar suara
berdering dan muncul sinar kotak berwarna ungu.
Aku menyingkir
sedikit dan duduk di sebuah batu lalu membuka menu-ku juga. Aku mulai
menggerakkan jariku untuk menyusun item yang kudapat setelah bertarung
dengan babi hutan tadi.
Lalu.
"Eh?" Klein berkata dengan nada yang aneh.
"Apa ini? …tidak ada tombol Log Out-nya."
Saat itu aku berhenti menggerakkan jariku dan mengangkat kepalaku.
"Tidak ada tombolnya…? Mustahil, coba lihat lebih jelas."
Aku
berkata dengan sedikit bingung. Dia membuka matanya lebar-lebar di
bawah bandannanya dan mendekatkan kepalanya ke menu. Kotaknya lebih
panjang ke samping daripada ke atas, dan mempunyai sekumpulan tombol di
bagian kiri serta sebuah gambaran karakter yang menunjukkan equipment
yang kaupakai di bagian kanan. Di bagian bawah menu ada tombol «LOG OUT»
yang digunakan untuk keluar dari dunia ini.
Ketika aku kembali
melihat ke arah list yang menunjukkan item yang kudapat setelah beberapa
jam bertarung, Klein mulai berbicara dengan nada tinggi tidak seperti
biasanya.
“Benar-benar tidak ada. Coba lihat Kirito.”
“Sudah
kubilang tidak mungkin tidak ada di sana…” aku bergumam sambil menghela
napas lalu mengklik ke tombol di bagian kiri atas untuk kembali ke menu
screen.
Storage Window dibagian kanan menutup dan kembali ke
menu utama. Di sebelah kiri dari gambar karakter, yang masih memiliki
banyak tempat kosong, tersusun tombol-tombol.
Aku menggerakkan tanganku ke bawah seperti biasa dan—
Tubuhku membatu.
Tidak ada.
Seperti
yang dikatakan Klein, tombol yang ada di sana ketika beta test—tidak,
bahkan tombol yang masih ada ketika aku masuk ke dalam game—telah
menghilang.
Aku memandangi tempat kosong itu selama beberapa
detik, lalu melihat ke seluruh bagian menu, memastikan kalau itu bukan
dipindahkan saja posisinya. Klein melihatku dengan kata “Benar, 'kan?”
tertulis diwajahnya.
“…tidak ada, 'kan?”
“Ya, tidak ada.”
Aku
mengangguk, meski itu agak menjengkelkan untuk langsung setuju
dengannya. Klein tersenyum dan mulai mengusap-usap dagunya yang tebal.
“Yah,
ini kan hari pertama, jadi bug seperti itu mungkin terjadi. Seharusnya
sekarang para GM sedang kewalahan dengan jumlah pesan yang membanjiri
pesan masuk-nya,” Klein berkata dengan tenang.
“Apakah tidak
apa-apa kalau kau hanya berdiri saja seperti itu? Kau bilang kalau kau
memesan pizza, ya 'kan?” Aku sedikit menggodanya.
“Ah, benar juga!!”
Aku tersenyum saat melihatnya kepanikan, dan membuka matanya lebar-lebar.
Aku
melempar beberapa item yang tidak kuperlukan dari inventory, yang telah
menjadi merah karena terlalu banyak item di dalamnya, lalu aku berjalan
kearah Klein.
“Argh! pizza ikan teri dan ginger ale ku-!”
“Kenapa kau tidak coba menghubungi GM? Mereka mungkin bisa memutuskan hubungan servermu dari sana.”
“Sudah kucoba, tapi tidak ada respon sama sekali. Ini sudah pukul 5:25! Hei, Kirito! Apa tidak ada cara lain untuk Log Out?”
Setelah mendengarkan apa yang Klein katakan sambil melambaikan tangannya—
Wajahku menjadi kaku. entah kenapa aku merasa takut dan merinding di punggungku.
“Coba kupikir… Untuk Log Out…”
Aku berbicara sambil berpikir.
Untuk
keluar dari Virtual Reality ini dan kembali ke kamarku, aku harus
membuka Main Menu, menekan tombol 'Log Out' dan menekan 'Yes' di jendela
yang muncul di sebelah kanan. Itu sangat simpel. Tapi-pada saat yang
sama, selain prosedur itu, aku tidak tahu cara lain untuk keluar dari
game.
Aku melihat ke wajah Klein, yang berada sedikit lebih tinggi dari wajahku dan menggelengkan kepalaku.
“Tidak… Tidak ada. Jika kau mau Log Out dari game, kau harus menggunakan tombol di menu, selain itu tidak ada cara lain.”
“Itu mustahil… Pasti ada suatu cara!”
Klein tiba-tiba mulai berteriak seperti kalau dia tidak mempercayai kata-kataku.
“Kembali! Log Out! Kabur!”
Tapi tentu saja, tidak ada yang terjadi. Di SAO tidak ada perintah suara seperti itu.
Setelah dia berteriak ini dan itu dan bahkan melompat, Aku berbicara padanya.
“Klein, itu sia-sia. Bahkan di manual tidak tertulis apa pun tentang pemutusan akses darurat.”
“Tapi…
Ini gila! Bahkan jika ini adalah bug, aku bahkan tidak bisa kembali ke
kamarku semauku!” Klein berteriak dengan ekspresi bingung diwajahnya.
Aku sangat setuju dengannya.
Ini mustahil. Benar-benar tidak masuk akal. Tapi ini kebenaran yang tidak bisa dibantah.
“Hei… Apa-apaan ini? Ini benar-benar aneh. Sekarang, kita tidak bisa keluar dari game ini!"
Klein tertawa menyedihkan dan mulai berbicara lagi.
“Tunggu, kita cukup mematikannya saja. Atau lepas saja «Gear»-nya.”
Ketika
aku melihat Klein menggerakkan tangannya, yang bergerak seperti sedang
melepas sebuah helm yang tidak terlihat, aku merasa kalau kegelisahanku
kembali.
“Itu mustahil, dua-duanya. Sekarang ini kita tidak bisa
menggerakkan tubuh asli kita. «Nerve Gear»-nya menerima semua sinyal
yang dikirim dari otak kita dan mengirimkannya kemari…” Aku memegang
bagian belakang kepalaku. “… dan menyampaikannya ke tubuh kita di sini.”
Klein perlahan-lahan menutup mulutnya dan menurunkan tangannya.
Kami berdua berdiri tanpa berbicara selama beberapa saat, saling berpikir.
Untuk
mendapat keadaan Full Dive, Nerve Gear memblokir semua sinyal yang
dikirim oleh otak kita dan mengirimkannya kemari supaya kita bisa
mengontrol tubuh kita di dunia ini. Jadi, berapa liarpun aku
menggerakkan tubuhku di sini, tubuhku di dunia nyata, yang sedang
terbaring di kasur sekarang tidak akan bergerak sedikit pun; memastikan
kalau aku tidak akan membenturkan kepalaku ke sisi meja atau apa pun.
Tapi karena fungsi ini, kita tidak bisa bebas keluar dari kondisi Full Dive.
“…jadi,
selain bug-nya diperbaiki atau seseorang dari dunia nyata melepaskan
Gear-nya, kita hanya bisa menunggu?” Klein bergumam, terlihat sedikit
pusing.
Aku diam-diam setuju dengannya.
“Tapi aku tinggal sendiri. Kau?”
Aku sedikit ragu-ragu tapi aku mengatakan yang sebenarnya padanya.
“…Aku
tinggal dengan ibuku dan adik perempuanku, bertiga. Kupikir aku pasti
akan dipaksa keluar dari kondisi Dive jika aku tidak keluar saat makan
malam…”
“Apa? Be-Berapa umur adik perempuanmu?”
Klein tiba-tiba melihat ke arahku, matanya bercahaya. Aku mendorong kepalanya menjauh.
“Kau
agak tenang sekarang, ya 'kan? Dia anggota klub olahraga dan membenci
game, jadi dia tidak mungkin bisa akrab dengan orang seperti kita… Tapi
daripada itu,”
Aku membentangkan tangan kananku untuk mengganti jalan pembicaraannya.
“Apa kau tidak berpikir… kalau ini aneh?"
“Tentu saja. Ini kan bug.”
“Bukan,
maksudku bukan hanya bug saja, ini adalah bug «mustahil untuk Log Out»,
ini masalah yang cukup besar yang bisa membuat pengoperasian game itu
sendiri terganggu. Seperti pizza-mu di dunia nyata yang semakin
mendingin setiap detik, ini benar-benar merugikan keuangan, ya 'kan?"
“…sebuah pizza dingin… Itu sama saja dengan natto keras!”
Aku mengabaikan komentar yang tidak berarti itu dan melanjutkan pembicaraan.
“Jika
sudah seperti ini, seharusnya operator akan segera mematikan server nya
dan membuat semua player Log Out apa pun yang terjadi. Tapi… Ini sudah
lebih dari 15 menit sejak kita menyadari hal ini dan belum ada satu pun
pesan dari sistem yang muncul, meski kita abaikan penghentian
server-nya, ini sudah terlalu aneh."
“Hmm, sekarang kupikir-pikir kau benar juga."
Sekarang
Klein mulai mengusap dagunya dengan ekspresi serius diwajahnya. Di
bagian bawah bandanna yang menutupi dahinya, pengetahuan terpancar di
dalam matanya.
Aku mulai mendengarkan Klein, merasa sedikit aneh
berbicara dengan orang yang tidak akan pernah kutemui jika aku telah
menghapus akun milikku.
“…perusahaan yang membuat SAO, «Argus»
adalah perusahaan yang terkenal karena sangat memperhatikan penggunanya,
ya 'kan? Itulah kenapa orang-orang berebutan membeli kasetnya meskipun
ini adalah game online pertamanya. Semua itu akan sia-sia jika mereka
membuat kesalahan seperti ini di hari pertamanya."
“Aku setuju, dan SAO adalah VRMMORPG pertama. Jika ada sesuatu yang salah sekarang, mereka pasti akan segera memperbaikinya."
Klein dan aku melihat wajah virtual masing-masing dan menghela napas.
Musim di Aincrad dibuat berdasarkan kenyataan, jadi sekarang di sini juga sedang memasuki musim gugur.
Aku melihat ke atas, menghirup udara virtual, menarik napas dingin yang dalam.
Sekitar
100 meter di atas aku bisa melihat atap berwarna ungu muda yang
merupakan bagian bawah dari lantai 2. Sambil mengikuti permukaannya yang
tidak rata, aku melihat menara besar—«labirin» yang merupakan jalan
menuju ke lantai atas, dan melihatnya terhubung dengan jalan keluarnya.
Saat
itu jam 5:30 lewat dan garis kecil di langit yang terlihat berwarna
merah seperti matahari terbenam. Meski berada di situasi seperti ini,
melihat padang rumput luas yang berwarna keemasan karena memantulkan
sinar matahari sore, aku menemukan diriku tidak bisa berbicara di depan
keindahan dunia virtual ini
Tepat sesudahnya.
Dunia berubah selamanya.
Bab 3
Ding,
ding, Sebuah suara seperti bel , atau mungkin sebuah bel peringatan,
terdengar dengan keras, membuatku dan Klein melompat karena kaget.
“Ah…”
“Apa ini!?”
Kami berteriak bersamaan dan melihat satu sama lain, kedua mata kami terbuka lebar.
Klein
dan aku diselimuti oleh pilar cahaya berwarna biru terang. Di balik
cahaya biru itu, padang rumput di penglihatanku perlahan-lahan menjadi
kabur.
Aku pernah mengalami ini beberapa kali selama beta test.
Ini adalah «Teleport» yang dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah
item. Aku tidak punya item yang dibutuhkan dan aku juga tidak
meneriakkan perintah yang seharusnya diucapkan. Apakah operator nya
melakukan teleport paksa? Jika begitu, kenapa mereka tidak memberitahu
kami?
Ketika aku sedang berpikir, cahaya di sekelilingku bergetar semakin keras dan kegelapan menyelimutiku.
Saat
cahaya birunya memudar, sekelilingku menjadi jelas lagi. Tapi, ini
bukan padang rumput yang memantulkan cahaya matahari terbenam lagi.
Sebuah
jalan besar yang terbuat dari batu. Jalan abad pertengahan yang
dikelilingi oleh lampu jalan dan istana besar yang memancarkan sinar
gelap terlihat di kejauhan.
Ini adalah starting point, central plaza dari «Kota Awal».
Aku
melihat kearah Klein yang membuka mulutnya lebar-lebar disampingku.
Lalu kearah kerumunan orang yang berada di sekeliling kami.
Melihat
ke sekumpulan orang yang sangat cantik dan tampan dengan equipment dan
warna rambut yang bervariasi, tidak salah lagi mereka adalah player lain
sepertiku. Ada sekitar berapa ribu hingga sepuluh ribu orang disini.
Sepertinya semua orang yang sedang log on saat ini dipaksa teleport ke
central plaza.
Selama beberapa detik, semua orang hanya melihat sekeliling tanpa mengatakan apapun.
Lalu ada beberapa bisikan dan kata-kata yang terdengar disana-sini; perlahan-lahan semakin berisik.
“Apa yang terjadi?"
“Bisakah kita Log Out sekarang?”
“Bisakah mereka memperbaikinya lebih cepat?”
Komentar-komentar seperti itu bisa terdengar dari waktu ke waktu.
Ketika
para player mulai kehilangan kesabaran, teriakan-teriakan seperti “Apa
ini bercanda?” dan “Keluar kalian, GM!” dapat terdengar.
Lalu tiba-tiba.
Seseorang berteriak dengan suara yang lebih keras dari suara-suara itu.
“Ah…lihat keatas!”
Klein dan aku hampir secara otomatis mengarahkan mata kami keatas dan melihat. Ada pemandangan aneh yang menyambut kami.
Di permukaan bagian bawah lantai dua, seratus meter diatas udara, terdapat tanda silang berwarna merah.
Ketika
aku melihat dengan lebih jelas, aku bisa melihat kalau itu adalah dua
kata yang saling bersilangan. Kata-kata yang satunya adalah [Warning]
dan yang satu lagi adalah [System Announcement].
Aku terkejut
selama sesaat tapi kemudian berpikir 'Oh, operatornya mulai
menginformasikan kita sekarang', dan mengendurkan bahuku sedikit.
Pembicaraan di plaza menjadi sunyi dan kau bisa merasakan kalau semua
orang menunggu kata selanjutnya yang akan keluar.
Tapi, apa yang terjadi selanjutnya tidak seperti apa yang kubayangkan.
Dari
tengah pola itu, sebuah cairan yang seperti darah mulai mengalir turun
perlahan-lahan. Cairan itu turun dengan kecepatan pelan seperti
menggambarkan sebarapa kentalannya cairan itu; Tapi cairan itu tidak
jatuh kebawah, malah mulai berubah ke bentuk yang lain.
Apa yang muncul adalah pria setinggi 20 meter yang mengenakan jubah berkerudung yang menutupi tubuhnya.
Tidak,
itu tidak terlalu tepat. Dari tempat kami melihat, kami bisa dengan
mudah melihat kedalam tudungnya-tidak ada wajah disana. Benar-benar
kosong. Kami bisa melihat dengan jelas bagian dalam bajunya dan sulaman
hijau didalam tudungnya. Didalam jubahnya pun sama, yang bisa kami lihat
hanyalah bayangannya saja.
Aku
pernah melihat jubah itu sebelumnya. Itu adalah baju yang selalu
digunakan pegawai Argus yang bekerja sebagai GM. Tapi semua GM pria
mempunyai wajah seperti seorang penyihir tua dengan janggut panjang, dan
Yang wanita mempunyai avatar wanita berkacamata. Mereka mungkin
menggunakan jubah itu karena kurangnya waktu untuk menyiapkan avatar
yang layak, tapi tempat kosong dibalik tudungnya memberikanku perasaan
gelisah yang tidak bisa dijelaskan.
Para player di sekelilingku pasti merasakan hal yang sama.
“Apa itu GM?”
“Kenapa dia tidak punya wajah?”
Banyak bisikan seperti itu yang bisa terdengar.
Lalu tangan kanan dari jubah besar itu bergerak seperti untuk mendiamkan mereka.
Sebuah
sarung tangan putih bersih muncul dari lipatan panjang lengan bajunya.
Tapi lengan baju itu, seperti bagian lain dari jubahnya, tidak terhubung
dengan bagian tubuh manapun.
Lalu tangan kirinya perlahan-lahan
terangkat keatas juga. Kemudian dengan dua sarung tangan kosong yang
terbentang di depan 10 ribu player, orang tak berwajah itu mulai membuka
mulutnya—tidak, terasa seakan-akan dia melakukannya. Kemudian sebuah
suara pria yang tenang dan pelan terdengar bergema dari ketinggian.
‘Para player sekalian, aku menyambut kalian semua kedalam dunia ku'
Aku tidak bisa segera mengerti.
«Duniaku»?
Jika orang berjubah merah itu adalah seorang GM, maka dia memang punya
kekuatan seperti dewa di dunia ini, yang mengizinkannya mengubah dunia
ini sesukanya, tapi kenapa dia mengatakannya sekarang?
Klein dan
aku melihat satu sama lain kebingungan. Orang berjubah merah tanpa nama
itu menurunkan kedua tangannya dan melanjutkan perkataannya.
‘Namaku adalah Kayaba Akihiko. Sekarang ini, akulah orang satu-satunya yang bisa mengendalikan dunia ini.’
“Apa…!?”
Avatarku
menjadi kaku karena shock, dan tenggorokanku, dan mungkin leherku di
dunia nyata juga, berhenti bekerja selama beberapa detik.
Kayaba... Akihiko!!
Aku tahu nama itu. Tidak mungkin aku tidak tahu.
Orang
ini adalah seorang game designer dan seorang genius di bidang quantum
physics, orang yang membuat Argus, yang beberapa tahun lalu hanyalah
satu dari banyak perusahaan kecil lainnya, menjadi salah satu perusahaan
yang bisa mengatur perekonomian dunia.
Dia merupakan direktur pengembangan SAO dan pada saat yang sama, pendesain Nerve Gear.
Sebagai
salah seorang hardcore gamer, aku sangat menghormati Kayaba. Aku
membeli seluruh majalah yang menceritakan tentang dia dan telah membaca
beberapa wawancaranya hingga aku hampir hapal isinya. Aku hampir bisa
membayangkan dia mengenakan baju putihnya yang selalu dia gunakan hanya
dengan mendengar suaranya.
Tapi dia selalu berdiri dibalik
layar, menolak tampil di depan media; dia tidak pernah menjadi GM
sebelumnya-jadi kenapa dia melakukan sesuatu seperti ini?
Aku
berusaha berpikir lagi untuk mengerti situasinya. Tapi kata-kata yang
keluar dari orang itu terdengar seperti ejekan bagiku yang sedang
berusaha untuk mengerti.
‘Kupikir hampir semua orang telah
menyadari kalau tombol Log Out telah menghilang dari Main Menu. Itu
bukanlah bug, itu adalah bagian dari sistem «Sword Art Online».’
“Bagian dari…sistemnya?”
Klein
bergumam, suaranya terbata-bata. Pengumumannya berlanjut dengan suara
yang pelan seperti untuk menyembunyikan suara aslinya.
‘Hingga kalian mencapai ke lantai teratas dari kastil ini, kalian tidak bisa Log Out.’
Kastil ini? Awalnya aku tidak mengerti kata tersebut. Tidak ada kastil di «Kota Awal».
Lalu kata-kata selanjutnya yang di katakan Kayaba menghilangkan semua kebingunganku.
‘…selain itu, dilarang menghentikan atau melepas Nerve Gear dari luar. Jika hal-hal seperti itu dilakukan…’
Sunyi.
Kesunyian diantara sepuluh ribu orang ini sangat menekan. Kata-kata selanjutnya keluar secara perlahan-lahan.
‘Pengirim
sinyal di Nerve Gear mu akan mengirimkan sebuah gelombang
elektromagnetik yang kuat, menghancurkan otakmu dan menghentikan semua
fungsi tubuhmu.’
Klein dan aku melihat satu sama lain dalam keadaan shock selama beberapa detik.
Pikiranku
seakan-akan menolak untuk mempercayai apa yang baru saja kudengar. Tapi
pernyataan singkat yang dikatakan Kayaba menusuk ke pikiranku.
Menghancurkan otak kami.
Dengan kata lain, membunuh kami.
Pengguna
manapun yang mematikan Nerve Gear atau membuka kunci pengaman dan
melepaskannya akan terbunuh. Itulah apa yang baru saja Kayaba maksudkan.
Orang-orang di keramaian mulai bergumam, tapi tidak ada satupun
yang berteriak atau panik. Tidak ada seorangpun, sama halnya denganku,
yang bisa mengerti ataupun memprotesnya.
Klein mengangkat
tangannya perlahan-lahan dan mencoba untuk memegang head gear yang
seharusnya berada di sana di dunia nyata. Ketika dia melakukannya, dia
mengeluarkan tawa kecil dan mulai berbicara.
“Haha…Apa yang dia
katakan? Pria itu, apa dia gila? Omongannya tidak masuk akal. Nerve
Gear… Ini hanya game. Menghancurkan otak kita…Bagaimana dia bisa
melakukannya? Benar kan, Kirito?”
Suaranya terbata-bata di bagian akhir. Klein menatapku dengan serius, tapi aku tidak bisa mengangguk setuju.
Pengirim sinyal di dalam helm Nerve Gear mengirimkan gelombang elektronik untuk mengirimkan sinyal virtual ke dalam otak.
Mereka
menyebut ini sebagai ultra teknologi terbaru, tapi teori dasar
penggunaannya sama dengan barang elektronik yang sudah ada sejak 40
tahun yang lalu di Jepang, 'microwave'.
Jika listriknya
mencukupi, mungkin saja Nerve Gear nya bisa menggetarkan partikel air
yang ada di dalam otak kami dan membakarnya dengan panas yang
dihasilkan. Tapi…
“…secara teori, itu mungkin, tapi dia pasti
hanya menggertak. Karena jika kita mencabut kabel Nerve Gear, tidak
mungkin itu dapat mengirimkan gelombang sekuat itu. Kecuali ada sejenis
baterai yang punya kapasitas penyimpanan yang cukup besar…didalam…”
Klein mungkin sudah bisa mengira alasan kenapa aku berhenti berbicara.
“Ada…satu,”
katanya, kata-katanya hampir seperti sebuah teriakan dengan ekspresi
kosong diwajahnya. “30% dari berat gearnya berasal dari baterainya.
Tapi…itu benar-benar gila! Bagaimana jika tiba-tiba terjadi mati listrik
atau sejenisnya!?”
Kayaba mulai menjelaskan, seperti dia telah mendengar apa yang Klein teriakkan.
‘Untuk
lebih jelasnya, pemindahan sumber tenaga listrik untuk 10 menit,
terputus dari server lebih dari dua jam, atau pencobaan untuk membuka
kunci, mematikan, atau merusak Nerve Gear. Jika salah satu dari kondisi
itu terpenuhi, proses penghancuran otak akan dimulai. Syarat-syarat itu
telah diberitahukan kepada pemerintah dan kepada masyarakat lewat
seluruh media di dunia luar. Untuk catatan, sudah ada beberapa kasus
dimana ada keluarga atau teman yang mengabaikan peringatannya dan
mencoba dengan paksa melepaskan Nerve Gear. Hasilnya—’
Kata-katanya berhenti sesaat.
‘—sayangnya 213 player sudah keluar dari dunia ini, dan dunia nyata untuk selamanya.’
Sebuah
teriakan yang panjang dan tipis bisa terdengar. Tapi sebagian besar
dari player masih belum bisa mempercayai atau menolak untuk mempercayai
apa yang baru saja dikatakan dan hanya berdiri saja dengan wajah yang
pucat dan mulut yang terbuka atau senyuman miris di wajah mereka.
Pikiranku
mencoba menolak mempercayai apa yang baru saja dikatakan oleh Kayaba.
Tapi tubuhku mengkhianatinya dan lututku mulai bergetar dengan kuat.
Aku
tersandung kebelakang beberapa langkah dengan lututku yang lemah dan
berhasil mencegah diriku jatuh. Tapi Klein terjatuh kebelakang dengan
wajah tanpa ekspresi.
213 player telah meninggalkan dunia ini.
Kalimat itu terus menerus berulang di dalam kepalaku.
Jika yang dikatakan Kayaba benar-lebih dari 200 orang telah meninggal saat ini?
Beberapa
dari mereka mungkin saja ada beta tester sepertiku. Aku mungkin telah
mengenal beberapa dari nama karakter dan avatar mereka. Orang-orang itu
telah terbakar otaknya dan…mati, apa ini yang Kayaba telah katakan?
“…dak percaya… Aku tidak percaya.”
Klein, yang masih duduk di lantai, mulai berbicara dengan suara yang kaku.
“Dia
hanya mencoba menakuti kita. Bagaimana mungkin dia bisa melakukan hal
seperti itu? Berhenti bercanda dan biarkan kami keluar dari sini. Kami
tidak punya waktu untuk mengikuti upacara pembukaan mu yang gila ini.
Yeah…ini semua hanyalah sebuah event. Sebuah pertunjukan pembuka, kan?”
Didalam kepalaku, aku meneriakkan hal yang sama.
Tapi seperti untuk menghilangkan harapan kami, suara Kayaba yang seperti seorang pebisnis meneruskan penjelasannya.
‘Para
player, kalian tidak perlu mengkhawatirkan tubuh yang kalian tinggalkan
di luar sana. Saat ini, seluruh media TV, radio, dan internet sedang
melaporkan situasi ini berulang kali, termasuk kenyataan bahwa sudah ada
beberapa korban jiwa. Kemungkinan Nerve Gear kalian terlepas sudah
menghilang. Sebentar lagi, menggunakan dua jam yang kuberikan, kalian
semua akan di pindahkan ke rumah sakit atau tempat-tempat seperti itu
untuk mendapatkan perawatan terbaik. Jadi kalian bisa tenang…dan
berkonsentrasi untuk menaklukkan game nya.’
“Apa…?”
Lalu, akhirnya mulutku mulai berteriak dengan keras.
“Apa yang kau katakan!? Menaklukkan game nya!? Kau ingin kami bermain di situasi seperti ini!?”
Aku terus berteriak, menatap kearah jubah merah yang meresap kedalam permukaan dasar lantai atas.
“Ini bukan game lagi!!”
Lalu Kayaba Akihiko mulai mengumumkan perlahan dengan suaranya yang monoton.
‘Tapi
aku ingin kalian semua mengerti bahwa «Sword Art Online» bukanlah
sebuah game biasa lagi. Ini adalah dunia nyata yang kedua. …mulai
sekarang, segala jenis revival didalam game tidak akan bekerja lagi.
Disaat HP mu mencapai angka 0, avatar mu akan menghilang selamanya, dan
pada saat yang sama—’
Aku bisa menebak apa yang akan dia katakan dengan sangat jelas.
‘Otakmu akan dihancurkan oleh Nerve Gear.’
Tiba-tiba, rasa ingin tertawa menggelembung di dasar perutku. Aku menahannya.
Sebuah
garis horizontal panjang bersinar di bagian kiri atas penglihatanku.
Ketika aku memfokuskan pandanganku kearahnya, angka 342/342 dapat
terlihat.
Hit points. Nyawaku.
Saat itu mencapai nol,
Aku akan mati—sinyal gelombang elektromagnetik akan membakar otakku,
membunuhku seketika. Inilah yang telah Kayaba katakan.
Tidak salah lagi ini adalah sebuah game, sebuah game dengan nyawamu sebagai taruhannya. Dengan kata lain, sebuah game kematian.
Aku
pasti telah mati setidaknya 100 kali dalam dua bulan beta test. Aku
di-respawn dengan sedikit senyum malu di wajahku di bagian utara dari
main plaza, di «Kastil Besi Hitam», dan berlari ke arah tempat perburuan
lagi.
Itulah RPG, sebuah game dimana kau berkali-kali mati dan
belajar dan menaikkan level. Tapi sekarang kau tidak bisa? Sekali kau
mati, kau akan kehilangan nyawamu? Dan sebagai tambahan—kau bahkan tidak
bisa berhenti bermain?
“…tidak mungkin,” Aku berkata dengan pelan.
Siapa
yang mau pergi ke tempat perburuan dengan kondisi seperti itu? Tentu
saja semua orang hanya akan menetap di dalam kota di tempat yang aman.
Lalu seperti membaca pikiran ku, dan mungkin pikiran semua player lain, pengumuman berikutnya diberikan.
‘Para
player, hanya ada satu cara untuk keluar dari game ini, seperti yang
kubilang sebelumnya, kalian harus memcapai lantai teratas dari Aincrad,
lantai keseratus dan mengalahkan boss terakhir yang ada disana. Semua
player yang masih hidup pada saat itu akan secara otomatis keluar dari
game ini. Aku sudah mengatakan pada kalian semua yang perlu kukatakan.’
Sepuluh ribu orang player berdiri terdiam.
Itulah saat dimana aku menyadari apa yang dimaksud Kayaba ketika dia mengatakan «capailah lantai teratas dari kastil ini».
Kastil
ini—berarti tempat luas yang memenjarakan seluruh player di lantai
pertama dan 99 lantai lainnya yang ada diatas, bertumpuk hingga ke
langit dan melayang diatasnya. Dia membicarakan Aincrad itu sendiri.
“Menaklukan…seluruh 100 lantai!?”
Klein tiba-tiba berteriak. Dia cepat-cepat berdiri dan mengangkat tinjunya ke atas langit.
“Bagaimana mungkin kami melakukannya? Kudengar menaiki satu lantai saja sangat sulit selama beta testing!”
Itu
benar. Selama dua bulan beta testing, seribu orang player hanya bisa
mencapai lantai keenam. Bahkan jika ada sepuluh ribu orang yang Log In,
berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melewati 100 lantai?
Kebanyakan player yang dipaksa berada disini bertanya-tanya akan pertanyaan-yang tidak ada jawabannya ini.
Kesunyian
menegangkan ini perlahan-lahan menunjukan gumaman pelan. Tapi tidak ada
tanda-tanda dari ketakutan dan rasa putus asa.
Sebagian orang
disini masih bingung apakah ini benar-benar «bahaya nyata» atau sebuah
«event pembukaan yang sangat dibuat-buat». Semua yang dikatakan Kayaba
terlalu menakutkan hingga terasa tidak nyata.
Aku mengadahkan kepalaku lagi untuk melihat ke arahnya dan moncoba untuk memaksakan pikiranku menerima situasi ini.
Aku
tidak bisa Log Out lagi, selamanya. Aku juga tidak bisa kembali ke
kamarku dan kehidupanku. Satu-satunya cara untuk bisa kembali adalah
jika seseorang mengalahkan boss di lantai tertinggi dari kastil terbang
ini. Jika HP mencapai angka nol meski sekali saja sebelum itu—aku akan
mati. Aku akan benar-benar mati dan akan menghilang selamanya.
Tapi...
Betapapun
aku mencoba menerima kenyataan, ini mustahil. Hanya sekitar lima atau
enam jam lalu aku masih makan makanan buatan ibuku, berbicara sedikit
dengan saudara perempuanku, dan berjalan didalam rumahku.
Sekarang aku tidak bisa kembali ke tempat itu lagi? Dan saat ini, ini adalah dunia nyata yang sebenarnya?
Lalu,
ketika jubah merah yang sejak tadi berada di depan kami mengibaskan
sarung tangan kanannya dan mulai berbicara dengan suara yang tidak
memiliki emosi sama sekali.
‘Kalau begitu biar kutunjukkan bukti kalau ini adalah kenyataan. Di dalam Item Storage-mu akan ada hadiah dariku. Ambillah.’
Segera
setelah mendengarnya, aku menekan jari telunjuk ku dan jempol ku
bersamaan dan menarik nya kebawah. Semua player melakukan hal yang sama
dan plaza dipenuhi oleh suara gemerincing bel.
Aku menekan tombol item di menu yang baru saja muncul dan ada item disana, di bagian teratas dari daftar barang-barangku.
Nama itemnya adalah «Hand Mirror»
Kenapa
dia memberi kami benda ini? Sambil berpikir aku menyentuh nama bendanya
dan menekan tombol "buat benda menjadi object". Segera setelahnya
terdengar sebuah sound effect dan sebuah kaca persegi berukuran kecil
muncul.
Aku memegangnya dengan ragu-ragu tapi tidak ada apapun
yang terjadi. Apa yang muncul di dalam cermin adalah wajah dari avatar
yang kubuat dengan susah payah.
Aku memiringkan kepalaku dan melihat ke arah Klein. Dia juga melihat ke cermin dengan wajah yang tanpa ekspresi.
—Lalu.
Tiba-tiba
Klein dan avatar-avatar di sekeliling kami diselimuti oleh cahaya
putih. Segera setelah melihatnya, aku juga dikelilingi cahaya yang sama,
dan apa yang bisa kulihat hanyalah warna putih.
Sekitar 2, 3 detik kemudian, sekelilingku menjadi jelas lagi seperti mereka baru saja…
Tidak.
Wajah di depanku bukanlah wajah yang kukenal.
Armor
yang terbuat dari besi yang dijahit, bandana, dan rambut merah
berdurinya sama. Tapi wajahnya berubah ke bentuk yang lain. Matanya yang
tajam berubah menjadi cekung dan berwarna lebih terang. Hidungnya yang
mancung menjadi sedikit pesek, dan muncul janggut di pipi dan dagunya.
Jika avatarnya adalah seorang samurai yang masih muda dan ceria, maka
yang ini adalah seorang warrior yang telah kalah—atau mungkin seorang
perampok.
Aku lupa akan situasinya selama beberapa saat dan berkata.
“Siapa…kau?”
Kata yang sama terdengar dari mulut orang yang berada didepanku.
“Hey…siapa kau?”
Lalu tiba-tiba menyadari apa guna hadiah Kayaba, «Hand Mirror» yang sedang kupegang.
Aku buru-buru mengangkat kacanya, dan melihat muka yang terpantul.
Rambut
hitam yang rapi diatas kepala, sepasang mata yang kelihatan lemah dapat
terlihat dibalik rambut yang agak panjang, dan wajah yang orang-orang
bisa salah lihat dan menganggapku sebagai wanita ketika aku pergi keluar
dengan menggunakan pakaian bebas bersama saudara perempuan ku.
Wajah
tenang dari warrior «Kirito» yang baru beberapa detik yang lalu masih
ada telah menghilang. Wajah yang terpantul di cermin—
Adalah wajah asliku yang susah-payah ku sembunyikan.
“Ah…wajahku…”
Klein,
yang juga sedang memandangi cerminnya terjatuh kebelakang. Kami berdua
melihat satu sama lain dan berteriak disaat yang sama.
“Kau Klein!?” “Kau Kirito!?"
Suara
kami juga berubah, mungkin pengubah suaranya berhenti bekerja. Tapi
kami tidak punya waktu untuk memikirkan hal seperti itu.
Cerminnya terjatuh dari tangan kami dan mengenai lantai, dan hancur dengan suara pecahan yang agak keras.
Ketika
aku melihat sekeliling lagi, kerumunannya sudah tidak lagi dipenuhi
oleh orang yang terlihat seperti karakter dari game-game fantasi.
Sekumpulan anak muda normal sudah menggantikan tempat mereka. Ini
seperti melihat sekumpulan orang di dunia nyata di sebuah perkumpulan
game yang menggunakan kostum seperti armor. Bahkan perbedaan jumlah
laki-laki dan perempuannya berubah drastis.
Bagaimana ini
mungkin terjadi? Klein dan aku, dan mungkin semua player di sekitar kami
telah berubah dari avatar yang mereka buat dari awal, menjadi diri asli
kami. Tentu saja, teksturnya sendiri masih terlihat seperti model
poligon dan masih sedikit terasa aneh, tapi yang paling menakutkan
adalah keakuratannya. Seakan-akan gearnya punya sebuah full body scanner
yang terpasang.
Scan.
“…ah, benar!” Aku melihat kearah Klein dan memaksakan suaraku untuk keluar.
“Ada
pengirim sinyal di Nerve Gear yang menutupi seluruh kepala kita. Jadi
itu tidak hanya bisa melihat cara berpikir otak kita, tapi wajah kita
juga…”
“Ta-Tapi, bagaimana bisa mesin itu tahu bagaimana bentuk tubuh kita terlihat… Seperti seberapa tinggi kita?”
Klein berkata sambil diam-diam melihat ke sekitar kami.
Rata-rata
tinggi dari player, yang sedang melihat diri mereka sendiri dan orang
lain dengan berbagai ekspresi, sangat terlihat berkurang setelah
«perubahan» tadi. Aku—dan mungkin Klein juga-telah mensetting tinggi
kami agar sesuai dengan tinggi asliku di dunia nyata untuk menghindari
tinggi yang berlebihan yang bisa menghambat gerakanku, tapi hampir semua
player sepertinya membuat diri mereka lebih tinggi sekitar sepuluh
hingga dua puluh cm. Bukan hanya itu, bentuk dan lebar tubuh para player
juga menjadi lebih besar sekarang. Tidak mungkin Nerve Gear bisa
mengetahui semua ini.
Tapi Klein menjawab pertanyaan ini.
“Ah…tunggu.
Aku baru membeli Nerve Gear kemarin jadi aku masih ingat, ada bagian
dari set-up…apa yah disebutnya, pengukuran? Yah apapun itu, saat itu kau
disuruh menyentuhkan nya ke bagian tubuhmu di sana-sini, mungkin itu…?”
“Ah, benar……pasti itu…”
Pengukuran adalah saat dimana
Nerve Gear mengukur «seberapa jauh tanganmu bisa menggapai tubuhmu». Ini
dilakukan untuk menciptakan perasaan yang lebih nyata didalam game.
Jadi bisa dibilang kalau Nerve Gear punya data mengenai bentuk asli
tubuh kita yang tersimpan di dalamnya.
Itu mungkin untuk membuat
semua avatar para player menjadi replika yang sama persis dengan diri
mereka. Tujuan dari semua ini juga menjadi jelas sekarang.
“…kenyataan,”
aku bergumam. “Dia bilang ini adalah kenyataan . Avatar yang terbuat
dari poligon ini…dan HP kita adalah tubuh dan kehidupan asli kita. Untuk
membuat kita percaya kalau dia menciptakan tiruan sempurna dari kita…”
“Tapi…tapi kau tahu Kirito.”
Klein menggaruk kepalanya dengan kasar dan matanya memantulkan sinar saat dia berteriak.
“Kenapa? Kenapa dia melakukan hal seperti ini…?”
Aku tidak menjawabnya dan menunjuk keatas.
“Tunggu saja. Mungkin dia akan menjawab pertanyaan itu sebentar lagi.”
Kayaba
memenuhi harapanku. Beberapa detik kemudian, sebuah suara yang
terdengar serius, terdengar dari langit yang berwarna merah darah.
‘Kalian
pasti heran dan berpikir ‘kenapa’. Kenapa aku-pencipta dari Nerve Gear
dan SAO, Kayaba Akihiko-melakukan sesuatu yang seperti ini? Apakah ini
sejenis serangan teroris? Apakah dia melakukan ini untuk meminta uang
tebusan untuk membebaskan kami?’
Itulah saat ketika suara
Kayaba, yang hingga sekarang tanpa emosi, mulai menunjukkan sedikit
emosi di dalamnya. Tiba-tiba kata «empati» terpikir oleh ku, meski tidak
mungkin itu terjadi.
‘Itu semua bukanlah alasanku melakukan
ini. Bukan hanya itu, searang bagiku, sudah tidak ada alasan untuk
melakukan ini. Alasannya karena…situasi ini sendiri lah yang merupakan
alasanku melakukan ini. Untuk membuat dan mengamati dunia ini adalah
satu-satunya alasanku membuat Nerve Gear dan SAO. Dan sekarang, semuanya
telah menjadi nyata.’
Lalu setelah istirahat singkat, suara Kayaba sekarang menjadi tanpa emosi lagi dan berkata.
‘…sekarang aku telah menyelesaikan official tutorial dari «Sword Art Online». Para player—semoga kalian beruntung.’
Kata-kata terakhirnya diikuti oleh suara bergema kecil.
Jubah
besar itu mulai melayang lebih tinggi tanpa bersuara, dan mulai
menyelam, dari kepalanya, kedalam system message yang menutupi langit
seakan-akan meleleh.
Bahunya, kemudian dadanya, lalu kedua
tangan dan kakinya bergabung kedalam permukaan merah, dan terakhir
sebuah noda merah yang tersisa menghilang. Segera sesudahnya system
message yang telah menutupi langit menghilang dengan tiba-tiba seperti
saat itu muncul.
Suara dari angin yang bertiup di atas plaza dan BGM dari orkestra NPC terdengar perlahan di telinga kami.
Game telah kembali ke keadaan normal, kecuali beberapa peraturan yang baru saja diubah.
Lalu—akhirnya.
Kerumunan dari 10 ribu player tadi mulai memberikan reaksi yang wajar.
Dengan kata lain, ribuan suara mulai terdengar dengan keras di seluruh plaza.
“Itu bercanda kan…? Apa-apaan itu? Itu lelucon kan!?”
“Berhenti bercanda! Biarkan aku keluar! Biarkan aku keluar dari sini!”
“Tidak! Kau tidak bisa melakukan ini! Aku harus segera bertemu dengan seseorang sebentar lagi!”
“Aku tidak suka ini! Aku mau pulang! Aku mau pulang!!!!!!”
Pekikan. Tuntutan. Teriakan. Kutukan. Permohonan. Dan jeritan.
Orang-orang
yang telah berubah dari game player menjadi tahanan dalam hitungan
menit berlutut dan memegangi kepala mereka, melambaikan tangan mereka,
memegang satu sama lain atau mulai menyumpahi dengan suara yang keras.
Di tengah-tengah semua suara ini, anehnya pikiranku menjadi jernih lagi.
Ini, adalah kenyataan.
Apa
yang dinyatakan Kayaba Akihiko semuanya benar. Kalau begitu, ini sudah
pasti terjadi. Itu akan aneh jika tidak. Kejeniusan adalah satu sisi
dari Kayaba yang membuatnya terlihat menarik.
Sekarang aku tidak
bisa kembali ke dunia nyata selama beberapa waktu—mungkin beberapa
bulan atau bahkan lebih. Saat ini aku tidak bisa melihat maupun
berbicara dengan ibu dan saudara perempuanku. Mungkin saja aku tidak
akan punya kesempatan itu lagi. Jika aku mati disini—
Aku akan mati di dunia nyata.
Nerve
Gear, yang pernah menjadi sebuah mesin game, sekarang menjadi kunci
penjara ini dan alat eksekusi yang akan membakar otakku.
Aku bernapas perlahan menarik dan menghela, dan membuka mulutku.
“Klein, kesini sebentar.”
Aku memegang tangannya, yang terlihat lebih tua dariku di dunia nyata, dan keluar dari kerumunan yang berisik itu.
Kami
bisa keluar dari sana dengan lumayan cepat, mungkin karena kami berada
di dekat pojokan. kami memasuki salah satu jalan yang menuju keluar
plaza dan aku bersembunyi di bayangan dibalik kereta kuda yang tidak
bergerak.
“…Klein,” Aku memanggil namanya lagi.
Dia masih terlihat tidak percaya. Aku melanjutkan pembicaraan, berusaha keras agar kata-kataku terdengar serius.
“Dengarkan aku. Aku akan keluar dari kota ini dan menuju ke desa selanjutnya. Ikutlah bersamaku.”
Klein
membuka matanya lebar-lebar dibawah bandana nya. Aku terus berbicara
dengan suara yang pelan dan memaksa mulutku untuk mengeluarkan
kata-kata.
“Jika apa yang dikatakannya benar, untuk bertahan
hidup di dunia ini kita harus memperkuat diri kita. Kau tahu kalau kan
kalau MMORPG adalah pertarungan untuk memperebutkan Resource
[17]
diantara player. Hanya orang-orang yang bisa mendapat uang dan
experience yang paling banyak lah yang bisa menjadi kuat. …orang-orang
yang telah menyadari hal ini akan memburu semua monster disekitar «Kota
Awal». Kau harus menunggu sangat lama hingga monsternya muncul lagi.
Pergi ke desa sebelah sekarang akan lebih baik. Aku tahu jalannya dan
semua daerah berbahayanya, jadi aku bisa pergi kesana, meski aku masih
level satu.”
Mengingat yang sedang berbicara adalah aku, tumben sekali aku mengatakan kata sebanyak itu, tapi meski begitu dia tetap diam.
Lalu beberapa detik kemudian wajahnya berkerut.
“Tapi…tapi
kau tahu. Seperti yang kubilang sebelumnya kalau aku mengantri begitu
lama untuk membeli game ini bersama dengan teman-temanku. Mereka pasti
sudah Log In dan seharusnya mereka masih berada di plaza sekarang. Aku
tidak bisa…pergi tanpa mereka.
“…”
Aku menghela napasku dan menggigit bibirku.
Aku bisa mengerti semuanya dengan jelas tentang apa yang ingin dikatakan oleh Klein melalui pandangan gugupnya.
Dia—orang
yang ceria dan mudah akrab dengan orang lain, dan mungkin dia sangat
memperhatikan teman-temannya. Dia pasti berharap kalau aku bisa membawa
semua teman-temannya bersama kami.
Tapi aku tidak bisa mengangguk.
Jika
hanya dengan Klein, aku bisa mencapai ke desa berikutnya sambil menjaga
kami dari monster-monster yang agresif. Tapi jika ada dua orang
lagi—tidak, jika ada satu orang lagi yang ikut—mungkin akan berbahaya.
Jika seseorang mati dalam perjalanan, mereka akan mati seperti yang dikatakan oleh Kayaba.
Tanggung
jawabnya pasti akan tertuju padaku yang menyarankan untuk keluar dari
«Kota Awal» yang aman dan gagal untuk menjaga teman-temanku.
Aku tidak bisa menanggung beban yang seberat itu. Itu mustahil.
Klein
terlihat menyadari kekhawatiranku. Sebuah senyuman muncul di wajahnya
yang sedikit berjanggut dan dia menggelengkan kepalanya.
“Tidak…Aku
tidak bisa terus bergantung padamu. Aku adalah seorang guild master di
game yang biasa kumainkan. Tidak apa-apa. Aku akan baik-baik saja dengan
teknik yang kau ajarkan padaku hingga sekarang. Dan…masih ada
kemungkinan kalau ini hanyalah sebuah lelucon dan kita akan bisa Log
Out. Jadi jangan khawatirkan kami dan pergilah ke desa itu.”
“…”
Dengan mulutku yang tertutup, aku dibingungkan oleh ketidak-tegasan yang belum pernah kurasakan seumur hidupku.
Lalu aku mengatakan kata yang akan menggerogotiku selama dua tahun kedepan.
“…OK.”
Aku mengangguk , berjalan mundur, dan mengatakannya dengan tenggorokanku yang kering.
“Baiklah, ayo berpisah disini. Jika ada masalah kirimlah pesan padaku. …well, sampai jumpa, Klein.”
Klein memanggilku ketika aku mengalihkan pandanganku dan akan pergi.
“Kirito!”
“…”
Aku menengok tapi dia tidak mengatakan apapun, pipinya hanya bergerak sedikit.
Aku melambaikan tanganku sekali dan berbalik kearah barat laut—kearah desa yang akan kusinggahi.
Ketika aku baru berjalan lima langkah, sebuah suara memanggilku dari belakang lagi.
“Hey, Kirito! Kau terlihat tampan di dunia nyata! Aku agak suka dengan gayamu!”
Aku tersenyum pahit dan menyahut tanpa menengok.
“Wajahmu juga sepuluh kali lebih cocok untukmu!”
Lalu aku meninggalkan teman pertamaku di dunia ini dan berlari lurus tanpa ragu.
Setelah
aku berlari melewati jalan yang berangin selama beberapa menit, Aku
melihat kebelakang lagi. Tentu saja, tidak ada siapa-siapa disana.
Aku mengabaikan perasaan aneh di dadaku dan berlari.
Aku
berlari menuju ke gerbang barat laut dari «Kota Awal» dan kemudian
melewati padang yang luas dan hutan yang lebat, kemudian menuju sebuah
desa yang terletak dibalik semua itu—menuju game survival tanpa akhir
ini.
Bab 4
Sebulan setelah game dimulai, dua ribu orang telah meninggal.
Harapan untuk menunggu pertolongan dari luar telah hancur; tidak ada satupun kabar dari luar yang datang.
Aku
tidak melihatnya sendiri, tapi katanya kepanikan dan kegilaan yang
dialami oleh para player ketika mereka menyadari kalau mereka tidak bisa
kembali sangat besar. Ada orang yang menangis dan ada yang
meraung-raung, beberapa bahkan mencoba menggali tanah di kota sambil
mengatakan kalau mereka akan menghancurkan dunia ini. Tentu saja, semua
bangunan merupakan non-destructible objects, jadi usaha ini gagal tanpa ada hasil sama sekali.
Katanya butuh beberapa hari bagi para player untuk menerima situasi dan berpikir apa yang harus dilakukan setelahnya.
Para player terbagi menjadi empat kelompok.
Yang pertama terdiri lebih dari setengah jumlah player yang ada; mereka
adalah orang-orang yang masih belum bisa menerima syarat yang diberikan
oleh Kayaba Akihiko dan masih menunggu pertolongan dari luar.
Aku
mengerti bagaimana perasaan mereka. Tubuh mereka mungkin sedang
terbaring di kasur atau duduk di bangku sambil tertidur. Itu adalah
kenyataan dan situasi ini adalah «palsu», jika saja ada petunjuk sekecil
apapun kalau mereka bisa keluar—tentu saja, tombol log out nya sudah
menghilang tapi mungkin ada sesuatu yang terlewatkan oleh para pembuat
game—.
Dan di luar, perusahaan yang menjalankan game-nya, Argus,
akan berusaha lebih keras dibanding siapapun untuk menyelamatkan para
player—jika mereka bisa bersabar mungkin mereka akan bisa membuka mata
mereka lagi, bertemu dengan keluarga mereka dan kembali ke sekolah atau
bekerja dan ini hanya akan menjadi bahan pembicaraan saja—.
Tidak salah mereka berpikir seperti itu. Aku sendiri pun berharap hal yang sama jauh didalam hatiku.
Rencana
mereka adalah untuk «menunggu». Mereka tidak selangkahpun menjejakkan
kaki di luar kota dan menggunakan uang yang mereka dapat di awal game—di
dunia ini mata uangnya disebut «Col» —dengan hemat, membeli makanan
yang mereka butuhkan untuk melewati hari dan menemukan penginapan yang
murah untuk tidur, dan berjalan-jalan secara berkelompok untuk
menghabiskan waktu tanpa berpikir.
Untungnya «Kota Awal» adalah
kota yang besarnya sekitar 20 persen dari lantai pertama dan cukup besar
untuk memuat satu distrik kota Tokyo. Jadi lima ribu player tersebut
bisa punya ruangan yang cukup untuk tinggal.
Tapi tidak ada
pertolongan yang datang berapa lama pun mereka menunggu. Seringkali
langit di luar tidak biru cerah tapi ditutupi oleh awan berwarna
abu-abu. Uang mereka tidak akan bertahan selamanya dan mereka menyadari
kalau mereka harus melakukan sesuatu.
Grup kedua terdiri dari 30
persen, atau sekitar tiga ribu player. Itu adalah grup yang semua
playernya bekerja bersama-sama. Pemimpinnya adalah seorang admin dari
sebuah situs info game online terbesar.
Para player yang
terkumpul dalam grup ini terbagi menjadi beberapa grup kecil dan membagi
seluruh pendapatan mereka dan informasi yang mereka dapatkan didalam
game serta menjelajah ke labyrinth area dimana tangganya berada.
Pemimpin-pemimpin grup ini membuat «Kastil Besi Hitam» menjadi markas
mereka dan mengirimkan perintah ke berbagai grup yang ada.
Grup
besar ini tidak mempunyai nama selama beberapa waktu, tapi setelah semua
anggotanya menerima seragam, ada orang yang menyebut mereka dengan
nama, yang agak seram, yaitu «The Army».
Grup ketiga
terdiri dari sekitar seribu player. Grup itu terdiri dari orang-orang
yang telah menghabiskan semua Col mereka tapi tidak ingin mencari uang
dengan mengalahkan monster.
Sebagai catatan sampingan, di SAO
ada dua kebutuhan tubuh yang paling dasar yang perlu dipenuhi. Yang
pertama adalah keletihan, dan yang satunya adalah rasa lapar.
Aku
mengerti kenapa ada rasa lelah. Informasi virtual dan informasi nyata
tidak ada bedanya didalam otak kami. Jika player menjadi mengantuk,
mereka bisa pergi ke sebuah penginapan dan menyewa kamar untuk tidur
tergantung dengan jumlah uang yang mereka punya. Jika seseorang memiliki
cukup banyak Col, mereka bisa membewli sebuah rumah, tetapi jumlah uang
yang di butuhkan tidaklah kecil.
Rasa lapar adalah kebutuhan
yang para player pikir sedikit aneh. Meski mereka tidak ingin
membayangkan apa yang akan terjadi dengan tubuh mereka yang ada di dunia
nyata, tubuh mereka mungkin mendapat nutrisi entah bagaimana caranya.
Itu berarti rasa lapar yang kami rasakan tidak ada hubungannya dengan
tubuh kami di dunia nyata.
Tapi jika kami membeli roti atau
daging virtual di dalam game dan memakannya, rasa laparnya menghilang
dan akan terasa kenyang. Tidak ada yang tahu bagaimana mekanismenya
bekerja, kecuali dengan bertanya ke seorang profesional di bidang
neurology.
Jadi sebaliknya juga benar, rasa laparnya tidak akan
menghilang kecuali kami memakan sesuatu. Kemungkinan besar kami tidak
akan mati jika kelaparan, tapi kenyataan kalau itu adalah kebutuhan yang
sulit diabaikan tidak berubah. Jadi para player mengunjungi restoran
yang dibuka oleh NPC dan makan di sana secara virtual.
Selain
itu, di dalam game kita tidak perlu buang air. Entah bagaimana dengan
tubuh di dunia nyata, Aku tidak ingin memikirkannya.
Yah kembali ke pokok permasalahan—
Para
player yang telah menghabiskan semua uang mereka di awal, tidak bisa
tidur atau makan, biasanya bergabung dengan organisasi besar yang
kubicarakan barusan, «The Army». Ini karena mereka setidaknya akan
mendapat sesuatu untuk dimakan jika mereka menuruti perintah dari atas.
Tapi
selalu ada orang yang tidak bisa bekerja sama dengan orang lain betapa
kerasnya mereka mencoba. Orang-orang yang tidak ingin bergabung, atau di
usir karena membuat masalah membuat perkampungan di «Kota Awal» sebagai
markas mereka dan mulai mencuri.
Di dalam kota, atau di
tempat-tempat yang biasanya disebut sebagai «Safe Area» dilindungi oleh
system dan para pemain tidak bisa menyakiti satu sama lain. Tapi di luar
tidak seperti itu. Orang-orang itu membuat tim dan menyergap player
lainnya—itu lebih menguntungkan daripada memburu monster di field dan
labyrinth area.
Meski begitu, mereka tidak pernah «membunuh» seorangpun—setidaknya selama tahun pertama,
Grup ini perlahan-lahan menjadi besar hingga mencapai jumlah seribu orang.
Terakhir, grup keempat, atau bisa dibilang, yang tersisa.
Ada
sekitar lima puluh organisasi yang dibuat oleh orang-orang yang ingin
menyelesaikan game nya tapi tidak ingin bergabung dengan organisasi
besar. Jumlah mereka sekitar lima ratus orang. Kami menyebut grup-grup
itu sebagai «Guilds» dan mereka memiliki daya gerak yang tidak dimiliki
oleh «The Army»; dan menggunakan itu, mereka perlahan-lahan menjadi
kuat.
Lalu ada beberapa yang memilih merchant dan craftsman
class. Mereka hanya berjumlah sekitar dua hingga tiga ratus orang,
tetapi mereka membuat guild sendiri dan mulai melatih skill yang mereka
perlukan untuk mendapatkan Col.
Sisanya, sekitar seratus pemain disebut sebagai «Solo Player» ini adalah grup tempatku berada.
Mereka
adalah grup yang egois yang berpikir kalau bekerja sendiri lebih
menguntungkan untuk memperkuat diri mereka dan bertahan hidup. Jika
seseorang bisa menggunakan informasi yang mereka dapat dengan baik,
mereka bisa dengan cepat menaikkan level mereka. Setelah mereka memiliki
kekuatan untuk sendirian melawan monster dan bandit, sebenarnya tidak
ada artinya bertarung dengan player lainnya.
Sebagai tambahan,
didalam SAO tidak ada «Magic», dengan kata lain tidak ada «serangan
jarak jauh yang memiliki keakuratan 100%», jadi kami bisa melawan
monster dalam jumlah besar sendirian. Jika seseorang punya kemampuan
yang cukup, bermain solo jauh lebih efektif untuk mendapatkan experience
point-dibandingkan Party Play.
Tentu saja ada resikonya.
Contohnya jika seseorang terkena «Paralyze», kalau dia bersama dengan
party member mereka bisa menyembuhkannya, tapi jika orang itu bermain
solo itu bisa membawanya langsung menuju kematian. Sebenarnya, sejak
awal, solo player mempunyai resiko yang paling besar dibanding player
lain.
Tapi jika kau punya pengalaman dan pengetahuan untuk
menang melalui semua keadaan berbahaya, keuntungannya bisa menjadi
kompensasi untuk seluruh resiko tersebut, dan seorang beta tester
sepertiku memiliki kedua hal tersebut.
Dengan informasi berharga
itu, solo player menaikkan level dengan kecepatan yang lebih tinggi dan
dengan cepat terbentuk perbedaan level antara mereka dengan player
lainnya. Setelah game nya menjadi sedikit tenang, hampir semua solo
player keluar dari lantai pertama dan menggunakan kota di lantai yang
lebih tinggi sebagai markas mereka.
Di dalam Kastil Besi Hitam,
dimana «Room of the Resurrected» berada selama beta testing, sekarang
berdiri sebuah monumen besi besar yang tidak ada sebelumnya. Nama dari
seluruh sepuluh ribu player terukir di permukaannya. Selain itu, sebuah
garis akan muncul di nama orang yang telah mati dan akan tertulis waktu
dan alasan kematian di sampingnya.
Orang pertama yang tercoret namanya mati tiga jam setelah game dimulai.
Alasan kematiannya bukanlah karena kalah dari monster. Itu adalah bunuh diri.
Dia
mempercayai teori kalau "menurut struktur dari Nerve Gear, jika
seseorang terputus dari system maka secara otomatis mereka akan sadar."
Dia memanjat pagar besi di bagian utara kota, atau ujung dari Aincrad,
dan melompat.
Dibawah kastil melayang ini tidak ada daratan yang
dapat terlihat, seberapa keraspun kau melihat. yang ada hanyalah langit
yang membentang tak terbatas ditambah dengan beberapa lapis awan putih.
Sambil ditonton oleh banyak player; orang itu perlahan-lahan menjadi
terlihat semakin kecil, meninggalkan sebuah teriakan panjang dan
akhirnya menghilang dibalik awan.
Sebuah garis muncul di namanya
dua menit kemudian. Alasan kematiannya adalah «Terjatuh di udara». Aku
bahkan tidak ingin membayangkan apa yang dia alami selama dua menit itu.
Tidak ada cara untuk mengetahui apakah dia telah kembali ke dunia
nyata, atau—seperti yang dikatakan Kayaba—otaknya telah terbakar. Tapi,
sebagian besar orang percaya kalau ada cara mudah untuk keluar dari game
ini yaitu; jika orang di luar mencabut kabelnya dan menyelamatkan kami.
Tetapi masih ada orang menyerah memikirkan hal itu. Kebanyakan
orang, termasuk aku, sulit menyamakan «kematian» di SAO sebagai
kenyataan.
Itu masih tidak berubah. Fenomena saat HP bar
mencapai angka nol dan tubuh yang terbuat dari polygon ini hancur
terlalu seperti «Game Over» yang sudah biasa kami rasakan. Mungkin cara
satu-satunya untuk mengetahui arti sesungguhnya dari kematian di dalam
SAO adalah dengan merasakannya sendiri. Kenyataan itu mungkin adalah
alasan dari berkurangnya kecepatan pengurangan jumlah player.
Di
sisi lain, ada banyak player yang merupakan bagian dari «The Army»,
tertutama orang-orang yang tergolong grup pertama, mulai kehilangan
nyawa mereka ketika mereka mencoba menyelesaikan gamenya dan bertarung
dengan monster.
Bertarung di SAO butuh sedikit membiasakan diri.
Itu tidak seperti mencoba memaksakan dirimu untuk bergerak, tapi lebih
seperti «mempercayakan» gerakanmu kepada system.
Contohnya,
meski hanya sebuah uppercut dengan one-handed sword, jika player itu
telah menguasai «One-handed Sword Skill» dan memakai «Uppercut» dari
daftar skill, mereka hanya perlu melakukan Motion dan systemnya akan
secara otomatis menggerakan badan mereka. Tapi jika seseorang tanpa
menggunakan skill mencoba untuk meniru gerakannya, itu akan terlalu
lambat dan lemah ketika digunakan dalam pertarungan sesungguhnya. Sama
saja seperti menekan tombol tertentu didalam sebuah fighting game.
Orang-orang
yang tidak terbiasa akan hal ini hanya mengayunkan pedang mereka dan
bahkan kalah kepada babi hutan dan serigala yang bisa mereka kalahkan
jika mereka menggunakan single strike skills yang mereka punya sebagai
skill awal. Meski begitu, jika mereka menyerah dan kabur setelah
kehilangan sebagian dari HP mereka, mereka tidak akan mati. Tapi—
Tidak
seperti serangan monster 2D yang kita lihat melalui layar monitor,
pertarungan di SAO sangat nyata sehingga kau bisa merasa takut. Seperti
jika monster sungguhan mengarahkan taringnya padamu dan mengejarmu
dengan niat membunuh.
Bahkan selama beta testing ada beberapa
orang yang panik ditengah pertarungan, tapi sekarang kematian menantimu
jika kau kalah. Rasa panik membuat para player lupa menggunakan skill
mereka dan bahkan lupa melarikan diri, HP mereka habis dan mereka
menghilang dari dunia ini selamanya.
Bunuh diri, kalah dari monster. Jumlah dari nama yang tercoret berlipat ganda dengan kecepatan yang mengerikan.
Ketika
angkanya mencapai dua ribu, satu bulan setelah game dimulai, awan
keputusasaan menyelimuti para player yang masih selamat. Jika jumlah
kematian terus meningkat dengan kecepatan seperti ini, sepuluh ribu
orang akan mati dalam waktu kurang dari setengah tahun. Menyelesaikan
lantai keseratus hanya terlihat seperti mimpi.
Tapi manusia beradaptasi.
Setelah
satu bulan kemudian, labyrinth pertama diselesaikan dan jumlah kematian
mulai berkurang dengan cepat. Orang-orang mulai membagi informasi untuk
bertahan hidup dan kebanyakan orang merasakan kalau monster tidak
begitu menakutkan jika kau mempunyai experience points yang cukup dan
menaikan level dengan benar.
Menyelesaikan game nya dan kembali
ke dunia nyata menjadi mungkin. Jumlah player yang mulai berpikir
seperti itu bertambah dengan perlahan tapi pasti.
Lantai teratas masih sangat jauh, tapi para player mulai bergerak dengan harapan kecil ini-dan dunia mulai berputar lagi.
Sekarang, dua tahun kemudian dan dengan 26 lantai tersisa, jumlah orang yang bertahan hidup sekitar 6 ribu orang.
Ini adalah situasi dari Aincrad yang sekarang.
Bab 5
Setelah
menyelesaikan pertarunganku dengan musuh yang kuat yang sedang
berpatroli di <Labyrinth Area> di lantai 74, aku mengingat jalan
kembaliku, begitu juga dengan masa lalu, dan menghela napasku ketika aku
melihat cahaya dari jalan keluar.
Aku mengosongkan pikiranku,
berjalan dengan cepat keluar dari labyrinth area, dan menghirup udara
yang segar dan bersih dalam-dalam.
Di hadapanku, lorong yang
sempit berubah menjadi hutan yang lebat dan penuh dengan pohon. Di
belakang ku, labyrinth area tempatku keluar barusan menjulang tinggi
hingga ke langit—atau lebih tepatnya hingga ke permukaan bagian bawah
lantai selanjutnya.
Karena tujuan akhir gamenya adalah untuk
mencapai puncak tertinggi dari kastil ini, dungeon di dunia ini tidak
menuju ke bawah tanah melainkan berbentuk menara. Tapi, setting dasarnya
tidak berubah: monster di labyrinth area lebih kuat dibandingkan
monster yang berada di jalanan, dan boss monster menunggu di bagian
terdalam dari labyrinth area.
Saat ini, delapan puluh persen
dari labyrinth area di lantai 74 telah di jelajahi, atau dengan kata
lain, telah di <mapped>. Dalam beberapa hari, boss room mungkin
akan ditemukan, dan sebuah tim untuk melawan boss dengan anggota yang
banyak akan dibuat. Saat itu, bahkan aku, seorang solo player, akan ikut
ambil bagian.
Aku tersenyum pada diriku sendiri karena merasa
tidak sabar dan frustasi pada saat yang sama dan mulai berjalan melewati
jalur yang ada.
Saat ini, rumah tempat tinggal ku berada di
kota terbesar di Aincrad, yaitu <Algade>, yang lokasinya berada di
lantai ke 50. Yah, dari luasnya, Starting City lebih besar, tapi tempat
itu sekarang sudah menjadi markas <The Army> sepenuhnya, jadi
berjalan di sekitar sana menjadi agak tidak nyaman.
Segera
setelah aku keluar dari padang rumput yang mulai menggelap, sebuah hutan
yang berisi pohon-pohon tua membentang di depanku. Jika aku berjalan
selama tiga puluh menit lewat sini, Aku akan sampai di <Housing
Area> dari lantai 74 dan bisa menggunakan <Teleport Gate>
disana untuk teleport ke Algade.
Aku bisa saja menggunakan satu
dari instant teleportation item didalam inventory ku untuk kembali ke
Algade kapanpun. Tapi karena harganya sedikit mahal, Aku enggan
menggunakannya kecuali jika aku sedang berada dalam situasi berbahaya.
Masih ada sedikit waktu hingga mataharinya menghilang sepenuhnya, jadi
aku menolak godaan untuk kembali kerumah secepatnya dan akhirnya masuk
kedalam hutan.
Sebagai catatan, ujung-ujung dari setiap lantai
di Aincrad biasanya terbuka lebar langsung ke langit, kecuali bagian
tiang penahannya. Pohon-pohon menjadi berwarna merah api karena terkena
cahaya yang masuk melalui celah tersebut. Kabut yang mengalir diantara
cahaya matahari memantulkan cahaya dengan indahnya. Suara kicau-an
burung, yang sering terdengar disiang hari, menjadi sulit terdengar,
karena suara batang pohon yang bergoyang-goyang karena tertiup angin
yang kencang.
Aku tahu dengan jelas kalau aku bisa bertarung
dengan monster di area ini meskipun aku mengantuk, tapi rasa takut yang
datang bersamaan dengan kegelapan susah dihindari. Sebuah perasaan yang
mirip dengan ketika aku tersesat dan tidak bisa pulang waktu kecil
menyelimutiku.
Tapi aku tidak membenci perasaan ini. Aku
kadang-kadang melupakan rasa takut ini ketika aku masih di dunia nyata.
Rasa kesepian yang kau dapatkan ketika kau berkelana sendirian di tempat
asing tanpa seorangpun yang terlihat seberapa keraspun kau mencoba
melihat—kau bisa menyebutnya sebagai dasar dari RPG.
Ketika aku sedang terpaku mengenang masa lalu, sebuah teriakan yang belum pernah kudengar sebelumnya memasuki telingaku.
Itu
terdengar hanya sesaat, keras dan jelas seperti suara sebuah peluit.
Aku menghentikan langkahku dan mencari dengan seksama ke arah suaranya
berasal. Jika kau mendengar atau melihat sesuatu yang kau tidak pernah
alami sebelumnya di dunia ini, itu bisa saja berarti kalau kau sangat
beruntung atau bisa juga sebaliknya.
Sebagai seorang solo
player, Aku melatih skill <Scan for Enemy>ku. Skill ini mencegah
serangan tiba-tiba dan ketika kau sudah ahli menggunakannya, itu akan
memberikan kemampuan tambahan pada si pemain untuk bisa mendeteksi
monster yang sedang "bersembunyi." Dengan itu, AKu bisa melihat seekor
monster bersembunyi diantara batang pohon di jarak sepuluh meter dariku.
Monster itu tidak terlalu besar. Monster itu mempunyai bulu
hijau untuk berkamuflase diantara dedaunan dan mempunyai telinga yang
lebih panjang dibandingkan tubuhnya. Ketika aku berkonsentrasi
kearahnya, secara automatis monster itu menjadi targetku dan sebuah
cursor berwarna kuning muncul bersama dengan namanya.
Aku menahan napasku saat aku melihat namanya: <Ragout Rabbit>. Itu cukup langka hingga bisa mendapat gelar "super."
Itu
pertama kalinya aku melihat yang asli. Kelinci yang hidup di batang
pohon itu tidak begitu kuat, juga tidak memberimu banyak experience
points, tapi-
Aku diam-diam mengambil sebuah throwing pick kecil
dari sabuk ku. <Knife Throwing Skill> ku tidak begitu tinggi. Aku
hanya memilihnya sebagai cabang di skill tree ku pada suatu saat. Tapi
kudengar kalau Ragout Rabbit adalah monster tercepat dari seluruh
monster yang diketahui saat ini, jadi aku tidak terlalu percaya diri
untuk menangkapnya dengan pedangku.
Aku punya satu kesempatan
untuk menyerang sebelum musuh menyadari keberadaanku. Aku mengangkat
pick tadi, berdoa, dan bergerak mengikuti posisi gerak awal skill
<Single Shot>.
Yah, sekecil apapun skill ku, tanganku
dibantu oleh dexterity ku yang tinggi dan melempar pick nya dengan
gerakan yang agak terlihat kabur. Pick nya berkilau sekali dan
menghilang dibalik pepohonan. Segera setelah aku menyerang, cursor
kuning yang tadinya menunjukkan lokasi Ragout Rabbit berada, berubah
menjadi merah dan muncul HP bar dibawahnya.
Sebuah teriakan
kencang terdengar dari arah pick ku terlempar. HP bar nya semakin
mengecil dan kemudian mencapai 0. Terdengar suara polygon pecah yang
tidak asing lagi.
Aku mengepalkan tangan kiriku. Aku mengangkat
tangan kananku dan membuka main menu. Aku membuka inventory dengan
cepat, meski begitu gerakan tanganku terlihat terlalu lambat bagiku, dan
benda itu ada di bagian teratas dari item list baru kudapat: <Ragout
Rabbit’s meat>. Itu adalah rare item yang bisa dijual ke player lain
dengan harga minimal seratus ribu Coll. Uang sebanyak itu cukup untuk
membuat satu full set dari armor terbaik dan masih ada sisa
kembaliannya.
Alasan kenapa benda ini sangat mahal simpel saja,
karena benda ini adalah bahan makanan yang paling enak dibandingkan
bahan makanan lainnya di game ini.
Makan adalah satu-satunya
kenikmatan di SAO, tapi makanan yang ada biasanya hanyalah sup dan roti
yang rasanya seperti berasal dari negara eropa—yah aku juga tidak begitu
tahu; tapi kenyataannya rasanya biasa saja. Beberapa player yang
melatih skill memasak mereka juga berpikir seperti itu dan tidak puas
hanya dengan makanan itu. Tapi melatih skill memasak bukanlah hal yang
mudah, jadi banyak player yang tidak bisa melakukannya.
Tentu
saja aku tidak berbeda. Aku tidak begitu membenci sup dan roti gandum
yang sering kubeli dari restoran NPC. Tapi sekali-sekali aku juga ingin
makan daging.
Selama beberapa waktu aku melihat kearah nama item
itu dan berpikir apa yang harus kulakukan. Kemungkinan ku mendapat
bahan seperti ini lagi sangat rendah. Sejujurnya, aku sangat ingin
memakannya. Tapi semakin tinggi peringkat bahannya, semakin tinggi pula
skill yang dibutuhkan untuk memasaknya. Jadi aku harus menemukan orang
yang sudah menguasai skill memasak sepenuhnya untuk memasakannya
untukku.
Tapi aku tidak tahu satupun. Yah, aku tahu beberapa,
tapi mencari merekalah yang membuat repot. Selain itu, sudah waktunya
aku membeli satu set equipment baru. Jadi, aku memutuskan untuk
menjualnya.
Aku menutup window nya untuk menyingkirkan semua
rasa menyesal, dan menscan area di sekitar dengan skill ku. Kemungkinan
bandit muncul di garis depan sangat tipis, tapi kau tidak akan pernah
terlalu berhati-hati ketika kau mempunyai sebuah benda S-class.
Aku
bisa membeli berapapun teleport item yang kubutuhkan setelah aku
menjualnya, jadi aku memilih untuk mengurangi resiko dan mulai merogoh
saku-ku.
Benda yang kuambil adalah sebuah kristal yang berbentuk
seperti pilar bersisi delapan yang berwarna biru terang. Sedikit dari
magic item di dunia dimana <Magic> tidak ada, semuanya berbentuk
seperti permata. Biru adalah untuk instant teleportation, pink untuk
menyembuhkan HP, hijau untuk penawar racun, dan lain-lain. Mereka semua
adalah item praktis yang menciptakan efek secara instant, tapi mereka
juga mahal. Jadi orang-orang lebih sering menggunakan item yang lebih
murah seperti potion yang memiliki efek lambat setelah kabur dari
pertarungan.
Berpikir kalau ini adalah, tidak salah lagi, sebuah situasi darurat, Aku memegang kristal biru itu dan berteriak.
“Teleport! Algade!”
Ada
suara banyak bel bergema dan kristal di tanganku pecah menjadi kepingan
kecil. Pada saat yang sama, tubuhku diselimuti oleh cahaya biru dan
hutannya menghilang dari pandanganku seperti meleleh. Sebuah cahaya yang
lebih terang bersinar, dan setelah itu menghilang, teleportasinya
selesai. Dari suara daun-daun bergesekan berganti menjadi suara palu
para smith dan suara keras dari kota memasuki suaraku.
Tempatku muncul adalah <Teleport Gate> yang berada di tengah Algade.
Dibagian
tengah dari plaza yang melingkar, sebuah gerbang yang terbuat dari
logam berdiri setinggi lima meter lebih. Didalamnya, udara
berputar-putar seperti sebuah pusaran dan orang-orang yang teleport
keluar masuk.
Empat jalan utama membentang di keempat arah dari
plaza, dan disisi dari semua jalan itu, banyak toko-toko kecil yang
berdiri. Player-player yang pulang setelah seharian menjelajah
berbincang-bincang di depan toko makanan atau minuman.
Jika seseorang mencoba mendeskripsikan Algade kedalam satu kata, itu pasti adalah <berantakan>.
Tidak
ada jalan besar seperti yang ada di Starting City dan banyak jalan gang
yang bersilangan di seluruh kota. Ada toko-toko yang kau mungkin tidak
tahu apa yang dijualnya, dan penginapan yang terlihat seperti kalau kau
tidak akan pernah bisa keluar jika kau masuk kedalam.
Sebenarnya,
ada banyak player yang secara tidak sengaja memasuki salah satu gang di
Algate dan tersesat selama beberapa hari sebelum bisa keluar. Aku sudah
tinggal disini hampir setahun sekarang, tapi aku masih tidak hapal
setengah dari jalan disini. Bahkan NPC disini adalah orang-orang aneh
yang pekerjaannya susah untuk ditebak, dan itu membuatmu berpikir kalau
orang yang menjadikan tempat ini sebagai tempat tinggal sekarang ini
adalah orang-orang aneh juga.
Tapi aku menyukai jalan-jalan
disini. Aku tidak bohong saat aku pernah bilang satu-satunya waktu aku
merasa tenang adalah ketika aku meminum teh berbau aneh di sebuah toko
di pojokan yang biasa kukunjungi. Alasan dibaliknya adalah karena aku
tempat itu terasa sedikit mirip dengan toko elektronik yang sering
kukunjungi di dunia nyata—yah tidak terlalu juga sih, atau kuharap
tidak.
Berpikir untuk menjual itemnya sebelum kembali kerumah,
aku berjalan ke sebuah toko. Jika aku berjalan mengikuti jalur menuju ke
barat dari central plaza, aku akan sampai ke toko itu setelah melewati
sedikit keramaian. Didalamnya, sangat sempit hingga meski hanya ada 5
player saja terasa sempit disini, dan ada banyak papan toko seperti:
Peralatan, Senjata, dan bahkan bahan makanan yang bertumpuk disini.
Si pemilik toko sedang sibuk melakukan tawar menawar.
Ada
2 cara untuk menjual item. Yang pertama adalah dengan menjualnya ke
NPC, atau character yang di gerakkan oleh system. Cara ini tidak
mempunyai resiko ditipu tetapi harganya selalu sama. Untuk mengurangi
peredaran uang berlebih, harganya dibuat lebih rendah dibanding dengan
harga pasaran.
Yang kedua adalah dengan melakukan trade dengan
player lain. Dengan cara ini, kau bisa menjual itemnya dengan harga
tinggi jika kau menawar dengan baik, tapi kau harus menemukan seseorang
untuk menemukannya, dan perselisihan antara player setelah trade selesai
sudah biasa terjadi.
Karena itu, player merchant yang ahli dalam berdagang item muncul.
Player
merchant tidak bisa hidup hanya dengan berdagang saja. Seperti pemain
dengan class technician, mereka harus mengisi sebagian dari skill slot
mereka dengan skill yang tidak berhubungan dengan pertarungan. Tapi itu
tidak berarti mereka tidak perlu ke field. Merchant harus bertarung
untuk barang dagangan, sedangkan technician untuk bahan baku pembuatan
barang, dan, tentu saja mereka mengalami kesulitan yang lebih besar di
bandingkan dengan petarung. Sulit bagi mereka untuk merasa senang
megalahkan musuh mereka.
Karena itu, mereka yang memilih class
tersebut adalah orang-orang hebat yang memebantu para player bertarung
di garis depan setiap hari. Jadi diam-diam aku sangat menghormati
mereka.
…yah, Aku memang menghormati mereka, tapi orang di depanku ini adalah seseorang yang tidak bisa disebut baik.
“Oke, setuju! 25 <Dust Lizard’s hide> untuk lima ratus Coll!”
Pemilik
toko yang sering ku datangi ini, Agil, menepuk pundak orang yang sedang
tawar-menawar dengannya, seorang spearman yang terlihat lemah, dengan
tangannya yang besar itu. Kemudian dia dengan cepat membuka trade window
dan memasukan jumlah uang di dalam trade list nya.
Lawan
transaksinya terlihat sedang berpikir, tapi ketika dia melihat wajah
Agil, yang terlihat seperti petarung kuat yang menakutkan—dan nyatanya,
Agil adalah salah satu warrior pengguna axe yang paling hebat dan
seorang merchant yang handal—spearman yang terlihat lemah itu buru-buru
menaruh item nya di trade list dan menekan OK.
“Terima kasih banyak! Silahkan datang kembali lain waktu!”
Agil
menepuk pundak spearman itu sekali lagi dan tersenyum lebar. Dust
Lizard's hide bisa digunakan untuk membuat armor yang cukup bagus.
Kupikir lima ratus Coll terlalu murah dilihat dari manapun. Tapi aku
tetap diam dan melihat spearman itu pergi. Ambil ini sebagai pelajaran
untuk tidak memperlihatkan kelemahan ketika sedang tawar menawar, Aku
berpikir seperti itu didalam kepalaku.
“Hey, kau melakukan bisnis seperti itu tanpa malu seperti biasanya.”
Orang tinggi yang botak itu melihat kearahku dan tersenyum ketika aku berbicara begitu dibelakangnya.
“Hey, Kirito. Moto toko ku adalah untuk beli murah dan jual murah,” dia berkata tanpa menunjukan sedikitpun rasa menyesal.
“Yah, aku sedikit curiga dengan ’jual murah’nya tapi itu tidak penting. Aku ingin menjual sesuatu juga.”
“Kau itu pelanggan, jadi aku tidak bisa menipumu. Yah, coba lihat…”
Sambil mengatakan itu, Agil menjulurkan lehernya yang tebal dan pendek dan melihat ke trade window yang kutunjukan.
Avatar
di SAO adalah replika dari tubuh asli player yang dibuat dengan
melakukan scan and pengukuran. Tapi setiap kali aku melihat Agil, Aku
selalu bertanya pada diriku sendiri bagaimana mungkin seseorang bisa
memiliki tubuh yang cocok sekali dengan dirinya.
Tubuh setinggi
180 cm itu seluruhnya dilapisi dengan otot dan lemak, dan dengan
kepalanya itu dia terlihat seperti seorang pegulat pro. Ditambah lagi,
dia mensetting gaya rambutnya, salah satu dari sedikit hal yang bisa
dibuat sendiri, menjadi botak. Setidaknya efeknya sama menakutkan dengan
monster barbarian.
Meski begitu, dia memiliki wajah menarik
yang terlihat seperti anak kecil ketika dia terseyum. Kelihatannya dia
berumur dua puluhan lebih, tapi aku tidak bisa menebak apa yang dia
kerjakan didunia nyata. Salah satu peraturan tidak tertulis di dunia ini
adalah untuk tidak menanyakan orang lain tentang <Dirinya di dunia
nyata>.
Kedua mata yang berada dibawah alis tebalnya membesar ketika dia melihat kearah trade window.
“Wow,
itu kan S-rank rare item. <Ragout Rabbit’s meat>, ini pertama
kalinya aku melihatnya… Kirito kau tidak semiskin itu kan? Apakah kau
tidak berpikir sedikitpun untuk memakannya?”
“Tentu saja aku
berpikir begitu. Sulit sekali menemukan benda seperti ini untuk kedua
kalinya… Tapi agak susah untuk menemukan orang yag bisa memasak bahan
seperti ini…”
Lalu dari belakang seseorang menepuk bahu ku. “Kirito.”
Itu
adalah suara perempuan. Tidak begitu banyak player perempuan yang tahu
namaku. Yah sebenarnya, dalam situasi seperti ini hanya ada satu orang.
Aku menggenggam tangan yang berada di bahu kiriku dan berkata.
“Juru masak ketemu.”
“A-Apa?”
Dengan tangannya di bahuku, orang itu bertanya dengan ekspresi curiga di wajahnya.
Di
wajah kecilnya, yang dikelilingi dengan rambut lurus panjang yang
berwarna seperti kastanye terdapat dua mata yang berwarna kecoklatan
yang bersinar-sinar. Tubuh langsingnya yang ditutupi dengan sebuah
combat uniform yang berwarna merah dan putih, dan ada sebuah rapier yang
berwarna perak di dalah sarung pedangnya.
Namanya adalah Asuna. Dia sangat terkenal hingga hampir semua orang di SAO mengenalnya.
Ada
banyak alasan kenapa dia terkenal, tapi salah satunya adalah karena dia
adalah salah satu dari sedikit player perempuan, dan dia adalah pemilik
dari wajah yang tidak kekurangan apapun, alias dia sangat cantik.
Sulit
untuk mengatakannya di dunia ini, dimana semua orang mempunyai tubuh
asli mereka, tapi perempuan yang cantik adalah hal sangat langka. Kau
mungkin bisa menghitung dengan jari jumlah player yang memiliki wajah
secantik Asuna.
Alasan lainnya adalah karena dia merupakan
anggota guild <Knights of the Blood>. Anggota-anggotanya disebut
KoB dengan menggunakan inisial dari <Knights of the Blood>, dan,
semua guild, mengakui kalau mereka adalah guild terkuat.
Guild
itu tidak terlalu besar dan hanya terdiri dari tiga puluh player, tapi
mereka semua berlevel tinggi dan petarung berpengalaman, dengan ketua
guildnya yang merupakan player terkuat dan hampir menjadi legenda di
dalam SAO. Selain itu, dibandingkan penampilannya yang lemah, Asuna
adalah seorang wakil ketua. Kemampuan berpedangnya sangat hebat hingga
mendapat gelar <Flash>.
Jadi penampilan dan kemampuan
berpedangnya berada di puncak diantara 6 ribu player lainnya. Justru
aneh kalau dia tidak menjadi terkenal. Dia mempunyai banyak fans, tapi
diantara mereka ada beberapa penguntit yang memuja-muja dia, dan ada
juga orang yang membencinya, jadi sepertinya dia mengalami masa-masa
yang sulit.
Yah, karena dia adalah seorang petarung tingkat
tinggi, seharusnya tidak ada begitu banyak orang yang akan menantangnya
secara langsung. Tapi guildnya sepertinya mau menunjukkan kalau mereka
akan melindunginya, dia sering diikuti oleh dua orang pengawal atau
lebih. Bahkan sekarang ada dua orang pria beberapa langkah di
belakangnya yang menggunakan equipment dengan equipment armor logam dan
seragam KoB. Salah satu diantara mereka, yang berambut ekor kuda,
memelototi ku yang sedang memegang tangan Asuna.
Aku melepaskan tangan asuna dan berkata.
“Ada apa, Asuna? Tumben kau datang ke tempat yang penuh sampah seperti ini.”
Wajah
dari pria berambut ekor kuda dan si pemilik toko mengerut kesal; yang
satu karena aku tidak memanggil Asuna dengan gelarnya dan yang satunya
karena aku menyebut tokonya penuh dengan sampah. Tapi si pemilik toko...
“Lama tidak bertemu, Agil-san.”
...tersenyum gembira setelah mendengar sapaan dari Asuna.
Asuna melihat kembali kearahku dan mengecilkan bibirnya sambil terlihat tidak puas.
“Apa-apaan
sih? Susah payah aku mencarimu kesini untuk melihat apakah kau masih
hidup untuk melawan boss yang akan segera ditemukan.”
“Kau sudah
mendaftarkanku sebagai teman jadi kau bisa tahu hanya dengan
melihatnya. Lagipula alasan kau bisa menemukanku kan karena kau
menggunakan friend trace di peta mu.”
Asuna memalingkan kepalanya kesamping setelah mendengar jawabanku.
Selain
sebagai wakil ketua, dia juga berada di garis depan untuk menyelesaikan
game. Pekerjaan itu termasuk mencari solo player yang menyendiri
sepertiku dan membentuk sebuah party untuk melawan boss. Tapi meski
begitu, dia benar-benar mendatangiku, seberapa tekunnya seseorang
seharusnya masih ada batasnya.
Melihat ekspresiku yang setengah
lelah dan setengah heran, Asuna menaruh tangannya di pinggangnya sebelum
berbicara dengan gaya seperti menaikkan dagunya.
“Yah, kau
masih hidup dan itulah yang penting. Se-Selain itu, apa yang kau maksud?
Kau bilang sesuatu tentang juru masak atau sejenisnya.”
“Oh, benar, benar. Berapa tinggi teknik memasakmu sekarang?”
Yang
kutahu, Asuna memang rajin menaikan skill memasaknya ketika dia punya
waktu senggang diantara latihan skill pedangnya. Dia menjawab pertanyaan
ku dengan sebuah senyum bangga.
“Dengar dan terkejutlah! Aku sudah <Mastered> skill itu minggu lalu.”
“Apa!?”
Dia itu…bodoh.
Aku berpikir seperti itu. Tentu saja aku tidak mengatakannya keras-keras.
Melatih
skill itu sangat-sangat membosankan dan menghabiskan waktu, dan hanya
bisa <Mastered> setelah menaikkan level mereka sebanyak 1000 kali.
Sebagai catatan, level tidak ada hubungannya dengan skill dan naik
setelah mendapat cukup experience point. Hal-hal yang naik bersama
dengan level adalah HP, strength, status seperti dexterity, dan jumlah
dari <Skill Slots> yang menentukan berapa banyak skill yang bisa
kau kuasai.
Sekarang ini aku punya 12 slot, tapi yang sudah
kusempurnakan hanyalah skill one-handed straight sword, Scan for Enemy,
dan Weapon Guard. Itu berarti perempuan ini telah menghabiskan banyak
waktu dan usaha untuk skill yang tidak akan membantu didalam
pertarungan.
“…yah, ada sesuatu yang aku ingin minta tolong untuk kau lakukan dengan skill itu.”
Aku
membuat windowku menjadi terlihat untuk semua orang supaya dia bisa
melihatnya. Asuna melihatnya dengan curiga, dan kemudian matanya terbuka
lebar saat dia melihat nama item itu.
“Uwa!! Itu…itu kan bahan makanan rangking S!?”
“Jika kau memasakkannya, Aku akan memberimu satu gigitan.”
Bahkan
sebelum aku berhenti berbicara, tangan kanan dari Asuna si
<Flash> menggenggam kerah leherku. Lalu dia mendekatkan wajahnya
hingga hanya tersisa beberapa cm jarak wajahnya dari mukaku.
“Berikan. Aku. Setengah!!”
Detak
jantungku berhenti seketika karena kaget dan aku mengangguk tanpa
berpikir. Ketika aku sadar itu sudah terlambat, dan dia melambaikan
tangannya kegirangan. Yah, anggap saja aku beruntung karena aku bisa
melihat wajah cantik itu dari dekat. Begitulah aku meyakinkan diriku
sendiri.
Aku menutup window nya dan berbicara sambil melihat kearah wajah Agil.
“Maaf. Tradenya batal.”
“Tidak. Itu tidak apa-apa…hey, kita teman kan? Eh? Bisakah kau membiarkanku mencobanya juga…?”
“Aku akan memberikanmu esai delapan ratus kata tentangnya.”
“Ja-jangan begitu!”
Ketika
aku dengan dinginnya memalingkan wajahku darinya, dia memanggilku
dengan suara yang terdengar seperti kalau dunia akan berakhir. Ketika
aku akan berjalan pergi, Asuna menarik lengan baju jaketku.
“Masaknya gampang saja, tapi dimana kita akan melakukannya?”
“Ah…”
Jika
kau ingin memasak, maka kau memerlukan beberapa alat memasak seperti
kompor dan oven, begitu juga dengan bahan makanannya. Bukannya di
rumahku tidak ada alat-alat seperti itu, tapi aku tidak bisa mengundang
wakil ketua KoB ke tempat yang berantakan seperti itu.
Asuna melihat kearahku dengan wajah tidak percaya.
“Yah, rumahmu pasti tidak mempunyai alat yang dibutuhkan. Tapi aku bisa memasakannya dirumahku sekali ini saja.”
Dia berkata sesuatu yang mengejutkanku dengan suara yang tenang.
Asuna
mengabaikanku yang berdiri kaku disana seperti aku sedang lag ketika
otakku memproses apa yang dikatakannya, dan berbalik menghadap ke
pengawalnya lalu berbicara.
“Aku akan teleport ke <Salemburg>, jadi kalian boleh pergi. Terima kasih atas kerja keras kalian.”
“A-Asuna-sama!
Datang ke perkampungan kumuh saja sudah cukup buruk, tapi kau juga
mengundang seseorang yang mencurigakan seperti dia kerumahmu. A-apa yang
kau pikirkan!?”
Aku tidak percaya apa yang baru saja kudengar.
Dia bilang <Sama>. Dia pasti salah satu orang yang memuja-muja
Asuna. Ketika aku melihat Asuna dengan pikiran seperti itu, orang yang
baru saja dibicarakan terlihat jengkel.
“OK, kau mungkin bisa
menyebutnya mencurigakan, tapi kemampuannya tidak bisa dipertanyakan.
Dia mungkin sekarang sepuluh level diatasmu Kuradeel.”
“A-Apa yang kau katakan Asuna-sama? apa kau mau mengatakan kalau aku tidak setara dengan orang sepertinya…!”
Suara
pria itu terdengar hingga keluar gang. Dia memelototiku dengan matanya
yang sipit. Lalu wajahnya memucat seperti dia telah menyadari sesuatu.
“Benar…kau, kau pasti seorang <Beater>!”
Beater
adalah kata gabungan dari <Beta tester> dan <Cheater>. Itu
adalah kata yang ditujukan untuk orang yang menggunakan cara yang tidak
adil dan juga kata untuk mengutuk atau mengejek yang ada di SAO. Itu
adalah kata yang sering kudengar. Tapi berapa kalipun mendengarnya, kata
itu masih saja menyakiti hatiku. Wajah dari orang yang pertama kali
mengatakannya padaku, orang yang dulu adalah temanku, tiba-tiba muncul
di dalam kepalaku.
“Ya. Kau benar.”
Ketika aku mengakuinya dengan wajah tanpa ekspresi, pria itu mulai berbicara tanpa henti.
“Asuna-sama,
orang-orang seperti itu tidak peduli apapun selama mereka baik-baik
saja! Tidak ada untungnya berteman dengan orang-orang seperti itu!”
Asuna,
yang dari tadi tenang, tiba-tiba mengernyitkan alis matanya karena
jengkel. Tiba-tiba muncul kerumunan dan kata-kata seperti <KoB>
dan <Asuna> dapat terdengar disana-sini.
Asuna melihat sekeliling dan mengatakan kepada pria yang terus menerus berbicara tadi.
“Pergilah kau dari sini sekarang juga. Itu perintah.”
Dia
berkata dengan kasar dan menarik ikat pinggangku dengan tangan kirinya.
lalu dia mulai berjalan menuju ke gerbang plaza sambil menarikku.
“Err…hey! Apakah boleh meninggalkan mereka seperti itu?”
“Tidak apa-apa!”
Yah,
aku tidak punya alasan untuk komplain. Kami keluar dari kerumunan
meninggalkan dua pengawal tadi dan Agil yang masih kecewa. Ketika aku
mengintip kebelakang, ekspresi jengkel pria yang bernama Kuradeel
menyangkut di pandanganku seperti terfoto.
Bab 6
Salemburg adalah kota yang mirip dengan kastil dengan pemandangan indah yang terletak di lantai 61.
Kota
Salemburg tidak terlalu besar. Tapi kota dengan kastil yang berada
ditengahnya itu terbuat dari batu granit putih, dan diwarnai dengan
warna hijau yang kontras. Ada lumayan banyak toko di sini jadi ada
banyak player yang ingin menjadikan kota ini sebagai rumah mereka. Tapi
karena karena rumah-rumah disini sangatlah mahal—harganya mungkin
setidaknya tiga kali lebih mahal dibandingkan harga rumah di
Algade—hampir mustahil untuk membelinya kecuali kau sudah berlevel
tinggi.
Ketika Asuna dan aku sampai di teleport gate Salemburg,
mataharinya hampir terbenam, dan sinar terakhir dari matahari yang
berwarna ungu tua menyinari jalanan.
Sebagian besar dari lantai
61 dipenuhi oleh sebuah danau besar dan Salemburg berada di sebuah pulau
ditengahnya, jadi orang-orang bisa melihat pemandangan yang seperti
sebuah gambar di kanvas dimana cahaya matahari terbenam terpantul di
danau.
Aku memandangi kota dengan terpesona, napasku berhenti
sesaat karena kecantikan kota yang disinari oleh warna biru dan merah
dengan danau yang sangat luas di baliknya. Tidak terlalu sulit bagi
Nerve Gears untuk menciptakan efek pencahayaan seperti ini dengan CPU
generasi baru dan diamond semiconductor nya.
Teleport gate nya
terletak di plaza didepan castle dan jalan utama, yang menuju keutara,
melewati kota dengan dikelilingi oleh lampu-lampu jalan. Toko dan rumah
terbaris dengan rapi di kedua sisi jalan, dan bahkan NPC disini berjalan
berkeliling dengan pakaian yang terlihat bagus. Aku merentangkan
tanganku dan menarik napas yang dalam, bahkan udara disini berbeda dari
udara di Algade.
“Hmmm. Tempat ini luas dan hanya ada sedikit orang. Aku suka dengan tempat yang luas seperti ini.”
“Kalau begitu kenapa kau tidak pindah?”
“Aku
tidak punya uang yang cukup,” Aku menjawab sambil menaikkan bahu ku,
sebelum memperbaiki ekspresiku dan bertanya dengan ragu-ragu.
“…omong-omong, apa tidak apa-apa? Tadi…”
“…”
Seperti
menyadari apa yang ingin aku katakan, Asuna berputar dengan kepalanya
yang menghadap kebawah dan menjejakkan ujung sepatunya ke lantai.
“…memang
benar kalau ada beberapa hal buruk yang terjadi ketika aku sendirian.
Tapi, menempatkan pengawal untukku, itu terlalu berlebihan kan? Aku
sudah bilang kalau aku tidak membutuhkan mereka tapi…para anggota
mengatakan kalau itu adalah kewajiban guild.”
Dia berbicara lagi dengan suara pelan.
“Dulu,
guildnya masih kecil dengan pemimpinnya mengundang orang secara
langsung dengan berbicara dengan mereka. Tapi ketika jumlah anggotanya
bertambah dan mulai berubah… ketika guild ini mulai di sebut sebagai
guild terkuat atau sejenisnya, ada sesuatu yang menjadi sedikit aneh.”
Dia
berhenti berbicara dan berputar sedikit. Matanya terlihat seperti dia
ingin bergantung padaku dan aku tanpa sadar berhenti bernapas.
Aku
harus mengatakan sesuatu. Aku berpikir begitu, tapi apa yang bisa
dikatakan oleh seorang solo player egois sepertiku? Aku hanya diam tanpa
berbicara selama beberapa detik.
Yang pertama mengalihkan
pandangan adalah Asuna. Dia memandangi danau yang bermandikan cahaya
remang dan berkata sesuatu seperti untuk menghilangkan kekakuan.
“Yah,
itu tidak terlalu penting jadi kau tidak perlu khawatir! Jika kita
tidak buru-buru pergi, mataharinya akan segera terbenam.”
Asuna
berjalan duluan dan aku mengikutinya. kami berjalan melewati beberapa
player tapi tidak ada satupun dari mereka yang melihat kearahnya.
Aku
hanya tinggal disini selama beberapa hari ketika lantai ini masih
menjadi garis depan, jadi aku tidak terlalu memperhatikan sekeliling.
Ketika aku melihat kearah pahatan indah yang memenuhi kota, aku berpikir
kalau tinggal di kota seperti ini untuk beberapa waktu tidaklah buruk.
Tapi kemudian aku mengubah pikiranku dan memutuskan kalau lebih baik
jika aku hanya datang kesini beberapa waktu sekali untuk melihat-lihat.
Rumah
yang ditinggali Asuna adalah rumah bertingkat tiga yang kecil tapi
indah yang bisa ditemukan dengan berjalan kearah timur dari area pusat
kota selama beberapa menit. Tentu saja itu adalah pertama kalinya aku
kesini. Sekarang jika dipikir-pikir, aku hanya berbicara dengan dia
ketika dalam rapat boss fight; dan kami bahkan tidak pernah bersama-sama
makan di restoran NPC sebelumnya. Ketika aku sadar akan hal ini, aku
berhenti didepan pintu dan bertanya.
“Apakah ini…boleh? Kau tahu…”
“Apa?
Ini kan sesuatu yang aku katakan sendiri, dan tidak ada tempat lain
yang lebih cocok untuk memasak jadi tidak ada pilihan lain!”
Asuna membalikkan kepalanya dan naik ke tangga. Setelah menguatkan tekad, aku mengikutinya.
“Ma-maaf mengganggu.”
Aku membuka pintu dengan ragu-ragu lalu berdiri disana tanpa bisa berbicara.
Aku
tidak pernah melihat rumah yang serapi ini sebelumnya. Ruang makan yang
lebar dan dapur yang berada disampingnya mempunyai furniture yang
terbuat dari kayu yang berwarna cerah, dan di dekorasi dengan kain hijau
tua. Itu semua mungkin adalah item buatan player yang mempunyai
kualitas tertinggi.
Tapi ruangannya tidak di dekorasi dengan
berlebihan, ataupun membuatmu merasa tidak nyaman. Ini sangat berbeda
dibandingkan rumahku. Aku merasa sangat lega karena aku tidak
mengundangnya kerumahku.
“Erm…berapa uang yang kukeluarkan untuk membeli semua ini…?”
Mendengar pertanyaan materialistisku.
“Hmm-, rumah sekaligus furniturenya, sekitar 4000k? Aku mau ganti baju jadi duduklah dimanapun kau mau.”
Dia
menjawabnya dengan ringan dan menghilang dibalik pintu. "K" adalah
singkatan dari 1000. 4000k berarti 4 juta Coll. Aku tinggal di garis
depan, jadi aku bisa menabung sebanyak itu jika aku mencobanya. Tapi aku
selalu menghabiskannya untuk membeli item aneh atau pedang yang menarik
perhatianku, jadi aku tidak pernah menabung. Aku memarahi diriku
sendiri yang tidak bisa menabung, sesuatu yang bukan karakterku, dan
duduk ke sofa yang lembut.
Asuna muncul setelah beberapa saat,
mengganti seluruh pakaiannya menjadi baju putih yang simple dan rok yang
sepanjang lutut. Yah, kubilang mengganti pakaian tapi dia tidak
benar-benar melepas dan memakai bajunya sendiri. Yang perlu dilakukan
adalah menggerakkan jarimu di stats window. Tapi ada beberapa detik
dimana player hanya akan mengenakan pakaian dalam mereka. Jadi kecuali
mereka adalah pria yang sangat tidak tahu malu, kebanyakan player,
terutama perempuan, tidak mengganti baju di depan orang lain. Tubuh ini
memang mungkin hanya kumpulan data yang dibentuk menjadi 3D, tapi
pikiran seperti itu hilang setelah dua tahun berlalu, dan sekarang ini
didepan mataku ada tangan dan kaki Asuna yang tidak ditutupi oleh
apapun.
Asuna, tidak sadar akan apa yang kupikirkan, melemparkan pandangan tajam kearahku dan berkata.
“Apa kau berencana untuk tetap berpakaian seperti itu?”
Aku
buru-buru membuka menu screen ku dan melepas jaket dan pedang ku.
Setelah melakukannya, aku mengeluarkan <Ragout Rabbit’s meat> dan
menaruhnya kedalam mangkuk keramik diatas meja didepanku.
“Jadi ini bahan makanan rangking S yang legendaris-. …Lalu, apa yang harus kubuat?”
“Re-rekomendasi juru masak.”
“Oh…? Kalau begitu, aku akan membuat stew, karena ada kata <ragout> di namanya.”
Asuna menuju keruang sebelah; Aku mengikutinya.
Dapurnya
luas, dan berbagai alat memasak yang terletak disamping oven terlihat
agak mahal. Asuna meng click dua kali di permukaan oven, mengatur waktu
di pop up window yang muncul, dan mengeluarkan panci logam dari lemari.
Dia menaruh daging mentah, memasukkan beberapa herb, dan menuangkan air
kedalamnya sebelum menutup pancinya.
“Jika ini memasak
sungguhan, akan perlu membuat beberapa persiapan terlebih dahulu. Tapi
memasak di SAO sangat singkat hingga menjadi tidak menyenangkan.”
Dia
menaruh pancinya didalam oven dan menekan tombol "start" di menu sambil
menggerutu. Bahkan sambil menunggu selama 300 detik, dia membuat
berbagai macam makanan lainnya dengan cepat. Aku melihatnya sambil
bengong karena terpana, sebab dia tidak melakukan kesalahan sedikitpun
dalam mengoperasikan menu dan mempersiapkan makanan.
Hanya dalam
lima menit, mejanya sudah penuh dengan makanan dan Asuna dan aku duduk
berhadapan di depan meja. Stew yang berwarna coklat itu terlihat sangat
enak di depan mataku. Baunya yang tercium bersamaan dengan uap yang
keluar membuatku semakin lapar. Saus yang lembut menutupi daging yang
tebal dan krim putih yang berada diatasnya sangat mempesona.
Kami
mengangkat sendok bersamaan, dan merasa kalau waktu untuk berkata
"selamat makan" bahkan terlalu panjang. Lalu kami memakan sesendok penuh
makanan terbaik yang pernah ada di SAO. Aku merasakan panas dan rasanya
didalam mulutku ketika aku menggigit dagingnya, dan cairan didalamnya
meleleh dimulutku.
Makan di SAO tidak memperhitungkan perasaan
dari menggigit makanannya. Melainkan menggunakan <Taste Reproduction
Engine> yang dibuat oleh Agas dan para programer pendesain yang
bekerja sama.
Sinyal itu mengirimkan sensasi <makan> yang
telah diprogram dari berbagai makanan dan bisa membuat pengunanya merasa
seperti mereka benar-benar memakan sesuatu. Itu sebenarnya dibuat untuk
orang-orang yang sedang diet atau butuh membatasi jumlah makanan yang
mereka makan, jadi Nerve Gear mengirimkan sinyal palsu ke bagian dari
otak yang merespon panas, rasa, dan bau untuk membuat perasaan itu.
Dengan kata lain, tubuh asli kami tidak benar-benar makan sesuatu
sekarag ini dan yang sebenarnya terjadi adalah programnya mengirimkan
sinyal secara acak untuk merangsang otak kami.
Tapu memikirkan
hal seperti itu di situasi ini tidaklah keren. Aku tidak salah lagi
sedang memakan makanan terbaik yang pernah kurasakan sejak log in ke
SAO. Asuna dan aku tidak mengatakan apapun dan melanjutkan makan kami.
Akhirnya,
setelah kami memakan habis semua makanan kami—dan membiarkan piring dan
panci kosong didepannya, Asuna menghela napasnya.
“Ah…Senangnya aku masih hidup hingga sekarang…”
Aku
benar-benar setuju. Merasakan kenikmatan dari memenuhi kebutuhan dasar
setelah lama tidak makan, aku meneguk teh yang berbau misterius
didepanku. Apakah rasa dari daging yang baru makan dan teh yang kuminum
ini benar-benar ada di dunia nyata? Atau itu hanyalah buatan dengan
memanipulasi sistem? Aku memikirkan hal-hal tersebut sambil bengong.
Asuna,
yang duduk didepanku dengan segelas teh di yang dipegang di kedua
tangannya, memecah keheningan yang ada sejak setelah makan.
“Entah
kenapa ini berasa aneh… Bagaimana mengatakannya ya, Aku merasa seperti
kalau aku lahir di dunia ini dan telah hidup di sini hingga sekarang
atau seperti itulah.”
“…aku juga. Akhir-akhir ini ada hari-hari
dimana aku tidak memikirkan sama sekali tentang dunia yang satu lagi.
Bukan hanya aku saja… Sekarang ini tidak banyak orang yang masih
terobsesi untuk ‘clearing’ atau ‘keluar’ dari SAO.”
“Kecepatan
menjelajah lantai juga semakin berkurang. Sekarang hanya ada sekitar
lima ratus player di garis depan. Itu bukan karena bahayanya, tapi…semua
orang, telah menjadi terbiasa dengan dunia ini…”
Aku memandangi wajah cantik Asuna yang disinari oleh lampu orange.
Wajah
itu tentu saja bukan wajah manusia asli. Kulit yang halusdan rambut
yang mengkilap, itu terlalu cantik untuk dimiliki oleh makhluk hidup.
Tapi bagiku, wajah itu tidak lagi terlihat seperti dibuat oleh kumpulan
polygon. Sekarang aku bisa menerima hal itu apa adanya. Jika aku kembali
ke dunia nyata dan melihat orang asli, aku mungkin akan merasa aneh.
Apa aku benar-benar berpikir kalau aku ingin kembali…ke dunia itu…?
Aku
dibingungkan dengan pikiran yang muncul tiba-tiba. Aku selalu bangun
pagi-pagi dan mencari experience point sambil memetakan labyrinth. Apa
ini karena aku ingin keluar dari game ini?
Dulu aku memang
memiliki keinginan seperti itu. Aku ingin keluar secepat mungkin dari
death game yang kau tidak tahu kapan kau akan mati ini. Tapi sekarang
aku telah terbiasa dengan game ini-.
“Tapi aku ingin kembali.”
Asuna berkata dengan suara yang jelas seperti dia telah melihat kebingunganku. Aku segera mengangkat kepalaku.
Asuna tersenyum padaku karena suatu alasan dan meneruskan.
“Karena, ada begitu banyak hal yang masih belum kulakukan.”
Aku mengangguk dengan keinginanku sendiri mendengar kata-katanya.
“Ya,
kupikir kita harus melakukan yang terbaik yang kita bisa. Aku tidak
mungkin bisa memandang kearah wajah para technician yang mendukung kita
jika aku tidak melakukannya…”
Aku meminum teh lagi, seakan untuk
menghilangkan kebingunganku. Lantai teratas masih sangat jauh. Jadi
masih belum terlambat untuk memikirkan hal ini.
Merasa sedikit
tenang, aku melihat kearah Asuna sambil memikirkan kata-kata yang tepat
untuk mengucapkan terima kasih. Lalu wajah Asuna memerah dan sambil
melambaikan tangannya dia berkata.
“J-J, Jangan.”
“A-Apa?”
“Beberapa player pria melamarku ketika mereka menunjukan ekspresi seperti itu diwajah mereka.”
“Wha…”
Meski
aku telah menguasai skill bertarungku, aku tidak pernah mengalami hal
itu sebelumnya, jadi aku hanya bisa membuka dan menutup mulutku tanpa
bisa membalas perkataannya.
Asuna melihat kearahku dan tertawa. Aku pasti terlihat agak aneh sekarang.
“Jadi apa tidak ada orang yang dekat denganmu?”
“Memangnya kenapa…? Yah, itu tidak apa-apa, lagian aku kan seorang solo.”
“Yah, Karena kau memainkan MMORPG seharusnya kau berteman dengan beberapa orang.”
Asuna menghilangkan senyumannya dan bertanya, seperti dia tiba-tiba menjadi seperti seorang guru atau seorang kakak perempuan.
“Apa kau tidak pernah berpikir untuk bergabung dengan sebuah guild?”
“Eh…”
“Aku mengerti kalau seorang beta tester sepertimu tidak terbiasa berkelompok, tapi…”
Ekspresinya menjadi semakin serius.
“Setelah lantai tujuh puluhan, kupikir semakin banyak jenis monster yang muncul secara acak.”
Aku
juga menyadarinya. Apakah programmernya berencana untuk membuat taktik
CPU nya semakin sulit dibaca, ataukah itu adalah hasil dari programnya
yang benar-benar belajar dengan sendirinya? Jika yang terakhir benar,
maka ini akan menjadi semakin susah.
“Jika kau seorang solo,
akan semakin susah untuk mengatasi situasi tak terduga. Kau tidak selalu
bisa kabur. Akan lebih aman jika kau bersama dengan sebuah grup.”
“Aku punya cukup banyak jaring pengaman. Terima kasih atas saranmu, tapi…kalau guild, itu…”
Akan lebih baik jika aku berhenti disitu, tapi aku malah meneruskannya.
“Anggota grup lebih sering membebaniku daripada menolong.”
“Oh, benarkah?”
Flash,
sebuah garis perak terlihat memotong udara didepanku, dan ketika aku
menyadarinya, pisau Asuna sudah berada tepat didepan hidungku. Itu
adalah skill dasar rapier yang bernama, <Linear>. Yah, kubilang
sih dasar, tapi karena dexterity Asuna yang sangat besar, kecepatannya
sangat menakutkan. Sejujurnya, aku bahkan tidak bisa melihat jejak
senjatanya.
Dengan senyuman terpaksa, aku mengangkat tanganku menyerah.
“…baiklah, kau pengecualian.”
“Hmmph.”
Dia menarik pisaunya dengan ekspresi bosanm dan memutarkannya dengan jarinya sambil mengatakan sesuatu yang tidak bisa kuduga.
“Kalau
begitu partylah denganku. Sebagai ketua dari party untuk melawan boss,
aku akan melihat apakah kau sekuat apa yang dikatakan oleh rumor. Aku
telah menunjukkanmu kalau aku cukup kuat. Selain itu, warna
keberuntungan minggu ini adalah hitam.”
“Apa, Apa yang kau katakan!?”
Aku hampir saja terjatuh karena pernyataan yang gila itu dan segera mencari kata-kata untuk menolaknya.
“Tapi…jika kau melakukan itu, bagaimana dengan guildmu!?”
“Guild kami tidak memiliki level quota.”
“K-kalau begitu bagaimana dengan pengawal-pengawalmu?”
“Aku akan meninggalkan mereka.”
Aku
mengangkat gelas tehku ke mulutku untuk menambah sedikit waktu untuk
berpikir tapi akhirnya aku sadar kalau gelasku sudah kosong. Asuna
mengambilnya dari tanganku dengan ekspresi puas diwajahnya dan
mengisinya kembali dengan cairan panas dari dalam teko.
Sebenarnya—itu
adalah tawaran yang menarik. Hampir semua pria ingin membuat party
dengan seseorang yang dikatakan sebagai gadis tercantik di Aincrad. Tapi
karena itulah, aku terus menanyakan kepada diriku sendiri kenapa orang
terkenal seperti Asuna mau membuat party denganku.
Mungkin
karena dia mengasihaniku karena aku adalah seorang player solo yang
menyendiri? Sesuatu yang kukatakan tanpa sadar karena kepalaku dipenuhi
oleh pikiran negative seperti itu hampir saja membuat hidupku berakhir.
“Garis depan sangat berbahaya.”
Asuna
mengangkat pisaunya yang terlihat agak lebih mengkilap dari sebelumnya
lagi. Aku mengangguk secepat yang ku bisa. Bahkan dengan keraguanku
tentang mengapa dia memilihku yang tidak terlalu mencolok diantara
orang-orang yang mencoba menyelesaikan game ini, aku mengatakan dengan
penuh resolusi.
“O-Oke. Kalau begitu…Aku akan menunggu di depan gerbang lantai 74, besok pagi jam sembilan.”
Asuna menjawabnya dengan senyuman percaya diri sambil menurunkan tangannya.
Tidak
tahu berapa lama aku bisa berada di rumah seorang perempuan tanpa
melakukan hal yang tidak sopan, aku mengatakan ucapan perpisahan segera
setelah kami selesai makan. Ketika Asuna menemaniku ke pintu depan
rumahnya, dia menganggukkan kepalanya sedikit dan berkata.
“Yah…Kupikir aku harus berterima kasih untuk hari ini. Makanannya sangat enak.”
“Ah
aku, aku juga. Aku ingin minta tolong padamu lagi…tapi kupikir tidak
semudah itu aku bisa mendapatkan bahan makanan seperti itu lagi.”
“Oh, bahkan makanan biasa terasa berbeda jika kau cukup ahli.”
Asuna
menjawab sebelum menengokan kepalanya keatas untuk melihat langit.
Langitnya sudah sepenuhnya diselimuti oleh kegelapan malam. Tapi, tentu
saja kau tidak bisa melihat bintang. Ada besi dan batu berwarna gelap
yang menutupinya seratus meter diatas udara. Aku mengarahkan kepalaku
keatas juga sambil berkata.
“…situasi ini, dunia ini, apa ini yang mau dibuat oleh Kayaba Akihiko…?”
Kami berdua tidak bisa menjawab pertanyaan yang setengahnya ditujukan pada diriku sendiri.
Kayaba,
yang pastinya sedang mengamati dunia ini sambil bersembunyi entah
dimana, apa yang dapat dia pikirkan? Situasi damai ini yang datang
setelah kekacauan yang penuh darah di awal, apakah dia puas ataukah dia
kecewa? Tidak mungkin aku bisa tahu.
Ketika Asuna berjalan
mendekatiku dengan tenang, aku bisa merasakan sedikit kehangatan di
tanganku. Apakah aku hanya membayangkannya, ataukah itu adalah hasil
dari simulator yang sangat patuh ini?
6 November 2022 adalah
hari dimulainya death game ini, dan sekarang sudah mendekati akhir dari
Oktober 2024. Sekarangpun setelah hampir dua tahun, masih belum ada
satupun pesan yang datang dari dunia luar, apalagi tanda-tanda
pertolongan. Yang bisa kami lakukan adalah hidup dan berjalan, selangkah
demi selangkah, menuju ke puncak.
Satu hari lagi terlewati di
Aincrad ketika aku memikirkan hal ini. Kemana kami pergi, atau apa yang
menunggu kami diakhir, itu semua hanyalah kumpulan hal yang masih belum
kami ketahui. Jalan di depan masih panjang, dan cahayanya redup.
Tapi—ada beberapa hal baik juga.
Ketika aku melihat kearah besi penutup diatas, aku membiarkan imaginasiku terbang menuju dunia asing yang masih belum kulihat.
Bab 7
Jam 9 pagi.
Cuaca
hari ini settingnya agak mendung, dan kabut pagi yang menutupi kota
masih belum hilang sepenuhnya. Cahaya dari luar yang memantul di kabut,
mewarnai kota dengan warna kuning-lemon.
Menurut kalender
Aincrad, bulan ini adalah <Month of the Ash Tree>, yang berarti
sekarang sudah mendekati akhir musim gugur. Temperatur yang sedikit
dingin membuat bulan ini sebagai bulan yang paling menyegarkan di tahun
ini. Tapi sekarang ini, aku merasa tidak begitu menyukai cuacanya.
Aku
sedang menunggu Asuna di gate plaza di area pemukiman dari lantai 74.
Entah kenapa aku tidak bisa tidur semalam, dan yang kulakukan di atas
kasurku adalah berguling kesana kemari. Kupikir aku akhirnya bisa
tertidur sekitar jam tiga pagi lewat sedikit. Ada banyak sekali fungsi
di SAO yang bisa membantu player tapi sayangnya tombol yang bisa
membuatmu tertidur tidak termasuk kedalamnya.
Anehnya, justru
kebalikannya ada. Di dalam option yang berhubungan dengan waktu di menu,
ada sesuatu yang disebut <Alarm Clock> yang memaksa pemain untuk
bangun dari tidur mereka. Tentu saja pilihan untuk bangun atau atau
tidak sepenuhnya ada pada keputusanmu, tapi aku berhasil mengumpulkan
cukup tekad untuk merangkak keluar dari kasurku ketika sistemnya
membangunkanku jam sembilan kurang sepuluh menit.
Mungkin untuk
membantu para pemain yang malas, pemain tidak harus mandi ataupun
mengganti baju di game ini—meski begitu ada beberapa pemain yang
sepertinya tetap mandi setiap harinya. Tapi karena mereplika air itu
sangat sulit bahkan bagi Nerve Gear, maka di SAO tidak ada mandi yang
seperti di dunia nyata. Setelah bangun sedikit dekat dengan waktu
janjian, aku memakai semua equipment ku dalam waktu dua puluh detik, dan
berjalan menuju teleport gate di Algade dan teleport menuju ke lantai
74 dengan sedikit santai, dan sedikit jengkel karena kurang tidur, tapi-
“Dia terlambat…”
Sekarang sudah jam sembilan lewat
sepuluh menit. Para pemain yang rajin mulai muncul dari gerbang dan
berjalan menuju ke Labyrinth area sedikit demi sedikit.
Tanpa ada kegiatan apapun, aku melihat kearah peta labyrinth dan level skill, dan stats ku yang sebagian besar sudah aku ingat.
Ahh, kuharap aku punya game portable atau sejenisnya.
Aku
tertegun dan tak bisa berkata apa-apa karena pikiran itu. Berharap bisa
main game didalam game, aku menjadi semakin parah saja.
Apakah
aku boleh pulang dan kembali tidur... Aku bahkan mulai berpikir seperti
itu. Efek teleport berwarna biru lainnya kembali muncul didalam gerbang
entah sudah yang keberapa kalinya. Aku melihat tanpa terlalu berharap.
Tapi kemudian-
“Kyaaaaa! Tolong minggir dari situ-!”
“Ahhhhhh!?”
Biasanya pemain yang teleport muncul diatas tanah, tapi orang ini muncul satu meter diatas udara dan—terbang menuju kearahku.
“Huh, huh…!?”
Tidak
mempunyai waktu untuk menangkap atau menghindar, kami bertabrakan dan
terjatuh ke tanah. Bagian belakang kepalaku memembentur lantai batu
dengan keras. Jika aku tidak berada di safe area, beberapa titik dari HP
ku pasti akan menghilang.
Ini berarti—sepertinya, pemain bodoh
ini melompat ke dalam gate di sisi lain dan muncul seperti itu disini.
Pikiran itu muncul didalam kepalaku. Masih sedikit pusing, aku
mengangkat tanganku dan memegang orang bodoh diatasku untuk mendorongnya
bangun.
“…hmm?”
Aku merasakan sesuatu yang aneh dan
kenyal ditanganku. Aku meremasnya dua, tiga kali untuk memastikan apa
benda kenyal dan elastis yang ada di tanganku.
“K-Kya-!!”
Tiba-tiba
sebuah teriakan keras terdengar di telingaku dan kepalaku membentur
lantai lagi. Pada saat yang sama, berat yang menimpa tubuhku menghilang.
Di depanku, ada seorang pemain wanita yang duduk di lantai,
mengenakan seragam knight berwarna putih dengan lambang merah diatasnya
dan sebuah rok mini selutut, dengan sebuah rapier berwarna perak-putih
di sarung pedangnya. Dan entah kenapa, dia melotot kearahku dengan mata
yang terlihat sangat marah. Wajahnya mengalami efek emosi tertinggi dan
seluruh wajahnya memerah hingga ke telinganya, dan kedua tangannya
menyilang untuk melindungi dadanya-…dada…?
Aku segera sadar apa
yang baru saja kuremas dengan tangan kananku. Pada saat yang sama aku
menyadari, agak sedikit terlambat, kalau aku sedang berada dalam situasi
yang berbahaya. Semua langkah menghindari bahaya yang sudah kulatih di
kepalaku menghilang. Sambil membuka dan menutup tangan kananku, tanpa
tahu harus melakukan apa denganna, Aku membuka mulutku.
“H-Hey. Selamat pagi, Asuna.”
Kemarahan
di matanya terlihat lebih jelas lagi. Itu adalah mata dari orang yang
sudah berniat untuk mengeluarkan senjata mereka.
Aku mulai
berpikir apakah perlu untuk <kabur> ketika gerbangnya kembali
bersinar biru lagi. Asuna melihat kebelakang dengan ekspresi terkejut
dan buru-buru bangun untuk bersembunyi dibelakangku.
“Eh…?”
Tanpa
tahu apa-apa, aku ikut berdiri. Gerbangnya bersinar semakin terang
ketika seseorang muncul ditengahnya. Kali ini playernya muncul diatas
tanah.
Ketika cahayanya memudar, aku mengenali wajah orang yang
muncul itu, dan jubah putih dengan symbol merah diatasnya. Orang itu,
orang yang mengenakan seragam KoB dan membawa pedang yang terlihat
sedikit terlalu dihiasi, adalah pengawal berambut panjang yang mengikuti
Asuna berkeliling kemarin. Namanya kalau tidak salah adalah Kuradeel
atau apalah itu.
Kuradeel semakin menggerutu ketika dia melihat
Asuna dibelakangku. Dia tidak terlihat begitu tua. Dia mungkin baru
berumur sekitar dua puluh tahunan, tapi kerutan diwajahnya membuatnya
terlihat lebih tua. Dia menggertakkan giginya dengan keras hingga kami
hampir bisa mendengarnya dan berbicara dengan suara yang terdengar
sedikit marah.
“A…Asuna-sama, kau tidak boleh bertindak semaumu seperti ini…!”
Ketika
aku mendengar suara histerisnya, aku berpikir Ini pasti akan merepotkan
dan menurunkan bahuku sedikit. Dengan matanya yang sipit itu
memandangku dengan tajam, Kuradeel berbicara lagi.
“Ayo, Asuna-sama, kita kembali ke markas pusat.”
“Tidak. Aku bahkan tidak sedang bertugas hari ini! …dan Kuradeel, kenapa kau berdiri di depan rumahku pagi-pagi sekali?”
Asuna menjawab dengan marah dibelakangku.
“Fufu,
aku tahu kalau situasi seperti ini akan terjadi, makanya aku mulai
pergi ke Salemburg untuk mengawasi rumahmu sejak sebulan yang lalu.”
Aku
hanya bisa terkejut mendengar jawaban bangga Kuradeel. Asuna juga
kaget. Setelah kesunyian selama beberapa saat Asuna berbicara dengan
suara yang agak dipaksakan.
“Itu…itu bukan bagian dari perintah ketua kan…?”
“Tugasku adalah untuk mengawalmu, Asuna-sama. Mengawasi rumahmu juga termasuk kedalam…”
“Apa yang kau maksudkan dengan termasuk, idiot!”
Kuradeel berjalan mendekat dengan ekspresi yang semakin marah dan jengkel, lalu mendorongku dan menarik tangan Asuna.
“Kau sepertinya tidak mengerti. Tolong jangan seperti ini. …sekarang ayo kembali ke markas.”
Asuna
terlihat ketakutan mendengar suara yang terdengar seperti
menyembunyikan sesuatu itu. Dia melihatku dengan pandangan memohon.
Sejujurnya
aku berpikir untuk kabur seperti yang selama ini aku lakukan hingga
sekarang. Tapi begitu melihat mata Asuna, tanganku mulai bergerak dengan
sendirinya. Aku memegang tangan kanan Kuradeel, tangan yang menarik
Asuna, dan menguatkan tenaga di tanganku tepat sebelum crime prevention
code nya aktif.
“Maaf, tapi aku akan meminjam wakil ketuamu untuk hari ini.”
Kalimat
itu terdengar bodoh bahkan ditelingaku, tapi aku tidak bisa mundur
sekarang. Kuradeel, yang sengaja mengabaikanku hingga sekarang,
mengerutkan wajahnya dan menarik tangannya menjauh.
“Kau…!”
Dia
berteriak dengan suara yang sedikti serak. Bahkan jika sistemnya
melebih-lebihkan ekspresi pemain, masih ada sesuatu yang aneh dibalik
suaranya.
“Aku akan menjamin keselamatan Asuna. Ini tidak
seperti kalau kami akan melawan boss hari ini. Kau bisa kembali ke
markas sendiri.”
“J…Jangan bercanda denganku!! Kau pikir pemain payah sepertimu bisa melindungi Asuna-sama!!”
“Lebih baik daripadamu, pastinya.”
“K-Kau kurang ajar…! J-Jika kau bisa berbicara sombong seperti itu berarti kau sudah siap dengan konsekuensinya kan…?”
Kuradeel,
dengan wajahnya yang semakin putih, memanggil layar menu dengan tangan
kanannya dan memanipulasinya dengan cepat. Lalu ada sebuah system
message yang agak tembus pandang muncul didepanku. Aku sudah bisa
mengira apa itu sebelum aku membacanya.
[Sebuah duel 1-lawan-1 telah diminta oleh Kuradeel. Apa kau menerimanya?]
Dibawah
pesan yang tak berekspresi itu terdapat tombol Yes/No dan beberapa
option lain. Aku melirik kesamping kearah Asuna. Dia tidak bisa melihat
ke pesannya tapi dia terlihat telah mengerti apa yang terjadi. Kupikir
dia akan mencoba menghentikanku, tapi mengejutkannya dia mengangguk
dengan sedikit ekspresi kaku diwajahnya.
“…apa ini boleh? Tidakkah ini akan membuat masalah ke guild mu…?”
Asuna menjawab pertanyaan bisikanku dengan bisikan juga.
“Tidak apa-apa. Aku akan melaporkan sendiri hal ini ke ketua.”
Aku mengangguk, lalu menekan tombol Yes dan memilih option <First Strike Mode>.
Ini
adalah duel yang bisa dimenangkan dengan mendaratkan satu pukulan telak
atau dengan mengurangi HP musuh hingga setengah. Pesannya berubah
menjadi [Kau telah menerima duel 1-lawan-1 dengan Kuradeel], dan sebuah
hitungan mundur muncul 60 detik muncul dibawahnya. Disaat angkanya
mencapai nol, HP protection system yang ada di dalam kota akan
dihilangkan sementara, dan dia dan aku akan bisa beradu pedang hingga
salah satu dari kami menang.
Kuradeel sepertinya telah menafsirkan kalau Asuna setuju.
“Tolong lihat, Asuna-sama! Aku akan membuktikan kalau tidak ada orang selain aku yang lebih baik untuk mengawalmu!”
Dia
berteriak dengan ekspresi yang hanya bisa menutupi kesenangannya
sedikit, menarik keluar two-handed sword besarnya dari pinggangnya, dan
bersiap dengan suara pedang berbunyi 'clank'.
Aku memastikan
kalau Asuna telah mundur sedikit jauh sebelum aku menarik one-handed
sword ku dari punggungku. Seperti yang bisa diduga dari anggota guild
terkenal, pedangnya terlihat jauh lebih bagus dari punyaku. Bukan hanya
perbedaan ukuran antara one-handed dan two-handed sword, tapi juga
pedangku hanyalah senjata simple, sedangkan pedangnya telah didekorasi
penuh oleh seorang top class craftsman.
Ketika kami berdiri
sejauh lima meter, menunggu hitung mundurnya untuk berakhir, orang-orang
mulai berkumpul disekitar kami. Ini tidak begitu aneh. Ini adalah
gerbang plaza di tengah kota, dan kami berdua adalah player yang lumayan
terkenal.
“Solo Kirito dan seorang anggota KoB akan duel!”
Ketika
seseorang meneriakkan kalimat itu, sorakan terdengar disana-sini.
Karena duel biasanya adalah untuk membandingkan skillmu dengan seorang
teman, semua penonton bersorak dan bersiul, tidak peduli akan situasi
yang menyebabkan semua ini.
Tapi saat timer nya mulai mendekati
nol, semua suara mulai menghilang. Aku merasa benang dingin melintas
melewati tubuhku seperti ketika aku bertarung dengan monster. Aku
memfokuskan diri untuk membaca suasana di sekitar Kuradeel, yang melihat
kesana kemari karena jengkel, dan memeriksa cara berdirinya dan
bagaimana kakinya bergerak.
Manusia biasanya menunjukkan
kebiasaan tertentu saat mereka akan menggunakan sebuah skill. Apakah itu
adalah skill menerjang atau bertahan, atau jika dia akam memulai dari
bawah atau dari atas, jika tubuh mereka menunjukan ciri-ciri seperti itu
maka itu akan menjadi kelemahan yang fatal.
Pedang Kuradeel
sedikit condong kebelakang di bagian tengah tubuhnya dan bagian bawah
tubuhnya membongkok kebawah. Itu jelas-jelas tanda kalau dia akan
menggunakan serangan menerjang dari atas. Tentu saja, itu mungkin adalah
tipuan. Aku sendiri sebenarnya bersikap dengan pedangku di postur yang
rendah dan relax, memberikan kesan kalau serangan pertamaku adalah
serangan lemah kebagian bawah tubuhnya. Kau hanya bisa mengandalkan
pengalaman dan "perasaan"mu ketika mencari tipuan.
Ketika hitung mundurnya memasuki satu digit, aku menutup windownya. Aku bahkan tidak bisa mendengar suara di sekelilingku lagi.
Aku
melihat Kuradeel, yang sejak tadi melirik dari arahku ke window dan
kembali lagi, menjadi kaku ketika otot tubuhnya menjadi tegang. Kata
[DUEL!!] muncul diantara kami dan aku melompat. Percikan api muncul dari
bawah sepatuku dan udara berbunyi ketika bahuku memotong melewatinya.
Kuradeel
juga bergerak bersamaan denganku. Tapi ada ekspresi kaget di wajahnya,
karena aku telah menghancurkan dugaannya kalau aku akan menyerang dengan
skill serangan rendah tipe bertahan dan menerjang.
Serangan
pertama Kuradeel, seperti yang kuduga, sebuah serangan tinggi two-handed
sword charge skill: <Avalanche>. Jika pertahanan terlalu lemah,
si penahan mungkin bisa memblok serangannya tapi tidak bisa segera
melakukan counterattack karena benturannya, sedangkan player yang
menggunakannya bisa mempersiapkan gaya berdirinya lagi, karena
terjangannya membuat jarak diantara mereka. Itu adalah sebuah skill
level tinggi yang sangat bagus. Yah setidaknya untuk melawan monster.
Aku,
yang sudah membaca apa yang akan dilakukan Kuradeel, memilih skill tipe
menerjang <Sonic Leap>. Jika kami berdua terus menerjang, skill
kami akan beradu.
Jika kita melihat hanya dari kekuatan skill,
dialah yang lebih kuat, dan systemnya akan menguntungkan skill yang
lebih berat jika dua serangan beradu. Jika begitu pedangku akan
dipantulkan dan skillnya akan mengenaiku, sedikit diperlemah tapi masih
cukup untuk mengahiri duel. Tapi aku tidak mengincar Kuradeel.
Jarak
diantara kami semakin menyempit dengan cepat. Tetapi persepsiku juga
sudah semakin cepat, dan aku merasa seperti waktu menjadi semakin pelan.
Aku tidak yakin jika ini adalah hasil dari system atau ini adalah
kemampuan yang dimiliki manusia. Yang kutahu adalah aku bisa melihat
semua gerakannya.
Pedangnya, yang condong kebelakang, mulai
mengeluarkan sinar orange dan menuju kearahku dengan cepat. Stats nya
pasti agak tinggi, seperti yang bisa kau bayangkan dari anggota guild
terbaik, tapi waktu yang dibutuhkan skillnya untuk dimulai lebih cepat
dari dugaanku. Pedang yang bersinar terang itu menuju kearahku. Jika aku
mengenai skill itu dengan telak tanpa ragu lagi aku akan menerima
damage yang cukup untuk mengakhiri duel. Wajah Kuradeel menunjukkan
kenikmatan dari kemenangan yang terlihat di depan mata. Tapi-
Pedangku,
dengan bagian kepalanya duluan, bergerak agak lebih cepat, membuat
sebuah garis hijau dan mengenai pedangnya sebelum serangan dia berakhir.
Systemnya mengkalkulasikan damage yang dihasilkan oleh pedangku, dan
menciptakan percikan yang besar.
Hasil lain dari dua senjata
beradu adalah <Weapon Break>. Itu hanya mungkin terjadi ketika
sebuah senjata menerima pukulan berat dibagian lemah strukturnya.
Tapi aku yakin kalau senjatanya akan hancur. Senjata dengan dekorasi yang terlalu banyak punya ketahanan yang rendah.
Seperti yang kuduga—dengan sebuah suara yang menyakitkan telinga—pedang two-handed Kuradeel patah. Muncul efek seperti ledakan.
Kami
melewati satu sama lain ditengah udara dan mendarat ditempat orang yang
satunya melompat. Setengah bagian yang patah dari pedangnya berputar
diudara, memantulkan sinar matahari, sebelum tertancap di lantai batu
diantara kami. Setelah itu, patahan yang ada di lantai dan di tangan
Kuradeel pecah menjadi polygon fragment.
Kesunyian menguasai
plaza selama beberapa saat. Semua penonton membeku dengan mulut mereka
yang terbuka lebar. Tapi ketika aku mendarat, berdiri, dan mengayunkan
pedangku dari kiri ke kanan karena kebiasaan, mereka mulai bersorak.
“Hebat!”
“Apa dia mungkin mengincar hal itu!?”
Ketika
aku mendengar semua orang mulai mengkritik pertarungan singkat itu, aku
menghela napas. Bahkan jika itu hanya satu skill, menunjukkan bahkan
hanya satu kartu dari tanganku bukanlah sesuatu yang bisa kugembirakan.
Dengan
pedang di tanganku aku mulai berjalan kearah Kuradeel terduduk dengan
punggungnya yang mebelakangiku. Punggungnya, yang ditutupi oleh jubah
putih, bergetar dengan keras. Setelah menyarungkan pedangku dengan suara
kencang yang disengaja, aku berkata dengan suara pelan.
“Jika kau ingin menantangku lagi dengan senjata baru aku akan melawanmu lagi…tapi ini sudah cukup kan?”
Kuradeel
bahkan tidak mencoba untuk melihat kearahku. Dia menggoncangkan
tangannya di lantai seperti orang gila. Tapi dia mengatakan dengan suara
yang bergetar “Aku mundur dari pertarungan.” Seharusnya dia bisa
mengatakan <Aku menyerah> atau <Aku kalah> kan.
Segera
setelahnya, sebaris dari garis berwarna ungu muncul tepat dimana itu
pertama muncul ketika itu menunjukkan saat pertarungan dimulai, kali ini
menunjukkan kalau pertarungan telah berakhir dan pemenangnya. Sorakan
lainnya terdengar, kemudian Kuradeel berdiri terhuyung dan berteriak
pada para penonton.
“Apa yang kalian lihat! Pergi kalian!”
Lalu dia berbalik perlahan kearahku.
“Kau… Aku akan membunuhmu… Aku pasti akan membunuhmu…”
Aku tidak bisa menyangkal kalau aku agak takut dengan mata itu.
Emosi
di SAO terasa sedikit berlebihan, tapi dengan kebencian yang terlihat
di mata sipit Kuradeel, matanya terlihat lebih menyeramkan dari monster.
Seseorang berdiri di sampingku ketika aku terkejut.
“Kuradeel,
Aku memerintahkanmu sebagai wakil ketua dari Knights of the Blood. Aku
membebas tugaskanmu dari jabatan sebagai pengawal. Kembalilah ke markas
dan tunggu disana hingga ada perintah lebih lanjut.”
Kata-kata
dan ekspresi Asuna keduanya dingin. Tapi aku merasa ada rasa stress
dibalik suaranya dan tanpa sadar memegang pundaknya. Asuna sedikit
menyandarkan tubuhnya yang tegang.
“…ap…apa-apaan…ini…”
Suara
itu sedikit terdengar di telinga kami. Sisanya, mungkin sekumpulan kata
kutukan yang tidak keluar dari mulutnya. Kuradeel melotot kearah kami.
Tidak salah lagi dia berpikir untuk menyerang kami dengan senjata
cadangannya, meskipun dia tahu kalau crime prevention code akan
menghentikannya.
Tapi dia bisa menahan diri dan mengambil keluar
sebuah teleport crystal dari dalam jubahnya. Dia mengangkatnya,
menggenggamnya dengan begitu kuat hingga aku berpikir kalau itu akan
hancur, dan bergumam “Teleport…Grandum.” Dia memeloloti kami dengan
kebencian bahkan ketika badannya mulai menghilang didalam cahaya biru.
Ketika
cahayanya menghilang, sebuah kesunyian yang menusuk menyebar di sekitar
plaza. Para penonton terlihat kaget dengan kemarahan Kuradeel, tapi
mereka segera pergi dalam kelompok-kelompok kecil. Pada akhirnya hanya
aku dan Asuna sajalah yang tertinggal.
Apa yang harus aku
katakan? Pikiran itu berputar-putar dikepalaku, tapi karena aku telah
hidup sendiri selama dua tahun, tidak ada satupun hal berguna yang
muncul di pikiranku. Aku bahkan merasa tidak ingin memastikan apa aku
melakukan hal yang benar atau tidak.
Lalu akhirnya Asuna berjalan dan mulai berbicara dengan suara yang rapuh.
“…maaf. Aku membuatmu terlibat dalam hal ini.”
“Tidak…Aku sih tidak apa-apa, Tapi apa kau akan baik-baik saja?”
Menggelengkan kepalanya perlahan, si wakil ketua dari guild terkuat memberikan senyuman yang bersemangat tapi lemah.
“Yeah,
Kupikir aku juga salah karena memaksakan peraturan guild kepada
semuanya dengan keras demi menyelesaikan game nya lebih cepat lagi…”
“Kupikir…wajar
kau melakukan hal seperti itu. Jika mereka tidak mempunyai orang
sepertimu kecepatan menyelesaikan game ini akan sangat berkurang. Yah,
itu bukan hal yang bisa dikatakan oleh player solo pemalas sepertiku…ah,
aku tidak bermaksud begitu.”
Aku bahkan tidak tahu apa yang ingin kukatakan lagi, jadi aku mengatakan apapun yang muncul di kepalaku.
“…jadi, tidak ada yang akan protes, jika kau…mengambil cuti sementara dengan seseorang yang tidak memikirkan apapun sepertiku.”
Mendengar
kata-kata itu Asuna berkedip beberapa kali dengan ekspresi bingung,
lalu dia tersenyum yang agak pahit dan mengendurkan raut wajahnya.
“…yah,
aku mengucapkan terima kasih. Kalau begitu aku akan menikmati hari ini
sebanyak yang aku bisa. Aku akan mempercayakan posisi menyerang padamu.”
Dia berbalik dengan semangat dan mulai berjalan melewati jalan yang menuju keluar kota.
“Apa? Hey! Menyerang kan seharusnya dilakukan bergantian!”
Bahkan
ketika aku mengkomplain, aku menghela napas karena lega dan ikut
berjalan kearah rambut berwarna coklat-chestnut yang tertiup angin
dengan perlahan.
Bab 8
Udara
yang terasa di hutan terasa hangat. Perasaan gelisah yang muncul
kemarin malam terasa seperti hanya sebuah ilusi. Matahari pagi bersinar
melewati celah pohon, membuat pilar keemasan yang terbuat dari cahaya
menyinari kupu-kupu dengan indahnya. Sayangnya, semua itu hanyalah efek
visual, jadi kau tidak bisa menangkapnya meskipun kau mengejarnya.
Sambil menerobos melalui semak-semak tipis, Asuna berbicara dengan nada menyindir.
“Kau selalu memakai pakaian yang sama.”
Ah.
Aku
melihat ke badanku: Sebuah jaket kulit hitam yang agak longgar,
sepasang celana dan baju yang berwarna sama. Aku tidak mememakai
equipment armor yang berbahan besi sedikitpun.
“Yah, memangnya kenapa? Jika aku punya uang lebih untuk membeli baju, lebih baik aku membeli sesuatu untuk dimakan…”
“Apa ada alasan kenapa kau yang kau pakai semuanya hitam? Atau itu hanya untuk menunjukkan ekspresi karaktermu?”
“B-bagaimana dengan kau sendiri? Kau selalu mengenakan jubah berwarna putih dan merah itu…”
Sambil
berbicara, aku mulai menscan area sekitar karena kebiasaanku tanpa
berpikir sama sekali. Tidak ada monster sama sekali disini. Tapi-
“Mau bagaimana lagi. Ini kan seragam gui…huh? Ada apa?”
“Tunggu sebentar…”
Aku
mengangkat tangan kananku sedikit untuk mendiamkan Asuna. Ada seorang
player di ujung dari daerah yang terkena scan. Ketika aku memfokuskan
untuk menscan area dibelakangku, banyak cursor berwarna hijau yang mulai
muncul, menunjukkan kalau ada banyak player disana.
Tidak
mungkin itu kelompok perampok. Perampok selalu memburu player yang lebih
lemah dari mereka, Jadi mereka sangat jarang terlihat disekitar garis
depan, dimana semua player terkuat berkumpul. Yang lebih penting, ketika
seorang player melakukan sebuah kejahatan, cursor mereka akan berubah
menjadi oranye dan tidak akan kembali ke hijau dalam waktu yang lama.
Apa yang aku khawatirkan adalah jumlah mereka.
Aku membuka peta
dari menu utama dan menaruhnya dalam posisi show mode supaya Asuna bisa
melihatnya. Peta dari area yang terkena scan ku menunjukkan cursor
berwarna hijau. Mereka ada dua belas orang.
“Banyak sekali…”
Aku
mengangguk mendengar apa yang dikatakan Asuna. Biasanya ketika ada
terlalu banyak anggota dalam sebuah party, akan menjadi lebih sulit
untuk bertarung, jadi lima atau enam orang adalah jumlah yang ideal.
“Lihat jumlah orangnya.”
Kumpulan
cahaya itu dengan cepat menuju kearah sini dalam bentuk barisan dua
garis yang rapi. Kecuali di dalam dungeon berbahaya, jarang sekali aku
melihat grup besar yang kompak seperti itu di atas field.
Jika
kami bisa melihat level anggotanya, kami mungkin bisa mengetahui apa
yang mereka lakukan, tapi player bahkan tidak bisa melihat nama player
lain yang baru mereka temui. Itu adalah sistem default yang dibuat untuk
mencegah player melakukan PKing—membunuh player—dengan bebas, jadi itu
hanya menyisakan kami pilihan untuk menebak level mereka dengan melihat
equipment mereka.
Aku menutup map dan melirik kearah Asuna.
“Kita harus melihat siapa mereka. Ayo bersembunyi dibalik pepohonan hingga mereka lewat.”
“Ya, kau benar.”
Asuna
mengangguk dengan ekspresi tegang. Kami memanjat ke sebuah tebing kecil
dan menunduk dibalik sebuah semak-semak yang hampir setiggi badan kami.
Itu adalah tempat yang bagus untuk mengamati grup itu ketika mereka
lewat.
“Ah…”
Asuna tiba-tiba melihat kearah pakaiannya. Seragam merah dan putih nya agak mencolok diantara pohon-pohon hijau ini.
“Apa yang harus kulakukan? Aku tidak punya equipment lain…”
Titik-titik nya semakin mendekat. mereka sekarang sudah berada didalam jarak pandang kami.
“Maafkan aku sebentar.”
Aku
membuka mantelku dan menggunakannya untuk menutupi Asuna juga. Asuna
melotot kearahku sedikit tapi akhirnya mengizinkanku untuk menutupinya.
Mantelnya tidak terlalu bagus untuk dilihat, tapi memberi sebuah bonus
bersembunyi yang tinggi. Dengan ini, akan sulit untuk menyadari kami
tanpa menggunakan skill scanning tingkat tinggi.
“Yah, mantel ini tidak terlalu bagus, tapi ini sangat berguna kan?”
“Tau ah! …shh, mereka datang!”
Asuna berbisik dan menaruh jarinya di bibirnya. Aku membungkuk lebih rendah dan suara langkah kaki terdengar di telingaku.
Perlahan, kami bisa melihat grup itu melewati jalan setapak.
Mereka
semua adalah warrior. Semuanya menggunakan armor metal berwarna hitam
dan pakaian bertarung berwarna hijau yang sama. Equipment mereka
mempunyai desain yang normal, kecuali untuk gambar kastil di setiap
perisai mereka yang mencolok.
Enam orang di depan mempunyai
one-handed sword dan enam dibelakang mempunyai halberd. Mereka semua
menurunkan penutup helm mereka, jadi kami tidak bisa melihat ekspresi
mereka. Ketika kami melihat ke dua belas player berjalan dengan barisan
sempurna, aku sempat berpikir kalau mereka adalah sebuah grup yang
terdiri dari NPC.
Aku yakin sekarang. Mereka adalah anggota dari
grup besar yang membuat kota di lantai pertama sebagai markas pusat
mereka: <The Army>. Aku bisa merasakan kalau Asuna menahan
napasnya.
Mereka bukan musuh bagi player biasa. Malahan, mereka
bisa dianggap sebagai grup yang paling bekerja keras untuk menghentikan
kejahatan.
Tapi cara mereka agak sedikit kasar, dan ada yang
bilang kalau mereka menyerang player oranye—disebut begitu karena cursor
mereka berwarna orange—segera setelah mereka ditemukan dan tanpa
berkata apapun. Lalu mereka akan melucuti equipment para player oranye
dan memenjarakan mereka di dalam ruang bawah tanah dari Black Iron
Castle. Rumor tentang bagaimana <The Army> memperlakukan
orang-orang yang tidak menyerah dan gagal melarikan diri agak
menakutkan.
Mereka juga sering menjelajah dengan party
beranggotakan banyak dan mengontrol seluruh daerah berburu, jadi kalimat
"tidak boleh pergi mendekati <The Army>" menjadi pengetahuan umum
diantara para player. Yah, mereka biasanya beroperasi di lantai lima
puluhan dan dibawahnya, berusaha memperkuat grup mereka dan menegakkan
hukum, jadi jarang sekali melihat mereka di garis depan-
Ke dua belas warrior menghilang kedalam hutan bersamaan dengan suara armor dan sepatu mereka.
Melihat
cara semua player mendapatkan softwarenya, kau bisa bilang kalau
sebagian besar orang yang terjebak didalam sao adalah maniak game, yang
tidak peduli dengan kata <Peraturan> atau sejenisnya. Tapi
kenyataan kalau mereka masih menunjukkan pergerakan yang teratur sangat
hebat. Mereka mungkin adalah satuan terkuat dari <The Army>.
Setelah memastikan kalau mereka telah keluar dari batas peta, Asuna dan aku menghela napas lega.
“…rumornya, sungguhan…”
Aku berbisik pada Asuna saat mantelku masih menutupinya untuk bertanya.
“Rumor?”
“Ya.
aku mendengar saat guild meeting kalau <The Army> mengubah cara
mereka bekerja dan mulai muncul di lantai-lantai atas. Mereka pernah
disebut sebagai grup yang mencoba untuk menyelesaikan gamenya kan? tapi
setelah kerusakan yang mereka terima ketika melawan boss di lantai 25,
mereka mulai memfokuskan untuk memperkuat grup mereka dan berhenti
bertarung di garis depan. –Jadi, daripada pergi ke labyrinth dengan
jumlah besar seperti yang biasa mereka lakukan, mereka memutuskan untuk
mengirimkan unit yang lebih kecil dan elit dan mencoba untuk menunjukkan
kalau mereka masih berusaha keras untuk menyelesaikan game nya. Laporan
mengatakan kalau unit pertama akan segera muncul.”
“Jadi,
mereka memamerkan kemampuan mereka. Tapi apa mereka akan baik-baik saja
menerjang begitu saja ke area yang belum terjamah…? Mereka terlihat
berlevel tinggi tapi…”
“Mungkin…mereka akan mencoba untuk mengalahkan boss…”
Dalam
setiap labyrinth, ada satu boss yang menjaga tangga ke lantai
selanjutnya.. Mereka tidak muncul lagi dan mereka sangat kuat, tapi
reputasi dan popularitas yang didapat untuk mengalahkan mereka sangat
besar. Itu pasti akan sangat efektif untuk mendapatkan kehormatan.
“Jadi
mereka mengumpulkan orang-orang itu…? Tapi itu tetap bodoh. Masih belum
ada orang yang pernah melihat boss dari lantai 74. Biasanya,
orang-orang akan terus mengirimkan grup bantuan untuk menganalisa
kekuatan dan gaya bertarung boss.”
“Yah, bahkan guild-guild bekerja sama untuk mengalahkan para boss. Mungkin mereka melakukan hal yang sama…?”
“Aku
tidak tahu… Yah, mereka seharusnya juga tahu kalau mencoba melawan boss
seperti ini akan sia-sia. Kita harus cepat. Kuharap kita tidak akan
bertemu mereka disana.”
Aku bangun dan agak sedikit menyesal karena harus melepaskan Asuna. Asuna menggigil ketika dia keluar dari mantelku.
“Sekarang sudah hampir musim dingin… aku harus membeli sebuah mantel juga. Di toko mana kau membeli mantel itu?”
“Hmm…mungkin di toko pemain dibagian barat dari Algade.”
“Kalau begitu ajak aku kesana kalau kita sudah selesai menjelajah.”
Setelah
mengatakan itu, Asuna melompat turun perlahan ke jalan setapak. Aku
mengikutinya. Dengan bantuan sistem, ketinggian seperti ini tidak
masalah bagiku.
Mataharinya sudah hampir berada di tempat
tertinggi. Asuna dan aku menuruni jalan setapak dengan cepat sambil
memperhatikan sekeliling kami.
Untungnya, kami bisa keluar dari
hutan tanpa bertemu satu monster pun, dan padang rumput yang penuh
dengan bunga biru muncul didepan kami. Jalan setapaknya lurus melewati
padang rumput, dan pada ujung nya berdiri tegak Labyrinth Area.
Pada
tempat tertinggi dari menara ini, akan ada ruang besar dan satu boss
akan menjaga tangga menuju ke lantai selanjutnya-lantai 75. Jika boss
nya sudah ditaklukkan dan seseorang sampai pada living area dari lantai
selanjutnya dan mengaktifkan teleport gate, maka lantai ini akan clear.
<Pembukaan
Kota> akan diselenggarakan oleh kerumunan besar orang-orang dari
lantai bawah yang datang untuk melihat kota yang baru, dan seluruh
tempat akan menjadi hidup seperti sebuah festival. sekarang ini, sudah
sembilan hari sejak orang-orang mulai aktif menjelajah lantai 74. Sudah
waktunya untuk seseorang menemukan boss nya.
Menara disini
adalah bangunan melingkar yang terbuat dari batu kapur berwarna coklat
kemerahan. Ini adalah tempat dimana aku dan Asuna pernah berada
sebelumnya, tapi aku masih merasa terintimidasi dengan ukurannya yang
besar. Meski begitu, ukurannya hanyalah satu per seratus dari Aincrad.
Ini adalah harapan yang tidak mungkin terkabul, tapi, diam-diam, aku
berharap untuk bisa melihat kastil melayang ini dari luar.
Kami
tidak bisa melihat unit dari <The Army>. Mereka kemungkinan besar
sudah berada di dalam. Kami berjalan menuju ke pintu masuk, mempercepat
langkah kami tanpa sadar.
Bab 9
Lebih dari setahun berlalu sejak Knights of the Blood menempati posisi terbaik diantara semua guild yang ada.
Sejak
saat itu, ketua guildnya, si <Man of Legend>, dan wakil ketua nya
Asuna si <Flash> menjadi terkenal sebagai dua orang dari warrior
terbaik di Aincrad. Sekarang aku mempunyai kesempatan untuk mengamati
Asuna yang sudah menyelesaikan latihan skill yang dibutuhkan oleh
seorang rapier-sword fencer, bertarung melawan monster biasa.
Kami
sedang berada didalam pertarungan, dan musuhnya adalah swordman
tengkorak yang bernama <Demonic Servant>. Tingginya lebih dari dua
meter, dikelilingi oleh sebuah cahaya biru yang membuatku merinding,
dan memegang sebuah pedang lurus yang besar di tangan kanannya dan
sebuah perisai bulat yang terbuat dari logam di tangan kirinya. Monster
itu tidak memiliki satu otot pun, meski begitu dia memiliki strength
stat yang sangat tinggi, membuatnya menjadi sulit untuk dilawan.
Tapi Asuna tidak mempedulikan hal itu.
“Hrrrrgrrrr!”
Dengan
sebuah teriakan aneh, tengkorak itu mengayunkan pedangnya beberapa kali
meninggalkan sebuah garis cahaya di jalur ayunannya. Itu adalah sebuah
skill combo 4-hit: <Vertical Square>. Ketika aku melihatnya sambil
khawatir dari beberapa langkah dibelakangnya, Asuna melangkah kekiri
dan kekanan, menghindari semua serangan dengan elegan.
Bahkan
jika ini adalah situasi 2-lawan-1, kami tidak bisa bertarung sekaligus
ketika menghadapi musuh yang bersenjata lengkap. Itu tidaklah dilarang
oleh systemnya, tapi ketika dua orang berada terlalu dekat didalam
pertarungan dimana pedang-pedang diayunkan dengan kecepatan yang lebih
cepat dari mata, itu lebih menjadi gangguan daripada menolong. Jadi
ketika berparty, sebuah kemampuan yang memerlukan kerjasama tingkat
tinggi yang di sebut <switching> digunakan.
Setelah ayunan
penuhnya, dan serangan terakhirnya meleset, postur dari Demonic Servant
itu agak sedikit goyah. Asuna tidak melewatkan kesempatan ini dan
langsung melakukan counter-attack.
Tusukan dari pedang
silver-putih nya mendarat satu per satu, semuanya dengan spektakular
mengenai target mereka, dan HP dari tengkorak itu berkurang. Setiap
serangan tidak membuat damage yang besar, tapi jumlah serangannya sangat
besar.
Setelah terkena serangan tiga tusukan cepat, perisai
tengkorak itu menjadi sedikit naik, dan Asuna mengganti gayanya dan
menebas dua kali di kaki musuhnya. Lalu, dengan ujung pedangnya yang
bersinar putih dengan terang, dia mengirimkan dua tusukan keras di
bagian atas dan bawah.
Itu adalah combo 8-hit. Itu mungkin
adalah sword skill level tinggi yang bernama <Star Splash>.
Menyerang tengkorak itu dengan tepat dengan pedangnya yang tipis, yang
biasanya tidak efektif melawan musuh seperti itu, itu adalah bukti dari
kemampuannya yang luar biasa.
Kekuatan yang telah mengurangi
sekitar tiga puluh persen dari HP tengkorak itu juga mengagumkan, tapi
aku terpanah melihat ke elegan-an player yang melakukannya. Ini pasti
yang mereka sebut dengan sword dancing.
Asuna berteriak
kepadaku, yang sedang berdiri disana seperti orang bodoh, itu seperti
kalau dia mempunyai mata di belakang kepalanya.
“Kirito, switch!”
“Ah, oke!”
Aku buru-buru mengangkat pedangku, dan pada saat yang sama, Asuna melakukan tusukan kuat.
Tengkorak
itu menangkis serangan itu dengan perisai di tangan kirinya dan
percikan terang muncul. Tapi itu adalah hasil yang diinginkan. Musuhnya
menjadi terhenti selama beberapa saat setelah menangkis serangan kuat
itu, tidak bisa segera membalas.
Tentu saja, Asuna juga terhenti setelah mendapatkan serangannya dihentikan, tapi <celah> nya adalah yang terpenting.
Aku
segera menerobos dengan sebuah charge-type skill. Membuat sebuah break
point dengan sengaja ditengah-tengah pertarungan dan bertukar tempat
dengan teman, itulah yang disebut <switching>.
Setelah
memastikan kalau Asuna telah keluar dari jarak seranganku, aku menerjang
dengan cepat kearah musuhku. Kecuali kau adalah seorang ahli
sepertinya, tebasan biasa jauh lebih berguna melawan musuh yang
mempunyai lebih banyak <celah> daripada Demonic Servant ini. Dalam
situasi seperti ini, yang paling efektif adalah dengan senjata yang
bertipe benturan seperti mace. Tapi aku dan mungkin asuna juga tidak
memiliki senjata tipe benturan.
<Vertical Square> yang
kugunakan untuk menyerang musuh kena keempatnya dan mengurangi banyak HP
nya. Tengkorak itu bereaksi dengan lambat. Ini mungkin karena AI dari
monster memiliki delay beberapa saat sebelum merespon ketika pola
serangan penyerangnya tiba-tiba berubah. Kemarin, aku telah menghabiskan
banyak waktu dan usaha untuk melakukan hal ini saat melawan lizardman,
tapi ketika kau mendapat seorang teammate, satu switch adalah semua yang
kau butuhkan. Ini adalah keuntungan terbesar bertarung bersama party.
Aku
menangkis serangan balasannya dan memulai sebuah skill besar untuk
mengakhiri pertarungan. Aku mengirimkan sebuah serangan kuat menurun
kearah kanan, lalu memutar pergelanganku dan menebas keatas lagi,
mengikuti jejak tebasanku tadi dengan gerakas seperti melakukan ayunan
golf. Setiap kali pedangku mengenai tubuh musuh yang sepenuhnya terbuat
dari tulang, terdengar suara benturan dan sebuah cahaya orange keluar.
Tengkorak
itu mengangkat perisainya untuk menangkis serangan yang dipikirnya akan
datang dari atas, tapi aku tidak melakukan sesuai dugaannya dan
menabraknya dengan bahu kiriku. Lalu aku mengirimkan sebuah tebasan
vertikal kearah tengkorak yang tidak seimbang itu, dan tanpa berhenti
aku menabraknya lagi dengan bahu kananku kali ini. Itu adalah sebuah
skill yang menggabungkan beberapa serangan kuat dengan melakukan tackle:
<Meteor Break>. Tidak menyombong, tapi ini adalah skill yanfg
membutuhkan kemampuan bertarung tanpa senjata dan juga kemampuan
bertarung dengan pedang satu tangan.
HP musuhnya berkurang
banyak dari semua serangan itu dan sekarang berada di area merah. Aku
menggunakan semua tenaga di tubuhku untuk melakukan tebasan horizontal
kearah kiri terakhir dari combo 7-hit <Meteor Break>. Pedangnya
mengenai leher tengkorak itu, menciptakan garis bersinar yang terang.
Tulangnya patah dengan suara menggeretak dan kepala tengkorak itu mental
keudara, tubuhnya jatuh ke tanah seperti sebuah boneka yang terputus
tali yang menopangnya.
“Kita menang!!”
Asuna menepuk pundakku dimana pedangku berada.
Kami membiarkan pembagian itemnya untuk nanti dan mulai berjalan lagi.
Hingga
sekarang, kami telah melawan monster empat kali tapi kami menang hampir
tanpa ada damage yang mengenai kami. Karena gaya bertarung Asuna banyak
menggunakan tusukan sedangkan gaya bertarungku adalah untuk
menggabungkan skill-skill besar, itu membuat AI monsternya menjadi
tegang-dalam hal algoritma, bukan kemampuan proses CPU yang
sebenarnya—dan membuat skill kami menjadi cocok. Mungkin level kami juga
tidak berbeda terlalu jauh.
Kami berjalan berhati-hati melewati
gang megah yang dikelilingi oleh tiang-tiang. Tidak ada kemungkinan
untuk diserang tiba-tiba dengan kemampuan scan ku, Tapi gema dari
langkah kaki kami terus membuatku khawatir. Di labyrinth ini tidak
terdapat sumber cahaya, tapi lingkungan di sekeliling kami mengeluarkan
cahaya redup yang misterius, jadi kami bisa melihat dengan baik.
Aku dengan hati-hati memeriksa gang yang memantulkan cahaya biru yang lembut.
Di
lantai bawah labyrinthnya terbuat dari batu kapur berwarna coklat
kemerahan. Tapi ketika kami naik ke atas, lingkungannya terbuat dari
sejenis batu yang mengeluarkan cahaya biru. Tiang-tiangnya terukir
dengan gambar yang menakjubkan tetapi membuat merinding, dan genangan
air yang dangkal mengalir dibawah kaki kami, menutupi lantainya. Kau
bisa bilang kalau suasananya menjadi <lebih berat>. Di peta tidak
ada lagi banyak tempat kosong. Jika tebakanku benar maka area di depan
mungkin adalah-
Di ujung gang, sepasang pintu berwarna abu-abu
kebiruan berdiri menanti kedatangan kami. Pahatan di pintu itu mirip
dengan yang ada di tiang-tiang. Bahkan jika semua ini hanyalah dunia
yang terbuat dari data, aura yang aneh terasa keluar dari pintu itu.
“…apakah, itu…”
“Mungkin…? Itu adalah ruangan boss.”
Asuna memegang lengan mantelku dengan erat.
“Apa yang harus kita lakukan…? Hanya melihat saja tidak apa-apa kan?”
Kebalikan
dengan apa yang dia katakan, suaranya terdengar tidak tenang. Bahkan
jika dia adalah seorang top class swordswoman, sepertinya dia masih
menganggap hal-hal seperti ini menakutkan. Yah, itu wajar saja, sungguh.
Akupun juga merasa takut.
“…Yah, untuk jaga-jaga ayo siapkan item teleportasi.”
“Ya.”
Asuna mengangguk dan mengeluarkan sebuah kristal biru dari kantungnya. Aku juga menyiapkan itemku.
“Siap…? Aku akan membukanya…”
Dengan
tangan kananku yang dipegang erat oleh Asuna, Aku menyentuh pintu besi
itu, dan tangan kiriku menggenggam crystal. Jika ini adalah dunia nyata,
telapak tangan ku pasti sudah dibanjiri oleh keringat sekarang.
Ketika
aku perlahan-lahan mengeluarkan tenaga dari tanganku, pintunya, yang
setidaknya terlihat lebih tinggi dua kali lipat dari tinggiku, terbuka
dengan agak mudah. Ketika itu mulai bergerak, kedua pintu itu terbuka
dengan begitu cepat hingga kami berdua kaget. Aku dan Asuna berdiri
disitu menahan napas kami ketika pintu besar itu berhenti bergerak
dengan suara benturan keras dan menunjukkan kami apa yang ada didalam.
-Atau
itulah yang kami pikir; didalam sangat gelap. Cahaya yang menyinari
gang tempat kami berada sepertinya tidak mencapai ujung dari ruangan
itu. Kegelapan dingin yang tebal tidak menunjukkan apapun seberapa
kerasnya kami mencoba melihatnya.
“…”
Segera setelah aku
membuka mulutku, sepasang api biru keputihan terlihat menyala jauh di
dalam ruangan, lalu pasangan api lainnya muncul dan muncul.
Whoooooosh…
dengan suara yang terus terdengar itu, sebuah jalan kecil menuju tengah
ruangan terbentuk dalam sekejap mata. Diujungnya, sebuah pilar api
terbentuk, dan ruangan persegi itu dipenuhi dengan cahaya biru.
Ruangannya cukup luas. Sepertinya semua tempat kosong dipeta termasuk
kedalam ruangan ini.
Asuna menempel ke tangan kananku seperti
untuk menahan kegelisahannya, tapi aku tidak memiliki ruangan yang cukup
dikepalaku untuk menikmati perasaan ini. Itu karena, dibalik pilar api
itu, sebuah tubuh yang besar mulai muncul.
Tubuh
yang besar itu dilapisi dengan otot-otot yang menonjol. Kulit nya
berwarna biru gelap dan kepala yang berada diatas dadanya yang besar itu
bukanlah kepala manusia, tapi kepala kambing gunung.
Ada dua
tandung yang meliuk yang menempel di kedua sisi kepalanya. Matanya yang
terlihat seperti terbakar oleh api biru terang, tertuju kearah kami.
Tubuh bagian bawahnya dilapisi oleh bulu berwarna biru laut dan tidak
terlihat terlalu jelas di balik apinya, tapi itu terlihat kalau itu
adalah bulu binatang. Simpelnya, monster itu adalah demon (setan)
dilihat dari manapun.
Ada jarak yang cukup jauh diantara bagian
tengah ruangan dan pintu masuknya. Meski begitu, kami berdiri membatu di
tempat ini tidak bisa menggerakkan satu ototpun. Dari semua monster
yang kami lawan hingga sekarang, ini adalah pertama kalinya ada yang
berbentuk demon. Itu adalah sesuatu yang sudah terbiasa kulihat karena
banyak sekali game RPG yang telah kumainkan. Tapi sekarang aku
benar-benar melihatnya, aku tidak bisa menahan ketakutan yang keluar
dari dalam tubuhku.
Aku perlahan-lahan memfokuskan mataku dan
membaca kata-kata yang muncul: <The Gleameyes>. Itu tidak salah
lagi adalah boss di lantai ini. Kata "The" di depan namanya adalah
buktinya. Gleameyes—yang matanya memancarkan cahaya.
Ketika aku
memikirkan hal itu, demon biru itu tiba-tiba mulai menggoyangkan
hidungnya yang panjang dan mulai berteriak. Api biru yang muncul
mengguncang ruangannya dengan kasar dan menggetarkan lantai ruangannya.
Napasnya yang berapi keluar dari hidung dan mulutnya ketika dia
mengangkat pedangnya. Lalu demon biru itu mulai menerjang lurus kearah
kami dengan kecepatan yang tidak bisa dipercaya—membuat lantainya
berguncang—tanpa memberikan kami waktu untuk bisa berpikir.
“Ahhhhhhhhhhhhhhh!”
“Kyaaaaaaaaaaaaaa!”
Sambil
berteriak bersamaan, kami berbalik seratus delapan puluh derajat dan
berlari secepat yang kami bisa. Kami tahu secara teori kalau boss tidak
bisa keluar dari ruangannya, tapi kami tidak tahan berada disana.
Mempercayakan tubuh kami kepada dexterity stats yang telah kami latih
hingga sekarang, kami berlari seperti angin melewati gang yang ada.
Bab 10
Tanpa
sekalipun berhenti untuk menarik napas, Asuna dan aku berlari ke safe
zone yang ada di suatu tempat ditengah Labyrinth Area. Aku merasa kalau
kami sudah menjadi target monster beberapa kali selama perjalanan. Tapi
sejujurnya, kami sedang tidak dalam kondisi pikiran yang cukup tenang
untuk melawan mereka.
Kami menerjang masuk ke dalam ruangan
besar yang yang dibuat sebagai safe area dan duduk dilantai dengan
punggung kami bersandar di tembok. Setelah mengeluarkan napas yang
panjang, kami melihat wajah satu sama lain dan…
“…ha.”
Kami
berdua mulai tertawa bersamaan. Jika kami memeriksa peta, kami pasti
akan segera tahu kalau boss itu tidak keluar dari ruangannya. Tapi kami
tidak berpikir sama sekali untuk berhenti dan memeriksanya.
“Ahahaha, ah—kita melarikan diri cepat sekali!”
Asuna tertawa dengan nada yang riang.
“Sudah
lama sekali sejak aku berlari seperti kalau nyawaku bergantung pada
lariku. Yah, kau bahkan berlari lebih parah daripada aku!”
“…”
Aku
tidak bisa menyangkalnya. Asuna terus tertawa melihat wajah cemberutku.
Butuh usaha yang cukup banyak baginya untuk berhenti tertawa; dan
kemudian dia berkata,
“…itu, terlihat agak sulit.”
Kata Asuna, wajahnya menjadi serius.
“Ya. Kelihatannya dia hanya punya pedang besar sebagai senjatanya, tapi dia pasti punya suatu serangan spesial juga.”
“Kita harus mengirimkan banyak penyerang yang memiliki defense tinggi dan terus melakukan switching.”
“Kita
mungkin membutuhkan sekitar sepuluh orang dengan perisai… Yah, untuk
saat ini kita hanya perlu terus menyerangnya dan melihat bagaimana dia
melawan.”
“Pe…risai.”
Asuna melihat kearahku sambil berpikir.
“A-ada apa?”
“Kau menyembunyikan sesuatu.”
“Apa maksudmu tiba-tiba berbicara begitu…?”
“Tapi
ada yang aneh. Keuntungan terbesar dari menggunakan one-handed swords
adalah bisa memegang perisai di tangan lainnya. Tapi aku belum pernah
melihatmu memakainya sekalipun. Kalau aku, aku tidak memakainya karena
itu akan memperlambat kecepatan seranganku, dan beberapa orang tidak
memakainya karena mereka khawatir akan gaya mereka. Tapi kau tidak
termasuk diantara keduanya… Itu mencurigakan.”
Kata-katanya sangat tepat. Aku memiliki skill tersembunyi. Tapi aku tidak pernah memakainya sekalipun didepan orang lain.
Itu
tidak hanya karena skill sangat penting untuk bisa bertahan hidup, tapi
juga karena kupikir itu akan membuatku terlihat lebih mencolok jika ada
yang mengetahuinya.
Tapi, jika dia yang mengetahuinya, kupikir itu akan baik-baik saja…
Aku membuka mulutku sambil memikirkan hal itu.
“Tidak apa, itu tidak penting. Lagi pula mencari tahu tentang skill orang lain itu agak tidak sopan.”
Dia
hanya menertawakannya. Sekarang aku telah kehilangan kesempatanku, aku
hanya bisa menggumamkan beberapa kata di mulutku. Lalu, mata Asuna
melebar setelah memastikan jam.
“Ah, ini sudah jam tiga. Agak terlambat, tapi ayo makan siang.”
“Apa!?”
Aku tidak bisa menyembunyikan kegembiraanku.
“A-Apa itu buatan tangan!?”
Asuna
tersenyum tanpa berkata apapun dan dengan cepat memanipulasi menunya.
Setelah menyingkirkan sarung tangannya, dia mengeluarkan sebuah
keranjang kecil. Ternyata ada satu hal yang pasti menguntungkan jika
ber-party dengannya—saat aku memikirkannya dengan tidak sopan, Asuna
tiba-tiba melotot kearahku.
“…ide buruk apa yang baru saja kau pikirkan?”
“Ti-tidak ada apa-apa. Daripada itu, ayo makan.”
Asuna
cemberut, lalu dia mengambil dua bungkusan keluar dari keranjang dan
memberikan salah satunya padaku. Aku membuka bungkusan itu dan menemukan
sebuah sandwich bulat yang berisi banyak sayuran dan daging giling.
Aroma yang mirip seperti merica tercium dari sandwich itu. Tiba-tiba aku
merasa sangat lapar dan aku menggigitnya dengan lahap.
“Ini…benar-benar enak…”
Aku
menggigitnya dua, tiga kali sekaligus, dan mengungkapkan rasa terima
kasihku dengan tulus. Bentuknya terlihat seperti makanan Eropa, seperti
makanan yang disediakan di restoran NPC, tapi rasanya berbeda. Sedikit
rasa asam dan manis terasa seperti makanan fast food di jepang yang
sering kumakan hingga dua tahun yang lalu. Aku menggigit sandwich besar
itu dengan cepat, merasa seperti kalau aku akan menangis karena rasa
yang sudah lama tidak kurasakan ini.
Setelah menyelesaikan potongan terakhir dan meneguk teh yang diberikan Asuna padaku, aku akhirnya menghela napasku.
“Bagaimana kau bisa membuat rasa seperti ini…?”
“Itu
adalah hasil dari latihan dan experiment selama satu tahun. Aku
membuatnya setelah menganalisa data rasa dari semuaaaaaaaaaa herb yang
ada. ini adalah glogwa seed, shuble leaf, dan calim water.”
Sambil
mengatakannya, Asuna mengeluarkan dua botol kecil dari keranjang,
membuka salah satu dari mereka, dan memasukkan jari telunjuknya kedalam.
Jarinya keluar bersama dengan cairan yang tidak bisa di deskripsikan
yang lengket dan berwarna ungu. Lalu dia berkata,
“Buka mulutmu.”
Aku
tidak tahu apa itu, tapi saat aku membuka mulutku karena refleks, Asuna
melemparkan cairan itu kedalam mulutku. Cairan itu masuk kedalam
mulutku dan rasanya mengejutkanku.
“…Ini mayonnaise!”
“Yang ini terbuat dari abilpa beans, sag leaves, dan uransipi bones.”
Bahan
yang terakhir terdengar seperti bahan untuk sebuah penawar racun, tapi
sebelum aku sempat menanyakannya cairan lain masuk kedalam mulutku.
Rasanya lebih mengejutkanku dibanding yang sebelumnya. Ini tidak salah
lagi kecap asin. Aku sangat ketagihan hingga aku menarik tangan Asuna
dan memasukkan jarinya ke mulutku.
“Kya!!”
Dia berteriak dan menarik tangannya keluar sambil melotot kearahku. Tapi kemudian dia mulai tertawa melihat expresi wajahku.
“Itulah bagaimana aku bisa menciptakan rasa itu.”
“…itu luar biasa! Sempurna! Kau bisa mendapat banyak uang dengan ini!”
Sejujurnya, sandwich ini berasa lebih enak dibandingkan makanan dari daging Ragout Rabbit yang kumakan kemarin.
“Be-Benarkah?”
Asuna tersenyum malu.
“Tidak, lebih baik jangan dijual. Aku tidak bisa membiarkan bagianku menghilang.”
“Uwa, kau sangat rakus! …jika kau mau, aku akan membuatkannya lagi untukmu kapan-kapan.”
Dia
mengatakan kalimat terakhir dengan pelan dan sedikit bersandar di
pundakku. Saat kesunyian memenuhi ruangan, aku bahkan melupakan kalau
ini ada di garis depan, tempat dimana kami bertarung dengan
mempertaruhkan nyawa kami.
Jika aku bisa memakan makanan seperti
ini setiap hari, aku bisa menguatkan tekatku dan pindah ke
Salemburg…tepat disebelah rumah Asuna… Tanpa sadar aku mulai berpikir
seperti itu dan ketika aku akan mengatakannya-.
Tiba-tiba,
terdengar suara gemerincing dari armor yang menunjukkan kedatangan grup
player lain. Kami dengan cepat membuat jarak diantara kami.
Aku
melihat kearah ketua dari party yang terdiri dari enam orang itu dan
merilekskan pundakku. Dia adalah katana-wielder yang telah kukenal
paling lama di Aincrad.
“Oh, Kirito! Lama tak berjumpa!”
Aku berdiri dan menyapa orang tinggi yang berjalan kesini setelah mengenaliku.
“Kau masih hidup, Klein?”
“Mulutmu masih saja kasar seperti biasanya. Kenapa kau dari semua pemain solo bisa membuat par-ty…”
Mata si pemegang katana itu melebar ketika dia melihat Asuna, yang sudah berdiri setelah membereskan barang-barangnya.
“Ah-,
…kalian mungkin sudah pernah bertemu beberapa kali selama pertarungan
melawan boss, tapi aku akan memperkenalkan kalian lagi. Pria ini adalah
Klein dari guild <Fuurinkazan>, dan ini Asuna dari <Knights of
the Blood>.”
Asuna mengangguk perlahan ketika aku
memperkenalkannya, tapi Klein hanya berdiri disana, dengan mata dan
mulutnya yang terbuka lebar.
“Hey, katakan sesuatu. Apa kau sedang lag?”
Setelah aku menyikutnya dari samping, Klein akhirnya menutup mulutnya dan memperkenalkan dirinya sesopan mungkin.
“H-Hello!!!!! Aku adalah orang yang di-di-dipanggil Klein! Bujangan! Dua puluh empat tahun!”
Ketika
Klein mengatakan sesuatu yang bodoh dalam kebingungannya, aku
menyikutnya lagi, dengan tenaga yang lebih kuat kali ini. Tapi bahkan
sebelum Klein selesai berbicara, anggota party nya sudah mendesak dan
mulai memperkenalkan diri mereka.
Mereka bilang semua anggota
dari <Fuurinkazan> telah mengenal satu sama lain bahkan sebelum
SAO dimulai. Klein telah melindungi dan membimbing mereka semua, tanpa
kehilangan satupun anggota, hingga mereka semua menjadi player yang
mampu berada di garis depan. Dia mampu menopang beban yang telah
kuhindari karena takut dua tahun yang lalu—dihari death game ini
dimulai.
Mengabaikan kebencian terhadap diriku yang telah menempel dengan erat didalam hatiku, Aku mulai berbicara kepada Asuna,
“…yah, mereka bukan orang yang jahat, jika kau mengabaikan wajah jelek ketuanya.”
Kali
ini, Klein menginjak kakiku sekeras yang dia bisa. Melihat hal ini,
Asuna mulai tertawa, tidak bisa menahan lebih lama lagi. Klein tersenyum
malu, tapi kemudian dia kembali sadar dan bertanya padaku dengan suara
yang terisi dengan niat membunuh.
“B-B-Bagaimana ini bisa terjadi Kirito!?”
Ketika aku berdiri disana tanpa jawaban dipikiranku, Asuna menjawabnya untukku dengan suara yang jelas:
“Senang bertemu denganmu. Aku memutuskan untuk membuat party dengannya selama beberapa waktu. Kuharap aku bisa akrab denganmu.”
Aku
terkejut dengan apa yang kudengar. Ketika aku berpikir ‘Eh!? Ini bukan
hanya untuk hari ini!?’, Klein dan party nya membuat expresi yang
berganti-ganti antara kemarahan dan depresi.
Akhirnya, Klein melirik kearahku dengan penuh amarah dimatanya dan menggeram sambil menggertakkan giginya.
“Kirito, kau sialan…”
Aku menggoyangkan bahuku dan berpikir kalau ini akan sulit untuk keluar dari masalah. Lalu…
Suara
langkah kaki terdengar dari pintu yang baru saja dilewati oleh
Fuurinkazan. Asuna menegang mendengar suara yang terdengar seragam, lalu
menarik tanganku dan berbisik.
“Kirito, itu <The Army>!”
Aku
segera mengalihkan pandanganku ke arah pintu masuk, dan benar, unit
yang bersenjata lengkap yang kami lihat di hutan terlihat dalam
pandanganku. Klein mengangkat tangannya dan membawa kelima temannya
mendekati tembok. Grup yang masuk kedalam ruangan ini, masih dalam
formasi berbaris dua, tetapi sudah tidak seteratur saat mereka berada di
hutan. Langkah kaku mereka berat, dan ekspresi dibalik helm mereka
terlihat lelah.
Mereka berhenti di tembok yang berlawanan dari
kami di dalam safe area. Pria yang berada didepan memberi perintah
“Bubar,” sesaat sebelum kesebelas orang lainnya terduduk di lantai. Pria
itu kemudian berjalan kearah kami tanpa melihat sekalipun kearah
mereka.
Sekarang jika kulihat dengan jelas, equipment nya agak
berbeda dari yang lain. Armornya memiliki qualitas yang sangat tinggi,
dan sebuah lambang yang berbentuk Aincrad yang terukir didadanya—sesuatu
yang tidak dimiliki oleh kesebelas orang lainnya.
Dia berhenti
didepan kami dan melepaskan helmnya. Dia agak tinggi dan terlihat
berumur tiga puluhan lebih. Dia memiliki wajah yang tajam, rambut yang
sangat pendek, sepasang mata tajam dibawah alisnya yang tebal, dan mulut
yang tertutup rapat. Dia melihat kearah kami semua dengan matanya, dan
mulai berbicara padaku yang berada paling depan diantara kami.
“Aku adalah Letnan Kolonel Cobert dari Aincrad Liberation Army.”
Apa-apaan
itu? <The Army> awalnya adalah nama yang digunakan orang untuk
mengejek mereka. Kapan itu menjadi nama resmi mereka? dan <Letnan
Kolonel>? Merasa jengkel, aku menjawab dengan singkat:
“Kirito, Solo.”
Dia mengangguk dan bertanya dengan angkuh:
“Apa kau sudah memetakan area sekitar sini?”
“…ya. Aku telah memetakan seluruh jalan hingga ke ruangan boss.”
“Hmm. Kalau begitu kuharap kau akan memberikan map data nya kepada kami.”
Aku terkejut akan sikapnya. Tapi Klein, yang berada dibelakangku, sudah menjadi marah.
“Apa? Memberikannya padamu!? Kau sialan, apa kau tahu betapa sulitnya memetakan area!?”
Dia
berteriak dengan suara serak. Peta-peta dari area yang belum terjamah
adalah informasi yang penting. Mereka juga bisa dijual kepada para
pemburu harta, yang mencari kotak harta yang masih terkunci, dengan
harga tinggi.
Ketika dia mendengar suara Klein, orang the army itu menaikan salah satu alisnya dan mengumumkan dengan keras.
“Kami bertarung untuk kebebasan para player seperti kalian.”
Dia memajukan dagunya kedepan dan melanjutkan.
“Itu adalah tugas kalian untuk bekerja sama dengan kami!”
-Kata angkuh sangat cocok untuk sikapnya itu. The Army bahkan sudah lebih dari setahun tidak berada di garis depan.
“Tunggu sebentar, bagaimana bisa kau…”
“Kau, kau brengsek…”
Asuna
dan Klein, yang berdiri disampingku, keduanya melangkah kedepan dengan
suara yang penuh kemarahan. Aku melebarkan tanganku untuk menghentikan
mereka.
“Tidak apa-apa. Lagipula aku berniat untuk menyebarkannya saat kita kembali ke kota.”
“Hey, hey! Kau itu terlalu baik Kirito!”
“Aku tidak berencana untuk menjual petanya.”
Sambil
mengatakan hal itu, aku membuka trade window dan mengirimkan
informasinya ke pria yang menyebut dirinya sebagai Lieutenant Colonel
Cobert. Dia mengambilnya tanpa ada perubahan di ekspresinya dan berkata:
“Terima kasih atas kerjasama mu.”
Dia menjawab dengan suara yang tidak menunjukkan rasa terima kasih sedikitpun, dan kemudian berbalik.
Aku berkata padanya sebelum dia pergi:
“Sedikit saran dariku, lebih baik kau tidak menyerang boss itu.”
Cobert melihat kebelakang.
“…itu hal yang harus kuputuskan sendiri.”
“Kami
baru saja memeriksa ruang bossnya. Itu bukanlah sesuatu yang bisa kau
kalahkan hanya dengan orang sebanyak ini. Selain itu, orang-orangmu juga
semuanya terlihat agak lelah.”
“…Orang-orangku tidak selemah itu hingga bisa kelelahan oleh sesuatu seperti ini!”
Cobert
menekankan kata "orang-orangku" saat dia menjawab dengan jengkel. Tapi
orang-orang yang duduk dilantai tidak terlihat setuju.
“Bangun kalian sampah tidak berguna!”
Mendengar
perintah Cobert, mereka berdiri dengan terhuyung-huyung dan membentuk
dua baris. Cobert bahkan tidak melihat kearah kami ketika dia kembali
kedepan barisan dan memerintahkan dengan tangannya. Ke dua belas orang
itu kemudian mengangkat senjata mereka dan mulai berjalan lagi, armor
berat mereka mengeluarkan suara gemerincing.
Meski mereka masih
memiliki 100% HP mereka diluarnya, pertarungan yang berkelanjutan dalam
SAO meninggalkan kelelahan yang tidak bisa terlihat. Tubuh kami di dunia
asli mungkin tidak bergerak sedikitpun, tapi perasaan lelah masih akan
menetap hingga kami tidur atau beristirahat di sini. Berdasarkan apa
yang kulihat, para player The Army itu sudah kelelahan, karena mereka
tidak terbiasa bertarung di garis depan.
“…apa mereka akan baik-baik saja ya…”
Klein
berbicara dengan suara khawatir ketika anggota The Army menghilang
kedalam jalan sempit yang menuju kearah lantai atas dan suara langkah
kaki mereka menghilang dari telinga kami. Dia benar-benar orang yang
baik.
“Mereka tidak begitu bodoh hingga mau menantang bossnya kan…?”
Asuna terlihat khawatir juga. Ada sesuatu didalam suara Cobert yang menunjukkan suatu kecerobohan.
“…apa kita harus memeriksa apa yang mereka lakukan…?”
Ketika aku berkata hal ini, bukan hanya Klein dan Asuna, tapi bahkan kelima anggota yang lain juga setuju.
…dan mereka bilang kalau aku terlalu baik…
Aku
memikirkan hal ini dengan senyuman pahit. Tapi, aku sudah membuat
keputusan. Aku tidak akan bisa tidur malam ini jika kami meninggalkan
Labyrinth sekarang dan mendengar kalau mereka tidak kembali dari sini.
Ketika aku dengan cepat memeriksa equipmentku dan mulai berjalan, sebuah suara memasuki telingaku-
Aku
bisa mendengar kalau Klein berbisik ke Asuna dibelakangku. Aku
memikirkan apakah dia masih belum puas menerima sikutan dariku ketika
aku mendengar isi pembicaraan mereka yang mengejutkanku.
“Ah...
Asuna-san, bagaimana mengatakannya yah…dia itu, Kirito, tolong baik-baik
lah terhadapnya. Bahkan jika dia tidak terlalu bagus dalam menggunakan
kata-katanya, tidak terlalu lucu, dan seorang penggila bertarung yang
bodoh.”
Aku menerjang mundur dan menarik bandana Klein sekeras yang aku bisa.
“A-apa yang kau bicarakan!?”
“T-Tapi.”
Si pemegang katana itu menarik kepalanya dan menggaruk jenggotnya.
“Itu
cukup aneh jika kau membuat party dengan seseorang. Bahkan jika kau
jatuh cinta pada Asuna, itu adalah kemajuan yang sangat besar untukmu.
Makanya aku-”
“A-Aku tidak jatuh cinta padanya!”
Aku
memprotesnya. Tapi entah kenapa, Klein, anggota partynya, dan bahkan
Asuna melihat kearahku dengan sebuah senyuman diwajah mereka. Aku tidak
bisa melakukan apapun kecuali diam, berbalik dan terus berjalan.
Lalu aku mendengar Asuna menyatakan:
“Serahkan dia padaku!”
Aku berlari menuju jalan yang menuju ke lantai berikutnya sambil membuat suara berisik dengan sepatuku.
Bab 11
Keberuntungan
tidak memihak pada kami, kami bertemu dengan sekelompok Lizardman di
tengah jalan. Saat kami semua sampai di lantai teratas Labyrinth, sudah
tiga puluh menit berlalu dan kami masih belum bisa mengejar para anggota
The Army.
“Mungkin mereka sudah menggunakan kristal mereka untuk kabur?”
Klein
berkata dengan bercanda, tapi tidak ada satupun dari kami yang
mempercayai kalau mereka akan melakukannya. Sebagai hasilnya, tanpa
sadar kami mempercepat langkah kami.
Ketika kami sudah setengah
jalan, sebuah suara yang membuat rasa khawatir kami menjadi sungguhan
bergema di dinding. Kami semua segera berhenti untuk mendengarkan.
“Ahhhh…”
Suara yang samar terdengar itu, tidak salah lagi, sebuah teriakan.
Tapi
itu bukanlah teriakan monster. Kami semua melihat satu sama lain dan
mulai berlari dengan cepat. Karena kami memiliki dexterity yang tinggi,
Asuna dan aku berlari lebih cepat dibanding dengan yang lainnya, dan
sebuah perbedaan jarak dengan cepat terbuka diantara kami dan grup
Klein. Tapi ini bukanlah saat dimana kami bisa mengkhawatirkan hal itu.
Kami berlari seperti angin melewati koridor yang bersinar biru
berkebalikan dengan arah kami berlari tadi.
Dengan segera, dua
pintu besar tadi terlihat di pandangan kami. Mereka sudah terbuka, dan
kami bisa melihat api biru berkelap kelip serta sebuah bayangan besar
bergerak perlahan didalam. Kami juga mendengar banyak suara teriakan dan
logam yang berbenturan.
“Tidak…!”
Asuna berteriak
dengan nada sedih dan mempercepat larinya. Aku mengikuti dengan dekat
dibelakang. Kaki kami hanya sedikit menyentuh lantai, seperti kalau kami
terbang di udara. Aku menyadari kalau kami sudah mencapai batas dari
sistem support. Selama itu, tiang-tiang di kedua sisi gang terlewati
oleh kami.
Ketika kami sudah berada di dekat pintu, Asuna dan
aku dengan cepat mengurangi kecepatan kami. Percikan keluar dari sepatu
kami, dan kami berhasil berhenti tepat di depan pintu masuk.
“Hey! Apa kalian baik-baik saja!?”
Aku berteriak dan mencondongkan tubuhku kedepan agar bisa melihat lebih jelas.
Di dalam—terlihat seperti neraka.
Api
putih kebiruan menyala diseluruh lantai. Sebuah bayangan besar berdiri
tepat ditengah semua ini, tubuhnya bersinar seperti terbuat dari logam.
Itu adalah sang demon biru: The Gleameyes.
Saat The Gleameyes
mengayun pedang yang berukuran sangat besar miliknya yang mirip dengan
zanbato ke sekitarnya, sebuah napas api keluar dari mulutnya. Damage
yang diterimanya masih belum mencapai sepertiga HPnya. Di baliknya,
terdapat sekumpulan bayangan, ukuran mereka sangat kecil dibandingkan
sang demon. Mereka adalah grup The Army, dan anggota mereka sibuk
berlarian untuk menyelamatkan nyawa mereka sendiri.
Mereka tidak
sanggup berpikir lagi untuk berbicara. Aku memeriksa jumlah mereka dan
segera menyadari kalau dua dari mereka menghilang. Bagus kalau mereka
telah lari dengan menggunakan teleport item, tapi-.
Ketika aku
memikirkannya, salah satu dari mereka terkena sisi dari zanbato dan
terpental ke udara. HPnya telah memasuki zona merah. Aku tidak tahu
kenapa bisa jadi seperti ini, tapi demon itu sekarang berada diantara
anggota The Army dan pintu keluar, dan sebagai hasilnya mereka tidak
bisa kabur. Aku berteriak kearah player yang terjatuh.
“Apa yang kau lakukan!? Cepat gunakan teleport item!”
Pria
itu melihat kearahku. Wajahnya memantulkan warna kebiruan dari api
disekelilingnya dan penuh dengan keputus asaan. Lalu dia berteriak
kearahku:
“Itu tidak berguna…! K-kristal nya tidak bekerja!!”
“Wha…”
Aku
tidak bisa mengatakan apapun. Apakah itu berarti kalau ruangan ini
adalah <Anti-Crystal Area>? Itu adalah sebuah jebakan langka yang
muncul di dungeon beberapa kali, tapi itu tidak pernah muncul di ruangan
boss hingga sekarang.
“Bagaimana itu bisa…!”
Asuna
bernapas dengan cepat. Di situasi ini kami tidak bisa menerjang begitu
saja untuk menyelamatkan mereka. Kemudian, seorang player di balik demon
itu mengeraskan suaranya dan berteriak.
“Apa yang kau katakan!! Kata melarikan diri tidak berlaku bagi The Liberation Army!! Lawan!! Kubilang lawan!!”
Itu tidak salah lagi adalah suara Cobert.
“Kau brengsek!”
Aku
berteriak. Bukti kalau dua orang telah menghilang didalam area
tanpa-kristal —itu berarti mereka telah mati, telah menghilang dari
dunia ini untuk selamanya. Itu adalah hal yang harus dihindari apapun
yang terjadi, dan si bodoh ini masih mengatakan hal seperti itu? Aku
merasakan darahku mendidih karena amarah.
Lalu Klein dan party nya tiba.
“Hey, apa yang terjadi!?”
Aku dengan cepat memberitahu situasi ini padanya. Ketika dia mendengarnya, ekspresi Klein menjadi gelap.
“Apa…apa tidak ada sesuatupun yang bisa kita lakukan…?”
Kita
mungkin bisa berlari kedalam dan membuka jalan keluar bagi mereka. Tapi
karena kami tidak bisa menggunakan kristal diruangan ini, kami tidak
bisa mengabaikan kemungkinan kalau salah satu dari kami bisa mati. Kami
tidak mempunyai cukup orang untuk melawan. Ketika aku susah payah
memikirkan jalan keluarnya, Cobert entah bagaimana berhasil membuat para
anggotanya berbaris lagi dan berteriak.
“Serbu-!”
Dua
dari sepuluh orang telah kehilangan hampir seluruh HP mereka dan
berbaring di lantai. Kedelapan orang lainnya berbaris empat-empat dengan
Cobert ditengahnya, yang memimpin penyerbuan dengan pedangnya yang
terangkat tinggi.
“Jangan-!!”
Tapi suaraku tidak mencapai mereka.
Itu
adalah serangan yang sia-sia. Jika mereka berlari menerjang bersamaan,
mereka tidak akan bisa menggunakan sword skills mereka dengan benar dan
hanya akan menambah kekacauan. Mereka harus bertarung secara bertahan,
bergantian satu-satu untuk memberikan damage, dan dengan cepat melakukan
switching ke anggota yang selanjutnya.
Demon itu berdiri dengan
tegak dan mengeluarkan auman yang mengguncangkan lantai sebelum
menghembuskan api yang sangat terang. Sepertinya apinya dihitung sebagai
serangan yang memberikan damage, dan mereka berdelapan melambat ketika
api biru itu menyelimuti mereka. Sang demon mengambil kesempatan itu dan
mengayunkan pedang besarnya. Tubuh seseorang terpental ke udara,
terbang melewati kepala sang demon, dan kemudian terjatuh dengan keras
ke tanah didepan kami.
Itu adalah Cobert.
HPnya telah menghilang sepenuhnya. Dengan ekspresi yang sepertinya tidak mengerti situasi, dia perlahan menggerakkan mulutnya.
-Ini mustahil.
Ucapnya
tanpa bersuara. Lalu, dengan sebuah sound effect yang mengerikan yang
menusuk jiwa kami, tubuhnya pecah menjadi sebuah pusaran yang terbuat
dari polygon. Disampingku, Asuna mengeluarkan teriakan singkat melihat
kematiannya yang sia-sia.
Dengan pemimpin mereka yang telah
tiada, anggota The Army segera menjadi ribut. Mereka berlari kesana
kemari sambil berteriak. Semua HP mereka sudah dibawah setengahnya.
“Tidak…tidak…tidak lagi…”
Ketika aku mendengar suara Asuna yang menegang, Aku melirik kesamping kearahnya. Aku segera mencoba untuk menarik tangannya...
Tapi aku terlambat.
“Tidak-!!”
Dengan
teriakan ini, Asuna berlari seperti angin. Dia mengeluarkan rapier nya
dan menerjang kearah The Gleameyes seperti kilatan cahaya.
“Asuna!!”
Aku berteriak. Tanpa ada pilihan lain, aku menarik pedangku dan mengikutinya.
“Eh, apa boleh buat!!”
Klein dan party nya kemudian berteriak dan mengikuti kami.
Serangan
ceroboh Asuna mengenai punggung demon itu ketika perhatiannya mengarah
ke anggota The Army. Tapi HPnya hampir tidak berkurang sama sekali.
The
Gleameyes itu mengaum, kemudian berbalik kebelakang dan mengayunkan
zanbato miliknya kebawah. Asuna segera melangkah kesamping untuk
menghindar, tapi dia tidak bisa menghindar sepenuhnya dan terjatuh
karena guncangannya. Serangan kedua mengarah kepadanya tanpa menunggunya
bersiap-siap.
“Asuna-!!”
Aku merasa tubuhku mendingin
karena takut ketika aku berdiri mencegah diantara Asuna dan pedang itu.
Pedangku tepat waktu menahan serangannya. Lalu, aku merasakan efek
benturan itu diseluruh tubuhku saat guncangannya mengenaiku.
Saat
percikan keluar dari kedua pedang, pedang demon itu mengenai lantai
hanya beberapa cm dari Asuna. Pedangnya membuat sebuah lubang besar
dilantai dengan sound effect yang seperti ledakan.
“Mundur!”
Aku
berteriak dan bersiap untuk serangan selanjutnya. Pedangnya datang
kearahku berkali kali dengan tenaga yang kuat seperti kalau itu akan
mencabut nyawaku dengan satu serangan. Tidak ada satupun celah bagiku
untuk melakukan counterattack.
Teknik The Gleameyes berdasar
kepada two-handed sword skill. Tapi mereka agak sedikit diubah, yang
membuat mereka sulit untuk dibaca. Aku berkonsentrasi penuh untuk
bertahan dengan menghindar dan menangkis. Tapi serangan-serangannya
sangat kuat dan mengurangi HP ku setiap ayunannya.
“Argh!!”
Akhirnya,
satu dari serangannya mengenai tubuhku dengan tepat. Aku merasakan efek
benturan yang mengejutkanku, dan HP ku berkurang banyak.
Equipment
dan skill ku jauh dari tank player. Jika ini terus berlanjut, itu hanya
akan membawaku kearah kematian. Ketakutan akan kematian membuat tubuhku
menggigil. Aku bahkan tidak bisa lagi mencoba untuk kabur.
Hanya ada satu hal yang bisa kulakukan. Aku harus melawannya dengan semua yang kupunya sebagai seorang damage dealer.
“Asuna! Klein! Berikan aku sepuluh detik!”
Aku
berteriak dan mengayunkan pedangku dengan keras untuk menangkis
serangan musuh dan membuat sebuah break point. Lalu aku melompat
kesamping dan berguling. Klein segera menggantikan posisiku dan menahan
demon itu dengan katananya.
Tapi katana Klein dan rapier Asuna
adalah senjata yang mengandalkan kecepatan jadi mereka kekurangan berat.
Aku sadar kalau itu tidak mudah bagi mereka untuk menahan zanbato demon
itu. Sambil berbaring di lantai, aku membuka menu dengan tangan kiriku.
Aku tidak boleh membuat kesalahan sedikitpun sekarang. Dengan
jantungku yang berdetak dengan kencang, aku mulai menggerakkan jari
tangan kananku. Aku membuka item list ku, mengambil sesuatu didalamnya,
dan mengequip nya di tempat kosong di profil equipment ku. Lalu aku
membuka skill window dan mengganti weapon skill ku.
Setelah
menyelesaikan semua itu, aku menyentuh tombol OK dan menutup windownya.
Aku memastikan berat tambahan dipunggungku, kemudian mengangkat kepalaku
dan berteriak:
“Aku selesai!!”
Aku melihat Klein
terkena serangan sekali, dan HP nya berkurang saat dia melangkah mundur.
Biasanya, dia bisa menggunakan crystal untuk menyembuhkan dirinya, tapi
itu tidak bisa dilakukan di ruangan ini. Sekarang, Asuna sedang
bertarung dengan demon itu, dan dalam beberapa detik saja HP nya telah
berkurang lebih dari setengah dan berubah kuning.
Setelah dia
mendengarku, Asuna mengangguk tanpa melihat kearahku dan mengeluarkan
teriakan pendek sebelum melakukan skill menusuk.
“Yaaaa!”
Sebuah
melayang diudara dan mengenai senjata The Gleameyes, membuat percikan
keluar dari pedangnya. Saat terdengar sebuah suara keras, jarak diantara
Asuna dan demon itu melebar.
“Switch!!”
Aku tidak
melewatkan kesempatan itu dan menerjang lurus kearah musuhku. Demon itu
dengan cepat sadar dari effect stun dan mengangkat pedangnya tinggi di
udara. Dengan pedang ditangan kananku, aku menangkis pedang demon itu
yang turun bersamaan dengan jejak pedang yang seperti api. Lalu aku
menggapai punggungku dengan tangan kiriku dan menggenggam pegangan
pedang baru. Aku menarik pedangku dan menusuknya dengan satu gerakan
lancar. HP demon itu terlihat berkurang saat serangan telak pertama
mengenai tubuhnya
“Kwuaaaaa!”
Demon itu mengaum dengan
amarah dan mencoba melakukan serangan menebas kebawah lagi. Kali ini,
aku menyilangkan kedua pedangku dan menangkisnya sepenuhnya. Saat
posturnya tidak seimbang, aku mencoba untuk menghentikan gaya bertahanku
dan melakukan sebuah combo attack.
Tangan kananku menebas
dengan horizontal kearah perut demon itu. Pedang ditangan kiriku segera
mengikuti untuk menebas secara vertikal ke tubuhnya. Kanan, kiri, lalu
kanan lagi. Aku mengayunkan pedangku seakan saraf di kepalaku memasuki
keadaan sangat cepat. Suara dari logam yang beradu terdengar keras satu
demi satu ketika api-api putih berkelap-kelip di udara.
Ini
adalah extra skill yang telah kusembunyikan, <Dual Blades>, dan
teknik yang kugunakan adalah sword skill tingkat tingginya yang disebut
<Starburst Stream>, sebuah combo serangan 16-hit.
“Ahhhhh!!”
Tanpa
memperhatikan beberapa serangan yang berhasil ditahan oleh pedang demon
itu, aku terus berteriak saat aku terus menyerang tanpa henti dengan
pedangku. Mataku memanas, dan penglihatanku hanya melihat demon itu.
Meskipun pedang demon itu masih mengenai tubuhku beberapa kali,
benturannya terasa seperti itu terjadi di dunia lain yang jauh.
Sementara itu, adrenaline terus mengalir diseluruh tubuhku, dan
gelombang otakku meningkat setiap kali pedangku mengenai sasaran.
Lebih,
lebih cepat. Ritme seranganku sudah melampaui dua kali kecepatan
normalnya, tapi itu masih terasa sangat lambat dihadapan indra ku yang
dipercepat. Aku meneruskan seranganku dengan kecepatan yang sepertinya
telah melebihi bantuan sistemnya.
“…ahhhhhhhhh!!”
Dengan teriakan itu aku mengeluarkan serangan terakhir dari combo 16-hit ku, yang menusuk dada The Gleameyes.
“Kkaaaaaaahh!!”
Ketika
indra ku kembali normal, aku sadar kalau bukan hanya aku yang
berteriak. Demon raksasa itu mengaum kearah atap dengan napasnya yang
berhembus keluar dari mulut dan hidungnya.
Lalu tubunya berhenti bergerak, dan saat itu aku menyadari kalau-
The Gleameyes pecah menjadi pecahan biru yang tak terhitung jumlahnya. Sisa-sisa dari cahaya biru menghujani seluruh ruangan.
Ini sudah…berakhir…?
Merasa
pusing dari efek samping setelah pertarungan, aku mengayunkan kedua
pedangku sekali lagi sebelum menyarungkan mereka ke sarungnya yang
berada di pundakku. Aku segera memeriksa HP ku. Ada satu garis merah
dengan beberapa titik yang tersisa. Ketika aku melihat kearah HP ku
tanpa mempedulikannya, tiba-tiba aku merasa kalau kekuatan menghilang
dari tubuhku dan terjatuh kelantai tanpa mengeluarkan suara.
Penglihatanku menjadi kabur dan gelap.
Bab 12
"…to! Kirito!
Asuna
memanggil, dengan suara yang hampir seperti jeritan, memaksaku untuk
bangun. Saat aku duduk, rasa sakit menusuk kepalaku dan membuat wajahku
mengernyit.
"Owww…"
Aku melihat sekeliling dan menyadari
kalau kami masih di ruang bos. Pecahan berwarna biru muda masih
berterbangan di sekitarku. Sepertinya aku kehilangan kesadaran selama
beberapa detik.
Asuna berlutut di lantai, dengan wajahnya berada
tepat di depan mataku. Alisnya mengerut, dan dia menggigit bibirnya.
Itu terlihat seperti kalau dia akan menangis.
"Kau idiot…! Kenapa…!? "
Dia
berteriak, dan kemudian dia memelukku. Ini mengejutkanku hingga
membuatku melupakan rasa sakitku sejenak. Aku hanya bisa berkedip karena
terkejut.
"…Jangan memeluk aku terlalu keras. Kau akan membuat HPku menghilang. "
Aku
berkata dengan nada bercanda, tapi Asuna menanggapinya dengan ekspresi
yang benar-benar marah. Dia meminumkan sebuah botol kecil ke dalam
mulutku. Cairan yang mengalir merupakan potion berkualitas tinggi yang
rasanya seperti campuran dari jus lemon dan teh hijau. Itu akan
menyembuhkan HPku sepenuhnya dalam waktu lima menit, tapi kelelahanku
akan bertahan agak lama.
Asuna memeriksa untuk memastikan kalau
aku telah meminum semuanya. Kemudian, ketika wajahnya mulai mengerut,
dia menyandarkan kepalanya ke bahuku untuk menyembunyikannya.
Aku
mengangkat kepalaku ke arah suara langkah kaki yang terdengar dan
melihat Klein mendekat. Dia terlihat agak merasa bersalah karena
mengganggu kami, tetapi dia tetap mulai berbicara .
"Kami sudah selesai menyembuhkan semua sisa anggota The Army, tapi Cobert dan dua anak buahnya telah meninggal…"
"…Ya. Ini pertama kalinya seseorang meninggal dalam pertarungan melawan boss sejak lantai 67…"
"Itu bahkan tidak bisa disebut sebagai pertarungan. Cobert idiot itu… Kau tidak bisa melakukan apapun jika kau mati ... "
Klein meludah. Lalu ia menarik napas panjang, menggelengkan kepalanya, dan bertanya padaku untuk mengubah mood.
"Tapi kembali ke topik, apa-apaan barusan itu!?"
"...Apakah aku harus menjelaskan hal itu kepadamu?"
"Tentu saja! Aku belum pernah melihat hal seperti itu sebelumnya! "
Tiba-tiba aku menyadari bahwa selain Asuna, semua orang yang berada di dalam ruangan menatapku, menunggu jawaban dariku.
"... Ini adalah sebuah skill ekstra: <Dual Blades>"
Ekspresi takjub terlihat dari anggota grup Klein dan sisa dari The Army yang selamat.
Semua
weapon skill harus dipelajari dengan urutan tertentu tergantung
jenisnya. Contohnya misalnya pedang, kau harus melatih skill one-handed
straight sword sedikit sebelum <Rapier> dan <Two-Handed
Sword> muncul di daftar skill.
Tentu saja, Klein tertarik, dan ia mendesakku untuk memberitahu sisanya.
"Jadi apa syarat yang harus dipenuhi adalah?"
"Aku pasti sudah menyebarkannya jika aku tahu itu."
Saat Aku menggeleng, Klein menghela napas dan bergumam.
"Kau benar…"
Weapon
skill yang tidak memiliki syarat yang jelas untuk muncul disebut skill
ekstra. Mereka bahkan kadang-kadang disebut syarat acak. Contohnya
<Katana> Klein. Tapi <Katana> tidak terlalu jarang dan
sering muncul selama kau terus melatih skill Curved Sword (Pedang
Lengkung).
Sebagian besar sepuluh lebih skill ekstra yang telah
ditemukan sampai sekarang, termasuk <Katana>, paling sedikit ada
sepuluh orang yang menggunakan mereka. Kecuali <Dual Blades>ku dan
satu skill ekstra yang lain.
Sepertinya kedua skill itu
dibatasi hanya untuk satu orang, jadi mereka bisa disebut sebagai
<Unique Skill>. Aku telah menyembunyikan keberadaan Unique Skill
ku sampai sekarang. Tapi mulai hari ini, berita bahwa aku adalah
pengguna Unique Skill yang kedua akan menyebar ke seluruh dunia. Tidak
mungkin aku bisa menyembunyikannya setelah menggunakannya di depan
begitu banyak orang.
"Aku kecewa Kirito. Kau bahkan tidak bisa mengatakan padaku bahwa kau mempunyai skill yang mengagumkan. "
"Aku
sudah akan memberitahumu jika aku tahu kondisi untuk membuat itu
muncul. Tapi aku benar-benar tidak tahu pikir bagaimana hal itu terjadi.
"
Aku menjawab keluhan Klein dengan mengangkat bahu.Tidak ada
sedikit pun kebohongan pada apa yang aku katakan. Sekitar setahun yang
lalu, aku membuka jendela kemampuanku suatu hari dan menemukan nama
<Dual Blades> muncul di sana. Aku benar-benar tidak punya petunjuk
tentang kondisi apa untuk membuatnya muncul.
Sejak itu, aku
hanya melatihnya saat tidak ada orang di sekitar. Bahkan setelah aku
hampir menguasainya, aku jarang menggunakannya terhadap monster kecuali
keadaan darurat. Selain menggunakannya untuk melindungi diri dalam
bahaya, aku hanya tidak suka jenis skill ini karena terlalu menarik
perhatian.
Aku bahkan berpikir bahwa akan lebih baik jika pengguna lain Twin Blades muncul ---
Aku menggaruk daerah sekitar telingaku dan bergumam.
"...
Jika itu menjadi diketahui bahwa aku punya seperti skill langka, tidak
hanya orang akan menggangguku untuk informasi ... mungkin menarik jenis
masalah lain juga ..."
Klein mengangguk.
"Gamer Online
mudah cemburu. Aku tidak akan karena aku seorang pria pengertian, tapi
pasti ada banyak orang iri. Belum lagi ... "
Klein tiba-tiba berhenti bicara dan memandang Asuna, yang masih erat memelukku, dan tersenyum penuh arti.
"... Yah, anggaplah penderitaan sebagai cara lain untuk melatih dirimu, Kirito muda."
"Jadi, untukmu itu hanya masalah orang lain ...?"
Klein membungkuk dan menepukku di bahu, lalu berbalik dan berjalan ke arah sisa dari <The Army> yang selamat.
"Hei, kalian, bisakah kalian kembali ke markas kalian sendirian?"
Salah
satu dari mereka mengangguk pada pertanyaan Klein. Dia adalah seorang
anak yang terlihat seperti ia masih berada di usia remaja.
"OK.
Beritahu atasan kalian apa yang terjadi di sini hari ini dan bahwa
mereka tidak seharusnya melakukan sesuatu hal bodoh lagi. "
"Ya. ... ... Dan, err ... ... terima kasih."
"Terima kasih pada dia yang di sana."
Klein
menunjukku dengan jempolnya. Para pemain dari The Army berdiri dengan
gemetar, berbalik arah Asuna dan aku, yang masih di lantai, dan
membungkuk dalam-dalam sebelum berjalan keluar ruangan. Begitu mereka
sampai lorong, mereka menggunakan kristal mereka untuk teleport keluar
satu demi satu.Setelah lampu biru pudar, Klein meletakkan tangannya di
pinggul dan mulai berbicara.
"Yah, mari kita lihat ... Kami akan
melanjutkan ke lantai 75 dan membuka pintu gerbang sana. Bagaimana
denganmu? Kau bintang hari ini, apa kau ingin melakukannya? "
"Tidak, aku akan menyerahkannya kepadamu. Aku benar-benar capek. "
"Jika itu alasannya... berhati-hatilah dalam perjalananmu pulang. "
Klein
mengangguk dan kemudian memberi isyarat kepada teman satu timnya.
Keenamnya berjalan ke pintu besar di sudut ruangan. Dibalik itu
seharusnya ada tangga ke lantai berikutnya. Pengguna Katana berhenti di
depan pintu dan berbalik.
"Hei ... Kirito. Kau tahu ketika kau melompat masuk untuk menyelamatkan para anggota The Army ... "
"... Kenapa dengan itu?"
"Aku ... yah, benar-benar senang. Itu saja yang aku ingin katakan. Sampai ketemu lain waktu. "
Aku
tidak mengerti apa yang ia katakan. Ketika aku memiringkan kepalaku,
Klein memberiku acungan jempol, lalu membuka pintu dan menghilang
melalui itu dengan grupnya.
Hanya Asuna dan aku yang tersisa di
ruang besar bos . Api biru yang telah bergejolak dari lantai telah
menghilang beberapa waktu lalu, dan suasana seram yang pernah memenuhi
ruangan itu menghilang tanpa jejak. Cahaya lembut yang memenuhi jalan
sekarang membanjiri ruangan ini juga. Tidak satu tanda pertempuran yang
tersisa.
Aku mengatakan sesuatu kepada Asuna, yang masih menempatkan kepalanya di bahuku.
"Hei ... Asuna ...."
"... ... Aku begitu takut .... Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan ... ... jika kau mati. "
Suaranya gemetar lebih lemah dari yang pernah kudengar sebelumnya.
"... Apa yang kau bicarakan? Kau kan yang pertama kali menyerang masuk. "
Aku
mengatakan hal ini saat aku meletakkan tanganku di bahu Asuna dengan
lembut. Sebuah flag pelanggaran akan muncul jika aku memegangnya terlalu
terang-terangan, tapi ini benar-benar bukanlah situasi dimana aku perlu
khawatir tentang itu.Saat aku dengan lembut menariknya ke arahku,
telingaku hampir saja ketinggalan suaranya yang kecil.
"Aku akan mengambil istirahat sejenak dari guild."
"Is, istirahat ... kenapa?"
"... Aku berkata bahwa aku akan menjadi satu tim denganmu untuk sementara waktu ... Apakah kau sudah lupa?"
Sesaat setelah aku mendengar hal itu...
Disuatu
tempat di dalam hatiku, muncul suatu perasaan yang hanya bisa
digambarkan sebagai kerinduan yang kuat. Bahkan itu mengagetkan ku.
Aku—solo
player Kirito—adalah orang yang mengabaikan semua player demi menjaga
diriku agar tetap hidup di dunia ini. Aku adalah pecundang yang telah
berpaling dari teman satu-satunya dan melarikan diri 2 tahun lalu, pada
hari saat semua ini dimulai.
Orang seperti diriku, yang bahkan tak punya hak untuk mengharapkan seorang rekan—apalagi sesuatu yang lebih dari itu.
Aku
sudah menyadari hal ini dengan cara yang menyakitkan dan tak
terlupakan. Aku telah bersumpah untuk tidak berharap lagi, tidak pernah
merindukan perhatian orang lain.
Tapi-
Tangan kiri ku, yang sudah kaku, tidak ingin pergi dari bahu Asuna. Aku hanya tak bisa lepas dari kehangatan tubuh virtualnya
Aku mengubur konflik yang bertentangan ini dengan emosi yang tak bisa dijelaskan, dan kemudian menjawab dengan jawaban singkat.
“…baiklah.”
Setelah mendengar jawabanku, kepala Asuna mengangguk sedikit dibahuku.
Keesokan harinya.
Aku
sudah bersembunyi di lantai dua di toko milik Agil sejak pagi ini. Aku
duduk di bangku yang terbuat dari batu sambil dengan kaki menyilang dan
meminum teh yang rasanya aneh, yang tidak bisa kupikir mungkin itu
adalah produk gagal. Aku juga sedang dalam mood yang tidak baik.
Seluruh Algade — tidak, mungkin seluruh orang di Aincrad sedang sibuk membicarakan kejadian kemarin.
Penyelesaian
sebuah lantai, yang berarti pembukaan sebuah kota baru, sudah cukup
untuk memulai banyak sekali gosip. Tapi kali ini, berbagai rumor lain
juga tercampur kedalamnya, seperti «Iblis yang membantai sepasukan
anggota The Army» dan «Pengguna Pedang Ganda yang membunuh sang iblis
sendirian dengan 50 serangan»… Seharusnya ada batas dimana orang bisa
melebih-lebihkan sesuatu.
Entah bagaimana mereka telah menemukan
dimana aku tinggal. Hasilnya, para pemain pedang dan penjual informasi
berkumpul di rumahku sejak pagi. Akhirnya aku harus menggunakan kristal
teleport untuk kabur.
“Aku akan pindah… Ke lantai yang sangat sepi, ke sebuah desa dimana mereka tidak akan pernah bisa menemukanku….”
Ketika aku menggumamkan keluhanku tanpa henti, Agil berjalan mendekatiku dengan sebuah senyuman.
“Hey,
jangan seperti itu. Bukankah bagus menjadi terkenal untuk sekali dalam
hidupmu. Kenapa kau tidak menyelenggarakan seminar saja? Aku akan
mengurus tiket dan tempatnya…”
“Ga mungkin!”
Aku
berteriak dan melempar gelas yang ada di tangan kananku, mengincar area
yang berada 50cm di sebelah kanan kepala Agil. Tapi tanpa sadar aku
melakukan gerakan yang mengaktifkan skill Melempar Senjata dan
melemparkan gelas itu ke dinding dengan kecepatan tinggi. Gelasnya
meninggalkan jejak cahaya sebelum mengenai dinding dengan suara yang
kencang. Untungnya, ruangannya adalah benda yang tidak bisa dihancurkan,
jadi tidak ada apapun yang terjadi selain munculnya tulisan «Immortal
Object». Jika aku mengenai sebuah hiasan, benda itu pasti akan hancur.
“Ah, apa kau mau membunuhku!?”
Aku
mengankat tangan kananku sebagai tanda minta maaf dan kembali bersandar
di kursi setelah mendengar teriakan berlebihan yang dikeluarkan sang
pemilik toko.
Agil sedang memeriksa harta yang kudapat dari
pertarungan kemarin. Setiap beberapa lama dia mengeluarkan suara yang
aneh, yang kemungkinan besar ada barang yang cukup berharga didalamnya.
Aku
berencana untuk membagi rata uang yang kudapat dari menjual
barang-barang itu pada Asuna, tapi ini sudah lewat batas waktu janji
pertemuan dan dia masih belum datang. Aku sudah mengirimkannya sebuah
pesan, jadi dia pasti tahu dimana aku sekarang…
Kami berpisah di
jalan utama dari gerbang teleport lantai 74 kemarin. Dia berkata kalau
dia akan mengajukan cuti dan pergi ke markas KoB di Grandum di lantai
55. Aku bertanya padanya jika aku harus ikut dengannya, mengingat
masalah dengan Cradil dan yang lainnya. Tapi dia mengatakan kalau dia
baik-baik saja dengan sebuah senyuman diwajahnya, jadi aku melupakan
niatku.
Sudah 2 jam sejak waktu perjanjian. Jika dia telat
seperti ini, apa itu berarti sesuatu telah terjadi? Tidakkah seharusnya
aku pergi dengannya? Aku meminum teh yang ada di gelas dengan sekali
teguk untuk menenangkan rasa khawatir ku.
Sesaat setelah aku
meminum habis teh di poci teh yang ada di hadapanku, dan Agil
menyelesaikan pemeriksaan item-item ku, aku mendengar suara langkah kaki
berlari menaiki tangga. Kemudian, pintunya dengan cepat terbuka.
“Hey, Asuna…”
Aku
hampir saja mengatakan "Kau terlambat" tapi aku menghentikannya. Asuna
mengenakan seragamnya seperti biasa, tapi wajahnya pucat dan matanya
menunjukkan rasa khawatir. Dia menaruh kedua tangannya di depan dadanya,
menggigit bibirmnya dua atau tiga kali, dan kemudian berkata:
“Apa yang harus kita lakukan…Kirito…”
Dia memaksakan untuk mengeluarkan suara yang hampir terdengar seperti tangisan.
“Sesuatu…yang buruk telah terjadi…”
Setelah meminum sedikit teh yang baru dimasak, wajah Asuna sedikit
kembali cerah dan dia mulai menjelaskan dengan sedikit ragu. Agil turun
kembali ke lantai pertama setelah menyadari suasananya.
“Kemarin…setelah
aku kembali ke markas di Grandum, aku melaporkan semua yang terjadi
pada ketua guild. Kemudian aku mengatakan kalau aku ingin mengambil cuti
dari guild dan kembali kerumah… Kupikir, aku akan mendapat izin selama
pertemuan pagi rutinitas guild…”
Asuna, yang duduk di depanku, menurunkan matanya dan menggenggam dengan erat gelas teh nya sebelum melanjutkan pembicaraan.
“Ketua…berkata
kalau aku bisa mengambil istirahat sejenak dari guild. Tapi ada satu
syarat… Dia bilang kalau…dia ingin bertarung…dengan Kirito…”
“Apa…?”
Aku
tidak dapat mengerti apa yang dia maksudkan selama beberapa saat.
Bertarung…apa itu maksudnya sebuah duel? Apa hubungannya duel dengan
Asuna mengambil cuti?
Ketika aku menanyakannya…
“Aku juga tidak tahu….”
Asuna menggelengkan kepalanya sambil melihat ke arah lantai.
“Aku sudah mencoba mengatakan padanya kalau tidak ada artinya melakukan hal itu…tapi dia tidak mau mendengarkan perkataanku…”
“Tapi…ini menyulitkan. Kalau orang itu tiba-tiba menyampaikan persyaratan seperti ini…”
Aku bergumam saat wajah dari ketua guild itu terbayang di pikiranku.
“Aku
tahu. Ketua biasanya membiarkan kami saat kami merencanakan strategi
untuk menyelesaikan sebuah lantai, apalagi kegiatan guild sehari-hari.
Tapi aku tidak tahu kenapa kali ini dia…”
Meski ketua KoB punya
kharisma yang luar biasa, yang menarik kekaguman bukan hanya dari
seluruh anggota guildnya tapi juga hampir semua orang-orang yang berada
di garis depan, dia tidak pernah memberikan instruksi ataupun perintah.
Aku bertarung disampingnya beberapa kali dalam pertarungan melawan boss
dan aku juga mengagumi kemampuannnya untuk mempertahankan barisan tanpa
berkata apapun.
Pria seperti itu mengajukan keberatan dengan memberikan syarat untuk melakukan duel denganku, sebenarnya apa maksudnya ini?
Meski aku benar-benar kebingungan, aku berbicara untuk menenangkan Asuna
“…yah, ayo ke Grandum dulu. Aku akan mencoba berbicara langsung dengannya.”
“Ya… Maaf. Aku selalu membuatmu repot…”
“Aku senang melakukan apapun, karena kau adalah…”
Asuna melihat kearahku dengan berharap ketika aku berhenti ditengah kalimatku.
“…partnerku yang penting.”
Asuna mencibir dengan rasa tidak puas, tapi kemudian dia menunjukkan senyuman yang hangat.
Pria Terkuat, Legenda Hidup, Sang Paladin, dan lain-lain, ketua dari
Knights of the Blood punya begitu banyak gelar hingga tidak bisa
dihitung dengan tangan lagi.
Namanya adalah Heathcliff. Sebelum
«Dual Blades» milikku diketahui secara luas, dia dikenal sebagai
satu-satunya pengguna unique skill diantara enam ribu player di Aincrad.
Kemampuan ekstra miliknya menggunakan kombinasi dari sebuah
pedang dan perisai, yang keduanya berbentuk salib, dan membiarkannya
mengubah antara menyerang dan bertahan dengan bebas. Itu dinamakan «Holy
Sword». Aku telah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri selama
beberapa kali, dan menyadari kalau aspek yang paling menonjol dari skill
itu adalah kekuatan bertahannya yang sangat hebat. Rumor mengatakan
kalau tidak ada seorangpun yang pernah melihat HP nya masuk ke zona
kuning. Selama pertarungan melawan boss di lantai 50 yang menyebabkan
kematian banyak player, dia mampu menahan barisan sendirian selama lebih
dari sepuluh menit. Hal itu masih menjadi topik pembicaraan yang
populer hingga sekarang.
Tidak ada senjata yang bisa menembus perisai berbentuk salib milik Heathcliff.
Ini adalah salah satu pendapat yang diakui oleh sebagian besar orang di Aincrad.
Ketika
aku sampai di lantai 55 dengan Asuna, aku merasakan rasa tegang yang
tidak bisa dijelaskan. Tentu saja, Aku tidak ada keinginan untuk beradu
pedang dengan Heathcliff. hanya ingin memintanya untuk mengabulkan
permintaan Asuna untuk cuti sementara dari guild; hanya itu tujuanku.
Grandum,
merupakan tempat tinggal di lantai 55, yang dijuluki «Kota Besi». Ini
karena Grandum, tidak seperti kota-kota lainnya yang terbuat dari batu,
hampir seluruhnya terdiri dari menara raksasa yang terbuat dari besi
hitam yang mengkilap. karena kotanya memiliki banyak sekali blacksmith,
populasi playernya lumayan tinggi. Tetapi, karena tidak ada pohon atau
penghijauan di sekeliling jalan, itu memunculkan perasaan kalau kota ini
dingin sekali saat angin musim dingin berhembus.
Kami datang
melalui gerbang plaza dan melangkah sepanjang jalan yang terbuat dari
lempengan besi yang ditempelkan dengan paku. Langkah kaki Asuna terlihat
berat; mungkin itu karena dia takut dengan apa yang akan terjadi nanti.
Kami berjalan diantara menara-menara besi selama sekitar
sepuluh menit hingga sebuah menara yang lebih besar berdiri dihadapan
kami. Tombak besi menonjol keluar diatas gerbang yang sangat besar,
dimana bendera putih dengan salib merah berkibar diantara angin yang
dingin. Itu adalah markas dari guild Knights of the Blood.
Asuna berhenti didepanku. Dia melihat keatas menara selama beberapa saat dan berkata:
“Sebelumnya,
markas kami adalah sebuah rumah kecil di desa yang berada dipinggir
lantai 39 . Semua orang selalu protes kalau itu terlalu kecil dan ramai.
Aku tidak menentang perluasan guild…tapi kota ini terlalu dingin, dan
aku tidak menyukainya…”
“Ayo cepat selesaikan hal ini; lalu kita bisa mencari sesuatu yang hangat untuk dimakan.”
“Kau selalu berbicara tentang makanan.”
Asuna
tersenyum dan menggerakkan tangan kirinya untuk menggenggam jari-jari
tangan kananku dengan lembut. Dia sama sekali tidak melihat kearahku,
yang kebingungan karena kelakuannya, dan berdiri seperti itu selama
beberapa detik.
“Baiklah, pengisian selesai!”
Lalu dia
melepaskan tanganku dan mulai berjalan menuju menara itu dengan langkah
yang panjang. Aku buru-buru mengikutinya dari belakang.
Setelah
menaiki tangga, kami mencapai dua buah gerbang yang terbuka lebar, meski
ada seorang penjaga dengan armor berat dan sebuah tombak yang lumayan
panjang di kedua sisi. Asuna berjalan mendekati mereka, hak dari
sepatunya berbunyi setiap kali menyentuh lantai. Saat dia mendekati
mereka, kedua penjaga itu memberi hormat dengan mengangkat tombak mereka
dari atas tanah.
“Terima kasih atas kerja keras kalian.”
Dengan
jawabannya yang tegas dan langkahnya yang percaya diri, sulit untuk
mempercayai kalau dia adalah orang yang sama dengan gadis yang depresi
yang berada di rumah Agil satu jam yang lalu. mengikuti Asuna dari
belakang, aku melewati kedua penjaga itu dan masuk kedalam menara
dengannya.
Seperti bangunan lainnya di Grandum, menara ini juga
dibuat dari besi hitam. Lantai pertamanya terdiri dari lobby yang luas,
tapi tidak ada seorangpun didalamnya sekarang.
Berpikir kalau
bangunannya lebih dingin dibandingkan dengan jalan diluar, kami
melangkah melewati lantai mosaik, yang dibuat dengan cermat dari
berbagai jenis logam, dan mencapai sebuah tangga spiral.
Kami
menaiki tangga itu; langkah kaki kami bergema sepanjang lorong.
Tangganya menjulang tinggi sekali, orang dengan status vitality yang
rendah pasti akan menyerah ditengah jalan. Setelah melewati begitu
banyak pintu, aku mulai khawatir tentang berapa jauh lagi kami harus
pergi. Lalu Asuna tiba-tiba berhenti didepan sebuah pintu besi yang
dingin.
“Ini…?”
“Ya…”
Asuna mengangguk dengan
ekspresi ragu diwajahnya. Tapi sepertinya dia segera mencapai keputusan.
Dia mengangkat tangan kanannya, mengetuk pintunya dengan keras, dan
membukanya tanpa menunggu jawaban. Aku mengedipkan mataku saat cahaya
terang keluar dari ruangan tersebut.
Didalam adalah ruangan
besar yang meliputi luas satu lantai dari menara ini. Dinding di keempat
sisinya terbuat dari kaca transparan. Cahaya yang tersaring olehnya
mewarnai ruangan dengan warna abu-abu monoton.
Sebuah meja
setengah lingkaran berdiri ditengah ruangan; lima pria duduk di kursi
dibelakangnya. Aku tidak pernah melihat keempat orang di samping, tapi
aku mengenal dengan baik orang yang berada ditengah. Dia adalah sang
Paladin Heathcliff.
Dia tidak terlihat begitu mengesankan.
Umurnya kira-kira sekitar 25 tahun. Wajahnya tajam seperti seorang
sarjana, dan sehelai rambutnya yang berwarna abu-abu mencuat keluar di
keningnya. Jubah yang berwarna merah cerah menghiasi tubuhnya yang
tinggi dan langsing itu membuatnya lebih terlihat seperti seorang
penyihir yang tidak ada di dunia ini dibandingkan dengan seorang pemain
pedang.
Tapi yang paling mencolok dari wajahnya adalah matanya.
Matanya yang berwarna kuning misterius itu memancarkan aura kuat yang
mampu menekan orang-orang. Ini bukan pertama kalinya aku bertemu
dengannya; tapi sejujurnya, aku masih merasa terintimidasi.
Asuna berjalan mendekati meja, suara langkah dari sepatunya bergema, dan dia memberikan hormat ringan.
“Aku datang untuk mengatakan salam perpisahan untuk sementara.”
Heathcliff menunjukkan sebuah senyuman pahit dan berkata:
“Tidak perlu terburu-buru. Pertama-tama biarkan aku berbicara dengannya dulu.”
Dia melihat kearahku saat mengatakan hal itu. Aku menarik tudung kepalaku dan berdiri disamping Asuna.
“Apa ini pertama kalinya aku bertemu denganmu diluar pertarungan melawan boss, Kirito?”
“Tidak…kita pernah berbicara selama beberapa waktu saat pertemuan menyusun strategi di lantai 67.”
Aku menjawabnya dengan nada formal tanpa menyadarinya.
Heathcliff mengangguk sedikit dan menepukkan kedua tangannya diatas meja bersamaan.
“Itu
adalah pertarungan yang sulit. Kami hampir mendapat beberapa kerugian
di dalam guild. Bahkan meski mereka menyebut kami sebagai guild
terhebat, Kami selalu kekurangan orang. Meski begitu sekarang kau
mencoba untuk mengambil salah satu player terhebat kami yang berharga.”
“Jika dia begitu berharga, bagaimana kalau lebih memikirkan lagi dalam menyeleksi bodyguardnya?”
Pria
yang duduk di paling kanan berdiri mendengar jawahbanku yang tajam,
ekspresinya berubah. Tapi Heathcliff menghentikannya hanya dengan
mengayunkan tangan saja.
“Aku sudah menyuruh Cradil untuk
kembali kerumahnya dan merenungkan kesalahannya. Aku harus meminta maaf
karena masalah karena telah merepotkanmu. Tapi, Kami tidak bisa diam dan
membiarkanmu mengambil wakil ketua kami begitu saja. Kirito-”
Dia tiba-tiba menatapku; matanya yang tajam menunjukkan kehendak yang tak tergoyahkan dibaliknya.
“Jika
kau ingin membawanya—menangkan dia dengan pedangmu, dengan «Dual
Blades». Jika kau bertarung denganku dan menang, maka Asuna boleh pergi
denganmu. Tapi jika kau kalah, maka kau harus bergabung dengan Knights
of the Blood.”
“…”
Aku akhirnya merasa kalau aku bisa mengerti sedikit tentang pria misterius ini.
Dia
adalah orang yang terobsesi dengan duel pedang. Terlebih lagi, Dia
punya kepercayaan diri yang tak tergoyahkan dengan kemampuannya sendiri.
Dia adalah orang yang tidak bisa membuang harga dirinya sebagai seorang
gamer meski terjebak dalam game kematian ini. Dengan kata lain, dia
sama sepertiku.
Setelah mendengar kata-kata Heathcliff, Asuna,
yang diam sejak tadi, membuka mulutnya dan berbicara seperti dia tidak
bisa menahannya lagi.
“Ketua, aku tidak bilang kalau aku ingin
berhenti dari guild. Aku hanya ingin keluar sementara, untuk istirahat
dan memikirkan tentang beberapa hal…”
Aku menaruh tanganku di
pundak Asuna, yang kata-katanya telah menjadi semakin kesal, dan
mengambil satu langkah kedepan. Aku menghadapi tatapan Heathcliff secara
langsung, dan mulutku bergerak dengan sendirinya.
“Baiklah, jika kau ingin berbicara melalui pedang, maka aku tidak keberatan. Kita akan menentukan hal ini dengan sebuah duel.”
“Auu--!!! Bodohbodohbodoh!!!”
Kami
kembali ke Algade, dilantai kedua toko Agil. Setelah mengusir si
pemilik toko yang penasaran kembali ke lantai satu, aku mencoba
menenangkan Asuna.
“Aku sudah berusaha keras untuk meyakinkannya, meski begitu kau mengatakan hal seperti itu!!!”
Asuna
duduk diatas tempat untuk mengistirahatkan tangan dari kursi batu yang
kududuki, dan menggunakan tangannya yang dikepalkan untuk menggiling
kepalaku.
“Maaf! Maafkan aku! Aku mengikuti arus begitu saja dan…”
Dia
akhirnya tenang setelah aku menggenggam tangannya dengan lembut; tapi
sekarang dia cemberut. Aku harus menahan diriku dari tertawa melihat
perbedaan besar antara kelakuannya di markas dan kelakuannya sekarang.
“Tenang
saja. Kami telah memutuskan untuk menggunakan aturan serangan pertama,
jadi tidak ada bahaya yang diikutkan. Selain itu, bukan berarti aku
pasti akan kalah kan…”
“Uu~~~~…”
Asuna membuat sebuah suara marah dan menyilangkan kakinya yang panjang dan langsing diatas tempat mengistirahatkan tangan.
“…Ketika
aku melihat «Dual Blades» milikmu, kupikir kalau skill mu berada di
level yang sangat berbeda. Tapi itu sama seperti «Holy Sword» milik
ketua… Bisa dibilang kalau kekuatannya cukup untuk menghancurkan
keseimbangan game. Sejujurnya, aku tidak tahu siapa yang akan menang…
Tapi apa yang akan kau lakukan? Jika kau kalah, tidak masalah jika aku
tidak bisa mengambil cuti, tapi kau harus bergabung dengan KoB, Kirito.”
“Yah kau bisa bilang kalau aku masih bisa mencapai tujuanku, tergantung bagaimana kau memikirkannya.”
“Eh? Kenapa?”
Aku harus memaksa membuka mulutku untuk menjawabnya.
“Err, yah, selama…selama Asuna berada denganku, aku tidak masalah bergabung dengan guild.”
In
the past, I would never have said something like this, even if it was
to save my own life. Asuna’s eyes went wide with surprise, and her face
turned as red as a ripe apple. Then, for some reason, she fell quiet,
got up from the armrest, and walked over to the window.
Dari balik pundak Asuna, aku bisa mendengar suara Algade yang berada dibawah matahari terbenam yang terdengar setiap hari.
Apa
yang baru saja kukatakan adala kenyataan, tapi aku masih merasa ragu
untuk bergabung dengan sebuah guild. Ketika aku mengingat satu-satunya
nama dari guild yang pernah kuikuti, yang sekarang sudah tidak ada lagi,
sebuah rasa sakit yang menusuk terasa di hatiku.
‘Yah, aku tidak ada keinginan untuk kalah…’
Aku berpikir seperti itu, lalu bangun dari kursi dan berjalan mendekati Asuna.
Segera sesudah itu, Asuna mengistirahatkan kepalanya dengan lembut di pundak kananku.
Bab 13
Area
tempat tinggal yang baru dibuka di lantai tujuh puluh lima adalah
sebuah kota yang mengingatkan kita terhadap kota kuno Roma. Menurut
peta, namanya adalah «Collinia». Seluruh kota sudah dipenuhi dengan
aktivitas, berkat sejumlah besar petarung dan pedagang yang telah
menetap, serta orang-orang lainnya yang tidak ikut dalam menyelesaikan
permainan tetapi datang untuk melihat-lihat. Puncak dari semua itu,
acara spesial yang langka akan diselenggarakan disini hari ini, sehingga
tamu-tamu telah mengalir keluar dari gerbang teleport sejak pagi ini.
Kota
tersebut sebagian besar dibangun dari batu bata dari kapur putih. Satu
bangunan mencolok diantara bangunan-bangunan seperti candi dan
saluran-saluran air yang lebar kota itu; bangunan itu merupakan coloseum
besar yang menjulang didepan gerbang alun-alun. Tempat tersebut
sempurna untuk tempat menyelenggarakan duel antara Heathcliff dan aku.
Tapi ...
"Popcorn napas-api hanya dengan sepuluh Coll per-bungkus! Sepuluh Coll! "
"Bir hitam dingin dijual disini~!"
Banyak
pedagang menjual barang-barang mereka di depan pintu masuk coliseum,
mereka memanggil-manggil kepada penonton yang antri dan menjual
minuman-minuman yang tampak aneh.
"... Ini, apa-apaan ini ...?"
Terkejut dengan pemandangan yang ada didepanku, aku hanya bisa bertanya pada Asuna, yang berdiri di sampingku.
"A-aku tidak tahu ..."
"Hei, bukannya itu anggota KoB yang menjual tiket!? Bagaimana bisa hal ini berubah menjadi acara besar seperti ini!? "
"A-aku tidak tahu ..."
"Apa ini tujuan Heathcliff sebenarnya ...?"
"Tidak,
aku pikir kepala keuangan, Daigen-san, orang yang ada dibalik hal ini.
Dia tidak akan melewatkan kesempatan seperti ini. "
Saat Asuna tertawa, aku hanya melonggarkan bahuku dan merasa benar-benar tak berdaya.
"... Kita pergi saja Asuna. Kita bisa pergi tinggal di sebuah desa kecil dan beberapa ladang di lantai dua puluh."
"Aku setuju saja dengan hal itu, tapi ..."
Asuna lalu menambahkan dengan menggoda
"Kamu akan membuat nama yang be~nar-benar buruk untuk dirimu kalau kamu kabur sekarang."
"Sial ..."
"Yah, itu salahmu sendiri, bukan? Ah ... Daigen-san. "
Ketika
aku mengangkat kepalaku, aku melihat seorang pria gemuk yang berjalan
terhuyung-huyung ke arah kami, dia begitu lebar sehingga tidak mungkin
menemukan orang yang kurang cocok untuk mengenakan seragam merah-putih
KoB selain dirinya.
Dengan senyuman lebar menutupi wajah bulatnya, ia mulai berbicara kepada kami
"Makasih
ke' Kirito-san kita mendapat banyak uang! Kalau kamu cuma melakukannya
setiap bulan sekali aku akan benar-benar bersyukur! "
"Tidak akan!!"
"Ayo, ayo, ruang tunggunya disebelah sini. Ayo, silahkan ke sebelah ini. "
Aku pasrah pada nasibku dan mengikutinya. Aku bahkan tidak peduli lagi tentang apa yang akan terjadi.
Ruang
tunggu tersebut adalah ruang kecil yang menghadap ke arena. Setelah
Daigen mengantarku ke pintu masuk, dia mengatakan sesuatu tentang
menyesuaikan harga taruhan dan pergi menghilang. Aku bahkan tidak punya
energi lagi untuk mengumpatnya. Dari ruang tunggu, aku bisa mendengar
sorak-sorai tidak jelas yang tidak terhitung jumlahnya diluar. Tampaknya
tempat duduk penonton sudah penuh.
Ketika hanya tinggal kami berdua, Asuna memegang telapak tanganku dengan kedua tangannya dan berbicara dengan ekspresi serius.
"...
Meskipun ini pertandingan First Strike, akan berbahaya kalau kamu
terkena serangan langsung oleh critical-strike yang kuat. Terutama
karena banyak jurus pemimpin bahkan yang tidak diketahui, kamu harus
meninggalkan pertandingan kalau kamu merasa ada yang salah, mengerti?
Aku nggak akan pernah memaafkan kamu kalau kamu melakukan sesuatu yang
berbahaya lagi seperti hal yang lalu!"
"Kamu harusnya lebih mengkhawatirkan Heathcliff."
Aku tersenyum dan menepuk kedua bahu Asuna.
Saat
pengumuman menyatakan dimulainya duel, kerumunan para penonton
mengeluarkan sorak yang menggelegar. Aku menarik kedua pedang yang ada
di punggungku sedikit, dan kemudian memasukannya kembali ke dalam sarung
pedang yang menghasilkan sebuah dentangan. Setelah itu, aku mulai
berjalan menuju lingkaran cahaya persegi di arena.
Bagian tempat
duduk yang mengelilingi amfiteater itu penuh sesak dengan orang-orang.
Dugaanku setidaknya ada sekitar seribu penonton. Aku bisa melihat Klein
dan Agil di baris depan, meneriakkan hal-hal berbahaya seperti
"potong-potong dia" dan "bunuh dia."
Aku berjalan ke tengah
arena lalu berhenti. Kemudian, siluet merah tua muncul dari ruang tunggu
sebaliknya, dan sorakan-sorakan menjadi lebih intens.
Berbeda
dengan seragam biasa Knights of Blood, yang merah diatas putih,
Heathcliff mengenakan surcoat merah yang sebaliknya. Meskipun dia
seperti aku dan hampir tidak memakai baju besi, ia memegang perisai
putih-murni, besar, berbentuk salib ditangan kirinya, yang segera
menarik perhatianku. Pedangnya kelihatannya disarungkan dalam perisai,
karena aku bisa melihat pegangan berbentuk salib menonjol dari bagian
atasnya.
Heathcliff berjalan pelan sampai ia berdiri tepat di
hadapanku. Dia melirik ke arah kerumunan dan kemudian berbicara dengan
senyum pahit.
"Saya harus minta maaf, Kirito-kun. Saya benar-benar tidak tahu bahwa hal ini akan terjadi."
"Aku akan meminta bagian uangku."
"Tidak
... Setelah pertarungan ini Anda akan menjadi bagian dari guild kami.
Saya akan menganggap duel ini sebagai salah satu misi dari guild."
Heathcliff
kemudian menghapus senyumnya, dan matanya yang berwarna logam mulai
memancarkan energi yang meluap. Terintimidasi, aku tanpa sadar mengambil
setengah langkah mundur. Pada kenyataannya, kami mungkin berbaring
ditempat yang jauh dari satu sama lain, dengan hanya data digital
ditukarkan diantara kami. Tapi, aku masih merasa sesuatu yang hanya bisa
disebut niat membunuh.
Pikiranku pindah ke keadaan bertarung,
dan mataku menerima tatapan Heathcliff secara langsung. Sorakan-sorakan
yang ada seolah-olah bergerak menjauh. Sebelum aku menyadari, inderaku
sudah mulai bertambah cepat, dan bahkan rasanya warna-warna disekitar
telah berubah.
Heathcliff memalingkan tatapannya dan berjalan ke
tempat sekitar sepuluh meter jauhnya dariku. Dia kemudian mengangkat
tangan kanannya dan memanipulasi layar menu yang muncul tanpa
meliriknya. Sebuah pesan duel muncul didepanku. Aku setuju dan mengatur
mode ke first strike.
Hitung mundur dimulai. Aku nyaris tidak bisa mendengar teriakan-teriakan disekitarku sekarang.
Darahku
mulai memompa lebih cepat. Aku menaklukkan sedikit ragu yang tersisa
dan melepaskan keinginanku untuk bertarung. Lalu aku mengeluarkan kedua
pedangku pada saat yang sama dari belakang punggungku. Lawanku bukanlah
orang yang bisa aku kalahkan kecuali kalau aku serius dari awal.
Heathcliff
menarik pedang panjang, tipis dari perisainya, dan kemudian memegangnya
dengan mantap saat dia memasuki posisi bertarungnya.
Dia
berdiri dengan perisainya mengarah padaku dan sisi kanan tubuhnya
menjauh dariku. Aku tidak bisa merasakan kekuatan yang terpaksa dari
posisinya. Aku menyadari bahwa mencoba untuk memprediksi gerakannya
hanya akan membingungkanku lebih jauh, dan memutuskan untuk langsung
maju dan menyerang dengan kekuatan penuh.
Meskipun tidak ada diantara kami yang melirik layar duel, kami berdua langsung menerjang segera setelah pesan «Duel» muncul.
Aku menurunkan posisiku saat aku berlari; tubuhku hampir menggores lantai saat meluncur.
Aku
memutar tubuhku tepat sebelum mencapai Heathcliff dan mengayunkan
pedang yang ada ditangan kananku ke kiri atas. Serangan itu ditahan oleh
perisainya yang berbentuk salib dan menghasilkan beberapa percikan api.
Tetapi seranganku adalah bagian dari dua serangan beruntun. Nol koma
satu detik setelah serangan pertama, pedang kiri-ku meluncur ke belakang
perisai. Itu adalah tipe-menerjang jurus Dual Blades «Double Circular».
Serangan dari kiri dibelokkan oleh pedang panjang-nya; efek
lingkaran cahaya-nya berhenti di tengah jalan. Meskipun mengecewakan,
langkah ini hanya sinyal untuk memulai pertempuran. Menggunakan kekuatan
dari jurus pedang, aku melebar jarak antara kita dan kemudian menerjang
pada lawanku lagi.
Kali ini, Heathcliff membalas dengan
menerjang menggunakan perisainya. Lengan kanannya tersembunyi dibalik
perisainya yang besar berbentuk salib, sehingga sulit untuk dilihat.
"Che!"
Aku
berlari ke kanan untuk menghindari serangannya. Kupikir kalau aku
berdiri di sisi perisai Heathcliff, aku akan memiliki cukup waktu untuk
bereaksi terhadap serangan meskipun aku tidak bisa melihat lintasannya.
Tapi kemudian Heathcliff mengangkat perisainya secara horizontal.
"Haa!!"
Dengan
teriakan yang rendah, ia melancarkan serangan menusuk dengan
perisainya. Serangannya datang padaku, meninggalkan jejak cahaya putih.
"Ahh!!"
Aku
hanya bisa bertahan dengan menyilangkan kedua pedangku. Tubrukan yang
kuat itu mengguncang seluruh tubuhku dan mengirimku terbang ke belakang
beberapa meter. Aku menusukkan pedang kanan-ku ke dalam tanah untuk
menghentikan diriku dari jatuh dan kemudian berbalik di udara sebelum
mendarat.
Itu hal yang tidak terduga, tapi tampaknya bahwa
perisai itu sendiri juga bisa digunakan sebagai senjata. Mirip dengan
Dual Blades dalam beberapa hal. Aku awalnya berpikir bahwa kecepatan
seranganku yang sangat cepat akan memungkinkanku untuk menang dalam duel
first strike; tapi tampaknya aku salah.
Heathcliff berlari ke
arahku, memperdekat jarak diantara kami dan menolak memberiku waktu
untuk pulih. Pedang dengan gagang berbentuk salib di tangan kanannya
ditusukkan ke arahku dengan kecepatan yang bisa menyaingi Asuna the
«Flash».
Saat lawan mulai serangan beruntun-nya, aku hanya bisa
menggunakan kedua pedangku untuk bertahan. Sebelum duel, Asuna
menjelaskan sebanyak mungkin tentang «Holy Sword»; tetapi tampaknya
kursus kilat hanya tidak cukup. Oleh karena itu, aku hanya bisa
mengandalkan keputusan sepersekian detik untuk menahan serangan yang
masuk.
Setelah menggunakan pedang kiri-ku untuk menangkis
serangan keatas terakhir dari serangan beruntun delapan-nya, aku segera
mencoba jurus pedang satu-serangan, «Vorpal Strike», dengan tangan
kananku.
"Hya ... aaa!!"
Dengan suara metalik seperti
mesin jet, jurus pedang itu meninggalkan jejak cahaya merah sebelum
menabrak tengah perisai-nya. Rasanya seolah-olah aku telah memukul
dinding batu; tapi tanganku tetap bergerak untuk menyelesaikan serangan.
Claang!! Suara tabrakannya berdentang, dan kali ini Heathcliff
terdorong kebelakang. Aku tidak bisa benar-benar menembus perisainya,
tetapi aku merasakan perasaan berhasil «menembus» pertahanannya. HP
Heathcliff telah terkurangi sedikit, tapi tidak cukup untuk memutuskan
pertarungan.
Heathcliff mendarat dengan lugas dan memperlebar jarak di antara kami.
"... Kecepatan reaksi yang mengesankan."
"Sepertinya pertahananmu terlalu sempurna ...!!"
Aku menerjang saat mengatakan hal ini. Heathcliff juga mengangkat pedangnya dan mendekat kearahku.
Kami
mulai saling bertukar serangan pada kecepatan yang membutakan. Pedangku
diblokir oleh perisainya; pedangnya dibelokkan oleh pedangku. Berbagai
jejak cahaya yang berbeda warna muncul dan memudar terus menerus
disekitar kami, sedangkan suara senjata kami yang beradu mengguncang
lantai arena. Sebuah serangan kecil berhasil masuk beberapa kali, dan HP
kami berkurang sedikit demi sedikit. Meskipun kedua pemain gagal
membuat serangan telak, salah satu akan menang saat HP lawan-nya turun
sampai dibawah lima puluh persen.
Tapi aku tidak peduli lagi
tentang hal itu. Aku merasakan diriku mempercepat dalam kegembiraan,
karena ini adalah pertama kalinya aku menghadapi lawan yang begitu kuat
sejak terjebak dalam SAO. Setiap kali inderaku menajam, kecepatan
seranganku naik lagi satu tingkat.
Aku masih belum mencapai batasku. Aku masih bisa bertambah cepat. Ikuti aku kalau kau bisa, Heathcliff!!!
Saat
aku mengeluarkan setiap kekuatan yang ada padaku, aku tenggelamkan
diriku dalam sukacita yang ganas dalam mengayunkan pedangku. Aku pasti
sedang tertawa. Sementara pertukaran serangan pedang bertambah intensif,
HP dari kedua belah pihak terus menurun sampai hampir mencapai area
lima puluh persen.
Saat itu, wajah tenang Heathcliff akhirnya menunjukkan kilatan emosi.
Apa itu? Kegugupan? Aku merasakan kecepatan serangannya menurun sedikit.
"Haaaa!"
Pada
saat itu, aku meninggalkan semua pertahanan dan meluncurkan sebuah
serangan dengan kedua pedangku: «Starburst Stream». Sisi tajam pedangku
bergerak dengan cepat ke arah Heathcliff bagaikan kobaran api dari
sebuah surya yang terkemuka.
"Argh ...!"
Heathcliff
mengangkat perisai berbentuk salib nya untuk menahan.Tapi aku hanya
mengabaikannya dan terus menyerangnya dari kanan, kiri, atas, dan bawah.
Sementara itu, responnya menjadi lebih lambat.
-Aku bisa menerobos!!
Aku
yakin bahwa serangan terakhir akan menerobos pertahanannya. Dengan
perisainya lebih ke arah kanan, seranganku dari kiri melesat ke dalam,
menggambar lintasan cahaya. Jika serangan ini masuk, HP-nya pasti akan
berkurang drastis sampai dibawah tanda setengah, dan aku akan
memenangkan-
Lalu, pada saat itu, seluruh duniaku bergetar.
"-!?"
Bagaimana aku menjelaskannya? Seolah-olah beberapa waktuku telah diambil dariku.
Untuk
beberapa persepuluh detik, segala sesuatu di sekitarku terlihat
membeku; segalanya kecuali Heathcliff. Perisai yang seharusnya ada di
kanan tiba-tiba muncul disebelah kiri, seolah-olah aku sedang menonton
video yang berhenti, dan menahan pedangku.
"Ap-!"
Aku
tertegun disaat yang fatal setelah serangan kuat tersebut ditahan. Tidak
akan mungkin Heathcliff akan kehilangan kesempatan itu.
Pedang
panjang ditangan kanannya meluncurkan jurus satu-serangan, yang datang
padaku dengan akurasi yang menjijikan yang pasti akan memutuskan
pertandingan. Aku jatuh ke tumpukan yang tidak sedap dipandang. Aku bisa
melihat pesan sistem ungu, yang mengumumkan bahwa duel berakhir, dengan
sudut mataku.
Posisi bertarungku sudah menghilang. Aku hanya
berbaring disana, pikiranku kosong, bahkan saat sorak-sorai masuk
kedalam kepalaku sekali lagi.
"Kirito!!"
Asuna berlari menghampiri dan mengguncangku kembali ke kesadaranku.
"Ah ... ya ... aku baik-baik saja."
Asuna melihat ekspresi kosong-ku dengan khawatir.
Aku kalah-?
Aku
masih tidak bisa percaya hal ini. Kecepatan tidak wajar Heathcliff
selama saat-saat akhir telah melewati batas dari pemain- melewati batas
dari setiap manusia. Aku bahkan melihat poligon-poligon yang membentuk
avatar-nya terdistrosi sesaat karena kecepatan yang mustahil.
Saat aku duduk ditanah, aku mengangkat kepalaku dan menatap wajah Heathcliff.
Tetapi
ekspresi pemenang tersebut tampak marah untuk suatu alasan. Paladin
merah tersebut menatap kami dengan mata logam-nya, lalu berbalik tanpa
kata dan berjalan ke ruang tunggu-nya ditengah-tengah gemuruh
sorak-sorai.
Bab 14
"Wha... apa itu!?”
"Apa yang kamu maksud? Kamu tahu apa ini. Sekarang, ayo bangun!"
Benda
yang telah Asuna paksakan kepadaku adalah pakaian baruku. Walaupun
pakaian itu memiliki desain yang sama dengan mantel yang biasa aku
pakai,tetapi warnanya putih menyilaukan. Terdapat sebuah salib kecil di
setiap mansetku dan satu salib besar di bagian punggungku; ketiganya di
warnai merah cerah. Pakaian ini, tanpa keraguan sedikitpun, adalah
sebuah seragam KOB.
"...A-aku bilang aku ingin sesuatu yang polos...”
"Seragam ini sudah cukup polos. Yeah, kamu cocok memakai pakaian ini!!”
Aku
terperosot kembali ke kursi goyang ketika semua kekuatan hilang dari
tubuhku. Aku masih tinggal di lantai kedua dari toko milik Agil. Tempat
ini telah menjadi tempat perlindungan dari bencanaku, jadi pemilik toko
yang patut dikasihani itu hanya dapat tidur di tempat tidur sederhana
pada lantai pertama. Satu-satunya alasan dia belum mengusirku adalah
karena Asuna datang setiap hari untuk membantu di toko. Hal itu adalah
kesempatan periklanan terbaik yang dapat dia dapatkan.
Sementara
aku mengeluh di kursiku, Asuna datang dan duduk di sandaran tangan,
yang telah menjadi tempat pilihannya. Dia menggoyangkan kursinya sembari
tersenyum, seakan-akan keadaan sulitku sekarang terasa menyenangkan
baginya, dan kemudian menepukkan kedua tangannya seakan-akan dia baru
saja memikirkan sesuatu.
"Ah, kita lebih baik mengucapkan salam perkenalan kita dengan baik. Sebagai anggota dari guild, aku harap kita dapat akur.”
Karena dia tiba-tiba membungkuk, aku menegakkan punggungku untuk menjawab.
"A-aku
juga berharap kita dapat akur.... lalu kemudian juga, aku hanyalah
seorang anggota biasa sedangkan kamu adalah wakil-ketua, jadi...”
Kekalahanku
dalam duel melawan Heathcliff telah terjadi dua hari yang lalu. Karena
aku bukanlah orang yang akan mengingkari janjinya, aku bergabung dengan
Knights of the Blood seperti yang telah aku setujui dengan Heathcliff,
guild memberiku waktu dua hari untuk bersiap-siap, jadi mulai besok aku
akan mengikuti perintah mereka untuk menjelajahi labirin dari lantai
tujuh-puluh-lima.
Bergabung dengan sebuah guild, huh-.
Asuna melirikku karena dia mendengar helaan napas pelanku.
"... kamu terlibat dalam semua ini karena aku.”
"Nah, tidak apa-apa. Hal ini adalah kesempatan baik untukku. Aku juga mulai merasakan batasan-batasan dalam bermain solo...”
"Aku sangat lega mendengarmu mengatakan hal itu... Hey, Kirito-kun...”
Kedua mata Asuna yang seperti kemiri menatap langsung kepadaku.
"Dapatkah
kamu memberitahukanku mengapa kamu menghindari guild-guild...
menghindariorang-orang...? Aku rasa ini bukanlah karena kamu adalah
seorang beta tester ataupun unique skill user, karena kamu adalah orang
yang sangat baik.”
Aku memindahkan pandanganku ke bawah dan secara perlahan menggoyangkan kursiku.
"...dahulu... lebih dari satu tahun yang lalu sebenarnya, aku pernah bergabung dengan sebuah guild...”
Kata-kataku
keluar dengan begitu mudahnya sehingga hal itu mengejutkanku. Mungkin
ini karena aku merasa pandangan mata Asuna akan dapat mencairkan
kepedihan yang menusukku setiap kali aku memikirkan mengenai hal ini.
"Aku
pernah ditawarkan sebuah posisi dalam guild setelah aku bertemu dan
membantu mereka secara kebetulan di dalam sebuah area labirin... Guild
ini berukuran kecil dengan hanya enam anggota, termasuk aku, dan guild
ini memiliki nama yang menarik: «Black Cats of the Full Moon»."
Asuna tersenyum ringan.
"Pemimpin
guildnya adalah orang yang baik. Dia adalah seorang pengguna two-handed
staff bernama Keita. Dia selalu mengutamakan anggota guild dahulu di
dalam situasi apapun, sehingga semua sangat mempercayainya. Dia
memberitahukanku bahwa dia sedang mencari seseorang untuk menjadi
forward, karena kebanyakan anggota guildnya menggunakan senjata dua
tangan dengan jarak jangkau yang lebih jauh ...”
Sejujurnya,
level mereka semuanya jauh berada di bawah levelku. Tidak, aku
seharusnya mengatakan bahwa akulah yang menaikkan level terlalu banyak.
Bila
aku telah memberitahukan dia levelku, Keita pasti akan berpikir
sebaliknya untuk mengundangku. Tetapi aku telah lelah pergi ke labirin
sendirian hari demi hari, dan suasana seperti keluarga dari para «Black
Cats» telah membuatku iri. Hal ini terasa seperti mereka adalah teman
dalam dunia nyata, karena percakapan mereka antar satu dengan yang lain
tidak memiliki kecanggungan ataupun jarak yang biasanya tampak dalam
percakapan online antara para pemain; hal itu jugalah yang telah
membuatku terpikat dalam.
Secara terus terang, aku tidak
mempunyai hak apapun mengenai keinginan untuk mendapatkan kepedulian
dari orang lain. Aku telah kehilangan hak itu ketika aku memutuskan
untuk menjadi solo player dan secara egois menaikkan level hanya untuk
kepentinganku sendiri. Tetapi aku telah meredam suara hatiku dan
bergabung dengan guildnya, menyembunyikan baik levelku dan masa laluku
sebagai beta-tester.
Keita bertanya kepadaku bila aku dapat
melatih salah satu dari pengguna tombak mereka menjadi pengguna
pedang-dan-perisai. Karena kemudian akan ada tiga forward , termasuk
diriku sendiri, dan guild ini akan menjadi sebuah kelompok yang timbang.
Pengguna tombak yang telah dipercayakan kepadaku adalah seorang
gadis pendiam dengan rambut hitam sepanjang bahu bernama Sachi. Saat
kami pertama kali dikenalkan, dia berkata, dengan tersenyum malu, bahwa
walaupun dia telah lama menjadi gamer, dia belum dapat berteman dengan
banyak orang karena kepribadiannya. Setiap kali tidak ada kegiatan
guild, aku bepergian dengannya dan mengajarinya bagaimana menggunakan
single-handed-sword.
Sachi dan aku memiliki kemiripan dalam
banyak hal. Kami berdua sama-sama canggung dalam bersosialisasi, memilih
untuk memagari diri sendiri, akan tetapi takut akan kesendirian.
Lalu
suatu hari, dia tiba-tiba memberitahukanku bahwa dia takut akan
kematian, bahwa dia merasa sangat takut akan permainan kematian ini
sehingga dia tidak mau pergi keluar dan berlatih.
Sebagai
jawaban atas pembukaan rahasianya, aku hanya dapat mengatakan “Aku tidak
akan membiarkanmu mati.” Aku tidak dapat mengatakan apapun kepadanya
karena aku masih mencoba untuk menyembunyikan levelku. Setelah dia
mendengar jawabanku, dia menangis sedikit sebelum memaksakan diri untuk
tersenyum.
Pada hari yang lain, beberapa waktu kemudian, kami
berlima, semua anggota guild kecuali Keita, pergi kedalam sebuah
labirin. Keita tidak ikut karena dia sedang pergi untuk menawar sebuah
rumah untuk digunakan sebagai markas utama kami dengan uang yang telah
berhasil kami tabung.
Walaupun labirin yang kami datangi sudah
diselesaikan, masih terdapat beberapa area yang belum dijelajahi di
dalamnya. Salah satu dari kami menemukan sebuah peti harta ketika kami
bersiap-siap untuk pergi. Aku menyarankan yang lain untuk tidak
menghiraukan peti itu, karena kami berada di dekat garis depan sehingga
monster yang ada memiliki level yang tinggi. Selain itu, aku tidak
mempercayai trap dismantling skill dari anggota guild. Tetapi karena
hanya Sachi dan aku yang menolak untuk membuka peti harta itu, kami
kalah dalam voting 3 banding 2.
Jebakan yang ada adalah tipe
alarm, salah satu dari tipe-ripe terburuk dari jebakan yang ada. Segera
sesudah kami membuka peti itu, sebuah alarm yang memekakkan telinga
berbunyi, dan monster mulai mengalir masuk dari semua pintu masuk
kedalam ruangan itu. Kami segera berusaha untuk kabur dengan
ber-teleport.
Tetapi ternyata jebakannya berlapis dua. Ruangan
itu juga adalah Anti-Crystal Area- sehingga kristal-kristal milik kami
tidak berfungsi.
Di sana sungguh-sungguh terdapat terlalu banyak
monster untuk ditahan. Anggota-anggota yang lain jatuh dalam
kebingungan total dan berlarian tanpa tujuan. Aku mencoba untuk membuka
jalan dengan menggunakan teknik pedang tingkat tinggi yang telah aku
sembunyikan hingga seakrang, tetapi para anggota yang panik tidak dapat
melarikan diri pada waktunya. Satu per satu, HP mereka jatuh ke angka
nol, dan mereka berteriak sebelum meledak menjadi kepingan-kepingan. Aku
berpikir setidaknya aku dapat menyelamatkan Sachi dan mengayunkan
pedangku tiada henti.
Tetapi hal itu sudah terlambat. Aku
melihat Sachi berusaha menggapaiku dengan tangannya sementara sebuah
monster memotongnya dengan tanpa ampun. Kedua matanya tetap
mempercayaiku bahkan ketika dia terpecah seperti sebuah patung kaca dan
menghilang. Dia telah mempercayaiku dan bergantung padaku hingga akhir;
tetapi karena kata-kataku sangat lemah dan dangkal, mereka telah menjadi
tidak lebih dari sebuah janji kosong, sebuah kebohongan.
Keita
telah menunggu kami di dalam penginapan yang telah digunakan sebagai
markas sementara kami dengan kunci dari markas utama baru di tangannya.
Setelah kembali kedalam penginapan seorang diri, aku menjelaskan kepada
Keita tentang apa yang terjadi. Dia terus mendengarkan tanpa suara
hingga aku selesai, lalu bertanya kepadaku:
"Bagaimana kamu selamat?”
Lalu aku mengungkapkan levelku yang sesungguhnya dan bahwa aku telah menjadi beta tester.
Keita melotot kepadaku seakan-akan aku adalah sesuatu yang menjijikkan, lalu berkata satu hal.
-Seorang beater sepertimu tidak mempunyai hak apapun untuk bergabung dengan kami.
Kata-kata itu telah menusuk menembusku seakan-akan mereka adalah sebuah pedang baja.
"...apa yang terjadi... dengan orang itu...?”
"Dia bunuh diri.”
Tubuh Asuna bergetar di atas kursinya.
"Dia melompat dari pinggir lantai. Kemungkinan besar mengutukiku...hingga saat-saat terakhirnya...”
Aku
merasakan tenggorokanku menyempit. Sementara aku menghitung-hitung
kembali ingatan-ingatan itu yang telah aku kunci jauh di dalam lubuk
hatiku, emosi-emosi yang menyakitkan dari waktu itu kembali dengan
kemurnian yang sempurna. Aku menggertakan gigiku. Walaupun aku ingin
menggapai Asuna untuk penghiburan, sebuah suara di dalam pikiranku
berbisik, “kamu tidak mempunyai hak untuk melakukan hal itu,” yang
meninggalkanku dengan satu-satunya pilihan untuk mengepalkan kepalan
tanganku dengan erat.
"Aku telah membunuh mereka. Bila aku tidak
menyembunyikan fakta bahwa aku adalah seorang beta tester, aku pasti
akan dapat membujuk mereka untuk tidak menghiraukan peti itu. Yang
melakukannya adalah aku... Akulah yang telah membunuh Keita... dan
Sachi...”
Dengan kedua mataku terbuka lebar, aku memaksakan kata-kata ini keluar dari gigiku yang bergemeretak.
Asuna
tiba-tiba berdiri, mengambil dua langkah ke arahku, dan mengusap
wajahku dengan kedua tangannya. Dia menarik wajahnya yang cantik lebih
dekat ke arahku dengan sebuah senyum hangat.
"Aku tidak akan mati.”
Dia
mengatakan hal itu dengan berbisik, akan tetapi suara itu terdengar
sangat jelas. Aku merasa kekuatan meninggalkan tubuhku yang tegang.
"Karena, aku... aku adalah seseorang yang akan menjagamu.”
Setelah
mengatakan hal ini, Asuna membawa kepalaku ke dadanya dan memeluknya.
Aku merasakan sebuah kegelapan yang lembut dan hangat menutupiku.
Sementara
aku menutup kedua mataku, pikiranku menembus selubung gelap dari
ingatanku dan melihat wajah-wajah dari anggota Black Cat; mereka semua
duduk di sebuah meja penginapan, bermandikan dengan sebuah cahaya
oranye.
Aku tidak dapat dimaafkan. Aku tidak akan pernah dapat membayar harga dari kesalahan-kesalahanku.
Akan tetapi walaupun begitu, wajah-wajah yang menetap di ingatanku kelihatannya tersenyum.
Pada
hari berikutnya, aku memakai mantel yang sangat putih menyilaukan itu
dan pergi dengan Asuna menuju Grandum pada lantai 55.
Mulai hari
ini, aku akan memulai tugasku sebagai anggota guild Knights of the
Blood. Akan tetapi, berlawanan dengan kelompok biasanya yang
beranggotakan lima-orang, Asuna memanfaatkan wewenangya dan
memperbolehkan kami untuk membuat kelompok dua-orang; jadi dalam
kenyataannya, hal ini tidak berbeda dengan kemarin.
Tetapi perintah yang menunggu kami di dalam markas utama benar-benar tidak terduga.
"Latihan...?
"Ya.
Kita akan membuat kelompok berisika empat orang dan pergi melalui area
labirin dari lantai lima-puluh-lima hingga kita mencapai area tempat
tinggal di lantai lima-puluh-enam.”
Pria yang mengatakan hal ini
adalah salah satu dari empat pria lain yang berada di rapat ketika aku
berbicara dengan Heathcliff, Dia adalah seorang pria besar dengan ikal
rambut pirang tebal dan kelihatan seperti seorang pembawa kapak.
"Tunggu, Godfree! Kirito-kun akan...”
Sementara
Asuna mulai berdebat, Godfree mengangkat sebelah alisnya dan menjawab
denga sebuah suara, yang percaya diri, bila bukan angkuh.
"Bahkan
sang wakil-ketua harus mengikuti aturan. Aku tidak keberatan mengenai
kelompok yang dia ikuti untuk penjelajahan. Tetapi sebagai pemimpin dari
pasukan pelopor , aku harus menguji kemampuannya. Bahkan bila dia
adalah seorang pengguna unique skill, kita tidak benar-benar tahu apakah
dia akan berguna bagi kita.”
"D-dengan kekuatan Kirito-kun, tidak mungkin dia akan menjadi sebuah gangguan...”
Aku menenangkan Asuna yang gelisah sebelum berkata:
"Bila
kamu ingin melihat, maka aku akan menunjukkanmu. Tetapi aku tidak ingin
membuang-buang waktu pada labirin level rendah seperti itu. Apakah
bergegas melaluinya dalam satu kali perjalanan akan kamu setujui?”
Godfree menutup mulutnya dengan ekspresi tidak senang. Lalu dia pergi setelah berkata:
"Berkumpul di gerbang kota sebelah barat dalam tiga puluh menit.”
"Sikap macam apa itu!?”
Asuna menendang sebuah pilar baja dengan sepatunya karena jengkel.
"Maafkan aku, Kirito-kun. Mungkin akan lebih baik bila kita telah melarikan diri...”
"Bila kita melakukan hal itu, semua anggota dari guild akan secara bersama-sama mengutukku hingga mati.”
Aku tersenyum dan dengan bercanda memukul kepala Asuna.
"Uuuu, Aku berpikir bahwa kita akan bersama hari ini... haruskah aku pergi bersamamu...?”
"Aku akan segera kembali. Tunggulah di sini.”
"Yeah... hati-hati...”
Asuna mengangguk dengan enggan. Setelah melambaikan tanganku ke arahnya, aku berjalan keluar dari markas besar.
Tetapi ketika aku tiba di tempat yang telah— gerbanf sebelah barat dari— Aku melihat sesuatu yang jauh lebih mengejutkan.
Di sebelah Godfree berdiri orang yang paling tidak ingin aku temui di dunia ini— Kuradeel.
Bab 15
“...Apa yang kau maksud dengan hal ini?”
Aku bertanya kepada Godfree secara perlahan.
“Hmm,
aku sudah tahu apa yang telah terjadi diantara kalian berdua. Tetapi
karena sekarang mulai saat ini kalian adalah teman seperjuangan dari
guild yang sama, aku berpikir saat ini adalah kesempatan yang baik untuk
memperbaiki perseteruan diantara kalian berdua.”
Sementara aku menatap Godfree yang tertawa terbahak-bahak, Kuradeel berjalan secara perlahan kearahku.
“…”
Aku
menjadi curiga dan bersiap untuk bereaksi terhadap situasi apapun.
Walaupun kami berada dalam safe area, tidak ada yang tahu apa yang akan
dia lakukan.
Tetapi berlawanan dengan semua perkiraanku,
Kuradeel tiba-tiba menundukkan kepalanya. Dia kemudian menggumamkan
sesuatu secara lirih dibalik rambut panjangnya.
“Maaf... atas apa yang telah kuperbuat kepadamu...”
Kali ini aku benar-benar terkejut. Mulutku ternganga karena heran dan aku tidak dapat berkata apa-apa.
“Aku tidak akan berlaku kasar lagi... Aku berharap kau dapat memaafkanku...”
Aku tidak dapat melihat raut wajahnya dibalik rambut panjang & berminyaknya.
“Ah... tidak apa-apa...”
Saat
aku memaksakan diriku untuk mengangguk, aku bertanya-tanya mengenai apa
yang telah terjadi. Apakah dia telah melakukan operasi penggantian
kepribadian atau sesuatu yang lain?
“Ya, ya. Sekarang masalah sudah terselesaikan!!”
Godfree
kembali tertawa terbahak-bahak. Aku merasa sangat curiga; Kuradeel
pasti telah merencanakan sesuatu, tetapi aku tidak dapat menebaknya
dengan melihat kepalanya yang tertunduk. Berkebalikan dengan emosi yang
dilebih-lebihkan, SAO masih kesulitan untuk menampilkan ekspresi wajah
yang semu. Aku hanya dapat menerima permintaan maafnya sekarang, tetapi
aku mengingatkan diriku sendiri untuk tidak lengah.
Anggota
terakhir akhirnya tiba setelah beberapa waktu, dan kami mulai berangkat
menuju labirin. Saat aku hendak melangkah, Godfree menghentikanku dengan
nada kasar:
“Tunggu... latihan hari ini akan dilakukan dalam
keadaan yang paling realistis. Aku ingin melihat sebagaimana bagus
kalian menghadapi keadaan genting, jadi aku akan mengambil semua kristal
kalian...”
“...bahkan teleport crystal kami?”
Godfree
hanya mengangguk. Aku ragu-ragu mengenai hal ini. Kristal, terutama
teleport crystal, adalah jaring pengaman terakhir pada death game ini.
Aku tidak pernah bertualang tanpa kristal-kristal ini. Aku hendak
menolak, tetapi masalah ini mungkin saja membuat Asuna berada dalam
situasi yang bermasalah, jadi aku memutuskan untuk menahan ucapanku.
Melihat
Kuradeel dan yang lainnya menyerahkan kristal mereka dengan patuh, aku
tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti. Godfree bahkan memeriksa
inventory-ku secara seksama setelah itu.
“Hmm, baguslah. Sekarang mari kita berangkat”
Dibawah
perintah Godfree, kami berjalan keluar dari Grandum dan berjalan menuju
area labirin yang dapat kami lihat di arah barat dari kejauhan.
Area
latihan pada lantai lima puluh lima adalah daerah tandus nyaris tanpa
tumbuhan. Aku hendak menyelesaikan latihan secepat mungkin, sehingga aku
menyarankan untuk berlari sepanjang jalan ke arah labirin, tetapi
saranku ditolak mentah-mentah dengan sebuah lambaian tangan dari
Godfree.Hal ini mungkin karena dia memfokuskan untuk menaikkan strength
stat-nya dan mengabaikan dexterity.Aku hanya dapat menyerah dan
meneruskan perjalanan melalui gurun tanpa akhir ini.
Kami
beberapa kali bertemu dengan monster-monster. Tetapi mengenai hal ini,
aku tidak mempunyai cukup kesabaran untuk menunggu perintah Godfree,
jadi aku dengan mudahnya menebas mereka saat itu juga.
Pada
akhirnya, setelah melewati beberapa gunung yang tinggi dan berbatu,
batu-batu kapur berwarna abu-abu dari labirin akhirnya terlihat...
“Baiklah, kita sekarang beristirahat disini!”
Setelah Godfree mengumumkan hal ini dengan nada kasar, kelompok ini berhenti.
“...”
Aku
ingin langsung menerobos masuk kedalam labirin; tetapi karena aku
mengetahui bahwa hal ini akan ditolak walaupun aku mengusulkannya, aku
hanya menghela napas dan duduk pada sebuah batu. Saat ini sudah
mendekati tengah hari.
“Aku akan membagikan makanannya..”
Godfree
kemudian mengambil empat kantung kulit dan melemparkannya kepada masing
masing anggota. Aku menangkap milikku dengan satu tangan dan membukanya
tanpa mengharapkan apa-apa. Didalam kantong itu terdapat sebotol air
dan roti keras yang dijual di toko milik NPC.
Aku membuka
botolnya dan meminum seteguk penuh sementara mengutuk keberuntunganku;
aku bisa saja memakan sandwich buatan Asuna saat ini bila semuanya telah
berjalan lancar.
Lalu, aku tiba-tiba menyadari bahwa Kuradeel
duduk di batu yang jauh. Dia bahkan tidak membuka kantungnya, dan kedua
mata dibalik rambut panjangnya menatap dengan niat buruk kearah kami.
Apakah yang mungkin sedang dia tatap...?
Hawa dingin tiba-tiba menyerang sekujur tubuhku. Da sedang menunggu sesuatu terjadi. Sesuatu itu... kemungkinan besar-
Aku langsung membuang botol yang kubawa dan mencoba untuk memuntahkan cairan itu dari mulutku.
Tetapi
sudah terlambat. Tenagaku tiba-tiba menghilang dan aku terjatuh.
Terlihat HP bar di ujung penglihatanku; HP bar ini dikelilingi oleh
garis hijau yang biasanya tidak ada disana.
Tidak mungkin aku salah; apa yang baru aku minum adalah racun untuk melumpuhkan.
Saat
aku melihat sekeliling, aku mengetahui bahwa Godfree dan yang lainnya
juga telah menggeliat ditanah. Aku langsung mencari kedalam kantung
menggunakan tangan kiriku, tetapi hal ini hanya memperkuat rasa
panik-ku. Aku telah menyerahkan semua antidote crystal-ku kepada
Godfree. Aku masih memiliki sebuah potion,tetapi potion ini tidak
berpengaruh terhadap kelumpuhan.
“Ku...kukuku...”
Tawa
yang melengking mencapai telingaku. Sementara dia duduk di batu,
Kuradeel memegang perutnya dengan kedua tangan dan tertawa
terbahak-bahak. Kelopak matanya yang tebal menunjukkan ekstasi kegilaan
yang aku ingat dengan sangat baik.
“Waha! Haha! Hyahahahaha!!”
Dia
tertawa terbahak-bahak sambil menengadah ke langit, kelihatannya tidak
dapat mengendalikan dirinya sendiri. Godfree menatapnya dengan ekspresi
wajah kebingungan.
“Apa... apa yang terjadi...? Bukankah airnya... disiapkan... olehmu, Kuradeel...”
“Godfree! Cepat, gunakan antidote crystal!!”
Setelah mendengarkan teriakanku, Godfree akhirnya mulai mencari didalam kantung di sisi tubuhnya.
“Hya-!!”
Dengan
teriakan yang aneh, Kuradeel melompat dari batu tempat duduknya dan
menendang tangan kiri Godfree dengan sepatunya. Sebuah kristal hijau
bergulir dari tangan Godfree. Kuradeel mengambilnya, dan memasukkan
tangannya kedalam kantung Godfree, mengambil kristal yang tersisa dalam
kantong, dan memasukkannya kedalam kantungnya sendiri.
Semuanya telah berakhir.
“Kuradeel… apa, apa yang kau lakukan? Apakah ini adalah semacam... latihan?”
“Bo-doh!!”
Kuradeel
mengatakan hal ini sembari dia menendang Godfree, yang masih belum
dapat mengerti apa yang sedang terjadi dan menggumamkan hal bodoh ini,
pada mulutnya.
“Argh!”
HP Godfree menurun sedikit, dan
pada saat yang bersamaan cursor Kuradeel berubah dari kuning menjadi
warna oranye yang menunjukkan status kriminal. Tetapi hal ini tidak
mengubah apapun. Tidak mungkin seseorang akan melewati lantai yang telah
diselesaikan.
“Godfree-san, aku selalu menganggap kamu sebagai
seorang idiot, tetapi aku tidak pernah membayangkan bahwa kamu akan
separah ini. Apakah otakmu juga terbuat dari otot?
Tawa tajam Kuradeel membahana keseluruh gurun.
“Masih banyak hal yang ingin aku katakan kepadamu... tetapi aku tidak ingin menghabiskan waktuku dengan makanan pembuka...”
Kuradeel
menghunuskan two-handed sword miliknya sembari berkata. Dia
mengangkatnya tinggi ke udara dan meregangkan tubuh kurusnya. Cahaya
mentari terpantul dari bilah pedangnya yang tebal saat dia
mengayun-ayunkan pedang itu.
“T-tunggu, Kuradeel! Kau... apa... apa yang kau katakan ... bukankah... bukankah ini adalah latihan?”
“Tutup mulutmu dan matilah.”
Kuradeel
meludah dan mengayunkan pedangnya tanpa ampun. Terdengar suara yang
keras dan menjengkelkan , dan HP Godfree menurun secara drastis.
Godfree akhirnya menyadari seberapa serius keadaannya dan mulai berteriak. Tetapi sekarang sudah terlambat.
Dua,
tiga kali pedangnya terayun kebawah tanpa ampun dengan berkilatan
cahaya, dan HP Godfree berkurang banyak dalam setiap ayunan pedang itu.
Kemudian, saat HP Godfree mencapai area merah, Kuradeel berhenti.
Saat
aku baru saja berpikir bahwa dia tidak akan membunuh tidak peduli
seberapa gilanya dia, Kuradeel membalik pegangan pedangnya dan secara
perlahan menusukkannya ke tubuh Godfree. Saat HP Godfree berkurang
sedikit demi sedikit, Kuradeel mulai mendorong pedang itu dengan seluruh
tubuhnya.
“Aaaaaaaahhh!!”
“Hyahahahaha!!”
Sementrara
teriakan Godfree menjadi semakin keras, Kuradeel mulai berteriak juga.
Pedang itu mulai tertanam dalam tubuh Godfree secara perlahan-lahan dan
HP-nya berkurang secara stabil-
Sementara anggota lain dan
diriku melihat dalam diam, pedang Kuradeel menembus tubuh Godfree
sepenuhnya, dan HP bar-nya menjadi nol pada saat yang bersamaan. Godfree
kemungkinan besar tetap tidak mengerti apa yang terjadi walaupun pada
saat itu tubuhnya terpecah menjadi pecahan yang tak terhitung.
Kuradeel secara perlahan menarik pedangnya dari tanah, lalu memalingkan mukanya seperti boneka mekanis dan melihat anggota lainnya.
“Ah!! Ahhh!!”
Dengan
teriakan-teriakan pendek ini, anggota tersebut mengayun-ayunkan
lengannya dalam usahanya untuk melarikan diri. Kuradeel mulai berjalan
kearahnya dengan langkah yang aneh.
“…Aku tidak ada dendam terhadapmu... tetapi menurut rencanaku, hanya aku saja yang kembali dengan selamat…”
Dia kemudian mengangkat pedangnya sembari bergumam kepada dirinya sendiri.
“Aaaahh!”
“Kau ingin dengar~? Sebenarnya, kelompok kami--”
Dia mengayunkan pedangnya; telinganya tidak mendengar teriakan-teriakan anggota lainnya itu.
“Telah disergap di gurun oleh sekelompok besar dari PKers-.”
Dia mengayunkan pedangnya lagi.
“Kami bertarung dengan sengit, tetapi tiga anggota yang lain telah meninggal-.”
Dan pedangnya terayun lagi.
“Aku
hanyalah satu-satunya yang tersisa, tetapi aku berhasil mengusir para
kriminal itu dan berhasil bertahan hidup sebelum kembali ke HQ-.”
Setelah
serangan ke-empat, HP dari anggota itu habis. Sebuah suara yang membuat
tubuhku menggigil berbunyi. Tetapi Kuradeel bersikap seakan dia telah
mendengarkan suara dari seorang dewi. Dia berdiri disana, di tengah
ledakan serpihan-serpihan, dan mendengarkannya dengan ekspresi bahagia
tergambar di wajahnya.
Kali ini bukan hari pertamanya...
Aku
sangat yakin akan hal ini. Cursor miliknya mungkin telah berubah
menjadi warna oranye dari kriminal baru beberapa waktu yang lalu, tetapi
masih ada banyak cara tercela untuk membunuh orang tanpa merubah warna
cursor-nya. Akan tetapi, mengerti mengenai hal ini sekarang tidak akan
memecahkan masalah apapun.
Akhirnya, Kuradeel berbalik untuk
melihatku, dengan kegembiraan yang tak tertahankan tergambar jelas di
wajahnya. Dia berjalan perlahan kearahku, pedangnya membuat suara yang
memuakkan saat dia menggoreskannya di tanah sepanjang perjalanannya.
“Hey.”
Dia merundukkan badan di sebelahku, yang masih tergeletak di tanah, dan berbisik kepadaku.
“Karena idiot sepertimu, aku harus membunuh dua orang yang benar-benar tidak bersalah.”
“Walaupun begitu kau terlihat sangat senang akan hal itu.”
Aku
merespon sementara aku dengan putus asa berusaha mencari jalan keluar
dari situasi ini. Dari tubuhku, yang dapat bergerak hanyalah bibir dan
tangan kiriku. Karena kelumpuhan mencegah seseorang untuk membuka menu
window, berarti hal ini juga melarang player untuk mengirim pesan jenis
apapun. Walaupun aku tahu bahwa hal ini tidak akan banyak membantu, aku
berusaha untuk menggerakkan tangan kiriku, yang berada pada blind-spot
dari Kuradeel, sementara aku terus berbicara.
“Mengapa seseorang sepertimu bergabung dengan KOB? Sebuah criminal guild akan lebih cocok untukmu.”
“Keh, mengapa kamu bertanya mengenai sesuatu yang sudah pasti? Aku bergabung karena gadis itu.”
Dia
mengatakannya dengan suaranya yang parau dan menjilat bibirnya. Saat
aku menyadari bahwa dia sedang berbicara tentang Asuna darahku mulai
mendidih.
“Kau bajingan tengik ...!”
“Woah, mengapa kamu
menatapku seperti itu? Bukankah semuanya ini hanyalah sebuah
permainan...? Jangan khawatir, aku akan menjaga wakil ketua-mu yang
berharga itu. Lagipula,aku mempunyai banyak item yang berguna.”
Kuradeel
mengambil botol air minum yang telah diracuninya dan mengguncangkannya
untuk membuat suara percikan. Kemudian dia memberikan kedipan mata yang
aneh dan meneruskan pembicaraanya.
“Dan kamu baru saja mengatakan sesuatu yang sangat menarik, bahwa aku lebih cocok menjadi anggota criminal guild.”
“…yah, itu adalah sebuah kebenaran.”
“Aku sedang memujimu. Kamu sangat jeli.”
Kekekeke.
Kuradeel
sepertinya sedang memikirkan sesuatu saat dia tertawa. Kemudian dia
tiba-tiba melepaskan sarung tangan kirinya.Dia menggulung lengan bajunya
dan memperlihatkan lengan bawahnya sehingga aku dapat melihat apa yang
ada dibaliknya.
“...!!”
Saat aku melihat apa yang ada
disana—nafasku tiba-tiba terhenti. Apa yang ada disana adalah sebuah
tato. Tato itu berwujud karikatur seperti manga tentang sebuah peti mati
hitam kelam. Sebuah mulut dan sepasang mata membentuk seringai lebar
pada permukaan tutup peti; tulang-belulang dari sebuah tangan tengkorak
menggapai keluar dari dalam peti.
“Itu... adalah lambang dari... «Laughing Coffin»?”
Aku menanyakan hal itu dengan suara serak. Kuradeel tersenyum dan mengangguk setuju.
«Laughing
Coffin» sebelumnya adalah grup PK terbesar dan terburuk di Aincrad.
Mereka dipimpin oleh seseorang yang kejam dan licik, dan terus
bereksperimen tanpa akhir dengan metode-metode baru untuk membunuh
orang; pada akhirnya, jumlah pemain yang telah dibunuhnya berjumlah
hingga tiga digit satuan.
Para pemain pertama mencoba memecahkan
masalah ini dengan negosiasi, tetapi setiap pembawa pesan yang dikirim
segera dibunuh. Kami bahkan tidak dapat mengerti kenapa mereka melakukan
PK, karena hal ini hanya menurunkan kemungkinan unuk menyelesaikan
permainan ini, dan karena hal ini kami tidak dapat berkomunikasi dengan
baik dengan mereka. Beberapa waktu yang lalu, para pemain yang bertujuan
untuk menyelesaikan permainan ini telah membentuk grup penaklukan yang
menyaingi grup-grup pembunuh boss, dan pada akhirnya menghancurkan guild
mereka setelah beberapa pertarungan yang panjang dan berdarah.
Asuna
dan aku juga pernah menjadi bagian dari grup tersebut. Tetapi informasi
mengenai grup ini telah bocor entah dimana, dan para Pker telah
bersiap-siap dan menantikan kami. Dalam usaha kerasku untuk melindungi
teman seperjuanganku, pada akhirnya aku mengambil nyawa dari dua anggota
Laughing Coffin secara tidak sengaja.
“Apakah ini...untuk balas dendam? Kamu adalah orang yang selamat dari Laughing Coffin?”
Aku menanyakan hal ini dengan suara parau. Kuradeel secara virtual meludahkan jawabannya:
“Heh,
tidak mungkin. Mengapa aku akan melakukan hal sebodoh itu? Aku
baru-baru saja bergabung dengan Laughing Coffin, dan hanya dalam
semangat. Aku belajar teknik meumpuhkan ini dari mereka... ah, cerita
yang membosankan.”
Dia berdiri dengan gerakan yang hampir mirip dengan mesin dan mengangkat pedangnya lagi.
“Baikah,
kita sudah cukup lama berbicara. Efek racunnya akan segera habis
sebentar lagi, jadi aku perlu menyelesaikannya sekarang. Aku telah
memimpikan saat ini... semejak duel saat itu...”
Api berkobar di
kedua matanya, yang terbuka lebar sekali hingga bernentuk lingkaran.
Dia tersenyum sambil menjulurkan lidahnya, dan dia bahkan berjinjit saat
dia bersiap untuk mengayunkan pedangnya.
Sesaat sebelum dia
bergerak,aku melemparkan mata pisau di tangan kiriku hanya menggunakan
pergelangan tanganku. Walaupun sebenarnya aku mengarahkannya ke arah
wajah dimana cederanya akan lebih parah, accuracy penalty dari
kelumpuhan meyebabkan mata pisau baja itu meleset dan menusuk lengan
kiri Kuradeel. HP Kuradeel hanya berkurang sedikit, sementara aku jatuh
kedalam situasi yang tanpa harapan.
“...sakit juga ...”
Kuradeel
mengerutkan alisnya dan melebarkan senyumnya, kemudian menusuk lengan
kananku dengan ujung pedangnya. Dia kemudian memelintirkannya dua kali,
lalu tiga kali.
“Argh...!”
Walaupun aku tidak merasakan
sakit sedikitpun, perasaan yang tidak mengenakkan dari stimulasi di
syaraf menyebar keseluruh tubuhku bersamaan dengan efek kuat dari
kelumpuhan. Setiap kali pedang itu menusuk lenganku, HP-ku berkurang
secara lambat tapi pasti.
Apakah masih disana...? Apakah efek dari racunnya masih belum hilang...?
Aku
menggertakan gigiku dan menunggu saat dimana tubuhku akan terbebas.
Jangka waktu dari kelumpuhan berbeda-beda berdasarkan dari kekuatan
racun lainnya. Tetapi kebanyakan racun penyebab kelumpuhan kehilangan
efektivitasnya dalam waktu kurang lebih lima menit atau sekitar itu.
Kuradeel
menarik pedangnya lalu menusuk kaki kiriku. Perasaan tidak mengenakkan
kembali menyebar ke seluruh tubuhku, dan sistem dari permainan ini
mengkalkulasikan tingkat cederanya tanpa ampun.
“Jadi...?
Bagaimana rasanya...? Bagaimana rasanya mengetahui bahwa kau akan mati
sebentar lagi...? Maukah kau... beritahu aku...?”
Kuradeel mengatakan hal ini dengan hampir berbisik saat dia menatap wajahku dengan penuh perhatian.
“Katakan sesuatu cumi-cumi... Menangis dan berteriaklah kalau kamu tidak ingin mati...”
HP-ku
menurun hingga dibawah garis tengah dan berubah menjadi warna kuning.
Kelumpuhannya masih belum hilang juga. Sekujur tubuhku menjadi semakin
dingin, seakan-akan kematian sedang menyelubungiku dengan udara beku,
rasa dinginnya secara perlahan merangkak dari kedua kakiku.
Aku
telah melihat banyak pemain yang meninggal di dalam SAO. Mereka semua
memiliki ekspresi wajah yang sama saat mereka terpecah menjadi pecahan
yang tak terhitung jumlahnya dan menghilang; ekspresi itu selalu
merupakan ekspresi sederhana dari sebuah perenungan, sebuah ekspresi
yang menanyakan, ”apakah aku benar-benar akan mati seperti ini?”
Ekspresi
itu kemungkinan besar disebabkan karena, jauh didalam hati kita, tidak
seorangpun dari kita ingin menerima peraturan mutlak dari permainan ini.
Kita sebenarnya tidak ingin mempercayai bahwa kematian didalam
permainan ini berarti kematian yang sesungguhnya.
Kita semua
menaruh harap pada sebuah spekulasi, bahwa “mungkin kita hanya akan
kembali ke dunia nyata saat HP kita menjadi nol dan kita menghilang.”
Tentu saja, kau perlu mati sendiri untuk mengetahui apakah yang
sebenarnya akan terjadi. Bila kau berpikir mengenai hal ini seperti itu,
lalu kematian akan menjadi salah satu cara untuk melarikan diri dari
permainan ini-.
“Hey, hey, katakan sesuatu. Aku benar-benar berusaha membunuhmu sekarang.”
Kuradeel
menarik pedangnya dari kakiku dan kali ini menusuk perutku. HP-ku
menurun secara drastis dan menuju ke area berbahaya warna merah.Tetapi
aku merasa hal ini bukanlah hal yang menjadi perhatianku, seakan-akan
ini semua terjadi di dunia lain yang jauh. Walaupun aku sedang disiksa
dengan pedang ini, pikiranku sedang berjalan kearah jalan yang kelam,
seakan-akan kain yang berat dan tebal perlahan-lahan menutupinya.
Lalu kemudian... rasa takut yang kuat tiba-tiba mencengkeram hatiku.
Asuna.
Bila aku meghilang dan meninggalkannya sendiri di dunia ini, Asuna akan
jatuh ke tangan Kuradeel dan harus merasakan rasa sakit yang sama
denganku. Kemungkinan itu membuat rasa sakit yang tak tertahankan yang
mengejutkanku dan membuatku kembali sadar.
“Kaaaah!!”
Aku
membuka mataku, mencengkeram pedang yang tertanam kedalam perutku, dan
mulai menariknya keluar dengan kekuatan yang masih ada padaku. Aku hanya
memiliki sekitar sepuluh persen HP tersisa. Kuradeel lalu berteriak
kaget:
“Huh... huh? Apa ini, kamu takut mati?”
“Ya... Aku... tidak boleh mati dulu…”
“Heh!! Hyahaha!! Begini lebih baik!!”
Kuradeel
tertawa seperti burung yang aneh dan menekan pedangnya dengan seluruh
berat tubuhnya. Aku menahannya dengan satu tangan. Sistemnya melakukan
perhitungan-perhitungan yang rumit berdasarkan atas kekuatanku dan
Kuradeel dan menetapkan hasilnya.
Hasil akhirnya—pedangnya kembali menusukku lagi, perlahan tetapi pasti. Aku dipenuhi dengan rasa takut dan putus asa.
Apakah ini akhirnya?
Apakah aku akan mati? Meninggalkan Asuna didalam dunia yang gila ini?
Aku berusaha melawan pedang yang perlahan-lahan mendekat dan rasa putus asa yang menggapai dari dalam diriku.
“Mati-!! Maaatiiii-!!”
Kuradeel berteriak dengan suara yang melengking.
Niat
membunuh yang berbentuk pedang yang bersinar kusam mendekat sentimeter
demi sentimeter. Lalu akhirnya, ujung dari pedang itu mencapai
tubuhku—dan perlahan menusuk masuk...
Pada saat yang sama, sehembus angin bertiup.
Ini adalah hembusan angin merah tua dan putih murni.
“Huh...!?”
Dengan
seruan terkejut ini, pembunuh itu beserta pedangnya terlempar tinggi ke
udara. Aku terdiam menatap bayang-bayang dari orang yang telah datang.
“...Aku belum terlambat... Aku belum terlambat... terima kasih, Tuhan... Aku belum terlambat...”
Suaranya
yang bergetar terdengar lebih indah daripada kepakan sayap seorang
malaikat. Bibirnya bergetar hebat sembari dia jatuh berlutut dan
melihatku.
“Masih hidup... kamu masih hidup, benarkan, Kirito-kun…?”
“...yah... Aku masih hidup...”
Suaraku
terdengar begitu lemah sehingga hal itu mengejutkanku. Asuna mengangguk
sekali dan mengeluarkan kristal berwarna merah muda dari kantungnya,
lalu meletakkan tangan kirinya pada dadaku dan berteriak.
“Heal!”
Kristal itu pecah dan HP bar-ku terisi saat itu juga. Setelah memastikan kesembuhanku, Asuna berbisik kepadaku
“...Tunggu disini. Aku akan segera membereskan hal ini...”
Asuna lalu berdiri, menghunuskan rapiernya dengan anggun, dan mulai berjalan.
Sasarannya,
Kuradeel masih berusaha untuk mengangkat tubuhnya dari tanah. Saat dia
melihat orang yang berjalan kearahnya, kedua matanya terbelalak.
“A-Asuna-sama... b-bagaimana anda sampai disini...? H-hal, ini, adalah latihan, ya, tadi ada kecelakaan ditengah latihan...”
Kuradeel
melompat keatas seakan-akan dia memiliki pegas ditubuhnya dan berusaha
untuk mengutarakan alasan dengan suaranya yang gugup. Tetapi sebelum dia
selesai, tangan kanan Asuna bercahaya dan ujung pedangnya merobek mulut
Kuradeel. Dia tidak menjadi kriminal karena musuhnya telah memiliki
cursor oranye.
“Ahh!!”
Kuradeel menutupi mulutnya dengan
tangannya, menyondorkan badan kebelakang, dan terhenti sesaat.Kemudian,
sembari dia kembali berdiri tegak, kedua matanya penuh dengan amarah
yang kukenal.
“Kau perempuan jalang... kau berbuat terlalu jauh... Heh, tidak apa-apa. Aku hanya perlu mengurusmu juga...”
Tetapi
dia berhenti ditengah kata-katanya; Asuna telah mulai menyerang dengan
ganas segera setelah dia mempererat genggaman pada pedangnya. Rapier
miliknya menggambar lintasan-lintasan cahaya yang tak terhitung
banyaknya saat rapier miliknya menyayat dan menusuk Kuradeel dengan
kecepatan yang luar biasa. Bahkan aku tidak dapat melihat jalur
pedangnya, dan aku berada beberapa level diatasnya. Aku hanya
menyaksikan bidadari ini mengayunkan pedangnya hampir seakan-akan dia
sedang menari.
Tarian itu sangat indah. Asuna memukul mundur
musuhnya dengan tanpa ekspresi, rambut cokelat kemerah-merahannya
mengalir sementara percikan-percikan kemarahan menyelimuti sekujur
tubuhnya; keindahannya tak terlukiskan.
“Ah!! Kaaaa!!”
Kuradeel
sudah mulai panik, pedangnya terayun liar tanpa sekalipun menggores
Asuna. Sementara HP-nya menurun dari daerah kuning ke daerah merah,
Kuradeel akhirnya membuang pedangnya kesamping dan berteriak dengan
kedua tangannya terangkat diudara.
“B-baiklah!! Baiklah!! Aku minta maaf!!”
Dia lalu berlutut dan memohon.
“A-aku akan meninggalkan guild! Aku tidak akan muncul dihadapan kalian berdua lagi!! Jadi-“
Asuna mendengarkan permohonannya dalam diam.
Dia
lalu mengangkat pedangya perlahan dan membalik pegangan pedangnya.
Tangannya yang mungil menegang karena gugup, dan kemudian terangkat
beberapa sentimeter saat dia bersiap untuk menusuk Kuradeel. Pada saat
itu pembunuh itu berteriak lebih keras.
“Heeeek! A-aku tidak mau mati-!!”
Pedangnya terhenti tiba-tiba seperti menghantam dinding yang tidak terlihat. Tubuh mungilnya mulai gemetar dengan hebat.
Aku dapat sepenuhnya memahami konflik didalam diri Asuna, mengenai rasa takut dan amarahnya.
Dari
apa yang aku tahu, dia belum pernah membunuh siapapun didalam permainan
ini. Karena bila seorang pemain terbunuh didunia ini maka dia juga akan
mati didunia nyata, PK didalam network game ini sama dengan pembunuhan
yang sebenarnya.
Ya. Berhenti, Asuna. Jangan melakukannya.
Ketika aku meneriakkan hal ini kepada diriku sendiri, aku juga memikirkan hal yng sebaliknya pada saat yang sama.
Tidak, jangan ragu-ragu. Ini adalah kesempatan yang dia tunggu.
Perkiraanku menjadi kenyataan 0.1 detik kemudian.
“Ahahahaha!”
Aku tidak yakin kapan Kuradeel mengambil pedangnya lagi, tetapi dia tiba-tiba mengayunkannya keatas dengan sebuah teriakan.
Rapier milik Asuna berdentang dan terlempar dari genggaman tangan kanannya.
“Ah...!?”
Saat Asuna berseru dan kehilangan keseimbangannya,sebuah sinar metalik berkilat diatas kepalanya.
“Wakil-ketua, kamu masih terlaaaaaaaaaaaaluu naif.”
Dengan
sebuah jeritan yang dipenuhi kegilaan, Kuradeel mengayunkan pedangnya
tanpa ragu-ragu, menggambarkan sebuah garis cahaya merah kelam.
“Ahhhhhhh!!”
Kali
ini,akulah yang berteriak. Aku melompat dari tanah dengan kaki kananku,
yang telah pulih dari kelumpuhan, dan terbang sejauh beberapa meter
sebelum mendorong Asuna kesamping dengan tangan kananku sementara aku
menangkis pedang Kuradeel dengan tangan kiriku.
Buk.
Dengan
suara yang tidak mengenakkan ini, tangan kiriku terpotong mulai dari
siku kebawah. Icon kehilangan anggota tubuh menyala dibawah HP bar-ku.
Sementara garis-garis merah darah mengalir keluar dari luka potong
ditangan kiriku, tangan kananku meluruskan jari-jarinya dan-.
Aku
menusukkan tanganku kedalam celah diantara baju zirah Kuradeel yang
tebal. Tanganku berpendar kuning saat tanganku tertanam dalam kedalam
perut Kuradeel.
Aku telah dengan sukses membalas dengan teknik
jarak sangat dekat «Embracer», yang segera menghabiskan sisa dua puluh
persen HP Kuradeel. Tubuhnya yang kurus kering dan cekung bergetar
dengan hebat disampingku, lalu kehilangan semua kekuatannya dan jatuh
terkulai.
Saat great sword miliknya jatuh ke tanah dan berdentang, dia berbisik kedalam telingaku:
“Kau... pembunuh...”
Dia mengejek dengan suara "kuku"
Seluruh
tubuh Kuradeel terpecah menjadi banyak pecahan kaca. Aku terdorong oleh
tekanan dingin dari poligon-poligon yang menghilang dan terjatuh
kebelakang.
Untuk sementara waktu, pikiranku yang kelelahan ,dan terbekukan hanya mengetahui suara dari angin yang berhembus.
Lalu
aku mendengar langkah tak beraturan yang berjalan di jalan setapak.
Saat aku mengalihkan pandanganku, aku dapat melihat tubuh yang terlihat
rapuh berjalan kearahku dengan ekspresi hampa.
Asuna berjalan
dengan gemetar kearahku dengan kepala tertunduk, dan jatuh berlutut
didepanku seperti boneka yang telah terputus benangnya. Walaupun dia
menjangkauku dengan tangan kananya, dia tiba-tiba menarik tangannya
kembali sebelum tangannya dapat menyentuhku.
“...Maafkan aku, karena aku... semuanya ini karena aku...”
Asuna
mengucapkan hal ini dengan suara gemetar dan ekspresi duka yang
mendalam. Air mata mengalir dari kedua mata yang besar dan menetes ke
tanah seperti batu permata yang berkilauan. Aku hampir tidak bisa
mengucapkan suatu kata pendek dari kerongkonganku yang kering:
“Asuna...”
“Maafkan aku... aku... tidak akan... bertemu Kirito-kun... l... lagi.”
Aku
memaksakan diriku untuk menegakkan tubuhku kembali, yang akhirnya
merasa telah pulih. Tubuhku masih dipenuhi dengan rasa tidak nyaman
karena cidera parah yang aku dapatkan, tetapi aku memeluk Asuna dengan
tangan kananku dan tangan kiriku yang lumpuh. Lalu,aku menutupi bibir
indahnya, yang berwarna ceri dengan bibirku.
“...!”
Badan
Asuna menjadi kaku, dan mencoba mendorongku pergi, tetapi aku menahan
tubuh mungilnya dengan rapat dengan semua kekuatan yang kupunya. Hal ini
tanpa diragukan adalah sesuatu yang berlawanan dengan kode pencegahan
pelanggaran sikap.. Pada saat ini, pesan sistem seharusnya sudah tampil
didepan Asuna, dan bila dia menyentuh OK, aku akan segara di-teleportasi
ke area penjara dari Black Iron Castle.
Tetapi aku tetap tidak
melonggarkan pelukanku. Saat bibirku meninggalkan bibir Asuna, bibirku
menyentuh pipinya sebelum aku memendamkan wajahku pada lekukan lehernya.
Lalu aku berbisik:
“Hidupku hanya untukmu, Asuna. Jadi aku akan menggunakannya untukmu. Aku akan selalu bersamamu hingga akhir.”
Aku
menarik Asuna lebih dekat dengan lengan kiriku yang masih memiliki ikon
kehilangan anggota tubuh yang dikenakan selama tiga menit. Asuna
menarik nafas dengan gemetar dan kemudian berbisik membalasku:
“...A-aku akan melindungimu juga. Aku akan melindungimu selamanya. Jadi...”
Dia
tidak dapat meneruskan kata-katanya. Jadi aku mendengar isakan
tangisnya dengan tangan kami saling berangkulan satu sama lain.
Kehangatan dari tubuh kami mulai melelehkan hatiku yang beku sedikit demi sedikit.
Bab 16
Asuna memberitahuku bahwa dia sedang memonitor peta saat menungguku di Grandum.
Pada
saat sinyal Godfree menghilang, dia lari keluar dari kota dan melewati
jarak lima kilometer yang membutuhkan kami waktu satu jam perjalanan
hanya dalam lima menit. Saat aku menunjukkan bahwa hal ini adalah
sesuatu yang melebihi batas dari dexterity stat, dia menjawab dengan
senyuman kecil:
“Ini adalah kekuatan cinta.”
Setelah
kami kembali ke guild HQ, kami memberitahu Heathcliff mengenai apa yang
terjadi dan bertanya apakah kami dapat meninggalkan guild untuk
sementara waktu. Saat Asuna menjelaskan alasannya adalah
“ketidakpercayaan kepada guild”, Heathcliff berpikir dalam diam untuk
beberapa waktu, tetapi tetap memberikan kita ijin. Lalu, dia mengatakan
satu hal terakhir dengan senyum misterius di wajahnya:
“Tetapi kalian akan kembali ke medan perang tidak lama lagi.”
Pada saat kami meninggalkan HQ, hari sudah sore. Kami bergandengan tangan dan berjalan bersama menuju teleport gate plaza.
Tiada seorangpun dari kami yang berkata.
Saat
kami berjalan di antara bayang-bayang hitam menara-menara besi dan
cahaya oranye yang datang dari luar kastil yang melayang ini, aku
bertanya-tanya darimanakah asal kebencian Kuradeel.
Ada banyak
orang yang senang melakukan kejahatan di dunia ini. Mulai dari pencurian
dan perampokkan hingga pembunuhan berdarah-dingin dari guild «Laughing
Coffin» seperti Kuradeel; rumor menyebutkan bahwa jumlah dari pemain
kriminal telah melebihi seribu orang. Banyak orang menganggap mereka
sebagai sesuatu yang wajar seperti para monster sekarang.
Tetapi
ketika aku memikirkan mengenai hal ini, aku masih merasa bahwa mereka
adalah kelompok yang sangat aneh. Seharusnya semua orang sudah tahu
bahwa melukai pemain lain adalah sebuah perbuatan yang pastinya akan
mengurangi kemungkinan meninggalkan permainan ini.
Tetapi
setelah bertemu dengan Kuradeel, aku merasa bahwa hal ini tidak berlaku
untuknya. Dia tidak membantu ataupun menghalangi penyelesaian permainan
ini ; dia hanya sekedar berhenti berpikir .Tidak mengenang masa lalu
ataupun menantikan masa depan, dia hanya sekedar berusaha untuk memenuhi
keinginan-keinginannya yang tanpa akhir, yang mengakibatkan pertumbuhan
dari keinginan-keinginan jahatnya—
Lalu bagaimana denganku? Aku
tidak dapat dengan yakin mengatakan bahwa aku telah dengan serius
berfokus untuk menyelesaikan permainan ini. Akan menjadi lebih akurat
untuk menyatakan bahwa aku biasanya menjelajahi labirin-labirin hanya
untuk experience points. Bila aku bertarung hanya untuk memperkuat
diriku sendiri, untuk merasa lebih superior, lalu disuatu tempat jauh di
dalam diriku, apakah aku juga tidak ingin dunia ini berakhir—?
Tiba-tiba,
terasa seakan-akan plat besi di bawah kakiku mulai tenggelam. Aku
berhenti berjalan dan mempererat genggaman tanganku pada tangan kanan
Asuna, yang telah aku pegang selama ini.
"…?"
Asuna memiringkan kepalanya dan menatapku. Aku menundukkan kepalaku dan berbicara seperti aku berbicara pada diriku sendiri:
“…tidak peduli apapun yang terjadi...aku akan memastikan bahwa kau...kembali ke dunia itu...”
“…”
Kali ini Asuna memperkuat genggaman tangannya.
“Saat waktunya tiba,kita akan kembali bersama.”
Dia menampakkan senyumnya saat dia selesai mengatakan hal itu.
Kita telah tiba di teleport gate plaza tanpa menyadarinya. Hanya
sedikit pemain yang berjalan disekitar area ini, berkerumun bersama
melawan angin dingin yang mengisyaratkan datangnya musim dingin.
Aku berbalik dan menatap langsung Asuna.
Aku
berpikir bahwa kehangatan yang memancar keluar dari keinginan kuatnya
adalah satu-satunya cahaya yang menuntunku ke arah yang benar.
"Asuna...malam ini...aku ingin bersamamu...”
Aku mengatakan hal ini tanpa menyadarinya.
Aku
tidak ingin berpisah dengannya. Pertempuran sebelumnya telah
menimbulkan rasa takut mati yang mengerikan yang belum pernah aku
rasakan sebelumnya, sesuatu yang tidak dapat dilupakan hingga saat ini.
Aku
pasti akan mengalami mimpi buruk bila aku tidur sendirian malam ini.
Aku akan memimpikan kegilaan orang itu, pedangnya yang menusuk masuk
kedalam tubuhku, dan perasaan saat menusukkan tangan kananku ke dalam
tubuhnya; aku yakin mengenai hal ini.
Asuna menatapku dengan mata yang terbuka lebar, seakan-akan dia mengerti alasan dibalik permintaanku—
Lalu,dengan kedua pipinya merona merah, dia mengangguk pelan.
Rumah
Asuna di Salemburg, yang sekarang aku kunjungi untuk kedua kalinya,
masih tetap dihiasi dengan megah; tetapi kali ini rumah ini menyambutku
dengan kehangatan yang menyenangkan. Barang-barang yang diatur didalam
rumahnya menunjukkan cita rasa tinggi dari pemiliknya. Tetapi walaupun
begitu, Asuna berkata:
“U-Uwa— Berantakan sekali disini. Aku jarang mengunjunginya akhir-akhir ini dan...”
Dengan tertawa “hehe”. Dia tersenyum malu-malu dan segera merapikan barang-barang yang berserakan.
“Aku akan segera memasakkan makan malam. Bacalah koran atau sesuatu sementara menunggu.”
“Ah, okay.”
Aku
menyandarkan diri pada sofa setelah melihat Asuna melepaskan
perlengkapan tempurnya, mengenakan celemek, dan menghilang ke dapur.
Lalu aku mengambil sebuah koran besar yang ada di meja. Walaupun kami
menyebutnya koran, benda ini hanyalah kumpulan dari rumor-rumor dari
para pemain yang bertukar informasi. Tetapi semenjak dunia ini
kekurangan bentuk hiburan, koran ini menjadi sumber media penting dengan
banyak pelanggan. Koran ini hanya memiliki empat halaman,dan aku hanya
melihat sekilas sambil lalu pada halaman pertama sebelum melemparnya
kesamping karena kesal. Hal ini karena tajuk berita halaman utamanya
adalah mengenai duel antara Heathcliff dan aku.
[Pengguna teknik baru Dual Blades dihancurkan oleh Holy Sword]
Dibawah
tajuk berita adalah gambar dariku terbaring lemah di tanah didepan
Heathcliff, yang diambil oleh Record Crystals. Seseorang dapat berkata
bahwa aku hanya menambah halaman lain dari legenda tak-terkalahkan dari
Heathcliff.
Yah,mungkin mereka akan berhenti banyak mengangguku
seperti sebelumnya bila harapan mereka terhadap kemampuanku menurun...
Aku membantu diriku sendiri menemukan alasan yang mudah diterima. Lalu,
saat aku mulai melihat-lihat inventory list-ku, sebuah aroma yang
menggoda merebak keluar dari dapur.
Menu makan malam ini adalah
sebuah steak yang dibuat dari daging monster yang seperti sapi dan
disajikan dengan saus kecap spesial buatan Asuna. Walaupun peringkat
bahan-bahannya tidak terlalu tinggi, pembumbuannya sangat sempurna.
Asuna memandangku dengan senyum lebar saat aku memasukkan daging
kemulutku.
Saat kami duduk berseberangan dari yang lain pada
sofa dan meminum teh setelah menyelesaikan makan malam, Asuna menjadi
sering berbicara untuk suatu alasan tertentu. Dia berbicara tanpa akhir
mengenai berbagai topik seperti jenis senjata yang dia sukai dan lantai
mana yang memiliki lokasi tamasya yang terkenal.
Pada awalnya
aku mendengarkan dia dengan terkejut, lalu kemudian Asuna tiba-tiba
terdiam, yang membuatku khawatir. Dia terduduk kaku dan memandangi
cangkir tehnya seakan-akan dia berusaha untuk menemukan sesuatu.
Ekspresi wajahnya sangat serius, hampir seperti dia bersiap-siap untuk
bertarung.
“…hey, ada apa...”
Tetapi sebelum aku dapat
selesai berbicara, Asuna meletakkan cangkir tehnya dengan keras di meja,
lalu berdiri tegak dari tempat duduknya dan mengumumkan:
“...okay!”
Dia
berjalan kearah ambang jendela, menyentuh dinding untuk membuka Room
Control Menu, dan tiba-tiba mematikan semua lampu. Kegelapan segera
menyelimuti ruangan; kemampuan penunjang dari scan skill-ku secara
otomatis berfungsi dan menggantikan penglihatan normalku dengan mode
penglihatan malam.
Ruangan ini diwarnai oleh cahaya biru redup,
dan Asuna bercahayakan warna putih yang berasal dari cahaya lampu
lentera yang datang dari jendela. Walaupun aku bingung dengan
perilakunya, kecantikannya tetap membuatku menahan nafas.
Rambut
panjangnya yang nampak berwarna biru tua, tangan dan kaki semampainya,
yang merentang keluar dari dalam jubahnya, semuanya memantulkan cahaya
redup dan terlihat seakan-akan bercahaya.
Asuna berdiri terdiam
di samping jendela untuk beberapa waktu. Aku tidak dapat melihat
ekspresi wajahnya secara jelas karena dia telah menundukkan kepalanya.
Dia juga telah meletakkan tangan kanannya pada dadanya dan tampaknya
sedang ragu-ragu akan sesuatu.
Saat aku baru saja akan bertanya
tentang apa yang sedang terjadi, Asuna mulai menggerakkan tangan
kirinya. Ibu jari dan jari telunjuknya bergerak di udara, dan sebuah
menu window tampak dengan sound effect yang menemaninya.
Dalam
kegelapan berwarna biru ini, jemari Asuna bergerak disepanjang menu
window yang berpendar ungu. Kelihatannya dia sedang memanipulasi menu
sebelah kiri, yang mengendalikan perlengkapan pemain.
Segera
setelah aku memikirkan hal itu, stocking sepanjang lutut yang digunakan
Asuna menghilang, dan terlihat jelas lekukan-lekukan yang elegan dari
kakinya didepan mataku. Jari jemarinya bergerak lagi, dan kali ini,
jubah pendek satu jahitannya ditanggalkan. Mulutku pun terbuka lebar dan
kedua mataku terbuka lebar; aku telah berhenti berpikir sepenuhnya.
Asuna sekarang hanya memakai pakaian dalamnya. Kain putih kecil yang hanya bisa menutupi dada dan pinggangnya.
“J-jangan...melihat kesini...”
Katanya, suara kecilnya gemetar. Tetapi walaupun dia berkata demikian, aku masih tidak dapat mengalihkan pandangan mataku.
Asuna
mencoba untuk menutupi dadanya dengan kedua tangannya saat dia bimbang;
tetapi setelah dia mengangkat kepalanya dan melihat langsung kepadaku,
dia menurunkan kedua lengannya dengan anggun.
Aku
merasa sangat terkejut yang rasanya seperti jiwaku telah meninggalkan
tubuhku dan hanya dapat melihatnya dengan pandangan kosong.
“Cantik”
tidak dapat menjelaskan keindahannya. Kulitnya yang diwarnai dengan
partikel-partikel berwarna biru langit terlihat sangat lembut dan mulus.
Rambutnya terlihat seperti terbuat dari benang sutera terbaik. Dadanya
berlekuk dengan sangat sempurna sehingga terlihat, dengan ironis,
seakan-akan tidak ada graphic engine yang dapat menggambarkannya.
Lekukan kakinya yang bermula dari pinggang langsingnya membuat seseorang
berpikir tentang keanggunan dari seekor binatang liar.
Mustahil
mempercayai bahwa penampilannya hanyalah sebuah gambar buatan 3D. Bila
aku yang menggambarkannya, penampilannya seperti sebuah pahatan yang
dibuat oleh Tuhan dengan kehidupan ditiupkan kedalamnya.
Data
yang dikumpulkan oleh Nerve Gear yang berasal dari proses kalibrasi dari
pemain menentukan bentuk tubuh dari avatar pemain. Dengan pemikiran
itu, seseorang akan menyebut keberadaan dari tubuh yang sempurna itu
sebagai sebuah keajaiban.
Aku tetap menatap tubuhnya yang nyaris
tidak tertutupi seakan-akan jiwaku telah meninggalkan tubuhku. Bila
Asuna tidak menutupi dirinya dengan kedua lengannya dan membuka mulutnya
untuk berbicara, aku akan tetap berdiri seperti itu bahkan hingga satu
jam kemudian.
Wajah Asuna terlihat sangat merah sehingga aku
dapat melihatnya bahkan dalam kegelapan berwarna biru dari ruangan ini.
Dia merendahkan kepalanya dan berbicara:
“K-Kirito-kun, lepaskan pakaianmu juga... Sangat me, memalukan untukku untuk melakukannya sendiri.”
Setelah mendengar hal itu, aku akhirnya menyadari arti dibalik tindakan-tindakan Asuna.
Dengan
kata lain, dia mengartikan apa yang aku katakan — bahwa aku ingin
bersamanya malam ini, dengan arti yang lebih mendalam dari apa yang aku
maksudkan.
Segera setelah aku menyadari hal itu, aku terjatuh
kedalam rasa panik yang tiada akhir. Sebagai hasilnya, aku melakukan
kesalahan terburuk dalam seluruh hidupku hingga saat ini.
“Err…bukan,
kamu tahu , aku berpikir... bahwa akan lebih baik, bila kita berada
be-bersama di dalam sebuah ruangan malam ini...”
“Eh…?”
Setelah
aku menjawab secara bodoh dengan jujur, Asuna-lah yang berdiri terkaku
dengan mulutnya terbuka lebar kali ini. Lalu,dengan sebuah ekspresi dari
kemarahan dan rasa malu yang hebat tersebar di seluruh wajahnya.
“Kau...kau...”
Kepalan tangan kanannya yang tergenggam erat mengungkapkan hawa membunuh yang nyaris terlihat.
“Bodoh--!!”
Kepalan
tangan Asuna, yang telah melesat menuju ke kecepatan yang memanfaatkan
seluruh dexterity stat-nya, terhenti sesaat sebelum menghantam wajahku
oleh Crime Prevention Code dan mengeluarkan sebuah suara keras dan
semburan dari percikan-percikan ungu sebagai gantinya.
“A-Ahh—! Tunggu!! Maafkan aku, maafkan aku! Lupakan apa yang aku katakan!”
Aku
mencoba untuk menjelaskan sementara dengan panik melambai-lambaikan
tangan kananku kepada Asuna, yang baru saja akan melemparkan tinjuan
keduanya tanpa menghiraukanku sama sekali.
“Maafkan aku, aku salah!! Ta...tapi, lagipula, dapatkah kamu...seperti... dapat me-melakukannya...? Didalam SAO...?”
Asuna menurunkan sikap bertarungnya dan sedikit terkejut, walaupun tetap marah. Lalu dia bertanya:
“Kau,maksudmu kau tidak tahu...?”
“Tidak,aku tidak tahu...”
Lalu, ekspresi wajah Asuna berubah dari kemarahan menjadi rasa malu, sebelum dia kemudian menjelaskan dengan suara kecil:
“…jadi...dibagian option menu, jauh di bawah...disana ada pilihan yang disebut «Ethic Code Off».”
Itu
adalah kali pertama aku pernah mendengar sesuatu seperti ini. Aku yakin
hal ini tidak ada pada saat beta test, hal ini juga tidak pernah
disebutkan didalam buku panduan. Untuk mengetahui bahwa hal ini adalah
harga lain yang harus aku bayar untuk bermain solo dan tidak mempunyai
minat lain selain bertarung.
Tetapi informasi ini menghasilkan
pertanyaan baru yang tidak dapat aku tolak untuk aku pikirkan. Karena
kemampuanku untuk berpikir jernih aku belum sepenuhnya pulih, secara
tidak sadar aku mengucapkannya keras-keras:
“…apakah... apakah kamu pernah melakukannya sebelumnya...?”
Sekali lagi kepalan tangan besi Asuna meledak dalam percikan-percikan tepat di depan wajahku.
"T-tentu saja tidak, bodoh kamu—!! Aku hanya mendengarnya dari para gadis lain di dalam guild!!”
Aku
segera berlutut di lantai didepannya dan meminta maaf tiada akhir.
Dibutuhkan waktu beberapa menit sebelum aku berhasil menenangkannya.
Sebatang lilin diatas meja terus menyala; segaris cahaya tipis yang
menyala darinya membuat kulit Asuna bependar sedikit sementara dia
tertidur di lenganku. Aku menarikan salah satu jariku secara lembut
dibagian punggungnya yang putih; kehangatan dan kelembutan yang
kurasakan dari ujung jariku terasa sangat memabukkan.
Asuna perlahan membuka kedua matanya dan menatapku. Dia berkedip dua kali dan kemudian tersenyum.
“Maaf. Apakah aku membangunkanmu?”
“Yeah. Aku melihat sebuah mimpi yang aneh. Sebuah mimpi mengenai dunia nyata...”
Dia tetap tersenyum sementara dia mengusapkan wajahnya ke dadaku.
“Di
dalam mimpi itu, aku sempat berpikir bahwa memasuki Aincrad dan bertemu
denganmu hanyalah sebuah mimpi, dan aku merasa sangat takut. Aku
lega....bahwa semuanya bukan mimpi.
“Kamu adalah seseorang yang aneh. Apakah kamu tidak mau kembali?”
“Tentu
saja aku ingin. Aku ingin kembali, tetapi aku tidak ingin semua yang
terjadi di sini untuk menghilang begitu saja. Walaupun... hal ini
membutuhkan waktu lama untuk kita... tetapi dua tahun terakhir ini
sangat berharga bagiku. Aku yakin akan hal itu sekarang.”
Asuna
tiba-tiba merubah ekspresi wajahnya menjadi serius dan menggenggam
tangan kananku, yang kuletakkan diatas bahunya, lalu membawa tanganku ke
dadanya dan memeluknya dengan erat.
“... Aku minta maaf, Kirito-kun. Aku seharusnya... Aku seharusnya menyelesaikannya sendiri...”
Aku menarik nafas lalu menghebuskannya dalam-dalam.
“Tidak...target Kuradeel, seseorang yang membuatnya seperti itu, adalah aku. Itu adalah pertarunganku.”
Aku mengangguk perlahan sementara aku menatap kedua mata Asuna.
Air
mata terbentuk di matanya yang seperti kemiri sementara Asuna diam-diam
menekan bibirnya kepada tangan yang dipegangnya. Aku dapat merasakan
gerakan lembutnya.
“Aku juga akan... menanggungnya bersamamu.
Setiap beban yang kau pikul, aku akan membawanya bersamamu. Aku
berjanji, aku pasti akan melindungimu mulai saat ini...”
Ini adalah...
Kata-kata
yang tidak dapat kuucapkan bahkan satu kalipun hingga sekarang. Tetapi
pada saat ini, bibirku gemetar, dan aku dapat mendengar suara yang
tersingkap keluar dari jiwaku.
“Aku juga.”
Suara yang sangat lemah bergema ke udara.
“Aku akan melindungimu juga.”
Walaupun
ini adalah kata-kata yang sangat sederhana, aku telah mengatakannya
dengan sikap yang secara menyedihkan tenang dan tidak dapat diandalkan.
Aku tersenyum kecut saat aku memegang tangan Asuna dan berkata:
“Asuna... kau sangat kuat. Kamu jauh lebih kuat daripadaku...”
Setelah mendengar hal itu, Asuna berkedip beberapa kali dan kemudian tersenyum.
"Tidak,
aku tidaklah kuat. Aku biasanya bersembunyi dibelakang orang lain di
dunia nyata. Bahkan permainan ini bukanlah sesuatu yang aku beli.”
Dia tertawa seakan-akan dia baru saja memikirkan tentang sesuatu.
“Permainan
ini adalah sesuatu yang kakak laki-lakiku beli, tetapi dia tiba-tiba
harus pergi untuk urusan bisnis; jadi aku dapat bermain dengan permainan
ini pada hari pembukaannya. Dia sangat kecewa karena itu. Dia pasti
sangat marah sekarang karena aku telah memakainya selama dua tahun.”
Aku berpikir bahwa Asuna lebih tidak beruntung telah datang kemari menggantikan kakaknya, tetapi aku hanya mengangguk.
“...Kau lebih baik segera kembali dan meminta maaf.”
“Yeah... Aku perlu berusaha lebih keras...”
Tetapi
suara Asuna melemah saat dia mengatakan hal ini, menundukkan
pandangannya ke bawah seakan-akan dia takut akan sesuatu dan kemudian
mendekatkann tubuhnya kepadaku.
“Umm...Kirito-kun, aku tahu
bahwa hal ini berlawanan dengan apa yang baru saja aku katakan... tetapi
bisakah kita meninggalkan garis depan untuk sementara waktu?”
“Hmm...?”
“Entah
kenapa aku merasa takut... Kita akhirnya berhasil saling mengutarakan
perasaan kita, jadi aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi lagi bila
kita pergi ke garis depan segera sesudahnya... Mungkin aku hanya agak
kelelahan.”
Aku mengusap rambut Asuna diam-diam dan mengangguk dengan sangat menurut yang mengejutkan diriku sendiri.
“Yeah, kamu benar... Aku juga agak lelah...”
Walaupun
bila angka-angkanya tidak berubah, berbagai pertarungan yang kami
jalani hari demi hari menimbulkan kelelahan yang tidak dapat dilihat.
Contoh terutama mengenai hal ini adalah situasi seekstrim hari ini.
Bahkan busur yanng kuat akan patah bila ditarik terlalu kuat. Kami pasti
memerlukan istirahat.
Aku merasakan dorongan yang mendorongku
untuk bertarung tanpa henti melayang menjauh. Kali ini, aku hanya ingin
memperdalam hubungan yang terbentuk diantara kita berdua.
Aku memeluk Asuna, lalu membenamkan wajahku pada rambutnya yang seperti sutra dan berkata:
"Pada
bagian tenggara dari lantai dua puluh dua, di antara hutan-hutan dan
danau-danau... terdapat sebuah desa kecil. Tempat itu adalah tempat yang
baik dan tanpa monster. Mereka menjual beberapa pondok di sana. Kita
berdua dapat berpindah kesana bersama... dan kemudian...”
Asuna menatapku saat aku berhenti berbicara.
“Kemudian...?”
Aku berhasil menggerakkan lidahku yang membeku dan meneruskan kata-kataku.
"...mari, mari kita menikah.”
Senyuman sempurna yang ditunjukkan Asuna padaku saat itu, tidak akan kulupakan seumur hidupku.
“Okay...”
Dia mengangguk kecil sementara setetes besar air mata mengalir turun melewati pipinya yang kemerahan.
Bab 17
Terdapat empat macam hubungan antara dua pemain di dalam sistem dari SAO.
Yang
pertama adalah dua orang yang tidak saling mengenal sama sekali. Yang
kedua adalah teman. Para pemain yang telah saling mendaftarkan satu sama
lain sebagai teman dapat saling mengirim pesan singkat antar teman
tidak peduli dimana mereka berada. Mereka juga dapatsaling mencari
lokasi teman mereka melalui peta.
Yang ketiga adalah anggota
satu guild. Selain keuntungan yang telah disebutkan diatas, mereka juga
mendapatkan sedikit peningkatan status mereka ketika mereka berkelompok
dengan teman dari guild yang sama. Akan tetapi, mereka harus menyerahkan
sebagian kecil dari Coll yang mereka peroleh sebagai pajak dari guild.
Hingga
sekarang, Asuna dan aku adalah teman dan anggota satu guild, walaupun
pada kenyataannya saat ini kami sedang beristirahat dari kegiatan guild.
Tetapi kami telah memutuskan untuk memasuki tahap terakhir dari
hubungan antar pemain.
Pernikahan— walaupun sebenarnya langkah
untuk menikah sebenarnya sederhana sekali. Ketika seseorang mengirimkan
pesan lamaran dan orang yang lain menerimanya, mereka kemudian telah
dinyatakan menikah. Tetapi perbedaan dari pernikahan dengan teman atau
anggota satu guild sangat jauh.
Pernikahan di SAO berarti
membagi semua informasi dan item. Yang satu dapat melihat stat window
yang lain setiap saat, dan bahkan inventory window mereka bergabung
menjadi satu. Dengan kata lain, hal ini berarti mempercayakan jaring
pengaman paling penting seseorang kepada partner mereka. Di dalam
Aincrad, dimana pengkhianatan dan penipuan umum terjadi, sangat sedikit
yang bertindak hingga sejauh tahap pernikahan bahkan diantara
pasangan-pasangan yang paling dekat. Tentu saja, alasan penting lainnya
adalah perbandingan pria-wanita yang sangat tidak seimbang.
Lantai
dua puluh dua adalah salah satu dari area yang paling jarang ditinggali
di Aincrad. Karena lantai ini adalah salah satu dari lantai-lantai
tingkat bawah, lantai ini terhitung besar; tetapi sebagian besar
dipenuhi oleh hutan-hutan dan banyak danau yang tersebar disekitar area
ini; karena itu, daerah untuk tempat tinggalnya sangat kecil sehingga
dapat disebut sebagai hamlet. Monster jarang muncul di padang, dan
karena tingkat kesulitan dari labirinnya sangat rendah, level ini telah
terselesaikan dalam tiga hari dan sebagian besar pemain tidak begitu
banyak mengingat mengenai level ini.
Asuna dan aku memutuskan
untuk membeli sebuah pondok yang kecil, dan bundar didalam hutan pada
lantai dua puluh dua ini untuk tinggal disana. Walaupun ukurannya kecil,
tetap dibutuhkan uang yang cukup banyak untuk membeli sebuah rumah
didalam SAO. Asuna menawarkan untuk menjual rumahnya di Salemburg,
tetapi aku dengan bersikukuh menolak hal itu, karena akan menjadi sangat
disayangkan untuk menjual sebuah rumah yang telah diperlengkapi dengan
perabotan secara sempurna. Jadi pada akhirnya, kami mengumpulkan semua
barang langka kami dan menjualnya dengan bantuan dari Agil, yang
akhirnya berhasil mengumpulkan cukup uang untuk membeli rumah itu.
Walaupun
Agil berkata dengan ekspresi sedih bahwa kami dapat menggunakan lantai
dua dari tokonya bila kami mau, aku berpikir bahwa menghabiskan masa
bulan madu di dalam toko pedagang terlalu mengenaskan. Selanjutnya, aku
bahkan tidak mau membayangkan apa yang akan terjadi setelah fakta bahwa
Asuna yang sangat terkenal telah menikah diketahui. Aku berpikir bahwa
kami seharusnya dapat menghabiskan hari-hari kami dengan tenang di
lantai dua puluh dua yang jarang ditinggali.
“Uwa,, betapa indahnya pemandangan ini!”
Asuna
menyandarkan diri ke depan, keluar dari jendela kamar tidur kami;
walaupun disebut kamar tidur, sebenarnya hanya ada dua ruangan di dalam
rumah ini.
Pemandangan di luar memang sangat mempesona. Tempat
ini terletak dekat dari tepi Aincrad, jadi seseorang dapat melihat
danau-danau yang bergemelapan, hutan yang hijau, dan langit yang terbuka
bebas secara bersamaan. Karena kami biasanya tinggal dengan
langit-langit batu sekitar seratus meter di atas kami, langit bebas
memberikan kami rasa kebebasan yang tidak dapat dijelaskan.
“Hanya saja jangan jatuh dari jendela sementara kamu melihat pemandangan.”
Aku
berhenti mengatur perabotan rumah tangga dan melingkarkan tanganku di
sekitar Asuna. Wanita ini sekarang adalah istriku— ketika aku memikirkan
tentang hal itu, kehangatan dari cahaya mentari yang terang di musim
dingin, rasa takjub yang mengagumkan, begitu juga dengan rasa terkejut
mengenai seberapa jauh kami telah melangkah semua menyerangku secara
bersamaan.
Sebelum aku terperangkap di dalam permainan ini, aku
hanyalah seorang anak yang pergi ke sekolah dan kemudian kembali ke
rumah tanpa cita-cita apapun dalam hidupku. Tetapi sekarang, dunia nyata
telah menjadi masa lalu yang jauh.
Bila— bila permainan ini
sudah diselesaikan, kami dapat kembali ke dunia nyata... hal itu adalah
yang semua pemain, termasuk Asuna dan aku, harapkan untuk menjadi nyata.
Tetapi aku tidak dapat menahan rasa cemasku yang muncul setiap kali aku
memikirkan mengenai hal ini. Aku tanpa sadar menguatkan pelukan
tanganku kepada Asuna.
“Kirito-kun, sakit... Apakah ada sesuatu yang salah...?”
“M-maaf... Hey, Asuna...”
Untuk sesaat aku berhenti berbicara, tetapi aku harus menyelesaikan pertanyaanku.
“...hubungan
kita, apakah hanya dalam permainan...? Apakah hubungan ini akan
menghilang setelah kita kembali ke dunia yang lain...?”
“Aku akan menjadi marah, Kirito-kun.”
Asuna berbalik dan menatapku dengan kedua matanya yang penuh dengan emosi.
“Walaupun
ini hanyalah sebuah permainan normal dibandingkan dengan situasi aneh
ini, aku tetap tidak akan menyukai orang lain dengan begitu saja.”
Dia menekan kedua pipiku dengan kedua tangannya dan kemudian berkata:
"Aku
mempelajari sesuatu disini, dan hal itu adalah terus berusaha dan
jangan pernah menyerah. Bila kita berhasil kembali ke dunia nyata, aku
pasti akan datang mencari Kirito-kun lagi, dan aku akan tetap
menyukaimu.”
Berapa kali aku telah mengagumi kejujuran dan ketegaran hati Asuna? Atau mungkin saja hatiku yang terlalu lemah.
Tetapi
walaupun aku adalah yang lebih lemah, hal ituu tidak menjadi masalah.
Aku telah lupa sejak lama betapa menyenangkannya untuk menggantungkan
diri kepada orang lain dan merasakan orang lain bergantung kepadaku. Aku
tidak tahu berapa lama kami dapat tinggal di sini, tetapi setidaknya
kami terletak jauh dari pertempuran selama masa waktu ini—
Aku
membiarkan pikiranku mengembara dan mengonsentrasikan perasaanku kepada
kelembutan dan bau harum yang memenuhi kedua tanganku.
Bab 18
Pelampung
yang terikat pada benang pancing belum bergerak satu kalipun. Rasa
mengantuk menyerang kesadaranku sementara aku melihat tarian cahaya
mentari yang terpantulkan dari riak air danau yang berkilauan.
Aku
menguap lebar dan menarik benang pancingku. Hanya sebuah kail perak
pada ujung benang yang bersinar di bawah cahaya mentari; umpan yang
telah aku pasang di atasnya telah hilang.
Lebih dari sepuluh
hari telah berlalu semenjak kami pindah ke lantai dua puluh dua. Untuk
mengumpulkan makanan setiap hari, aku telah menghapus teknik pedang dua
tanganku , yang baru aku latih dengan singkatdahulu, dan menggantinya
dengan teknik memancing. Aku mulai meniru Taikoubou dalam memancing.
Tetapi untuk suatu alasan tertentu, aku tidak menangkap apapun. Nilai
latihannya baru saja melewati angka 600, jadi aku tidak mengharapkan
tangkapa besar apapun, tetapi aku berpikir bahwa aku seharusnya telah
menangkap sesuatu sekarang. Malahan, aku hanya menghabiskan hari demi
hari membuang kotak-kotak umpan yang aku beli di desa.
"Gah, hal ini sangat menjengkelkan...”
Aku
menggumamkan keluhan-keluhanku, melempar joran pancing kesamping, dan
merebahkan diriku ke tanah. Angin yang bertiup diatas air sedingin es,
tetapi mantel yang dibuat Asuna dengan teknik menjahitnya membuatku
tetap hangat. Asuna masih dalam tahap melatih teknik itu, jadi mantel
yang dibuatnya masih belum sebaik pakaian yang dijual di toko-toko NPC.
Tetapi karena mantelnya dapat digunakan dan membuatku tetap hangat,
tidak ada yang perlu dipermasalahkan.
Sekarang adalah «Bulan
dari Cypress» di dalam Aincrad, yang berarti sekarang adalah bulan
November di Jepang. Walaupun sekarang sudah hampir memasuki musim
dingin, memancing di SAO tidak memiliki hubungan apapun dengan musim.
Mungkin hal ini sebenarnya karena aku telah menghabiskan semua
keberuntunganku untuk mendapatkan istriku yang cantik.
Sementara
aku memikirkan hal ini, keseluruhan diriku dipenuhi dengan kebahagiaan,
dan sebuah senyum lebar tergambar di wajahku. Lalu tiba-tiba, sebuah
suara mencapai telingaku.
"Bagaimana kabarmu?”
Aku melompat kaget dan melihat seorang pria berdiri disana saat aku berbalik.
Tubuhnya
terbungkus dengan pakaian tebal, termasuk dengan sebuah topi dengan
penutup telinga, dan memegang joran pancing di kedua tangannya
sepertiku. Tetapi hal yang mengejutkan adalah usianya. Tidak peduli
bagaimana aku melihatnya, dia sepertinya paling tidak berusia lima puluh
tahun. Kedua mata dibalik kacamata berbingkai logam menunjukkan usia
seorang yang sudah senior. Diantara para pecandu game berat di dalam
SAO, sangat jarang melihat seseorang yang sangat tua. Sebenarnya, aku
belum pernah melihat seorangpun sebenarnya. Mungkinkah-?
“Aku bukan seorang NPC.”
Dia tersenyum kecut seakan-akan dia telah membaca pikiranku, dan kemudian secara perlahan melangkah menuruni lereng danau.
“M-Maaf. Aku hanya heran...”
“Tidak, tidak apa-apa. Hal itu dapat dimengerti. Aku kemungkinan besar adalah pemain paling tua di sini.”
Tubuh sehatnya terayun sementara dia tertawa “wa-ha-ha” sepenuh hati.
“Permisi.”
Dia
engatakan hal itu sementara dia duduk di sampingku. Dia mengambil
sebuah kotak umpan dari pinggulnya, lalu dengan canggung membuka sebuah
pop-up menu, mengambil joran pancingnya, dan menaruh umpannya di sana.
“Namaku
adalah Nishida. Aku adalah seorang pemancing disni. Di Jepang, aku
bekerja sebagai kepala bagian perawatan dari sebuah perusahaan bernama
Tohto Broadband Connection. Maaf aku tidak membawa kartu nama bisnisku.
Dia tertawa lagi.
“Ah…”
Aku
hampir dapat menebak alasan mengapa dia berada di dalam permainan ini.
Tohto adalah sebuah perusahaan operator network yang bekerja sama dengan
Argas. Merekalah yang bertanggung jawab untuk mengurus network yang
menghubungkan server-server SAO.
“Namaku Kirito. Aku pindah
kesini dari lantai atas beberapa saat yang lalu. Nishida oji-san...
pasti sedang... merawat koneksi network SAO...?”
“Aku adalah yang bertanggung jawab atas hal itu.”
Nishida
mengatakan hal itu sembari mengangguk. Aku melihatnya dengan perasaan
yang rumit. Hal ini berarti dia telah terlibat dalam semua ini disini
karena pekerjaannya.
"Haha, para atasanku berkata bahwa tidak
perlu masuk ke dalam permainan, tetapi aku tidak dapat merasa tenang
sepenuhnya sebelum aku melihat hasil pekerjaanku dengan mataku sendiri,
dan karena kekhawatiran orang tua sepertiku, aku menjadi seperti ini.”
Dia
mengayunkan joran pancingnya dengan gerakan yang luar biasa halus saat
dia mengatakan hal ii, dan seseorang dapat mengetahui bahwa dia sudah
memiliki professional mastery dari seorang pemancing yang ahli. Dia juga
sepertinya senang bercakap-cakap, karena dia meneruskan percakapannya
tanpa menunggu balasan dariku:
"Selain aku, ada sekitar dua
puluh hingga tiga puluh orang tua lain yang berada di sini karena
berbagai alasan. Kebanyakan dari mereka hidup dengan aman di Starting
City, tetapi aku jauh lebih menikmati hal ini dibandingkan dengan hanya
makan tiga kali sehari.”
Dia mengangkat joran pancingnya sedikit.
"Aku
telah tanpa henti mencari untuk mencari sungai-sungai dan danau-danau
yang bagus, dan pada akhirnya naik hingga ke tempat ini.”
“Oh, benarkah... Yah, hampir tidak ada monster di lantai ini.”
Nishida hanya tersenyum akan apa yang aku katakan tanpa menjawab. Lalu dia bertanya kepadaku:
“Lalu, apakah ada tempat yang bagus di lantai atas?”
Dia bertanya.
“Hmmm…
Yah, lantai enam puluh satu seluruhnya adalah danau, sebenarnya, lebih
mirip laut, dan mereka berkata bahwa seseorang dapat menagkap ikan yang
besar di sana.”
“Ohh! Aku lebih baik pergi ke sana suatu saat.”
Pada
saat ini, pelampung dari joran pancingnya mulai tenggelam dengan cepat.
Nishida tidak membuang waktu untuk menariknya. Sepertinya level teknik
memancingnya cukup tinggi, begitu pula dengan kemampuan sebenarnya untuk
memancing.
“Woah, besar sekali!”
Sementara aku
memaksakan tubuhku untuk bersandar ke depan, Nishida dengan tenang
menggulung benang pancingnya dan dengan cepat menarik ikan biru yang
berkilauan itu. Ikan itu menggelepar di tangannya beberapa kali lalu
menghilang ke dalam inventory-nya.
“Luar biasa...!”
Nishida tersenyum malu sementara dia mengangkat kepalanya untuk menjawab:
“Bukan apa-apa. Yang perlu kamu lakukan di sini hanyalah menaikkan teknik memancingmu.”
Lalu dia menambahkan hal ini sementara dia menggaruk kepalanya:
“Tetapi,
walaupun aku dapat menangkapnya, aku masih tidak tahu bagaimana cara
memasaknya dengan baik... Aku ingin memakan sashimi atau ikan panggang,
tetapi aku tidak dapat melakukan apapun tanpa kecap.”
“Ah… benar juga…”
Aku
ragu-ragu untuk beberapa saat. Kami pindah ke sini untuk menghindari
orang lain, tetapi aku berpikir bahwa orang ini tidak akan tertarik
dengan rumor dan gosip.
“…Aku tahu mengenai sesuatu yang terasa mirip sekali dengan kecap...”
“Apa!?”
Nishida menyandar lebih dekat dengan kedua matanya bersinar dibalik kacamatanya.
Saat Asuna menyambut kepulanganku dan melihat Nishida, kedua matanya
terbelalak kaget, namun kemudian dia tersenyum dan berkata:
“Selamat datang. Seorang tamu?”
“Yeah, dia adalah Nishida oji-san, seorang pemancing. Dan-“
Suaraku
melemah sementara aku berbalik melihat Nishida dan tidak yakin
bagaimana memperkenalkan Asuna. Lalu, Asuna tersenyum kepada pemancing
tua itu dan memeperkenalkan dirinya sendiri:
“Aku adalah istrinya, Asuna. Selamat datang ke rumah kami.”
Dia mengangguk dengan penuh percaya diri.
Nishida
menatap Asuna dengan mulut tebuka. Asuna sedang memakai sebuah rok
panjang polos, sebuah kemeja rami dengan celemek, dan sebuah kerudung di
atas kepalanya. Dia terlihat sangat berbeda dengan citranya sebagai
seorang pejuang yang mengesankan sebagai seorang anggota KOB, tetapi
kecantikannya tidak berubah.
Setelah berkedip beberapa kali, Nishida akhirnya tersadar kembali dan mengatakan:
“Ah, ahh, aku minta maaf. Aku telah terpesona untuk sesaat. Namaku Nishida. Maaf mengganggumu seperti ini..”
Dia menggaruk kepalanya dan tertawa.
Asuna
menerapkan semua keahlian memasaknya yang mengesankan kepada ikan besar
yang telah ditangkap Nishida, dan menaruhnya di meja setelah
mengubahnya menjadi sashimi dan ikan panggang dengan kecap sebagai
bumbunya. Sementara aroma dari kecap buatan tangan tercium di dalam
rumah, Nishida melebarkan lubang hidungnya dengan rasa senang tampak di
wajahnya.
Ikan itu lebih terasa seperti ikan yellowtail dengan
tambahan sejumlah minyak dibandingkan dengan rasa seperti kan air tawar.
Menurut Nishida, kamu memerlukan setidaknya 950 poin dalam memancing
sebelum kamu dapat menangkapnya. Setelah sebuah percakapan pendek, kami
bertiga terfokus untuk memakan ikan itu dengan sumpit kami.
Piring-piringnya
telah kosong dalam sekejap mata, dan Nishida menghela napas dengan
ekspresi kebahagiaan saat dia memegang secangkir teh panas dengan kedua
tangannya.
“…ah, makanan tadi sangat memuaskan. Terima kasih. Untuk berpikir bahwa kecap ada di dunia ini.”
“Oh, kecap ini buatan tangan. Kamu dapat membawa beberapa denganmu bila kamu suka.”
Asuna
mengambil sebuah botol kecil dari dapur dan memberikannya kepada
Nishida. Aku berpikir bahwa ini adalah ide yang bagus untuk tidak
memberitahukannya resep dari kecap itu. Asuna lalu tersenyum dan berkata
kepada Nishida yang berterima kasih:
"Jangan khawatir akan hal ini; anda juga membawakan kami ikan yang baik.”
Dia lalu melanjutkan perkataanya:
“Kirito-kun belum pernah menangkap apapun.”
Pada serangan mendadak ini, aku hanya menyesap tehku dalam keheningan sebelum menjawab:
“Danau-danau di area ini semua terlalu susah.”
“Tidak, tidak juga. Hanya danau tempat Kirito-san memancing saja.”
“Eh…”
Apa yang Nishida katakan membuatku tidak dapat berkata-kata. Asuna memegang perutnya dan mulai tertawa tanpa henti.
“Kenapa mereka mengaturnya seperti itu...?”
“Sebenarnya, di danau itu...”
Nishida menurunkan nada suaranya sebelum melanjutkan, jadi Asuna dan aku menyandar ke depan.
“Aku rasa dewa setempat tinggal disana.”
“Dewa setempat?”
Sementara
suara Asuna dan aku bergema bersama, Nishida tersenyum, membetulkan
kacamatanya, dan kemudian melanjutkan perkataannya:
“Pada item
shop di desa, disana ada sebuah umpan yang jauh lebih mahal dari umpan
yang lain. Aku penasaran mengenai kemampuannya, jadi aku memutuskan
untuk memebelinya sekali dan mencobanya.”
Aku menelan ludah karena naluri.
“Tetapi
aku tidak dapat menangkap apapun dengan umpan itu. Setelah mencobanya
di berbagai tempat, aku akhirnya berpikir untuk mencoba pada danau yang
sulit itu.”
“Apakah, apakah kamu menangkap sesuatu...?”
“Sebenarnya, sesuatu menangkap umpannya.”
Nishida mengangguk dalam, dan raut wajahnya menjadi raut wajah yang menunjukkan penyesalan:
“Tetapi
aku tidak dapat menariknya dengan kekuatanku dan pada akhirnya
kehilangan joran pancingku karena itu. Aku hanya berhasil melihat
bayangannya dalam saat-saat terakhir. Hal itu tidak hanya besar, kamu
dapat memanggilnya sebuah monster, tetapi dalam arti lain dengan monster
yang muncul di padang.”
Dia membuka lebar kedua tangannya. Hal
ini mungkin adalah alasan di balik senyumnya yang penuh arti ketika aku
berkata, “Hampir tidak ada monster di lantai ini.”
“Uwa, aku ingin melihatnya!”
Asuna berseru dengan kedua matanya berkilauan. Lalu, Nishida bertemu pandang denganku dan berkata:
“jadi aku memiliki sebuah usulan— apakah kamu memiliki kepercayaan diri dengan strength stat-mu Kirito-san...?”
“Yah, kelihatannya tidak apa-apa...”
“Lalu
bagaimana bila kita memancingnya bersama? Aku akan menahannya hingga
dia menggigit umpannya dan kemudian menyerahkan sisanya kepadamu.”
“Hmm, jadi kita akan melakukan «Switch» sementara memancing... apakah hal itu mungkin...?”
Aku memiringkan kepalaku ke samping.
“Mari kita coba, Kirito-kun! Hal ini kelihatannya menarik!”
Asuna
mengatakan hal ini dengan kata “bersemangat” tertulis jelas di
wajahnya. Tetapi, tidak salah jika aku juga agak tertarik dengan hal
ini.
“Lalu mari kita segera mencobanya.”
Ketika aku menjawab, sebuah senyum tersebar di wajah Nishida.
"Itu baru semangat, , wa-ha-ha."
Malam itu.
Setelah
berseru, “Dingindingin,” Asuna merangkak masuk ke tempat tidur, lalu
merapatkan tubuhnya denganku dan membuat suara tanda kepuasan hati. Dia
berkedip dengan enggan dan kemudian tersenyum seakan-akan dia baru saja
memikirkan sesuatu.
“… ada banyak sekali orang-orang yang berbeda di sini.”
“Dia adalah orang yang menarik,bukan?”
“Yeah.”
Asuna kemudian tiba-tiba menarik senyumnya dan menggumam:
“Hingga
saat ini, aku hanya bertarung di lantai atas. Aku telah lupa sama
sekali bahwa di sini juga banyak orang yang menjalani kehidupan normal…”
“Aku tidak bermaksud mengatakan bahwa kita adalah seseorang
yang istimewa; tetapi sejak kita berada pada level yang cukup tinggi
untuk bertarung di garis depan, aku rasa hal ini juga berarti kita
memiliki sebuah kewajiban kepada mereka.”
“…Aku tidak pernah
memikirkan mengenai hal ini seperti itu… Aku selalu merasa bahwa menjadi
lebih kuat adalah hanya sebuah jalan untuk bertahan hidup.”
“Aku merasa bahwa banyak orang akan mulai bergantung kepadamu mulai sekarang. Tentu saja aku juga termasuk.”
“…Tetapi dengan kepribadianku, mendengar ekspektasi semacam ini hanya membuatku ingin melarikan diri.”
“Oh kamu ini.”
Sementara
Asuna mencibir tidak puas, aku membelai rambutnya dan berharap bahwa
kehidupan seperti ini akan berlanjut sedikit lebih lama. Demi Nishida
dan pemain lainnya, kami harus kembali ke garis depan pada titik
tertentu. Tetapi setidaknya untuk sekarang-
Berdasarkan
pesan-pesan yang dikirimkan oleh Agil dan Klein kepadaku, aku tahu bahwa
mereka sedang kesulitan untuk menyelesaikan lantai tujuh puluh lima.
Akan tetapi, aku percaya dari lubuk hatiku yang terdalam, bahwa hal yang
paling penting untukku sekarang adalah kehidupan ini bersama Asuna.
Bab 19
3
hari kemudian, Nishida memberitahu kami pagi-pagi bahwa dia akan
memancing dewa setempat. Sekitar 30 orang akan ada disana untuk
menonton, karena sepertinya dia telah memberitahu teman-teman
pemancingnya soal ini.
“Ini sangat mengganggu. Asuna...apa yang harus kita lakukan?”
"Hm~mmm..."
Sejujurnya,
kami tak begitu senang dengan ini. Kami harus kesini untuk bersembunyi
dari para penyebar isu dan penggemar Asuna, jadi kami agak enggan kalau
harus tampil di depan banyak orang.
“Bagaimana kalau begini?!”
Asuna
mengumpulkan rambutnya dan mendorongnya ke atas. Lalu dia menutupi
wajahnya hingga mata dengan syal besar. Tak berhenti disitu, dia
memencet beberapa tombol di jendela menunya dan mengenakan jaket panjang
nan tawar.
“Y-yah, Baguslah. Kau terlihat seperti istri petani beneran."
“...Apa itu pujian?”
“Tentu saja. Kalau aku sih, mereka takkan mengenaliku selama aku tak memakai perlengkapan tempur.”
Sebelum matahari terbit, aku berjalan keluar rumah dengan Asuna, yang
membawa keranjang piknik kami. Dia bisa saja memanggilnya keluar saat
kami tiba disana, tapi dia bersikeras ini bagian dari penyamaran.
Hari
ini termasuk hangat, mengingat ini hari-hari awal musim dingin. Setelah
berjalan melalui hutan pinus raksasa selama beberapa saat, kami
akhirnya bisa melihat air yang berkilauan diantara batang-batang pohon.
Banyak orang yang sudah berkumpul disana. Begitu aku menghampiri dengan
segan-segan, seorang dengan figur badan yang dikenal melambai pada kami
sambil terbahak-bahak.
“Wa-ha-ha, senang rasanya kita dapat cuaca baik hari ini!”
“Hai, Nishida oji-san.”
Aku
dan Asuna menganggukkan kepala. Dia menceritakan pada kami bahwa
kumpulan orang-orang disini dari berbagai umur dan kelompok adalah
anggota dari guild memancing yang dijalankan Nishida. Kami menyalami
semuanya dengan tegang, tapi sepertinya tiada yang mengenali Asuna.
Menyisihkan
hal itu, Nishida ojiisan jauh lebih aktif dari yang kubayangkan. Dia
pasti seorang pemimpin kelompok yang baik dalam perusahaannya.
Suasananya sudah panas, karena mereka sudah mengadakan lomba memancing
sebelum kedatangan kami.
“Eh... jadi, Acara utama hari ini akhirnya dimulai!”
Nishida
mengumumkannya keras-keras sambil berjalan menuju kami dengan pancingan
panjang di tangan, dan para penonton bersorak kegirangan. Kulihat
pancingan yang dibawanya. Mataku menelusuri pancingan dengan pikiran
kosong sebelum benda di ujungnya mengejutkanku,
Yang ada di
ujungnya adalah kadal, dan ukurannya sangat besar. Panjangnya
selengan-atas orang dewasa. Kulit hitam-merahnya yang terlihat beracun
berkilat seakan menegaskan kesegarannya.
“Hiii,“
Asuna
bahkan menyadarinya lebih telat daripadaku, dan wajahnya membeku sambil
mundur beberapa langkah darinya. Jika ini umpannya, apa yang akan kita
berusaha tangkap pasti luar biasa.
Tapi sebelum aku sempat
bertanya, Nishida menghadap ke danau dan mengangkat pancingannya. Dengan
teriakan pendek,dia mengayunkannya dengan gerakan yang bagus, dan kadal
besar membentuk sebuah lengkungan di udara sebelum jatuh ke air dengan
suara yang keras.
Memancing tak perlu waktu tunggu dalam SAO.
Begitu kau melempar umpan ke air, entah ikan mengambil umpan dalam
beberapa detik, atau kau kehilangan umpan. Kami menelan ludah tanpa
sadar saat menonton benang tenggalam perlahan-lahan.
Setelah beberapa saat, pancingan bergerak-gerak. Tapi Nishida tak bergerak seinci pun.
“I-ia kena, Nishida-san!”
“Masih terlalu cepat!”
Di
belakang kacamata Nishida, sepasang mata yang biasanya mencerminkan
kakek berhati hangat bercahaya. Nishida terus melihat ujung pancingan
yang bergerak-gerak tanpa bergerak sedikitpun. Lalu pancingannya
bergerak makin keras.
“Sekarang!”
Nishida menarik tubuh
kecilnya mundur dan menarik pancingan dengan seluruh badan. Aku Bisa
mengatakan talinya benar-benar tegang hanya dengan melihatnya, yang juga
memberikan efek suara tang-tang.
“Ia mengambil baitnya! Aku percayakan sisanya padamu!”
Aku
dengan hati-hati mengambil pancingan yang diserahkan Nishida, tapi ia
tak bergeser sedikitpun. Rasanya bagai kail termakan sesuatu yang
ditanam ke tanah. . Aku melihat balik pada Nishida, khawatir apa benar
ikannya sudah menggigit, lalu dalam sekejap mata—
Talinya mulai tertarik kedalam air dengan kuat secara tiba-tiba.
“Ahhh!”
Aku
cepat-cepat menancapkan kaki ke tanah dan menariknya ke atas lagi.
Pengukur kekuatan-yang-dipakai dengan cepat menembus mode normal.
“A-apa baik-baik saja untuk menegangkannya?”
Tanyaku pada Nishida karena khawatir pada ketahanan pancingan.
“Ini kualitas tertinggi! Kau bisa menariknya sekuat yang kau mau!”
Nishida
mengangguk, wajahnya sudah merah saking bergairahnya. Aku membenarkan
pegangan pada pancingan lalu menariknya sekuat tenaga. Pancingannya
bengkok di tengah dan membentuk U besar. Begitu tingkat pemain naik,
mereka bisa memilih untuk meningkatkan kekuatan atau deksteritas. Pengguna kapak seperti Agil akan meilih kekuatan, sementara pengguna rapier macam Asuna akan fokus pada deksteritas.
Meski
aku seorang pengguna pedang biasa dan meningkatkan keduanya, pilihan
pribadiku cenderung memilih deksteritas sedikit di atas kekuatan.
Tapi
sepertinya aku memenangkan tarik tambang ini karena levelku sendiri
sudah sangat tinggi. Aku perlahan melangkah mundur, terus memaksa si
besar itu keluar air.
“Ah, Aku bisa melihatnya!!”
Asuna
mencondongkan badan ke air dan menunjuknya. Aku tengah melangkah mundur
dan menjauh dari danau jadi aku tak bisa memeriksanya. Para penonton
makin ribut dan berebut untuk melihat ke air, yang dengan cepat semakin
dalam selepas pinggirnya. Aku tak bisa menahan kepenasaranku dan
memusatkan seluruh kekuatanku untuk menarik pancingan.
“...?”
Tiba-tiba,
sesuatu mengejutkan seluruh penonton yang dari tadi mengerubungi air.
Setiap orang mengambil beberapa langkah mundur.
“Ada yang salah...?”
Bahkan
sebelum aku selesai berbicara, mereka berbalik dan kabur. Bahkan Asuna
dan Nishida berlari ke belakangku dari kedua sisi dengan wajah pucat.
Aku baru saja hendak berbalik kebelakang untuk melihat mereka ketika –
beban tanganku terangkat dan aku terjatuh dengan punggung di bawah.
Ah, apa talinya putus!?
Tepat
ketika aku berpikir begitu, aku membuang pancingan dan berlari menuju
danau, Saat itu, permukaan air yang berkilauan tiba-tiba menggelembung
naik,
“Eh-!?”
Aku terpaku di tempat dengan mata terbelabak, dan saat itulah kudengar suara Asuna dari kejauhan :
“Kiritooo—itu berbahaya---!!!”
Saat
aku berbalik, kulihat Asuna, Nishida, dll sudah naik ke tembok yang
berdiri di ujung danau, yang cukup jauh dariku. Aku dapat mendengar air
bergebyur-gebyur liar dibelakangku dan aku akhirnya mulai memahami
keadaan. Lalu, dengan rasa tak enak, aku berbalik.
Ikannya berdiri.
Makhluk
itu lebih tepat mirip seekor ikan raja, persilangan ikan dengan kadal,
tapi yang ini lebih cenderung ke sisi kadal. Ia berdiri di sana di
rerumputan dengan enam kaki kuatnya dan memandang ke bawah padaku,
sedangkan air di tubuhnya jatuh bagai air terjun.
Aku berkata
“memandang ke bawah” karena ini setidaknya setinggi 2 meter. Mulutnya
yang tampak bisa menelan sapi bulat-bulat, berada sedikit di atas
kepalaku dengan kaki kadal yang biasa kukenal terjulur keluar.
Dari
kedua sisi makhluk berkepala ikan purba, dua mata seukuran bola basket
bertemu dengan milikku. Sebuah kursor kuning muncul secara otomatis
untuk menandainya sebagai monster.
Nishida sudah bilang pada
kami bahwa dewa setempat dari danau ini adalah seekor monster dengan
rasa beda dari yang berada di field.
Bagaimana ini berbeda? Si ini adalah seekor monster dalam tiap huruf kata-kata.
Aku
memaksakan tersenyum dan mengambil beberapa langkah mundur. Lalu aku
berbalik dan segera terbirit-birit. Ikan raksasa dibelakangku meraung
menggelegar dan mulai mengikutiku dengan langkah yang menggetarkan bumi.
Aku memaksa stat deksteritasku hingga batas dan berlari seakan
aku terbang. Aku mencapai Asuna dalam beberapa detik dan mengeluh
keras-keras :
“I-itu curang! Kabur sendirian!!”
“Uwa. ini bukan saatnya mengatakan itu Kirito!!”
Aku berbalik dan melihat ikan raksasa berlari menuju kami dengan kecepatan yang mengagumkan meski ukurannya besar.
“Ooh, ia berlari di darat...jadi ini dipnoan...?
“Kirito-san, ini bukan saatnya mengatakan hal tak guna semacam itu!! kita harus kabur cepat-cepat!!”
Kali
ini Nishida yang berteriak ketakutan. Lusinan penonton kaget dengan
keadaan, dan beberapa dari mereka terduduk di tanah dengan wajah kosong.
“Kirito, apa kau membawa senjatamu?”
Kata Asuna sambil
mendekatkan kepalanya ke sebelahku. Yah, bakal sulit untuk membuat
semuanya kabur dalam situasi seperti ini---
“maaf, aku tak...”
“Oh, baiklah, Berarti Aku tak punya pilihan lain...”
Asuna
menggelengkan kepala sambil berbalik menghadapi ikan raksasa yang
mendekati kami. Dia dengan cepat membolak-balik menu dengan tangan nan
ahli.
Dengan Nishida dan penonton lainnya menonton sambil
terkejut, Asuna melepas jubah dan syal dengan punggung menghadap kami.
Rambut coklat terangnya yang berkilauan oleh matahari menari liar di
angin.
Meski dia hanya mengenakan rok panjang berwarna rumput
dan kemeja dari kain hemp, sebuah rapier bersinar di sisi kiri
pinggangnya bagaikan sebuah cermin. Dia menghunusnya dengan tangan
kanan, dan pedang itu mengeluarkan bunyi ring-ring bersamaan dengan
menunggunya Asuna untuk kedatangan ikan besar itu.
Nishida yang berdiri di sampingku, akhirnya tersadar dan menggoyangkan lenganku sambil berteriak:
“Kirito-san, I-istrimu dalam bahaya!!”
“Tidak, kita biarkan saja dia menangani ini.”
“Apa kau bilang!? ji-jika kau itu katamu maka aku...”
Dia
menjambret sebuah pancingan dari temen yang terdekat dan bersiap
berlari ke Asuna dengan wajah ngeri. Aku harus cepat-cepat menghentikan
pemancing tua ini.
Ikan raksasa itu tak melambat sedikitpun. Ia
membuka mulut besarnya, dimana di sana berbaris gigi tajam yang tak
terhitung, dan melemparkan seluruh badannya pada Asuna seakan hendak
menelannya bulat-bulat.
Asuna memutar sisi kiri badannya menjauh
dari ikan itu dengan tangan kanan bergerak cepat keluar bersama sekilat
cahaya putih di belakangnya.
Sebuah kilatan bercahaya yang
membutakan menyemburat dari mulut ikan dengan efek suara ledakan. Ikan
itu terlempar tinggi ke udara, tapi Asuna bahkan belum bergerak dari
tempatnya.
Meski ukuran besar monster itu menimbulkan rasa
takut, aku telah mengira levelnya tak mungkin begitu tinggi. Tak mungkin
seekor monster dari lantai bawah, terutama yang dari quest yang
berhubungan dengan memancing, bisa begitu kuat. Lagipula, SAO adalah
permainan yang menjaga pola normal permainan online.
Ikan itu
jatuh ke tanah dengan keras, HP-nya berkurang drastis oleh serangan
Asuna. Lalu, Asuna dengan tanpa ampun melancarkan rangkaian serangan
beruntun yang menunjuukan gelarnya «Flash».
Nishida dan penonton
lainnya menonton tanpa berkatah sepatah kata pun pada Asuna yang
mengaktifkan skill satu per satu sambil melangkah ringan seakan tengah
menari. Apa kecantikan Asuna atau kekuatannya yang memesona mereka? Aku
pikir mungkin keduanya.
Begitu Asuna mengayunkan pedangnya
dengan aura yang menelan segala yang berada di sekitarnya, dia melihat
HP lawannya telah berada pada daerah merah dan melompat kebelakang untuk
memperlebar jarak di antara mereka. Setelah mendarat, dia langsung maju
menyerang. Dia berlari menuju ikan itu sambil meninggalkan berkas
cayaha di belakangnya bagai komet. ini adalah salah satu skill tertinggi
rapier «Flashing Penetrator».
Dengan efek suara yang mirip
ledakan sonik, komet itu menembus ikan dari mulut hingga ekor. Begitu
Asuna mengerem untuk berhenti, monster raksasa di belakangnya terpecah
menjadi jutaan serpihan cahaya yang tersebar. Ada suara benturan keras
yang menciptakan riakan besar di permukaan danau.
Asuna
menyarungkan rapiernya dengan sebuah “cling” dan berjalan pada kami
seakan tak terjadi apa-apa. Nishida dan nelayan lainnya hanya bisa
membuka mulut menganga lebar, membeku di tempat.
“Hei, kerja bagus.”
“Ini tak adil, membuatku bertarung sendirian. Kau nanti akan membeli makan siang.”
“Uang kita sekarang berupa data bersama.”
“Oh, benar...”
Selama Asuna dan aku meneruskan percakapan santai kami, Nishida akhirnya bisa mengejapkan mata dan membuka mulutnya.
“...ah, itu sangat mengejutkan... Nyonya, kau, kau benar-benar kuat. Ini mungkin tak sopan, tapi seberapa tinggi levelmu...?"
Asuna dan aku saling memandang. Berada di topik ini terlalu lama bakal berbahaya untuk kami.
“Se-sebelum itu, lihat, ikan itu menjatuhkan suatu item.”
Asuna
memencet beberapa tombol di layar dan sebuah pancingan perak muncuk di
tangannya, Karena seekor monster quest yang menjatuhkannya, sepertinya
bisa dipastikan ini benda langka yang tak dijual.
“Oh, ooh, ini...!?
Nishida
menerima pancingan itu dengan mata berbinar. Seluruh penonton juga
tertarik. Tepat saat kupikir aku sudah berhasil melalui bahaya ini
dengan aman...
“Apa...apa kau Asuna dari KoB...?”
Seorang pemain muda mengambil beberapa langkah mendekat dan menatapnya penuh intens. Lalu wajahnya mencerah.
“Yap, itu memang kau! Aku bahkan punya gambarnya!!”
“Ah..”
Asuna memaksakan dirinya tersenyum dan mengambil beberapa langkah mundur. Para penonton menggandakan kegairahan mereka.
“Ini,
ini sebuah kehormatan! Untuk melihat Asuna san bertarung dari
dekat...Oh ya! Bisa-bisakah kau memberikanku sebuah tanda ta...”
Pemuda
itu tiba-tiba berhenti berbicara lalu membolak-balik pandangannya
antara aku dan Asuna beberapa kali. Akhirnya dia menggumamkan sesuatu
dengan wajah terkejut:
“Apa...apa kalian berdua telah menikah...?”
Kini
giliranku memaksakan diri untuk tersenyum. Bersamaan dengan
tersenyumnya kami yang dibuat-buat sambil berdiri di tempat, teriakan
kemarahan meraung di sekitar kami, Hanya Nishida yang terus
mengejap-ngejapkan mata tanpa mengerti apa yang tengah berlangsung.
Bulan
madu rahasia kami berakhir seperti ini hanya dalam dua minggu. Tapi
mungkin kami harus berpikir bahwa kami beruntung untuk mengambil bagian
dalam quest yang menyenangkan di akhir.
Malam itu, kami menerima
sebuah pesan dari Heathcliff yang meminta kami mengambil bagian dalam
pertarungan melawan raja lantai 75.
Paginya.
Aku duduk
di ujung kasur dan memandangi lantai sedangkan Asuna yang selesai
bersiap-siap, berjalan mendekat dengan gemercang suara sepatunya dengan
tanah.
“Hei, kau tak bisa terus begini.”
“Tapi ini baru dua minggu.”
Aku
menjawab dengan sikap kekanak-kanakan dan menengadahkan kepalaku. Tapi
aku tak bisa membantah bahwa memandangi Asuna dalam seragam Ksatria
merah-putihnya untuk pertama kalinya dalam beberapa waktu ini sangat
menarik.
Karena kami meninggalkan guild untuk sementara, kami
bisa saja menolak permintaan ini. Tapi baris terakhir pesan, dimana
“beberapa orang sudah tewas,” mengganggu pikiran kami.
“Yah, kita sebaiknya pergi untuk setidaknya mendengar apa yang terjadi. Ayo, sudah waktunya!”
Begitu
dia menepukku di punggung, akhirnya aku bangkit dengan enggan dan
membuka layar equipment. Karena saat ini kami bukan bagian dari guild,
aku mengenakan jaket kulit hitam dan seset baju pelindung minimalis,
lalu menyimpan dua pedang di punggung dengan dua bilahnya saling
bersilangan. Beban berat di punggungku seperti mengeluhkan bahwa mereka
ditinggalkan di inventori selama beberapa lama. Dengan gerakan cepat,
aku menghunus mereka perlahan lalu menyarungkan mereka kembali; sebuah
suara logam tinggi dan jernih bergema di kamar.
“Yah, ini penampilan yang paling cocok bagimu.”
Asuna
tersenyum dan memeluk lengan kananku. Aku melihat ke belakang dan
mengucapkan selamat tinggal pada rumah baru kami, yang akan ditinggal
jauh untuk beberapa lama.
“...Ayo kita cepat selesaikan ini lalu segera kembali.”
“Ya!”
Kami saling memandang dan menganggu. Kami membuka pintu dan melangkah keluar menuju udara menusuk musim dingin.
Di
plaza gerbang lantai 24, kami menemukan Nishida menunggui kami dengan
sebatang pancingan di tangannya. Kami bilang kapan kami akan pergi hanya
kepadanya.
"Bisakah kita ngobrol sedikit?”
Aku mengguk
pada permintaan Nishida, dan kami bertiga duduk saling bersebelahan di
sebuah bangku di plaza. Nishida mulai berbicara perlahan sambil
memandang ke atas pada lantai-lantai atas.
“Sebenarnya...hingga
hari ini, cerita soal orang-orang yang bertarung untuk menyelesaikan
permaninan di lantai-lantai atas terdengar seperti mereka dari dunia
lain...Mungkin aku sudah menyerah untuk berpikir meninggalkan tempat
ini.”
Aku dan Asuna mendengarnya tanpa suara.
“Kupikir
kau sudah tahu ini, tapi Industri TI berkembang hampir tiap hari. AKu
memulai karir ini sejak aku masih muda, jadi dulu aku masih bisa
mengikuti mereka. Tapi kini aku sudah keluar dari lapangan itu selama
dua tahun, dan aku tahu mungkin mustahil bagiku untuk mengejarnya
kembali saat ini. Karena aku tak tahu entah aku bisa kembali ke
pekerjaan lamaku atau tidak, atau apakah aku bakal diperlakukan sebagai
halangan dan dibuang, kupikir lebih baik bagiku untuk memancing
disini---" Dia berhenti berbicara dan membentuk senyuman pada wajah
tuanya yang berkerut. Aku tak tahu apa yang harus kukatakakn. Sepertinya
aku bahkan tak bisa membayangkan apa saja yang hilang darinya saat dia
terpenjara dalam SAO.
“Aku juga---“
Asuna tiba-tiba mulai berbicara.
“Hingga
setengah tahun lalu, aku juga memikirkan hal-hal seperti itu dan
menangis sendirian tiap malam. Hari demi hari berlalu disini, dan semua:
keluargaku, pergi ke kampus, dan semua yang berhubungan dengan dunia
nyata terasa runtuh. Aku selalu bermimpi tentang dunia lain saat ku
terlelap... Kupikir yang harus kulakukan hanyalah cepat-cepat menjadi
kuat, dan menyelesaikan permainan ini lebih cepat, dan satu-satunya cara
untuk itu adalah melatih keras skill senjataku.
Aku memandangi
Asuna, terkejut. Meski aku tak pernah memerhatikan orang lain
sebelumnya...tapi aku tak pernah merasakan yang seperti ini sama sekali
selama kami berhubungan. Yah, ini bukanlah pertama kalinya aku salah
menebak kepribadian seseorang...
Asuna menyadari pandanganku dan tersenyum kecil sebelum melanjutkan.
“Tapi,
suatu hari pada sekitar setengah tahun lalu, tepat setelah aku
berteleport ke kota di garis depan, aku melihat seseorang tidur di
rumput plaza. Dia terlihat seakan dia berlevel cukup tinggi, jadi aku
marah dan berkata, ‘Jika kau punya waktu untuk dihabiskan disini,
pergilah ke dalam dungeon dan menyelesaikan lebih banyak...!”
Lalu dia menutup mulutnya dengan tangan dan tertawa.
“Lalu
orang itu secara tak terduga menjawab, ‘Ini musim terbaik di Aincrad
dan latar cuacanya juga sangat bagus. Sayang sekali bila pergi kedalam
dungeon pada hari seperti ini.’ Lau dia menunjuk ruang disebelahnya dan
berkata, ‘Mengapa kau tak tidur juga?’ Dia sangat tak sopan.”
Asuna berhenti tersenyum; matanya menerawang, lalu dia melanjutkannya:
Tapi
apa yang dikatakannya mengejutkanku, Aku menyadari bahwa ‘orang ini
ternyata hidup dalam arti sebenarnya di dunia ini.’ Dia tak memikirkan
kehilangan hari di dunia nyata dan malah memusatkan diri pada menjalani
hari-hari dalam dunia ini. Aku menemukan bahwa ternyata ada orang-orang
seperti ini, jadi aku mengirimkan anggota guild lainnya untuk pergi dan
mencoba berbaring di sebelahnya... Karena anginnya terasa sangat
enak....kehangatannya tepat untuk tubuh, aku terlelap. Aku tak bermimpi
buruk saat itu. Kemungkinan karena ini pertama kalinya aku mendapatkan
tidur yang nyenyak sejak masuk dunia ini. Saat kuterbangun, hari sudah
siang, dan orang itu tengah memandangiku tak sabar. Orang itu adalah
dia...”
Begitu dia selesai, Asuna menggenggam tanganku erat. Aku merasa sangat malu. Aku agak-agak ingat hal semacam itu, tapi....
“Maaf Asuna...Aku tak bermaksud yang macam-macam; Aku hanya ingin tidur siang saja....”
“Aku tahu itu bahkan jika kau tak mengatakannya!”
Asuna mencibir, lalu dia kembali menghadap Nishida dengan senyum di wajah sebelum melanjutkan :
“Sejak
hari itu...Aku terlelap sambil memikirkannya, dan hasilnya, segala
mimpi buruk menghilang. Aku menemukan dimana kota tempat tinggalnya dan
akan meluangkan waktu untuk sesekali mengunjunginya...lalu aku mulai
menunggu-nunggu datangnya esok...lalu aku menyadari aku tengah jatuh
cinta, aku sangat bahagia dan bersumpah untuk menjaga rasa ini. Ini
pertama kalinya aku berpikir datang ke dunia ini adalah hal yang luar
biasa...”
Asuna menundukkan kepala, menggosok mata dengan tangan bersarungnya, lalu mengambil napas dalam-dalam.
“Kirito
adalah arti dibalik dua tahun hidupku disini. Dia juga bukti aku hidup
dan alasan untuk terus mencari hari esok. Aku telah mengenakan NervGear
dan datang ke dunia ini untuk menemuinya. Nishida oji-san...mungkin
bukan tempatku untuk mengatakan ini, tapi kupikir anda telah meraih
sesuatu dalam dunia ini. Tak diragukan lagi ini adalah dunia virtual,
dimana yang kita lihat dan sentuh adalah tiruan yang tercipta dari data.
Tapi bagi kita, hati kita ada dalam realita ini. Jika itu nyata, maka
segala sesuatu yang kita alami disini juga adalah nyata.”
Nishida
terus memejamkan mata dan mengangguk beberapa kali. Matanya sembab
dibelakang kacamatanya. Aku juga berusaha sebaik mungkin untuk menahan
airmataku.
Aku yang begitu, kupikir. Akulah yang terselamatkan
saat aku tak dapat menemukan untuk hidup, entah saat aku di dunia nyata
maupun setelah aku datang ke yang ini.
“...ya. Ya. kau benar...”
Nishida menerawangi langit lagi dan berkata.
“Apa
yang kudengar disni juga adalah pengalaman tak ternilai. Pernah
menangkap ikan lima meter juga salah-satunya...sepertinya hidupku disini
tidak tak berarti, tidak tak berarti sama sekali.”
Nishida mengangguk sekali lalu bangkit.
“Ah,
sepertinya aku telah menghabiskan waktu kalian terlalu banyak. Aku
sangat yakin orang-orang seperti kalian bertarung untuk membebaskan
kami, sehingga kita semua bisa kembali ke dunia nyata dalam waktu
dekat...Meski tiada yang bisa kulakukan untuk membantu, Aku setidaknya
bisa menyemangati dan mendukung kalian terus.”
Nishida memegang tangan kami dan bersalaman.
“Kami akan kembali. Mohon temani kami saat itu tiba.”
Aku berjanji dengan kelingkingku, dan Nishida mengangguk dengan senyum lebar dengan air mata mengaliri wajahnya.
Kami
bersalaman erat dengan Nishida lalu berjalan menuju gerbang teleport.
Begitu kamu memasuki bagian yang bersinar-sinar bagai ilusi, Aku dan
Asuna saling menatap lalu membuka mulut kami secara bersamaan.
“Teleport—Grandum!”
Cahaya biru mulai menyelimuti pandangan kami, menghapus sosok Nishida, yang terus melambai pada kami.
Bab 20
“Clearing Group dibantai---!?”
Kami disambut berita mengejutkan ini saat kami kembali ke markas KoB di Grandum untuk kali pertama dalam dua minggu.
Kami
tengah berada di salah satu lantai atas dari menara besi yang berfungsi
sebagai HQ, didalamnya ada ruang pertemuan dengan jendela besar dimana
kami terakhir kali berbicara dengan Heathcliff . Heathcliff duduk di
tengah meja besar berbentuk setengah lingkaran, dalam jubah panjangnya
yang biasa. Pemimpin guild lainnya duduk di sampingnya, kecuali Godfree
yang kali ini tak hadir. Heathcliff menyatukan jemari tangan kurusnya di
depan wajahnya dan mengangguk pelan dengan muka masam nan dalam.
“Kejadiannya
kemarin. Memetakan labirin lantai tujuh puluh lima memakan waktu agak
lama, tapi kami bisa menyelesaikannya tanpa korban. Meski aku sudah
mengira kami bakal mengalami masa sulit saat mengalahkan Boss...”
Aku
memang merasa bahwa hal seperti ini akan terjadi. Sebabnya adalah,
bahwa dari seluruh boss labirin, hanya lantai 25 dan 50 yang luar biasa
besar dan kuat, sehingga menyebabkan kerusakan besar bagi kedua belah
pihak yang bertarung.
Pertarungan dengan raksasa berkepala dua
di lantai 25 secara kasat mata menyapu habis prajurit elit dari «The
Army», yang merupakan sebab utama runtuhnya mereka sebagai organisasi.
Saat monster berlengan enam, yang terlihat seperti patung logam Buddha,
melancarkan serangan ganas selama pertarungan di lantai 50, banyak
pemain yang ketakutan sehingga berteleport menjauh tanpa izin dan
hampir-hampir menyebabkan garis depan runtuh, Jika bala bantuan datang
sedikit lebih lambat saja, kami akan menghadapi sapu habis lainnya.
Faktanya, orang yang mempertahankan garis depan sendirian selama
pertarungan hingga bantuan datang berada tepat di depanku. Jika sebuah
boss yang sangat-sangat kuat menanti dia di level 75, maka hampir bisa
dipastikan boss ini sama.
“...jadi, aku mengirimkan kelompok perintis beranggotakan 20 orang, yang berasal dari 5 guild yang berbeda.”
Heathcliff
melanjutkan dengan nada monoton. Karena matanya sedang setengah
terbuka, mustahil untuk menebak emosi di belakang mata berwarna
tembaganya.
“Mereka merintis dengan penuh perhatian. 10 dari
mereka telah tinggal di luar ruangan boss sebagai cadangan...Tapi saat
10 yang pertama masuk dan mencapai pusat ruangan, gerbangnya menutup
tepat ketika sang boss muncul. Berdasarkan laporan 10 orang yang
menunggu di luar, pintu-pintu tetap menutup selama 5 menit, dan apapun
yang mereka lakukan, termasuk merusak kunci dan menghantam pintu, tak
berefek. Sampai dengan pintu akhirnya terbuka---“
Ujung mulut Heathcliff menegang, Dia memejamkan matanya sesaat lalu melanjutkan.
“Tiada
orang di dalam ruangan. Si Boss dan kesepuluh orang telah menghilang.
Tiada tanda-tanda teleportasi. Mereka tak kembali...dan aku mengirimkan
seseorang untuk memeriksa daftar kematian di monumen logam di dalam
Benteng Besi Hitam untuk mengonfirmasi...”
Dia tak mengatakan
bagian selanjutnya keras-keras dan hanya menggelengkan kepalanya. Di
sebelahku, Asuna menahan napas dan akhirnya berhasil memaksa suara
kecilnya keluar:
“10...orang...bagaimana ini terjadi...”
“Sebuah area anti-kristal...?”
Heathcliff mengangguk pelan pada pertanyaanku.
“Hanya
itu penjelasannya. Berdasarkan laporan Asuna-kun, lantai 74 juga sama,
jadi mungkin sekali bahwa mulai sekarang, tiap ruangan boss akan
memiliki area anti kristal.”
“Sial.”
Kutukku. Jika jalan
kabur darurat tertutup, kemungkinan tewas karena hal-hal tak terduga
bakal meningkat tajam. Janganlah kita menghasilkan korban---itu adalah
tuntunan paling penting yang harus diikuti selama menyelesaikan
permainan ini. Tapi mustahil untuk menyelesaikannya bila tak mengalahkan
para boss...
“Ini semakin menjadi permainan kematian yang sesungguhnya...”
“Namun, kita tak bisa menyerah untuk menyelesaikan permainan karena hal ini...”
Heathcliff memejam matanya lalu berbicara dengan nada pelan tapi penuh hasrat:
“Sebagai
tambahan dari area anti-kristal, ruangan itu juga menutup jalan keluar
begitu boss muncul. Karena hal ini, kami hanya bisa menyerangnya dengan
tim terbesar berupa pemain-pemain yang bisa kami perintah dan
koordinasi. Sebenarnya aku tak hendak memanggil kalian berdua kembali,
mengingat kalian baru saja menikah, tapi aku berharap kalian dapat
mengerti dilema kami.”
Aku menjawabnya dengan mengangkat lengan.
“Kami
akan membantu. Tapi aku akan menempatkan keselamatan Asuna sebagai
prioritas tertinggiku. Jika keadaan berbahaya mucul, aku akan
memprioritaskannya sebelum yang lain.”
Heathcliff tersenyum dengan sikap yang paling tak disadari.
“Yang
berharap melindungi yang lain berarti mampu mengeluarkan kekuatan
terhebat. Aku berharap pada pencapaianmu di medan tempur. Serangan akan
dimulai 3 jam lagi. 23 orang, termasuk kalian berdua, diharapkan ikut.
Kita akan bertemu di depan gerbang teleport di Collinia pada lantai 75
pada jam 1. Semuanya, Bubar.”
Begitu dia selesai, paladin merah dan orang-orangnya bangkit serta meninggalkan ruangan.
“3 jam---Apa yang harus kita lakukan?”
Asuna
menanyaiku sambil duduk –tak-tahu-bagaimana di bangku logam. Aku hanya
memandanginya dalam diam. Tubuhnya terselimuti seragam tempur putih
dengan hiasan merah, rambut panjang lembutnya, mata coklatnya yang
berkilauan—dia begitu cantik bagaikan permata tak ternilai.
Saat dia menyadari aku terus menatapnya tanpa membelokkan pandanganku, pipi Asuna memerah dan bertanya dnegan senyum malu-malu:
“A....apa?”
Aku dengan enggan buka mulut:
“...Asuna...”
“Apa?”
“Mohon jangan marah dan dengarkan aku. Boss yang kita hadapi hari ini...bisakah kau tak ikut dan menunggu aku kembali disini ?”
Pertama-tama, Asuna menatapku, lalu menundukkan kepalanya dengan wajah muram dan berkata:
“...mengapa kau mengatakan ini...?”
“Meski
Heathcliff berkata begitu, kita tak bisa mengira-ngira apa yang akan
terjadi di tempat dimana kristal tak bisa digunakan. Aku benar-benar
takut...saat aku memikirkannya...bahwa sesuatu akan terjadi padamu...”
“Kau ingin aku menunggu di tempat aman sementara kau pergi ke tempat yang seberbahaya itu sendirian?”
Asuna bangkit dan berjalan menuju padaku dengan langkah tegap. Matanya berkobar dengan penuh hasrat.
“Jika
aku melakukan itu dan kau tak kembali, maka aku akan bunuh diri. Aku
tak hanya akan kehilangan alasanku untuk terus hidup, aku juga takkan
pernah memaafkan diriku yang hanya menunggu disini. Jika kau ingin
kabur, maka kita akan kabur bersama. Jika itu yang mau kau lakukan, maka
aku setuju dengan itu.”
Dia selesai berbicara dan menyentuh
bagian tengah dadaku dengan jemari tangan kanannya. Matanya melembut dan
sebuah senyum lembut muncul di wajahnya.
“Tapi, kau
tahu...semua yang ikut dalam pertempuran hari ini ketakutan, dan mereka
semua ingin kabur. Namun, meski takut, mereka tetap setuju bergabung.
Itu karena sang pemimpin dan Kirito...karena dua orang terkuat di dunia
ini memimpin mereka...itu pemikiranku...Aku tahu kau tak suka memikul
tanggung jawab. Tapi aku berharap kau mencobanya, hanya kali ini saja,
bukan hanya untuk mereka, tapi juga untuk kita...supaya kita bisa
kembali ke dunia nyata, jadi ktia bisa bertemu lagi; Aku berharap kita
bisa melakukan yang terbaik bersama-sama.”
Aku mengangkat tangan
kananku dan menggenggam tangan Asuna dengan lembut. Perasaan bahwa aku
tak ingin kehilangan dia mengalir keluar dari dasar hatiku.
“...Maaf...aku,
jadi lemah untuk sesaat. Sebenarnya, aku ingin sekali kita kabur saja.
Aku tak ingin kau mati, dan aku juga tak mau. Kita tak perlu...”
Aku menerawangi kedalam mata Asuna dan terus berbicara.
“Tak
apa-apa bila kita tak bisa kembali ke dunia nyata...Aku ingin terus
hidup bersamamu di penginapan hutan itu. Kita berdua...selamanya...”
Asuna
mencengkram dadanya dengan tangannya yang lain. Dia memejamkan mata dan
bermuka masam, seakan hendak menahan sesuatu, lalu sebuah desahan
kecewa keluar dari bibirnya.
“Yah...ini benar-benar seperti
mimpi...Akan bagus sekali jika kita bisa melakukan itu...menghabiskan
setiap hari bersama-sama...selamanya...”
Dia berhenti disitu dan
menggigit bibir seakan dia tengah melepaskan mimpi yang takkan
tercapai. Lalu dia membuka mata dan memandang menengadah padaku dengan
wajah serius.
“Kirito, apa kau pernah memikirkan tentang ini...? Tentang apa yang terjadi pada tubuh nyata kita saat ini?”
Aku
tersentak dan terdiam oleh pertanyaan tak terduga ini. Ini mungkin
sesuatu yang ditanya-tanyakan tiap pemain. Tapi karena tiada cara
berhubungan dengan dunia luar, tiada guna memikirkannya. Meski semuanya
ketakutan, mereka juga menghindari menghadapi pertanyaan ini.
“Apa
kau ingat? Orang itu...Pengenalan Kayaba Akihiko di awal permainan. Dia
berkata bahwa NerveGear memperbolehkan pemutusan berjangka dua jam.
Tapi alasannya adalah...”
“...Untuk memindahkan tubuh kita ke fasilitas kesehatan yang memadai...”
Asuna mengangguk ketika aku mengucapkan ini.
“Lalu beberapa hari kemudian, semuanya terputus selama kira-kira sejam, kan?”
Sesuatu
seperti itu pasti terjadi. Aku telah melihat pada peringatan pemutusan
dan khawatir apakah NerveGear akan membunuhku atau tidak dalam dua jam.
“Kupikir
semuanya telah dipindahkan ke RS. Tak mungkin untuk merawat seseorang
yang koma dalam rumah biasa selama bertahun-tahun. Lebih mungkin mereka
memindahkan kita ke RS lalu menyambungkan kita kembali...”
“...Ya, rasanya kau benar...”
“Jika
tubuh kita hanya terbaring di kasur, bertahan hidup hanya karena begitu
banyak sambungan yang terpasang padanya...Aku pikir tubuh kita takkan
selamanya aman dalam keadaan tersebut.”
Aku tiba-tiba dilingkupi ketakutan bahwa tubuhku mulai menghilang. Aku memeluk Asuna untuk mengonfirmasi keberadaan kami.
“...Dengan kata lain...entah kita menyelesaikan permainan ini atau tidak...akan selalu ada batas waktu...”
“...Dan
batas waktu ini berbeda untuk tiap orang,,,Karena berbicara dengan
«Sisi lain» adalah tabu, aku belum membicarakan ini dengan orang
lain...tapi kau berbeda. Aku...Aku ingin menghabiskan seluruh hidupku di
sisimu. Aku ingin berdua denganmu yang sebenarnya, menikah yang
sebenarnya denganmu, dan tumbuh tua bersama-sama. Jadi...jadi...”
Dia
tak bisa melanjutkan. Asuna mengubur wajahnya di dadaku dan meneteskan
air mata. Aku pelan-pelan mengelus punggungnya untuk membantunya
menyelesaikan kata-kata.
“jadi..kita tak punya pilihan selain bertarung saat ini...”
Ketakutanku
tak benar-benar menghilang. Tapi bagaimana mungkin aku menyerah
sekarang saat Asuna melakukan yang terbaik untuk membuka masa depan kami
sambil berusaha begitu keras untuk menjaga dirinya agar tak runtuh.
Tak apa-apa—Pasti semanya baik-baik saja. Selama kita bersama, pasti akan---
Aku mengeraskan lenganku dan memeluk Asuna kuat-kuat untuk menghilangkan perasaan muram yang mengancam untuk menguasaiku.
Bab 21
Ada
sebuah grup yang jelas-jelas terdiri dari pemain berlevel tinggi,
menunggu di alun-alun gerbang teleport level 75 di Collinia. Aku menduga
mereka pasti kelompok boss. Begitu aku dan Asuna melangkah keluar
gerbang dan menuju mereka, mereka semua tutup mulut dan mengirimkan
tatapan menusuk ke arah kami. Beberapa bahkan memberikan salam guild.
Aku berhenti melangkah karena keterkejutan menguasaiku. Tapi Asuna membalas salam mereka lalu mencolek sisiku.
“Hei, Kirito, kamu kini seorang pemimpin, jadi kau harus menyalami mereka dengan baik!”
“Apa...?”
Aku
menyalami mereka dengan canggung. Aku telah ambil bagian dalam banyak
kelompok boss hingga saat ini, tapi ini kali pertama aku mengundang
begitu banyak perhatian.
“Hei!”
Seseorang menekanku di
pundak, aku memutar badan dan melihat Klein, si pemakai katana,
tersenyum di bawah bandananya. Yang mengherankan, tubuh besar Agil juga
berdiri di sampingnya, dilengkapi penuh dengan kapak dua tangan di
genggamannya.
‘Apa?! Kalian juga ikut?”
‘Mengapa kau terkejut!? Apa kau merendahkan kami!?”
Agil berteriak tak senang.
“Aku
bahkan meninggalkan tokoku karena kudengar kalian dalam masa-masa
sulit. Tapi ternyata kini kau tak menghargai pengorbananku, ini
membuatku...”
Aku memukul lengan Agil begitu dia ngomong dengan sikap berlebihannya.
“Aku sangat memahami sentimenmu. Jadi kami bisa mengeluarkanmu saat kita berbagi barang, kan?”
Saat aku mengatakan itu, sang raksasa menggelengkan kepala botaknya dan menyatukan alisnya membentuk angka delapan (å…«).
“Kalau itu sih...”
Begitu
suara bergetarnya memudar, Asuna dan Klein meledak dalam tawa secara
bersamaan. Ini cepat menyebar ke pemain lainnya dan sepertinya memeras
habis ketegangan semua orang.
Tepat pukul satu, beberapa pemain
baru tiba di gerbang, Ada Heathcliff, dalam jubah merah dengan tameng
berbentuk salib di tangan, Juga para petinggi KoB. Udara tegang
menyeruak sekali lagi diantara para pemain begitu melihat para pendatang
baru.
Jika kita hanya membandingkan level dan status, orang
yang lebih tinggi dari aku dan Asuna mungkin hanya Heathcliff sendiri.
tapi koordinasi memusatkan kekuatan mereka pada kerja sama. Selain warna
guild yang merah-putih, zirah dan senjata mereka sangat berbeda, namun
kekuatan ikatan diantara mereka jauh lebih tinggi dari unit «The Army»
yang pernah kami lihat.
Sang Paladin dan keempat bawahannya
melangkah lurus menuju kami, yang memisahkan kelompok yang berkumpul
menjadi dua. Klein dan Agil terpaksa mundur beberapa langkah, sementara
Asuna dengan tenang berbalas salam dengan mereka.
Setelah berhenti, Heathcliff mengangguk pada kami sebelum berbicara kepada seluruh grup:
“Tampaknya
semua orang sudah datang. Terima kasih. Kupikir semua sudah mengerti
keadaan kita sekarang. Ini akan jadi pertarungan yang berat, tapi aku
percaya bahwa kita akan menang karena kekuatan kalian. Kita akan
bertarung demi kebebasan kita dari permainan ini---!”
Begitu
Heathcliff berteriak dengan suara bertenaga, Pemain lainnya membalas
dengan teriakan membahana mereka sendiri. Aku terkejut dengan karismanya
yang menarik orang lain bagai magnet. Adalah mengejutkan melihat
seseorang dengan kualitas kepemimpinan setinggi ini diantara para pemain
keras yang biasanya kurang koordinasi sosial, atau mungkinkah dunia ini
yang mengembangkan bakatnya? Aku membayangkan apa yang dilakukannya di
dunia nyata...
Heathcliff memutar dan menghadapku seakan dia merasakan tatapanku, lalu berkata sambil tersenyum:
“Kirito-kun, aku berharap pada usahamu. Kuharap kau menggunakan «Dual Blades» sepenuh tenaga.”
Tiada
beban maupun rasa takut terdengar dari suaranya yang lembut dan rendah.
Seseorang tak bisa tidak kagum pada fakta bahwa Heathcliff bisa menjaga
sikap kalemnya meski menghadapi pertempuran sulit di depan.
Setelah aku mengangguk dalam hening, Heathcliff berbalik pada para pemain dan mengangkat tangannya ke udara.
“Dengan ini, ktia mulai. Aku akan membuka sebuah koridor yang langsung mengarah pada daerah di depan ruangan si boss.”
Dia mengeluarkan sebutir kristal biru laut dari kantongnya saat berbicara, diiringi gumaman dan keterkejutan pemain lainnya.
Kristal-kristal
teleport biasa hanya bisa memindahkan pengguna pada gerbang teleport
kota tertentu, tapi barang yang dikeluarkan Heathcliff adalah sebutir
«Kristal Koridor», yang bisa membuka sebuah gerbang teleport ke manapun
yang ditandai pemain. Tak perlu disebutkan disini, bahwa itu adalah
barang yang sangat berguna.
Tapi karena itu, ia juga sangat
jarang dan tak dijual di toko-toko NPC Ia hanya bisa didapat dari peti
harta karun labirin atau drop monster-monster, jadi beberapa pemain tak
mau menggunakannya meski mereka punya. Alasan para pemain menyuarakan
keterkejutan mereka bukanlah karena melihat sebutir barang langka, tapi
karena Heathcliff hendak menggunakannya.
Heathcliff mengangkat kristal tersebut, tak memedulikan tatapan pemain lalu berteriak:
“Koridor, buka.”
Kristal yang luar biasa mahal tersebut pecah dan sebuah topan cahaya biru muncul.
“Kini, semuanya, ikuti aku.”
Setelah
dia menyapu pandangannya ke semuanya, Heathcliff melompat ke dalam
cahaya biru, diikuti kibaran pakaian merahnya di belakang. Tubuhnya
langsung ditelan cahaya itu dan menghilang dalam sekejap. Keempat
bawahan KoB-nya mengikutinya tanpa henti.
Saat ini, banyak orang
mulai berkumpul di sekitar plaza. Mereka pasti telah mendengar soal
pertempuran boss dan keluar untuk perpisahan dengan kami. Para ksatria
berjalan ke dalam cahaya satu demi satu di tengah-tengah teriakan
penyemangat.
Aku dan Asuna dengan cepat menjadi satu-satunya
yang tinggal. Kami saling memandang dan bertukar anggukan kecil sebelum
berpegangan tangan dan melompat kedalam topan cahaya bersama-sama.
Setelah
rasa pusing dari teleportasi berlalu, aku membuka mataku dan melihat
kami sudah berada di labirin. Ini merupakan koridor yang cukup luas,
dengan dua baris pilar nan tebal dan sebuah gerbang raksasa di ujungnya.
Labirin lantai 75 dibangun dari sejenis obsidian yang agak
transparan. Tak seperti labirn kasar dan mentah dari lantai-lantai
bawah, batu-batu disini dipoles halus dan disusun berderet tanpa celah
di antara mereka. Udaranya dingin dan lembab, dengan selapis tipis embun
menyelubungi lantai.
Asuna merapatkan kedua lengannya ke badan seakan dia merasakan dingin lalu berucap:
“...Entah mengapa...aku benar-benar merasa tak enak...”
“Ya...”
Aku mengiyakan.
Dalam
dua tahun hingga sekarang, kami sudah menyelesaikan 74 labirin dan
mengalahkan monster boss dengan jumlah sama. Setelah mengumpulkan begitu
banyak pengalaman, kami bisa secara kasar menebak kekuatan seorang boss
hanya dengan melihat sarangnya.
Seluruh 30 pemain di sekitar kami membuka jendela mereka dan memeriksa perlengkapan mereka; Wajah mereka semua sangat serius.
Aku
membimbing Asuna ke belakang sebatang tiang dan melingkarkan lenganku
ke tubuh kecilnya. Ketegangan yang kutahan dari tadi kini menyembur
karena pertempuran sudah dekat. Tubuhku bahkan gemetaran.
“Jangan khawatir.”
Asuna berbisik ke telingaku.
“Aku akan melindungimu.”
“Tidak...ini bukan karena aku takut bertarung.”
"Haha.”
Asuna tertawa kecil dan melanjutkan:
“Jadi...kau harus melindungiku juga, Kirito.”
“Ya...pasti.”
Aku
memeluknya dengan lenganku sekali lagi sebelum melepasnya. Heathcliff,
yang telah mengeluarkan perisai berbentuk salibnya, berbicara diiringi
bunyi dentingan perlengkapannya.
“Apa semuanya siap? Kita tak
punya info tentang pola kebiasaan boss. KoB akan bertanggung jawab
menahan serangan musuh; Semua harus mengambil kesempatan ini untuk
menganalisa pola serangan musuh dan membalasnya dengan tepat.”
Semua mengangguk dalam hening.
“Sekarang, saatnya beraksi.”
Kata
Heathcliff lembut. Lalu dia berjalan penuh percaya diri ke pintu
obsidian dan menempatkan tangannya di bagian tengah. Ini menyebabkan
semua jadi sangat tegang.
Aku menepuk bahu Klein dan Agil, yang keduanya berada di sampingku, dan berkata pada mereka saat mereka berbalik:
“Jangan mati.”
“Heh, khawatirkan saja dirimu sendiri.”
“Aku tak hendak mati sebelum aku dapat untung dengan barang-barang langka yang kudapat dari pertarungan hari ini.”
Saat
mereka mengucapkan guyonan sombong mereka, pintu mulai terbuka dengan
suara derikan berat. Seluruh pemain telah menyiapkan senjata mereka,
jadi aku juga menghunus kedua pedang dari penggungku. Aku menatap
sekilas Asuna, yang memegang rapier di tangan, lalu mengangguk padanya.
Heathclif yang terakhir mengeluarkan pedang dari perisainya. Dia lalu mengangkat tangannya tingi-tinggi ke udara dan berteriak.
“Mulai bertarung!”
Lalu dia berjalan melalui gerbang yang terbuka lebar ke dalam ruangan, dengan semuanya mengikuti tepat di belakangnya.
Ruangan
didalam berbentuk seperti kubah besar. Sepertinya sebesar arena duel
aku dan Heathcliff. Tembok-tembok menjulang tinggi ke angkasa,
melengkung tinggi di atas kepala kami. Tepat setelah kedua puluh tiga
pemain masuk ruangan dan membentuk formasi---pintu di belakang kami
berdebam menutup. Kini pintu itu tak mungkin terbuka kecuali entah
bossnya mati atau kami disapu habis.
Seluruh kelompok kini
hening beberapa lama. Meski kami terus mengamati lantai sekeliling, boss
tetap tak muncul. Waktu mencekik tegang syaraf kami sementara detik
demi detik perlahan berlalu.
“Hey---“
Tepat ketika seseorang tak dapat lagi menahan ketegangan dalam keheningan itu...
“Dari atas!!”
Asuna berteriak dari sampingku. Aku melihat ke atas dengan terkejut.
Di langit-langit kubah—ia di sana.
Begitu besar dan panjang.
Seekor kelabang-!?
Pikiran
itu muncul dalam pikiranku begitu aku melihatnya. Panjangnya sekitar 10
meter. Tapi tubuhnya terbagi kedalam beberapa bagian yang lebih
mengingatkanku pada tulang belakang manusia dibandingkan seekor
serangga. Kaki-kaki tajam dari tulang terlihat menonjol dari tiap
sambungan. Begitu aku menggeser pandanganku ke bagian bawah tubuhnya,
bentuknya semakin menebal, berakhir pada sebuah tengkorak mengerikan.
Itu bukan tengkorak manusia. di ujung tengkorak nan halus itu, ada dua
pasang liang mata yang menghadap ke atas dengan api biru menyala di
dalam. Rahangnya menonjol keluar dan berisi sebaris gigi tajam. Dua
lengan raksasanya yang berbentuk sabit menempel pada kedua sisi
tengkorak. Saat aku memusatkan pandanganku padanya, nama monster itu
muncul dengan kursor kuning: «The Skullreaper»
Pemain-pemain
yang terkejut menonton kelabang rangka tersebut melata sepanjang
langit-langit pada kaki-kakinya, tiba-tiba ia melebarkan kakinya---dan
meloncat tepat kepada kami.
“Jangan hanya berdiri disana! Menyebar!!”
Suara
tajam Heathcliff memotong udara nan beku. Para pemain akhirnya tersadar
dan mulai bergerak. Kami buru-buru keluar dari daerah perkiraan
jatuhnya.
Tapi ada 3 orang yang berada tepat dibawah daerah
perkiraan yang sedikit telat. Mereka hanya berdiri di sama dan
menengadah melihat ke atas seakan tak yakin kemana mereka harus
bergerak.
“Kesini!”
Aku buru-buru berteriak. Ketiga pemain tersebut lalu sadar dari keterpakuannya dan mulai berlari menuju padaku---
Tapi
tepat saat itu. si Kelabang telah mendarat di belakang mereka dan
seluruh lantai berguncang keas. Ketiganya kehilangan keseimbangan karena
itu, dan saat itulah si kelabang mengayunkan lengan kanannya—sebatang
sabit tulang raksasa yang sepanjang orang, dan mengarah langsung pada
mereka.
Ketiga pemain ditebas sekali pada punggung mereka dan
langsung diterbangkan. HP mereka berkurang dengan sangat cepat selama
mereka berada di udara---langsung melewati daerah kuning ke daerah
bahaya merah---
“...!?”
Mereka semua mencapai 0, dan
ketiga tubuh yang masih berada di udara pecah menjadi serpihan-serpihan
yang tak terhitung dan tersebar. Efek suara kematian mereka saling
bertabrakan.
“......!!”
Kudengar Asuna menahan napas disampingku. Aku dapat merasakan tubuhku kaku dan terkejut.
Mereka mati dalam satu pukulan?!
Dalam
sistem SAO, yang digunakan baik dalam keahlian dan tingkatan, HP
maksimum seseorang naik seiring tingkatannya, jadi tingkat yang lebih
tinggi berarti lebih sulit dibunuh tak peduli keahlian bertarung
seseorang. Kelompok disini hari ini hanya terdri dari pemain-pemain
tingkat tinggi, jadi meskipun seorang boss, semestinya semua masih bisa
menahan setidaknya satu serangan gabungan pendek---itu yang dipikirkan
semuanya. . Namun hanya dalam satu pukulan---
“Ini...mustahil...”
Asuna bergumam dengan suara yang dipaksakan keluar.
Kelabang
bertulang yang telah mengambil nyawa tiga orang dalam sekejap
mengangkat tubuh bagian atasnya dan menyerbu kelompok pemain lain dengan
raungan nan keras.
“Ahhhh!!”
Para pemain di arah itu berteriak panik. Sekali lagi, Sabit tulang terangkat tinggi ke udara.
Di
saat kritis ini, seseorang meloncat tepat ke bawah sabit. Itu
Heathcliff. Dia mengangkat tameng raksasanya dan menahan serangan itu,
mengirimkan suara benturan yang memecah gendang telinga dan hujan
percikan.
Tapi ada dua sabit. Dengan lengan kiri yang terus
menyerang Heathcliff, ia mengangkat sabit kanannya dan mengayunkannya ke
bawah pada para pemain yang terpaku.
“Sialan....!”
Aku
berlari hampir tanpa sadar, dengan cepat menolkan jarak seakan sedang
terbang, dan menempatkan diriku tepat di depan sabit itu. Lalu aku
menghilangkan pedangku dan menahan serangannya, Kekuatan besar dari
benturan mengenai badanku. Tapi---sabitnya tak berhenti. Dengan percikan
yang keluar darinya, sabit itu mendorong mundur pedangku dan datang
padaku.
Ini terlalu kuat!
Saat itulah, sebuah pedang
baru terbang dengan meninggalkan bekas cahaya putih dan mengenai sabit.
Sebuah suara benturan bergema. Dengan sabit yang melemah, aku langsung
mendorong dengan seluruh kekuatanku dan berhasil memaksa sabit tulang
itu mundur.
Di sebelahku, Asuna melirik padaku dan berkata,
“Jika kita memukulnya secara bersamaan---kita bisa menahan serangannya! Jika itu kita, maka hal ini mungkin!!”
“Ok, ayo selesaikan ini!”
Aku mengangguk. Hanya dengan tahu Asuna disampingku memberikanku kekuatan tak terbatas.
Begitu
sabit sekali lagi diayunkan secara horizontal pada kami, Baik aku
maupun Asuna mengayunkan pada kanan bawah untuk menangkisnya. Pedang
kami mengenai kepala sabit dengan selaras sempurna, dan kali ini sabit
itu dipukul mundur.
Aku menguatkan suaraku dan berteriak:
“Kami akan menghentikan sabitnya! Yang lain serang sampingnya!”
Ini
seakan suaraku akhirnya membebaskan semuanya dari semacam mantra. Para
pemain berteriak, mengangkat senjata mereka, dan menyerbu tubuh kelabang
bertulang itu. sejumlah pukulan menusuk tubuh musuh dengan dalam dan HP
boss akhirnya sedikit berkurang.
Tapi langsung setelahnya, aku
dapat mendengar jeritan beberapa pemain. Aku bertaruh dengan melirik
setelah membalas sabit, dan kulihat beberapa orang dipukul jatuh oleh
tulang panjang mirip tombak di ujung ekor kelabang.
“Argh…!”
Aku
mengeraskan gigitanku. Kami harus membantu, tapi aku dan Asuna, dan
juga Heathcliff yang tengah menahan sabit kiri sendirian di sebelah sana
sudah sibuk.
“Kirito...!”
Begitu Asuna bersuara, aku menatapnya.
Tidak! Jika fokus kita buyar, kita akan kena!
Ya, kau benar...ia datang lagi!!
Tahan dengan gerakan memotong vertikal kiri keatas!
Kami saling berbicara hanya dengan bertukar lirikan dan menahan sabit dengan gerakan-gerakan yang tersinkronisasi sempurna.
Kami
memaksakan diri untuk mengabaikan jeritan-jeritan yang dapat didengar
dari waktu ke waktu dan berkonsentrasi menahan hantaman-hantaman musuh
yang bertenaga. Yang luar biasa adalah, kami tak butuh berbicara ataupun
saling melirik satu sama lain. Sekaan kami tersambung langsung. Musuh
menyerang dengan begitu cepat sehingga tak meninggalkan ruang untuk
bernapas, tapi kami masih bisa selalu membalasnya dengan mengaktifkan
keahlian yang sama persis di saat yang bersamaan
Tepat
setelahnya-sambil bertarung hingga setengah mati, aku mengalami perasaan
yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Ini pengalaman yang sangat
nyata—Seakan aku dan Asuna menyatu dalam satu tubuh dan mengayunkan satu
pedang. HP kami kami terus berkurang sedikit demi sedikit karena
getaran terusan setelah hantaman musuh yang kami tahan, tapi kami sudah
tak memikirkan hal-hal semacam itu.
Bab 22
Pertarungan berlanjut selama sejam
Rasanya
bagai selamanya telah berlalu sebelum pertarungan akhirnya selesai.
Saat tubuh raksasa monster raja pecah menjadi serpihan yang tak
terhitung, tiada satupun yang memiliki energi untuk bergembira. Semuanya
entah terduduk lemas di lantai obsidian atau terbaring sempurna dengan
napas terengah-engah.
Apa ini selesai...?
Ya... ini selesai.
Setelah
kami bertukar pikiran itu, rasanya «sambungan» antara aku dan Asuna
juga putus. Kelelahan tiba-tiba menggelayuti tubuhku dan aku berlutut ke
lantai. Aku dan Asuna lalu duduk dengan dengan punggung saling
bersender, dan merasa seakan kami takkan mampu melakukan apa-apa untuk
beberapa saat. Kami berdua masih hidup---tapi bahkan ketika aku
memikirkan ini, aku tak bisa begitu senang dengan keadaan. Terlalu
banyak yang tewas. Setelah 3 kematian pertama di awal pertempuran, efek
suara suram dari pecahnya orang terus bergema dengan kecepatan tetap dan
aku memaksa diriku berhenti menghitung setelah yang keenam.
“Berapa banyak yang tewas...?
Klein,
yang duduk di kiriku, bertanya dengan suara berdenging. Agil yang
terlentang di lantai di sebelahnya dengan lengan dan kaki tersebar
keluar, juga menghadap kesini.
Aku mengayunkan tangan kananku
untuk membuka peta dan lalu menghitung titik-titik hijau di sana. Aku
menguranginya dengan jumlah orang yang hadir saat kami pertamakali
berangkat.
“...14 tewas.”
Aku tak dapat mempercayai angka ini meski aku telah menghitungnya sendiri.
Mereka
semua berlevel tinggi, ksatria ahli yang telah mengalami pertempuran
yang tak terhitung. Bahkan jika kami tak bisa kabur atau sembuh
seketika, kami seharusnya masih bisa menghindari tewasnya begitu banyak
orang jika kami bertarung dengan menempatkan keselamatan terlebih
dahulu—itulah yang kami semua pikir, tapi---
“...Mustahil...”
Suara
Agil tak menandakan keceriaannya yang biasa. Sebuah kesuraman yang
menjatuhkan jiwa menekan tengkuk orang-orang yang selamat.
Kami
hanya tiga perempat jalan kesana---masih ada 25 lantai yang masih harus
dibereskan. Tapi meski ada ribuan pemain disini, hanya beberapa ratus
yang masih serius untuk menyelesaikan permainan. Jika tiap lantai
menghasilkan korban sebanyak yang ini, maka sangat mungkin---hanya satu
orang yang akan menghadapi raja terakhir.
Jika itu yang terjadi, yang terakhir berdiri mungkin adalah orang itu...
Aku
menggeser pandanganku lebih jauh kedalam ruangan. Diantara semua orang
yang duduk di lantai, sebuah sosok berbaju merah terus berdiri tegak.
Orang itu adalah Heathcliff.
Tentu saja dia tidak tak tersayat.
Saat aku memusatkan diri padanya, kursor muncul untuk menunjukkan
HP-nya, dan aku dapat mengatakan dia telah kena beberapa hantaman. Dia
telah menahan sabit tulang itu, yang aku dan Asuna harus bersusah payah
menahannya, sendirian hingga saat terakhir. Takkan aneh bila dia runtuh
karena kelelahan, terlepas dari HP-nya.
Tapi aku tak bisa
merasakan tanda-tanda kelelahan sedikitpun dari sosok tenangnya. Ini
ketahanan yang sulit dipercaya. Ini bagaikan---dia bagaikan sebuah mesin
bertarung...
karena pikiranku masih melayang-layang karena
kelelahan, aku terus menatap sisi dari wajah Heathcliff. ekspresi sang
legenda tetap tenang. Dia dengan hening memandangi pada anggota-anggota
KoB dan pemain-pemain lainnya. Matanya hangat dan penuh kasih sayang.
Seakan dia tengah memandangi segerombolan tikus putih yang bermain namun tak akan bisa keluar dari kandangnya.
Tepat saat itu, kurasakan sebuah getaran merambat ke sekujur tubuhku.
Pikiranku
jernih seketika. tubuhku menjadi dingin, mulai dari ujung jemari,
menyebar ke segala arah hingga pusat otakku. Ini firasat nan aneh.
Fikiran mustahil mulai mengakar di pikiranku bagai sebuah benih dan
kecurigaan tumbuh darinya.
Ekspresi di mata Heathcliff,
ketenangan yang ditunjukkannya, bukan mata yang menenangkan
sahabat-sahabatnya yang terluka. dia tak berdiri di tingkat yang sama
dengan kami. Wajahnya tengah memberikan pengampunan dari sebuah tempat
nan jauh di atas kami ini wajah seorang dewa...
Kufikirkan
mengenai kecepatan reaksi tak manusiawi yang Heathcliff tunjukkan saat
duel kami. Ia jauh melebihi kecepatan manusia. Tidak, aku salah soal
itu; ia jauh melebihi batas yang diset SAO untuk para pemainnya.
Tambahkan
kelakuannya yang biasa di atas itu: Ia seorang pemimpin dari guild
terkuat, namun dia tak pernah memberikan perintah apapun dan hanya
menonton pemain lainnya mengurus segala hal. Mungkin itu bukan karena
dia mempercayai bawahannya mungkin dia menahan-nahan dirinya karena dia
tahu hal-hal yang tak diketahui pemain-pemain biasa.
Dia adalah
semacam makhluk yang tak terikat aturan-aturan permainan kematian ini.
Tapi dia bukanlah seorang NPC. Tak mungkin sebuah program dapat membuat
wajah yang begitu penuh ampunan.
Jika dia bukan NPC maupun
pemain biasa, maka hanya ada satu kemungkinan tersisa. Tapi bagaimana
caranya aku membuktikan ini? Tak ada caranya untuk itu... tidak satupun.
Tidak, ada satu cara. Cara yang hanya bisa kucoba disini sekarang juga.
Aku
melihat batang HP Heathcliff. Ia telah banyak berkurang dari
pertarungan keras ini. Tapi HPnya tak berkurang hingga ke setengahnya.
Ia hanya sedikit, sedikit diambang daerah biru.
Tak ada yang
pernah melihat HP orang ini jatuh ke daerah kuning. Ia memiliki
pertahanan luar biasa yang tak dapat dibandingkan dengan seorangpun.
Saat dia bertarung denganku, wajahnya berubah saat HPnya mendekati titik
tengah. Itu bukan rasa takut akan berubahnya HP-nya menjadi kuning.
Itu adalah kemungkinan besar...
Aku
perlahan mengeraskan genggaman pada pedang di tangan kananku. Aku
menarik kaki kananku ke belakang dengan gerakan sekecil mungkin.
Kubengkokkan pinggang kebelakang sedikit dan mengambil kuda-kuda rendah.
Heathcliff tak menyadari apapun gerakanku. Pandangan hangatnya tengah
diarahkan hanya pada anggota guildnya yang kelelahan.
Jika tebakanku salah, aku akan dilabeli kriminal dan akan dihukum tanpa ampun. Jika itu yang terjadi...maafkan aku...
Aku melirik Asuna yang duduk di sebelahku. Dia menengadahkan kepalanya di saat yang bersamaan dan mata kami bertemu.
“Kirito...?”
Sebuah
wajah terkejut menggelayuti Asuna, dan mulutnya menganga tak bersuara.
Tapi saat itu, kaki kananku sudah menendang tanah kebelakang.
ada
sekitar 10 meter antara aku dan Hethcliff. Aku melesat menuju dia
dengan kecepatan penuh dengan tubuhku hampir menyentuh tanah dan
mencapainya seketika. Lalu aku memutar pedangku dan menusuk ke atas. Ini
adalah skill dasar pedang satu tangan <<Rage Spike>>.
karena ini skill lemah, ini seharusnya tak membunuh Heathcliff meski
membuat hantaman kritis. Tapi jika tebakanku benar....
Pedang
menusuk masuk dari kiri, meninggalkan seberkas cahaya biru nan terang.
Heatcliff bereaksi dengan kecepatan yang mengejutkan dan ekspresi
terkejut nampak di wajahnya. Dia langsung mengangkat tamengnya untuk
menahan.
Tapi aku sudah melihatnya melakukan gerakan itu
berulang kali selama pertarungan kami dan aku mengingatnya dengan jelas.
Pedangku larut menjadi seberkas cahaya, mengubah arah di tengah jalan,
dan menggesek ujung tamengnya sebelum terus menusuk menuju dadanya.
Tapi
tepat sebelum pedang menghantamnya, ia dihentikan tembok tak terlihat.
Sebuah dentuman kuat menjalar melalui lenganku. Seberkas percikan cahaya
ungu berkilat dan sebuah pesan dengan warna sama muncul---sebuah pesan
sistem muncul diantara kami.
[Objek Abadi]. Ini bukan sebaris
status yang dapat dimiliki makhluk lemah seperti kami, para pemain. Apa
yang ditakutkan Heathcliff selama pertarungan itu pasti adalah
tersingkapnya pengaman dewa ini pada semuanya.
“Kirito, apa yang kau...“
Asuna
yang berteriak karena terkejut pada serangan tiba-tibaku dan berlari
setelahku, tiba-tiba berhenti dan terpaku di tempat setelah melihat
pesan itu. Aku, Heathcliff, Klein dan seluruh pemain lainnya di sekitar
kami juga terpaku sempurna. Pesan sistem perlahan memudar dalam kebekuan
ini.
Kurendahkan pedangku dan melompat ke belakang sedikit,
memperlebar jarak antara aku dan Heathcliff. Asuna mengambil beberapa
langkah ke depan dan berdiri di sebelahku.
“Keabadian yang dianugrahkan sistem... bagaimana ini mungkin... Pemimpin guild...?”
Heathcliff
tak merespon bahkan setelah mendengar suara bingung Asuna. Dia hanya
menatapku dengan wajah penuh amarah. Dengan kedua pedang di tanganku,
aku membuka mulutku dan berkata:
“Inilah kebenaran dibalik
legenda. HP-nya dilindungi sistem dan takkan jatuh ke dalam daerah
kuning tak peduli apa yang terjadi padanya. Status keabadian---selain
NPC, hanya admin sistem yang bisa memilikinya. Tapi permainan ini tak
memiliki admin satupun, kecuali mungkin satu orang...”
Aku berhenti berbicara di titik ini dan menatap ke atas ke langit.
“...Aku
selalu berfikir setelah kedatanganku di dunia ini...dimana sih dia
melihat kami saat dia memanipulasi dunia ini. Tapi aku lupa satu
kebenaran sederhana, yang bahkan seorang anak kecilpun seharusnya tahu.”
Aku menatap lurus pada si paladin merah dan melanjutkan:
“<<Tak
ada yang lebih membosankan selain menonton orang lain memainkan
permainan>>. Bukankah begitu?.....Kayaba Akihiko?”
Ada keheningan yang menyentak, seakan semuanya baru saja membeku.
Heathcliff
tengah menatapku dengan wajah tanpa emosi. Pemain-pemain di sekitar
kami tak bergerak bahkan satu ototpun. Tidak, lebih pas kalau dibilang
mereka tak dapat bergerak.
Asuna mengambil satu langkah maju
dari sisiku. matanya tak mengandung sedikitpun emosi, seakan mereka
kehampaan tak berdasar. Dia membuka mulutnya sedikit dan berbicara
dengan suara kering dan lirih hampir tak terdengar.
“Pemimpin....apa ini....benar?”
Heathcliff mengabaikan pertanyaannya. dia malah membengkokkan kepalanya sedikit dan menanyaiku:
“..Untuk sekedar referensi, bisakah kau menceritakan padaku bagaimana kau bisa tahu?”
“...Pertama
kali aku merasa sesuatu tak beres adalah saat pertarungan kita, karena
kecepatanmu pada saat terakhir itu terlalu cepat, itu saja.”
“Seperti
yang sudah kuduga. Itu adalah kesalahan paling besar dariku. Aku begitu
kewalahan oleh kecepatanmu sehingga akhirnya menggunakan bantuan sistem
melebihi batas normalnya.”
Begitu Heathcliff mengangguk, wajahnya akhirnya menyingkap ekspresi lainnya; bibirnya bergerak perlahan membentuk senyum pahit.
“Awalnya aku berharap mencapai lantai 95 sebelum ini diuangkap.”
Senyumnya
berubah menjadi penuh kuasa sambil perlahan menyapu pandangannya ke
para pemain. lalu, sang paladin merah berkata dengan percaya diri:
“...Ya. Aku adalah Kayaba Akihiko. Aku juga raja terakhir permainan ini yang menunggu kalian di lantai teratas.
“...Kau memiliki selera yang aneh. tak terpikirkan bahwa pemain terkuat tiba-tiba jadi raja terakhir yang paling kuat.”
“Apa
kau tak berfikir ini skenario yang menarik? Awalnya aku berfikir bahwa
tersingkapnya ini akan memantik gelombang kejut ke seantero Aincrad,
tapi tak pernah kupikir aku akan diketahui pada ¾ jalan permainan ini.
Aku tahu kau adalah faktor yang paling tak bisa diprediksi dari
permainan ini, tapi tak pernah membayangkan bahwa kau memiliki potensi
semacam ini.”
Sebagai pencipta permainan ini yang telah
memenjarakan pikiran 10 ribu pemain, Kayaba Akihiko tersenyum begitu
berbeda dengan yang dimiliki Heathcilff sang Paladin. Tapi sosok tak
tertandingi dan kokoh itu entah mengapa mirip dengan avatar tak beremosi
yang turun pada kami dua tahun lalu.
Kayaba melanjutkan dengan senyum pahit:
“...Aku
sudah mengira kaulah pemain yang akan menghadapiku di akhir. Dari 10
skill unik, <<Dual Blade>> diberikan pada pemain dengan
kecepatan reaksi tertinggi, yang akan kemudian berperan sebagai pahlawan
melawan raja terakhir, tak peduli dia menang atau kalah. Tapi kau telah
menujukkan padaku kekuatan melebihi perkiraan, baik itu kecepatan
maupun pandanganmu. Yah...Kupikir bahwa perkembangan yang tak
diperkirakan sebelumnya adalah bagian dari esensi RPG online...”
Pada
saat ini, salah satu pemain yang membeku bangkit perlahan. Dia salah
seorang pemimpin KoB. Matanya yang tampak menyala berisi pederitaan
tersiksa.
“Kau...kau...berani-beraninya kau mengambil kesetiaan---harapan kami...dan...dan...mengotori mereka sehancur-hancurnya!”
Dia
mengangkat Halberd raksasanya ke udara dan meluncurkan dirinya dengan
sebuah teriakan. Bahkan tak ada waktu untuk menghentikannya. Kami hanya
bisa menonton begitu dia mengayunkan senjatanya ke bawah pada
Kayaba—Tapi Kayaba selangkah lebih cepat. Dia mengayunkan tangan kirinya
dan dengan cepat memanipulasi jendela yang muncul; Orang itu langsung
berhenti di tengah udara dan jatuh ke tanah dengan suara keras. Sebuah
garis batas hijau menyala di sekitar batang HP-nya, mengindikasikan
paralisis. Tapi, Kayaba tak berhenti disitu dan terus menggerakkan
tangannya.
“Ah...Kirito...!”
Aku berbalik dan
melihat Asuna bertekuk di tanah. Bukan hanya dia, tapi seluruh pemain
selain aku dan Kayaba juga tertunduk ke tanah, melenguh dari posisi yang
tak biasa.
Setelah menyarungkan pedangku, aku berlutut untuk
memegangi tubuh bagian atas Asuna dengan lenganku, dan menggenggam
tangannya, Lalu aku balik menghadap kayaba.
“...Apa yang akan kau lakukan? Apa kau akan membunuh kami semua untuk menyembunyikan kebenaran...?
“Tentu saja tidak. Aku takkan pernah melakukan hal-hal yang sangat tak beralasan semacam itu.”
Ia tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
“Tapi
karena keadaan telah mencapai titik ini, Aku tak punya pilihan lain.
Akan memajukan jadwalku dan menunggu kedatanganmu di «Scarlet Jade
Castle» di lantai atas, Adalah memalukan bahwa aku mesti keluar KoB,
sebagaimana juga pemain garis depan lainnya, yang telah aku kembangkan
dengan hati-hati untuk bertarung melawan mob-mob di lantai 90 keatas.
Tapi aku percaya kalian semua seharusnya memiliki kekuatan yang cukup
untuk mencapai lantai atas. Tapi...sebelum itu...”
Kayaba
tiba-tiba berhenti berbicara dan menghadapkan matanya, yang penuh dengan
kehendak yang meluap-luap, untuk terpusat padaku. Dia lalu menarik
pedangnya dengan lembut ke lantai obsidian, dan sebuah suara logam yang
tajam nan jelas bergema di udara.
“Kirito, karena kau telah
menyingkap identitasku yang sebenarnya, aku akan menghadaihimu sebuah
kesempatan: Kau bisa bertarung satu lawan satu dengan ku, disini
sekarang juga. Tentu saja aku akan menghilangkan status abadiku. Jika
kau menang, permainan akan langsung selesai, dan seluruh pemain bisa
keluar. Apa jawabmu...?
Begitu dia mendengarnya, Asuna mulai
menekan lenganku, mencoba sekerasnya untuk menggerakkan badannya yang
lumpuh sambil menggelengkan kepalanya.
“jangan, Kirito...! Dia mencoba langsung menghabisimu...sekarang juga...Untuk sekarang kau harus mundur...!”
Instingku
berkata itu jalan terbaik. Orang ini adalah admin yang bisa
memanipulasi sistem. Meski dia bilang ini akan menjadi pertarungan yang
adil, tak ada cara untuk mengetahui apakah dia entah bagaimana
memanipulasi sistem atau tidak. Pilihan terbaik adalah mundur untuk
sekarang dan mendatangkan sebuah rencana balasan bersama yang lainnya.
tapi...
Apa yang dikatakan orang itu? Bahwa dia membesarkan KoB? Bahwa kami pasti mencapai...?
“Benda yang penuh sampah...”
Tanpa sadar aku bergumam denagn suara nan kering.
Orang
ini mengunci pikiran 10 ribu orang dalam dunia yang diciptakannya,
dimana dia sudah membunuh 4 ribu dengan gelombang elektromagnetik. Dia
menonton para pemain berusaha dengan bodoh dan kasihannya berdasarkan
cerita yang disusun. Ini pasti pengalaman paling menyenangkan yang ada
bagi seorang Game Master.
Aku memikirkan masa lalu Asuna, yang
terbagi denganku di lantai 24. Aku mengingat airmata yang ditumpahkannya
saat dia memelukku. Orang di depan mataku telah menciptakan dunia ini
untuk kesenangannya sendiri dan menyakiti hati Asuna dalam jumlah tak
terhitung, membuatnya berdarah hebat, tak mungkin bagiku mundur dari
ini.
“baiklah. Ayo kita bereskan ini.”
Aku mengangguk pelan.
“Kirito...!”
Pada
jeritan Asuna yang tertahan, aku menjatuhkan pandanganku pada sosok di
lenganku. Nyeri menusuk hatiku seakan dadaku ditusuk sampai belakang,
tapi entah bagaimana aku bisa memaksakan sebuah snyuman.
“Maaf. Tapi aku tak bisa...kabur sekarang...”
Asuna membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tapi lalu menyerah di tengah-tengah dan mencoba sebisanya untuk tersenyum.
Setetes airmata mengalir ke di pipinya.
“Kau tak berencana...mengorbankan dirimu, kan...?”
“Tentu saja...Aku pasti menang. Aku akan menang dan mengakhiri dunia ini.”
“OK. Aku akan percaya padamu.”
Bahkan
jika aku kalah dan tewas, kau harus terus hidup---meski aku ingin
mengatakan itu, tetap saja aku tak bisa mengeluarkannya. Aku hanya bisa
memegangi tangan kanan Asuna dengan erat sebagai gantinya.
Setelah
aku melepaskan tangannya, aku membaringkan tubuh Asuna ke bawah di
lantai obsidian lalu bangkit berdiri. Aku perlahan menghampiri Kayaba
yang tengah memandangi kami tanpa suara dan mengeluarkan kedua pedangku
dengan suara tajam.
“Kirito! Hentikan...!”
“Kirito...!”
saat
aku membalikkan kepala terhadap sumber suara, kulihat Klein dan Agil
berteriak dan berusaha sekerasnya untuk bangkit. Aku pertama-tama
memusatkan pandanganku pada Agil dan mengangguk perlahan padanya.
“Agil,
terima kasih atas dukungannya pada pemain-pemain kelas petarung hingga
saat ini. Aku tahu kau menghabiskan sebagian besar uang yang kau dapat
untuk membantu pemain-pemain di lantai-lantai tengah.”
Aku tersenyum pada si raksasa yang matanya terbuka lebar sebelum menggeser pandanganku.
Si
ksatria berkatana, dengan bandana sederhana dan pipi penuh janggut,
gemetaran di lantai seakan dia masih berusaha mencari kata-kata untuk
diutarakan.
Aku menatap lurus pada mata nan dalamnya dan
mengambil napas dalam-dalam. Kali ini, tak peduli seberapa keras aku
mencoba, aku tak bisa mengendalikan suaraku yang bergetar.
“Klein, waktu itu...Aku benar-benar menyesal....meninggalkanmu. Aku selalu menyesalinya.”
Begitu
aku menyelesaikan baris pendek ini dengan suara parauku, sesuatu
berkilar di sudut mata teman lamaku, dan airmata langsung mengaliri satu
demi satu.
Dengan airmata yang masih memancar dari matanya,
Klein menggeliat untuk bangkit sambil berteriak keras dengan suara parau
yang hendak pecah:
“Sialan kau....! Kirito! Jangan meminta
maaf! Jangan meminta maaf sekarang! Aku takkan memaafkanmu! Hingga kau
mengundangku makan-makan di dunia nyata, aku pasti takkan memaafkanmu!!”
Aku mengangguk pada Klein, yang terus berteriak.
“Ya, aku janji. nanti aku akan mengunjungimu di dunia lain.”
Aku mengangkat tangan kananku dan memberinya jempol.
Akhirnya
aku membalikkan pandanganku pada gadis yang membuatku mengatakan
kata-kata yang telah terkubur dalam-dalam di hatiku selama dua tahun.
Aku memandangi wajah Asuna yang tersenyum dan dibanjiri airmata---
Aku
menggumamkan permintaan maaf kepadanya dalam pikiranku dan membalikkan
badan. Aku menghadapi Kayaba, yang masih memiliki wajah penuh kuasa
mutlak, dan membuka mulutku:
“...Maaf soal ini, tapi aku punya satu hal untuk ditanyakan.”
“Apa itu?”
“Aku
tak punya keinginan kalah, tapi jika aku mati---bisakah kau mencegah
Asuna bunuh diri, bahkan bila hanya untuk masa yang pendek?”
Kayaba mengangkat alis karena terkejut, tapi dengan tenang mengangguk pada permintaanku.
“Baiklah. Aku akan menyetnya sehingga dia takkan bisa meninggalkan salemburg.”
“Kirito, jangan!! kau tak, tak bisa melakukan ini...!!”
Asuna
menjerit penuh airmata di belakangku. Tapi aku tak berbalik ke
belakang. Aku menggeser kaki kananku mundur, kubawa pedang kiriku maju
sambil merendahkan pedang kanan, dan selesai menyiapkan kuda-kudaku.
Kayaba
memanipulasi jendela dengan tangan kirinya dan menyamakan batang HP
kami pada tingkat yang sama. tingkat yang tepat sebelum zona merah,
dimana satu pukulan yang kuat bisa menentukan pertarungan.
Setelah
itu, pesan sistem [Chance to Mortal Object] muncul di atas kepanya.
Kayaba lalu menutup jendela-jendela, menarik keluar pedangnya yang dia
tancapkan ke tanah, dan mengangkatnya di belakang tameng berbentuk
salibnya.
Pikiranku sepenuhnya tenang dan jernih.
Pikiran-pikiran semacam ‘maaf, Asuna’ menguap tak berbekas begitu aku
menajamkan insting bertarung dalam diriku menjadi ujung pisau.
Jujur
saja, aku tak tahu tentang kesempatan menangku. Jika kita hanya
berbicara soal skill-skill pedang, maka dia tak lebih baik dariku
berdasarkan pertarungan terakhir. Tapi itu hanya jika dia tak
menggunakan ‘Bantuan lebih’. dimana hanya dia bisa bergerak sementara
aku sepenuhnya beku di tempat.
Ini semua tergantung pada harga
diri Kayaba. Berdasarkan kata-katanya, dia berencana mengalahkanku hanya
dengan kekuatan «Holy Sword». Jika itu benar, maka kesempatanku
bertahan melalui ini adalah mengalahkannya sebelum dia menggunakan
kemampuan khusus manapun.
Jarak antara aku dan Heathcliff
menegang. Rasanya seakan udara itu sendiri yang bergetar di bawah
tekanan kehendak membunuh yang kami pancarkan. Ini bukan lagi sebuah
pertarungan, melainkan menyabung nyawa. Ya benar---Aku akan---
“Membunuhmu...!!”
Aku meluncur ke depan dengan teriakan tajam.
Kuayunkan
pedang kanan mendatar begitu jarak mendekat. Kayaba dengan mudah
menahannya dengan tamengnya. Ada sejumlah percikan dan wajah kami
diterangi untuk sedetik.
Sepertinya suara benturan logam
menandai dimulainya pertarungan kami; Senjata kami langsung mempercepat
diri kedalam kecepatan yang mematahkan rem dan mengisi ruang diantara
kami.
Pertarungan ini adalah yang teraneh, namun pertarungan
paling manusiawi dari semua pertarungan yang kulalui hingga saat ini.
Kami berdua sudah saling menunjukkan skill-skill kami. Terlebih lagi,
inilah orang yang merancang «Dual Blade», sehingga dia dengan mudah
membaca kombinasi skill biasa. Itulah mengapa dia bisa menahan semua
seranganku selama pertarungan terakhir kami.
Aku tak bisa
mengandalkan kombinasi yang diberikan sistem; Aku harus mengandalkan
kemampuan dan instingku sendiri untuk mengayunkan pedangku. Tentu saja
aku tak dapat menerima bantuan sistem dengan cara ini, tapi aku masih
bisa menggerakkan lengaku dengan kecepatan tinggi dengan bantuan indraku
yang makin peka. Aku bahkan bisa melihat bayangannya, dan tampak bagai
ada lusinan pedang di tanganku. Tapi---kayaba menahan mereka semua
dengan ketepatan yang mencengangkan. Dia juga langsung membalas begitu
aku menunjukkan kelengahan sekecil apapun. Keadaan masih belum
menunjukkan tanda-tanda akan berubah.. Aku berkonsentrasi pada mata
Heathcliff sebagai usaha membaca bahkan sekeping pikiran dan reaksi
musuh. Akhirnya kami saling bertukar pandang sebagai hasilnya.
Tapi Mata perunggu Kayaba... Heathcliff dingin dan sunyi. Tiada sesepora perasaan manusia yang ditunjukkannya kali terakhir.
Tiba-tiba sebuah rasa dingin mengaliri punggungku.
Lawanku
adalah seseorang yang tanpa ampun membunuh sekitar 4.000 orang. Bisakah
seorang manusia biasa melakukan hal semacam itu? Kematian 4.000,
kutukan dari yang 4.000, dia bisa menanggung tekanan itu dan tetap
tenang sempurna---Dia bukan seorang manusia, dia seekor monster.
“Aaaaaaah!”
Aku
menjerit untuk menghapus kepingan kecil ketakutan yang muncul dari
dasar pikiranku. AKu terus mempercepat gerakanku dan menghujaninya
hantaman yang tak terhitung per detik. Tapi wajah Kayaba tak menunjukkan
perubahan. Dia menahan seluruh seranganku dengan tameng salib dan
pedang panjangnya dengan kecepatan yang tak dapat dilihat mata
telanjang.
Apa dia hanya mempermainkanku---!?
Ketakutanku
menjelma jadi ketegangan. Apa mungkin Kayaba hanya bertahan karena dia
sebenarnya bisa menyerang balik kapanpun dia mau dan percaya diri bahwa
dia bisa bertahan dari bahkan sebuah hantaman langsung dariku?
Kecurigaan mengambil alih pikiranku. Dia bahkan tak pernah memerlukan bantuan lebih dari awal.
“Sialan...!”
Tapi---bagaimana dengan ini---?!
Aku merubah pola serangku dan mengaktifkan «The Eclipse», skill tingkat tertinggi Dual Blade.
Bagaikan ujung gerhana yang menelan, pedangku mengirimkan 27 serangan beruntun pada Kayaba—
Tapi---kayaba
telah menungguku menggunakan skill kombo yang dirancang sistem.
Wajahnya memunculkan ekspresi untuk pertama kalinya sejak pertarungan
dimulai. ekspresi yang sangat berlawanan dengan yang ditunjukkannya
terakhir kali--- itu adalah senyum seseorang yang yakin atas kemenangan.
Aku menyadari kesalahanku begitu aku melancarkan serangan
pembuka kombo ini. di saat-saat terakhir ini aku malah bergantung pada
sistem, bukan pada diriku sendiri. Tapi sudah mustahil bagiku untuk
menghentikan skill, dan begitu serangan berhenti, aku akan berada pada
keadaan diam sesaat. Terlebih lagi, Kayaba membaca seluruh pukulanku,
dari awal kombo hingga serangan terakhir. Begitu aku melihat Kayaba
mengayunkan tamengnya dengan kecepatan yang membutakan, menangkis
pedang-pedangku dengan pengetahuan dimana tiap pukulan akan mendarat,
aku bergumam dalam pikiranku:
Maaf Asuna...setidaknya kau harus terus hidup...
Serangan
ke-27 mengenai bagain tengah tameng, memancarkan hujan percikan. Lalu,
dengan diiringi jeritan berdentang logam, pedang di tangan kiriku pecah.
“Yah, ini adalah selamat tinggal---Kirito-kun.”
Kayaba
mengangkat pedangnya tinggi-tinggi diatasku yang terbengong-bengong.
Sebuah sinar merah gelap terpancar dari pedang. Pedang merah darah itu
diayunkan ke bawah padaku---
Di saat itu, sebuah suara kuat dan bergetar bergema dalam kepalaku.
Aku akan melindungi... Kirito!!
Bayangan
seseorang masuk diantara pedang merah Kayaba dan aku dengan kecepatan
yang mengejutkan. Rambut panjang dan coklat chestnut menari di angin di
depan mataku.
Asuna...bagaimana bisa...!?
Dia berdiri di
depanku meski seharusnya dia tak bisa bergerak karena lumpuh. Dia
dengan berani membusungkan dadanya dan membentangkan lengannya
lebar-lebar.
Sebuah ekspresi terkejut terlihat di wajah Kayaba.
Tapi tak ada yang bisa menghentikan serangannya sekarang. Semuanya
bergerak seakan dalam gerak diperlambat begitu pedang panjang itu
membelah jalannya ke bawah, melalui bahu Asuna dan terus hingga ke dada
sebelum akhirnya berhenti.
Aku mengulurkan kedua tanganku pada Asuna begitu dia jatuh kebelakang padaku. dia terlentang dalam lenganku tanpa suara.
Begitu pandangannya bertemu denganku, Asuna tersenyum lemah. Bar HP-nya---habis.
Waktu berhenti.
Matahari yang terbenam. Padangnya. Angin sepoi-sepoinya. Cuaca yang agak dingin.
Kami
berdua tengah duduk di sepuncak bukit dan melihat ke bawah ke danau
yang berkilauan dengan warna merah keemasan dari matahari yang terbenam.
Suara daun-daun bergesekan. Suara burung-burung yang kembali ke sarangnya,
Dengan lembut, Dia memegangi tanganku, lalu menyenderkan kepalanya pada bahuku.
Awan-awan berlalu. Lalu bintang-bintang mulai bermunculan satu demi satu, berkemilau di langit petang.
Kami saling bertatapan dengan dunia yang terus merubah warnanya sedikit demi sedikit.
“Aku agak lelah. Bisakah aku beristirahat di pangkuanmu sebentar?”
Aku menjawab dengan sebentuk senyuman.
“Ya, tentu saja. Beristirahatlah dengan tenang---“
Asuna
di tanganku sekarang tersenyum tepat seperti waktu itu, matanya berisi
cinta tak terbatas. Tapi berat dan kehangatan waktu itu sudah habis
menghilang.
Sedikit demi sedikit, tubuh Asuna dengan perlahan
ditelan seberkas cahaya emas. Sinar-sinar kecil cahaya mulai runtuh dan
menjauh.
“Ini lelucon kan....Asuna...ini...ini...”
Aku
bergumam dengan suara penuh getaran. Tapi cahaya yang tak berperasaan
semakin terang dan semakin terang lalu---Setetes airmata mengalir dari
mata Asuna, yang bersinar sesaat sebelum menghilang. Bibirnya bergerak
sedikit, perlahan, seakan dia memaksakan suara terakhirnya keluar
darinya.
M a a f
K a u m e l a k u k a n y a n g t e r b a i k
Tubuhnya mulai melayang---
Cahaya yang membutakan meledak dalam tanganku, berubah wujud menjadi berjuta-juta poligon-poligon yang melayang di udara.
Dan tubuhnya tak berbekas sedikitpun.
Aku
menjerit dalam sunyi dan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengumpulkan
cahaya-cahaya yang terpencar kembali ke tanganku. Tapi poligon-poligon
emas terbang ke udara seakan ditiup angin, dimana mereka berpencar dan
menghilang. Dengan begitu saja, dia telah meninggal.
Ini
bukanlah sesuatu yang seharusnya terjadi. Ini tak mungkin terjadi. Ini
seharusnya tidak. Seharusnya---. Aku berlutut di tanah seakan aku hendak
runtuh, begitu poligon terakhir melayang turun ke telapak kananku lalu
menghilang.
Bab 23
Kayaba mengerutkan bibirnya dan membentangkan lengannya lebar-lebar.
“Hal
ini sangat mengejutkan. Bukankah ini bagaikan skenario dari RPG konsol?
Seharusnya membebaskan diri dari kelumpuhan adalah hal yang
mustahil...Jadi hal seperti ini benar-benar bisa terjadi...”
Tapi
suaranya tak terekam dalam pikiranku. Rasanya seakan semua perasaanku
terbakar habis, seakan aku terjatuh kedalam jurang tak berdasar, ditelan
keputusasaan.
Aku tidak lagi mempunyai alasan untuk melakukan apapun.
Entah
itu bertarung dalam dunia ini, kembali ke dunia nyata, atau bahkan
terus menjalani hidup, semuanya telah kehilangan makna. Seharusnya dulu
aku bunuh diri saat ketidakmampuanku dan kelemahanku mengakibatkan
kematian teman-teman seguild. Jika aku melakukannya, maka aku takkan
pernah bertemu Asuna, maupun melakukan kesalahan yang sama lagi.
Mencegah
Asuna bunuh diri—Betapa bodoh dan cerobohnya perkataan itu. Aku tak
mengerti apapun sama-sekali. Dengan begitu saja---dengan hatiku yang
penuh kehampaan, bagaimana mungkin aku bisa terus hidup...
Aku
menatap rapier Asuna dengan hampa, sinarnya masih terpancar meski
terbaring di tanah. Aku mencapainya dengan tangan kiriku dan
menggenggamnya.
Aku berusaha mencari sebekas keberadaan Asuna di
senjata tipis dan gesit itu, tapi tidak ada apa-apa. Tak ada yang
tertinggal di permukaan menyilaukan tak berwajah yang bisa jadi tanda
keberadaan pemiliknya. Dengan pedangku di tangan kanan dan pedang Asuna
di tangan kiri, aku perlahan bangkit. Tiada yang aku pedulikan lagi. Aku
hanya ingin pergi mencarinya berbekal kenangan waktu singkat yang kami
bagi bersama.
Kupikir aku mendengar seseorang memanggil dari belakang.
Tapi
aku tak berhenti dan terus berjalan menuju Kayaba dengan pedang kananku
terangkat. Aku mengambil beberapa langkah gontai mendekatinya dan
menusuk dengan pedangku.
Kayaba menatap kasihan pada gerakanku,
yang tak dapat dibilang sebuah jurus maupun serangan---dia dengan
mudahnya menangkis pedangku dengan tamengnya dan menerbangkannya, dan
pedang panjang di tangan kanannnya menusuk, menerobos dadaku.
Aku
menatap tanpa rasa pada batang logam yang berkilau, yang terkubur dalam
di tubuhku sendiri. Pikiranku tak lagi memikirkan apa-apa. Yang tersisa
hanyalah kesadaran hampa bahwa segalanya telah berakhir.
Dari
ujung pandanganku, aku bisa melihat batang HP-ku berkurang perlahan. Aku
tak tahu apakah ini kelanjutan dari rasaku yang semakin tajam karena
pertarungan, tapi rasanya aku bisa melihat tiap titik menghilang. Aku
memejamkan mata, berharap gambar senyum Asuna dapat mengemuka begitu
pikiranku semakin kosong.
Tapi meski aku menutup mataku, batang
HP tetap tak menghilang. Ia berkedip merah dan mengecil dengan laju tak
berperikemanusiaan. aku merasa seakan tuhan bernama sistem ini, yang
telah menoleransi keberadaanku hingga saat ini, tengah menantikan saat
terakhir ini. Hanya 10 titik untuk dihabiskan, sekarang lima titik,
sekarang.....
lalu, tiba-tiba aku merasakan sebuah kemarahan yang tak pernah kualami sebelumnya.
Adalah
si keparat ini yang telah membunuh Asuna. Kayaba sang pencipta hanyalah
sebagian darinya. Yang merobek-robek tubuh Asuna dan menghancurkan
rohnya, adalah keberadaan yang mengelilingiku sekarang ini---keinginan
sistem itu sendiri, Tuhan kematian digital yang mengejek kebodohan
pemain-pemain dan mengayunkan sabitnya tanpa ampun---
Kita ini
sebenarnya apa? Apa kami cuma sekumpulan boneka tolol yang dikendalikan
benang-benang yang takkan terputus dari sistem SAO?
Batang HP-ku
menghilang sempurna seakan mengejek kemarahanku. Sebuah pesan ungu
muncul dalam sudut pandangku: [Kau Tewas]. Itu perintah dari Tuhan untuk
mati.
Sebuah rasa dingin beres merasuki tubuhku. Indraku mati
rasa. Aku merasakan blok kode yang tak terhitung di buka, memutus, dan
menghancurkan sekujur tubuhku. Rasa dingin ini naik ke leherku dan
kedalam kepalaku. Sentuhan, suara, pandangan, semuanya jadi kabur.
Sekujur tubuhku mulai melarut---menjadi kepingan-kepingan
poligon---sebelum memencar ke segala arah---
Kau pikir aku akan biarkan itu terjadi?
Aku
membuka mataku lebar-lebar. Aku bisa melihat. Aku masih bisa melihat.
Aku masih bisa melihat wajah Kayaba, yang pedangnya menerobos dalam ke
dadaku, dan wajah terkejut padanya.
Mungkin indraku yang menajam
kembali, dan kematian avatarku, yang biasanya terjadi dalam sesaat,
terasa bagaikan melambat. Garis luar tubuhku masih kabur, dan
partikel-partikel cahaya masih tercerabut dan menghilang disini dan
disana. Tapi aku masih ada. Aku masih hidup.
“Hiiiiyaaaa!”
Aku
menjerit sekuat tenaga. Aku menjerit dan melawan. Melawan sistem, sang
tuhan nan mutlak. Hanya untuk menyelamatkanku, Asuna yang pemalu dan
manja telah melepaskan kelumpuhan tak tersembuhkan dengan kekuatan
keinginannya dan melemparkan dirinya pada serangan yang mustahil
ditahan. Bagaimana aku bisa jatuh sekarang tanpa melakukan apa-apa. Aku
tak bisa jatuh sekarang, tidak boleh. bahkan bila aku tak bisa
menghindari kematian---Aku harus---setidaknya---
Aku mengeraskan
genggaman tangan kiriku. Aku mengambil kembali indraku seakan menarik
mereka kembali dengan seutas benang. Rasa memegang sesuatu di tangan
kiriku kembali. Rapier Asuna---aku bisa merasakan semangat yang
dimilikinya. Aku bisa mendengar dia bilang padaku agar aku tabah.
Perlahan,
Lengan kiriku mulai bergerak. Bentuknya tengah mengabur dan beberapa
kepingannya terlepas dengan gerakan sekecil apapun. Tapi ia tak
berhenti. Sedikit demi sedikit, ia memakan jiwaku untuk terangkat.
Mungkin inilah harga dari perlawananku yang keras kepala. karena nyeri
tak terperi menjalari tubuhku. Tapi aku mengeraskan gigitan dan terus
bergerak. jarak yang hanya 10 cm terasa begitu jauh. Tubuhku terasa
seakan dibekukan. Hanya lengan kiriku yang masih memiliki rasa, namun
rasa dingin dengan cepat menyelimutinya juga. Sekujur tubuhku sudah
bagai patung es dengan kepingan-kepingannya yang terus lepas.
Tapi
pada akhirnya, rapier perak itu mencapai pusat dada Kayaba. Kayaba tak
bergerak. wajah terkejutnya sudah menghilang---sebuah senyum lembut dan
damai menggantikan tempatnya. Lenganku menghilangkan jarak yang tersisa,
setengah oleh semangat, dan setengah digerakkan oleh kekuatan tak
terjelaskan. Kayaba menutup matanya dan menerima hantaman itu bersamaan
dengan menerobosnya rapier ke tubuhnya tanpa suara. Batang HP-nya juga
mengilang.
Untuk sesaat, kami hanya berdiri disana, dengan
pedang yang menusuk tubuh satu sama lain. Aku menggunakan kekuatan yang
tersisa untuk memaksa kepalaku menengadah dan melihat ke langit.
Apa ini...cukup....?
Meski
aku tak bisa mendengar jawabannya. Aku bisa merasakan sedikit
kehangatan menyelimuti tangan kiriku. Akhirnya aku melepas tubuhku, yang
hendak pecah-terpencar sepenuhnya.
Begitu pikiranku tenggelam
lebih dalam kedalam kegelapan, aku bisa merasakan tubuhku dan tubuh
Kayaba pecah menjadi ribuan kepingan di saat bersamaan. Suara biasa dari
dua benda yang dihancurkan bergema dan saling bergaung. Begitu semuanya
semakin dan semakin tertarik dalam laju yang luar biasa, Aku bisa
mendengar suara-suara lemah yang memanggil namaku. Aku pikir itu pasti
suara Klein dan Agil. Lalu, pada saat ini, suara tak berperasaan dari
sistem mengumumkan---
Permainan telah diselesaikan... Permainan telah diselesaikan... Permainan.....
Bab 24
Lalu saat aku sadar kembali, aku menemukan diriku di dunia yang sama sekali berbeda.
Disini, terbenamnya matahari membuat seluruh langit tampak terbakar.
Aku
berdiri di lantai kristal yang tebal. Awan-awan jingga berlalu perlahan
di bawah keramik yang transparan. Saat aku menengadahkan kepala, dapat
kulihat sebentang langit yang dicelup matahari terbenam membentang
sampai horizon. Seakan dibentangkan keluar, langit tak berujung memudar
dari jingga terang, menjadi merah darah, lalu bayangan ungu . Aku juga
bisa sayup-sayup mendengar angin yang bertiup.
Itu adalah cakram kristal kecil yang melayang diantara awan-awan di langit yang hampa; Disini aku berdiri di tepinya.
...Apa
tempat ini? Tubuhku seharusnya menghilang setelah pecah
berkeping-keping. Apakah aku masih di SAO...ataukah aku sudah tiba di
kehidupan setelahnya?
Aku memeriksa tubuhku. Jaket bulu, sarung
tangan panjang, dan seluruh perlengkapanku yang lainnya sama seperti
sebelum aku tewas, kecuali semuanya menjadi agak-agak transparan. Dan
bukan hanya perlengkapanku saja, bahkan bagian tubuhku yang terbuka pun
disinari warna matahari terbenam seakan ia dibuat dari gelas semi
tranparan.
Aku mengangkat tangan kananku dan mengayunkan satu
jariku. Sebuah jendela muncul dengan efek suara yang biasanya. Oh,
tempat ini masih dalam SAO.
Tapi jendela itu tak mengandung
avatar maupun daftar menu. Sebuah layar kosong hanya menunjukkan pesan
[Menyelesaikan Fase Akhir, 54% Selesai]. Saat aku tengah memandanginya,
angka itu naik menjadi 55%. Awalnya kupikir pikiranku akan mati bersama
dengan hancurnya tubuhku, tapi apa yang tengah terjadi disini?
Saat aku mengangkat bahu dan menutup jendela, tiba-tiba aku mendengar seberkas suara dibelakangku.
“Kirito...”
Ia bagaikan suara dari surga. Kejut menjalari tubuhku,
Kumohon, jangan jadikan ini hanya bayanganku saja—Aku memohon sambil berbalik perlahan.
Dia berdiri disana dengan langit terbakar di belakangnya.
Rambut
panjangnya melambai lembut dalam angin. Tapi meski wajah senyum nan
lembutnya dalam jangkauan lenganku, aku tak bisa bergerak sedikitpun.
Rasanya
seakan dia akan menghilang bila pandanganku meninggalkannya bahkan
untuk sedetik---Jadi aku terus menatapnya dalam sunyi. Dia juga
semi-transparan, dan merupakan hal terindah di dunia. Dia berdiri di
sana, berkilau dalam cahaya dari matahari yang terbenam.
Aku
memaksakan diri menahan airmata dan berhasil membentuk segaris senyum.
Dengan suara hampir berbisik, aku berkata: “Maaf, aku juga tewas...”
“...Dasar tolol.”
Airmata
mengaliri wajahnya saat dia mengatakan ini dengan senyum. Aku
membentangkan lengaku lebar-lebar dan dengan lembut memanggil namanya:
“Asuna...”
Aku
memegangnya erat begitu dia melompat kedalam lenganku dan menangis. Aku
bersumpah aku takkan melepaskannya lagi. Tak peduli apapun yang
terjadi, aku takkan pernah melepaskannya lagi.
Setelah ciuman
yang panjang, akhirnya kami bisa memisahkan wajah kami untuk saling
memandang. Ada begitu banyak hal tentang pertarungan akhir yang ingin
kuceritakan padanya, bahwa aku ingin meminta maaf padanya. Tapi aku
merasa kata-kata tak diperlukan lagi. Malah, aku menggeser pandanganku
pada langit tak berbatas dan membuka mulutku:
“Ini...Apa-apaan tempat ini?”
Asuna mengarahkan pandangannya kebawah dalam sunyi dan menunjuk dengan jarinya. Aku melihat ke arah itu.
Jauh
di bawah tempat kami berada---Sesuatu melayang di langit. Ia berbentuk
seperti kerucut dengan ujung terpotong. Ia terbuat dari berbagai lantai
yang saling melewat. Begitu aku memusatkan mataku, aku bahkan bisa
melihat gunung-gunung kecil, hutan-hutan, danau-danau, dan kota-kota.
“Aincrad...”
Asuna
mengangguk begitu aku menggumamkan ini. Tak salah lagi. Itu Aincrad.
Benteng raksasa terbang yang melayari langit tak berbatas. Kami habiskan
2 tahun, bertarung dalam dunia pedang dan pertempuran itu, namun kini
ia berada di bawah kami.
Aku telah melihat pemandangan di luar
Aincrad sebelum aku datang ke dunia ini dalam info tentang SAO. Tapi ini
kali ini pertama aku melihatnya di luar dengan mataku sendiri. Kutahan
napasku begitu sebuah perasaan tak tergambarkan menyergapku.
Benteng besi itu---tengah diruntuhkan,
bahkan
ketika kami menonton dalam sunyi, satu bagian dari lantai terbawah
tersebar menjadi kepingan yang tak terhitung. Begitu aku memusatkan
telingaku untuk mendengarkan, aku masih bisa mendengar suara gemuruh
yang menyebar diantara angin.
“Ah....”
Asuna menjerit
pelan. Sebagian besar dari lantai bawah terpotong, dan banyak bangunan,
pohon dan sungai yang tak terhitung jumlahnya jatuh ke bawah dan
menghilang kedalam lautan awan. Rumah kami ada di sekitar daerah itu.
Aku merasakan kepingan kesedihan manis-asam mengiris dadaku tiap kali
ada lantai benteng yang berisi ingatan seharga dua tahun menghilang.
Aku bertekuk, duduk di ujung lantai dengan Asuna dalam pelukanku.
Aku
merasakan tenang yang aneh. Meski aku tak tahu apa yang terjadi pada
kami atau apa yang akan terjadi sekarang, aku tak merasakan sedikitpun
ketegangan. Aku telah menyelesaikan apa yang harus kulakukan, dan untuk
itu aku telah kehilangan hidup virtualku dan kini tengah menyaksikan
akhir dunia ini dengan gadis yang kucintai. Ini sudah cukup---Hatiku
sudah puas.
Asuna pasti merasakan hal yang sama. dalam
pelukanku, dia menyaksikan Aincrad runtuh dengan mata setengah terbuka.
Dengan lembut, aku mengelus rambutnya.
“Pemandangan yang luar biasa.”
Tiba-tiba
aku bisa mendengar seberkas suara dibelakang kami. Saat kami berputar
ke kanan, kami melihat seorang lelaki berdiri disana.
Dia Kayaba Akihiko.
Dia
muncul bukan sebagai Heathcliff, si paladin merah, tapi dalam wujud dia
sebenarnya sebagai pengembang SAO. Dia mengenakan kemeja putih dengan
dasi dan tutupan putih di bagian atas. Hanya dua mata logam di wajah
tajamnya terasa persis sama. Tapi kedua mata itu berisi cahaya lembut
saat memandangi benteng yang menghilang. Tubuhnya juga semi-transparan
seperti kami.
Meski kami telah bertarung hingga tewas dengan
orang ini hanya beberapa menit sebelumnya, ketenanganku terus bertahan
setelah menitnya, Mungkin kami telah meninggalkan seluruh rasa marah dan
benci kami di Aincrad sebelum kami datang kesini. Aku memandangi Kayaba
dan Benteng bergantian.
“Apa yang terjadi sebenarnya?”
“Mungkin kau bisa menyebutnya...perenderan metaforis.”
Suara Kayaba juga agak damai.
“Kini
kerangka utama SAO yang berada di lantai basemen kelima dari Markas
Argus tengah menghapus seluruh data dari memory penyimpanan. Dalam 10
menit berikutnya, dunia ini akan sepenuhnya terhapus.”
“Bagaimana dengan orang-orang yang hidup disana...Apa yang terjadi pada mereka?”
Asuna tiba-tiba bertanya.
"Tak usah khawatir. beberapa saat sebelumnya---“
Kayaba menggerakkan tangan kanannya dan melirik jendela yang muncul,
“seluruh 6.147 pemain yang tersisa telah berhasil keluar.”
Ini
berarti Klein, Agil, dan seluruh orang lainnya yang aku kenal selama
dua tahun ini telah berhasil kembali dengan selamat ke sisi lain.
Dengan erat, kupejamkan mataku dan membiarkan air mataku mengalir sebelum bertanya:
“...Bagaimana
dengan mereka yang mati? Kita berdua sudah tewas, namun kami terus ada
disini. Bukankah itu berarti kau bisa mengembalikan 4.000 yang tewas ke
dunia asal mereka juga?”
Wajah Kayaba tak berubah. Dia menutup jendela, memasukkan tangannya ke saku, lalu berkata:
“Nyawa
tak bisa disembuhkan dengan begitu mudah. Kesadaran mereka takkan
pernah kembali. Yang mati akan menghilang---Fakta ini terus benar di
dunia manapun. Aku menciptakan tempat ini hanya karena aku ingin
berbincang dengan kalian berdua—untuk satu kali terakhir.”
Apa itu sesuatu yang bisa dikatakan seseorang yang telah membunuh 4.000 orang?
Meski
aku berpikir begitu, aku tak merasakan amarah apapun untuk beberapa
alasan yang aneh. Malah, satu pertanyaan lainnnya menyembul di
pikiranku. Ini pertanyaan dasar yang seluruh pemain, tidak, seluruh
orang yang mengetahui perkara ini akan tanyakan.
“mengapa... kau lakukan ini...?”
Aku bisa merasakan Kayaba tersenyum pahit. Setelah keheningan panjang, akhirnya di berbicara:
“Mengapa...
Aku sudah lama lupa akan itu. Mengapa aku melakukannya? Sejak aku
menemukan bahwa sebuah sistem dive sempurna tengah diciptakan---tidak,
bahkan sebelumnya, aku telah ingin membangun benteng itu, sebuah tempat
yang melewati batas-batas yang dipasang di dunia nyata. Lalu, dalam
saat-saat terakhir itu...Aku melihat bahkan aturan-aturan duniaku juga
telah dilewati...”
Kayaba pertama-tama memutar mata damainya padaku, lalu langsung menggeser mereka ke tempat yang jauh.
Tutupan
Kayaba dan rambut Asuna berkibar oleh angin yang semakin kuat. Setengah
benteng sudah hancur. Algade, sebidang kota yang dipenuh kenanganku,
tengah disebarkan kedalam angin dan diserap oleh awan-awan.
Kayaba melanjutkan bicaranya:
“Bukankah
kita semua punya banyak mimpi sejak masa kanak-kanak? Aku sudah lupa
berapa usiaku saat bayangan sebuah benteng logam yang melayang di langit
mulai memesonaku....itu adalah pemandangan yang takkan pudar dari
pikiranku tak peduli seberapa lama waktu berlalu. Begitu aku makin
dewasa, gambar itu menjadi semakin dan semakin nyata, lebih dan lebih
menyeruak. Meninggalkan dunia nyata dan terbang langsung ke Benteng
ini...itu adalah mimpiku satu-satunya dalam waktu lama. Kirito-kun, Kau
tahu, aku masih percaya, bahwa entah di dunia mana, benteng ini
benar-benar ada---.”
Tiba-tiba, aku merasa seakan aku telah
dilahirkan di dunia itu, dimana aku bermimpi menjadi seorang ksatria
berpedang. Pada suatu hari, Sang lelaki akan bertemu seorang gadis
dengan mata coklat hazelnut. Keduanya akan jatuh cinta, akhirnya
menikah, dan akan hidup bahagia selamanya dalam sebuah rumah kecil di
tengah-tengah seladang hutan---
“Ya...itu pasti indah sekali.”
Gumamku. Asuna juga mengangguk dalam pelukanku.
Kesunyian
kembala menyapa kami. Aku membuang pandanganku pada kejauhan dan
melihat bahwa bagian lain dari benteng mulai runtuh. Aku dapat melihat
lautan awan tak berbatas dan langit merah yang tengah dimakan sebuah
cahaya putih di kejauhan. erosi sudah dimulai di semua arah dan
perlahan-lahan menuju kesini.
“Ah, aku lupa mengatakan ini, Kirito-kun, Asuna-kun...Selamat karena telah menyelesaikan permainannya.”
Kami menengadah pada Kayaba saat dia mengatakan ini. Dia menunduk, melihat kami dengan ekspresi tenang di wajahnya.
“Baiklah... Aku harus pergi sekarang.”
Angin
berhembus dan tampak menyapu jauh sosoknya---begitu kami sadar, dia tak
lagi berada dalam pandangan kami. Hanya tampak matahari merah yang
terbenam yang terus menyinari menembus pelat kristal. Sekali lagi, Kami
sendirian.
Aku menduga-duga kemana dia pergi? Apakah dia kembali ke dunia nyata?
Tidak...
dia takkan begitu. Dia akan menghapus pikirannya sendiri dan pergi
untuk mencari Aincrad yang sebenarnya entah di dunia mana.
Sekarang,
hanya bagian atas dari benteng yang tersisa. lantai 76 yang tak pernah
sempat kami lihat mulai runtuh. Tirai cahaya yang menghapus dunia ini
perlahan mencapai kami. Begitu aura yang bergelombang menyentuh
awan-awan dan langit, mereka menghilang dan kembali pada ketiadaan.
Aku
dapat melihat istana merah dan puncak-puncaknya di lantai tertinggi
Aincrad. Jika permainan berlanjut sebagaimana yang direncanakan, kami
akan bertarung disana melawan boss terakhir, Heathcliff. Bahkan meski
dasar-dasar lantai teratas menghilang, istana tak bertuan terus melayang
di udara seakan hendak melawan takdirnya. Istana merah yang tersisa di
tengah-tengah langit jingga sepertinya merupakan hati dari benteng
melayang tersebut.
Pada akhirnya, kehancuran juga menelan istana
merah. Ia dibelah-belah, dimulai dari bawah dan naik ke atas, lalu
pecah kedalam kepingan-kepingan tak terhitung sebelum menghilang
diantara awan-awan. Menara tertinggi menghilang hampir di waktu yang
bersamaan dengan saat tirai cahaya menelan sekelilingnya. Benteng
raksasa Aincrad telah sepenuhnya dihancurkan, dan yang tersisa di dunia
ini hanyalah beberapa awan dan landasan kecil dimana aku dan Asuna
duduk.
Kemungkinan kami tak punya banyak waktu tersisa. Kami
menggunakan rentang waktu pendek yang diberikan Kayaba pada kami. Dengan
hancurnya dunia ini, NervGear akan melaksanakan fungsi terakhirnya dan
menghapus apa yang tersisa dari kami.
Aku menempatkan tanganku
pada pipi Asuna dan perlahan menekankan bibirku pada miliknya. Ini
adalah ciuman terakhir kami. Aku hendak menggunakan tiap detik-detik
terakhir dan mengukir sosoknya pada jiwaku,
“Sepertinya ini adalah selamat tinggal...”
Asuna menggelengkan kepalanya.
“Tidak, ini bukan. Kita akan menghilang bersama-sama. jadi, kita akan bersama selamanya.”
Dia
berbisik dengan suara yang jelas sebelum berputar dalam pelukanku untuk
menatap lurus padaku. lalu dia membengkokkan kepalanya sedikit dan
tersenyum
“Hei, bisakah kau mengatakan namamu padaku, Kirito? Nama aslimu?”
Pertama-tama aku tak mengerti. tapi aku lalu sadar maksud dia adalah namaku di dunia lain yang kutinggalkan 2 tahun lalu.
Rasanya
seakan hari-hari dimana aku hidup dengan nama dan hidup lain adalah
dongeng dari dunia yang teramat jauh. AKu mengatakan namaku yang
mengambang dari dasar ingatanku, entah mengapa terasa sangat emosional.
“Kirigaya...Kirigaya Kazuto. Seharusnya aku berumur 16 bulan lalu.”
Pada
saat itu, aku merasa waktu mulai bergerak untuk diriku yang lain.
Pikiran Kazuto, yang telah terkubur dalam-dalam pada diri Kirito sang
ksatria berpedang, mulai muncul perlahan. Aku merasakan pelindung keras
yang melingkupi diriku dalam dunia ini berjatuhan satu demi satu.
“Kirigaya…Kazuto….”
Asuna menyuarakan namaku, memusatkan diri pada tiap suku kata, lalu tertawa dengan wajah yang sedikit kaget.
“Jadi kamu lebih muda dariku. Aku...Yuuki....Asuna. Berumur 17 tahun ini.”
Yuuki…
Asuna. Yuuki Asuna. Aku terus mengulang-ulang kelima suku kata ini
dalam pikiranku. Tiba-tiba, aku menyadari air mataku telah mengaliri
pipiku.
Perasaanku akhirnya mulai bergeser di tengah terbenamnya
matahari yang terus berjalan. Sebuah rasa nyeri menjalari sekujur
diriku, air mata mengalir bebas menuruni pipi. Aku merasakan segumpal
sumbatan di tenggorokanku, Mengepalkan kedua tangan, lalu mulai menangis
keras bagaikan seorang anak kecil.
“Maafkan aku...maaf...Aku berjanji...untuk mengirimkanmu....kembali...ke sisi lainnya...tapi aku...”
Aku
tak dapat melanjutkannya. Pada akhirnya, aku tak bisa menyelamatkan
orang yang paling berharga bagiku. Karena kelemahanku sendiri, Jalan
yang pernah begitu cerah dan berkilauan kini tertutup. Penyesalanku
terbentuk menjadi air mataku yang mengalir tanpa akhir dari mataku.
“Tak apa-apa... Tak apa-apa...”
Asuna juga menangis. Air matanya yang berkilau mengalir tanpa akhir bagaikan permata-permata kecil sebelum menguap.
“Aku
benar-benar bahagia. Waktu aku bertemu Kazuto, dan hidup bersama,
adalah waktu yang paling menyenangkan dari seluruh hidupku. Terima
kasih...dan aku mencintaimu...”
Akhir dunia tepat berada di
hadapan kami. Seluruh Benteng besi dan lautan awan tak berbatas dihapus
oleh cahaya nan terang itu, meninggalkan hanya kami berdua di belakang.
Aku dan Asuna saling berpelukan dengan erat, menunggu-nunggu saat-saat terakhir.
Rasanya
seakan perasaan kami dimurnikan oleh cahaya itu. Yang tersisa dalam
diriku hanyalah cintaku untuk Asuna. Aku terus memanggil namanya seakan
semuanya tengah diurai dan dipencarkan.
Cahaya memenuhi
pandanganku. Semuanya dilingkupi oleh tirai putih murni dan menghilang
setelah menjadi partikel-partikel cahaya nan mungil. Senyum Asuna
bercampur dalam cahaya yang sangat kuat penelan dunia ini.
...Aku mencintaimu...Aku mencintaimu...
Suaranya
bergema bagaikan dentang manis sebutir lonceng saat kesadaran
terakhirku musnah. Garis terakhir yang memisahkan kami menghilang dan
kami menjadi satu.
Jiwa kami saling menyerap, bergabung, lalu berpencar.
Akhirnya, kami berpisah.
Bab 25
Udara disini adalah campuan berbagai macam bau.
Fakta bahwa aku masih hidup mengagetkanku.
Udara
yang mengalir kedalam hidungku membawa banyak informasi. Yang pertama
datang adalah bau menyengat disinfektan. Lalu datang bau dari pakaian
yang dijemur di matahari, aroma manis buah-buahan, dan bau tubuhku
sendiri.
Perlahan-lahan aku membuka mataku. Untuk sekejap,
rasanya sinar putih nan kuat menusuk dalam-dalam ke pikiranku, jadi
dengan cepat aku memejamkan lagi mataku.
Beberapa saat kemudian,
dengan enggan, aku mencoba membuka mataku. Segelombang cahaya
menari-nari di pupilku. Baru beberapa saat kemudian aku sadar ada banjir
cairan yang menutupi mataku. Aku mengejapkan mata untuk
menghilangkannya. Tapi cairan itu terus keluar. Ternyata mereka adalah
airmata.
Aku tengah menangis. Mengapa? Ada perasaan nyeri yang
dalam serta ganas, ditambah rasa kehilangan dalam hatiku. Suara-suara
terus bergema dalam telingaku, seakan seseorang tengah memanggil-manggil
namaku.
Aku menyipitkan mataku melawan cahaya nan kuat itu dan akhirnya berhasil menghilangkan airmataku.
Rasanya
aku tengah berbaring di benda yang lembut. Aku dapat melihat sesuatu
yang sama dengan papan-papan langit-langit di atasku. Ada beberapa panel
halus yang diwarnai coklat muda, beberapa diantaranya berkilau lembut
seakan ada cahaya di belakang mereka. Dari ujung pandanganku, aku bisa
melihat sekotak ventilasi logam dimana udara dihembuskan keluar dengan
suara rendah.
Sekotak AC...dengan kata lain, sebuah mesin.
Bagaimana sesuatu seperti itu bisa ada disini? Tak ada tukang besi yang
dapat membuat sebuah mesin tak peduli setinggi apapun status skill
mereka. Jika apa yang kulihat benar-benar adalah sebuah mesin---maka
tempat ini bukan---
Ini bukan Aincrad.
Aku membuka
mataku lebar-lebar. Pikiranku sepenuhnya terbangun hanya dari selintas
pikiran itu. Aku buru-buru membangkitkan tubuhku---
tapi tubuhku
tak mau mendengarkanku sama sekali. Aku tak bisa menggunakan kekuatan
apapun. Meski bahu kananku terangkat beberapa sentimeter, ia langsung
kembali jatuh.
Hanya tangan kananku yang bisa digerakkan. Aku
mengangkatnya ke atas tubuhku lalu membawanya ke hadapan mataku. Untuk
sesaat Aku tak bisa percaya lengan kurus kering ini adalah punyaku. Tak
mungkin aku bisa memegang sebilah pedang dengan lengan ini. saat aku
memeriksa kulit putih nan sakit lebih dekat, aku dapat melihat ribuan
helai bulu yang menyelimutinya. Aku bisa melihat vena biru di bawah
kulit dan kerutan-kerutan di sendi-sendi. Semuanya terasa begitu
menakutkan; Ini begitu nyata, begitu biologis sehingga terasa tak biasa.
Di dalam pergelanganku, ada sehelai selotip yang memegang jarum
tetap di tempatnya, dimana jarum tersebut terhubung dengan selang
panjang bagaikan digunakan untuk mengyuntikkan sesuatu. Mataku mengikuti
selang tersebut dan tertumbuk pada kemasan bening yang digantungkan
oleh sebatang tiang perak. Isi kemasan tersebut masih 2/3-nya dengan
cairan jingga, yang menetes dengan kecepatan tetap.
Aku
menggerakkan tangan kiriku dan mencoba merasakan lagi indra sentuhku.
Sepertinya aku telanjang bulat dan berbaring di atas kasur yang terbuat
dari material gel yang sangat padat. karena suhunya sedikit lebih rendah
dari tubuhku, aku bisa merasakan dinginnya perlahan mengalir padaku.
Tiba-tiba, sebuah ingatan menyembul dalam pikiranku; Aku pernah sekali
melihat siaran berita dimana jenis kasur ini dikembangkan untuk
pasien-pasien yang tak bisa bergerak. Ia memiliki kemampuan mencegah
infeksi pada kulit dan mengurai bungan tubuh yang keluar.
Aku
menerawangi sekelilingku. Ini kamar yang kecil. Temboknya sama putih
tawarnya dengan langit-langit. Ada Jendela yang teramat sangat besar di
kananku dengan sprei putih dibentang menghalanginya.
Aku tak
bisa melihat pemandangan di luar, tapi aku dapat melihat sinar kuning
matahari menyinari lurus menembus serat-seratnya, Sebuah troli beroda
logam empat diparkir di kiri jauh kasur jel ini, dan sebuah keranjang
rotan diletakkan diatasnya.
Sebuah buket bunga-bunga yang
terlihat tawar berada di dalamnya, yang sepertinya merupakan sumber dari
aroma manis ini. Lebih jauh lagi dari troli adalah sebuah pintu persegi
panjang yang tertutup,
Berdasarkan semua info ini, Tempat ini seharusnya adalah ruang perawatan RS, dan aku satu-satunya yang berada disini.
Aku
mengembalikan pandanganku pada tangan kananku yang terangkat dan
tiba-tiba memikirkan sesuatu. Aku mengayunkan tangan kanan dengan
telunjuk dan jempol saling menekan.
Tak terjadi apa-apa. Tiada
efek suara maupun jendela menu. Aku mengayunkan lagi dengan sedikit
lebih keras, lalu lagi dan lagi. Hasilnya selalu sama.
Jadi, ini benar-benar bukan SAO. Lalu apakah ini kenyataan virtual lainnya?
Tapi
info yang membanjiri dari kelima indraku sudah berteriak padaku bahwa
ada kemungkinan lain. Ini---adalah dunia nyata. Ini adalah dunia nyata
yang kutinggalkan dua tahun lalu dan tak pernah kuharapkan untuk kulihat
lagi.
Dunia nyata... Cukup lama aku merenungkan arti dibalik
kata-kata sederhana ini. Untukku, dunia pedang dan pertempuran telah
menjadi satu-satunya dunia nyataku untuk waktu yang lama. Aku masih tak
bisa mempercayai bahwa dunia lain sudah tak lagi disana, bahwa aku sudah
tak berada di dunia itu lagi.
Lalu, Apakah aku telah kembali?
Bahkan meski aku memikirkan itu, aku tak benar-benar senang atau apapun.
Yang kurasakan hanyalah sedikit kebingungan dan rasa kehilangan.
apakah
ini hadiah yang Kayaba bilang untuk menyelesaikan permainan? Aku telah
jelas-jelas tewas dalam dunia itu dan tubuhku telah sepenuhnya dihapus.
Aku telah menerima itu, Aku bahkan merasa puas dengan itu.
Ya,
tak apa-apa bila aku menghilang saja seperti itu. Di cahaya nan terang
tersebut, larut, terpencar, lalu meleleh bersama dengan bagian dunia
lainnya, bersama dengannya---
“Ah...”
Secara tak sadar
aku bersuara. Sebuah nyeri kuat menembus tenggorakan yang tak digunakan
selama dua tahun. Tapi aku tak memedulikan itu sedikitpun. Aku membuka
mataku lebar-lebar dan mengatakan satu kata saja, sebaris nama yang
muncul di pikiranku.
“A…su…na…”
Asuna. Nyeri yang dirasakan hatiku bergejolak lagi. Asuna, istriku yang tercinta, yang menonton akhir dunia bersama denganku...
Apakah
itu semua hanya mimpi...? Sebuah khayalan indah yang kulihat di dunia
virtual...? Pikiran-pikiran yang memusingkan tiba-tiba muncul di
kepalaku.
Tidak, dia benar-benar ada. Tak mungkin seluruh hari
yang kita habiskan untuk tertawa, menangis dan tidur bersama hanya
sebuah mimpi.
Kayaba telah mengatakan... “Selamat karena telah
menyelsaikan permainan, Kirito-kun, Asuna-kun.” Dia jelas-jelas
mengatakan itu. Jika dia telah memasukkanku kedalam daftar yang selamat,
maka Asuna seharusnya juga kembali ke dunia ini.
Begitu aku
terpikirkan soal ini, Cinta dan rinduku padanya mengalir deras dan
menjalari diriku. Aku ingin menemuinya. Aku ingin menyentuh rambutnya.
Aku ingin menciumnya. Aku ingin mendengar suaranya yang memanggil
namaku.
Aku menegangkan seluruh otot di tubuhku dan mencoba
bangkit. Hanya setelah aku menyadari bahwa kepalaku terikat. Aku
mencari-cari dengan jemariku sebelum menemukan kunci sabuk di bawah
daguku dan membukanya. Ada sesuatu yang berat di kepalaku. Aku
menggunakan kedua tangan dan hampir saja tak bisa melepasnya.
Aku
duduk lalu memandangi benda di tanganku. ia sebuah helm biru tua nan
halus. Seutas kabel dengan warna sama menyembul keluar dari pelat
panjang di bagian belakangnya dan terus memanjang hingga ke lantai. Itu
adalah---
NervGear. Aku telah terjebak dalam dunia itu selama
dua tahun karenanya. Kekuatannya telah dimatikan. Ingatan terakhirku
tentangnya adalah bahwa ia adalah helm bersinar, tapi kini warnanya
telah pudar. Beberapa telah terkelupas sehingga kau bisa melihat aloi
logam yang menjadi bahannya.
Seluruh ingatan dari dunia lain dipegang didalamnya. Aku tiba-tiba dicengkram oleh pikiran ini dan mengelus-elus permukaannya.
Aku berfikir bahwa aku takkan pernah memakainya lagi. Tapi ia menjalankan perannya dengan sebaik-baiknya...
Aku
menggumamkan ini dalam kepalaku sebelum menaruh helm diatas kasur.
Hari-hari dimana aku bertarung bersamanya sudah merupakan masa lalu. Ada
sesuatu yang lain yang perlu aku lakukan sekarang.
Aku
tiba-tiba menyadari suara-suara di luar. Saat aku memfokuskan telingaku,
aku dapat mendengar berbagai suara, seakan mereka bilang padaku bahwa
pendengaranku sudah kembali seperti semula.
Aku jelas-jelas
mendengar suara-suara orang yang berbicara dan berteriak. Aku mendengar
suara-suara langkah kaki yang terburu-buru dan roda-roda kasur yang
dipindahkan.
Tak ada cara untuk mengetahui apakah Asuna ada
dalam RS ini. pemain-pemain SAO datang dari seluruh penjuru Jepang, jadi
kecil kemungkinan dia disini. Tapi aku akan memulai pencarianku dari
sini. Tak peduli seberapa lama waktunya, aku pasti akan menemukannya.
Aku
menyingkap selimutku. Ada sejumlah kabel yang tersebar di tubuhku yang
lemah. Mungkin mereka adalah elektroda yang ditaruh untuk melambatkan
degenerasi otot-ototku. Aku berhasil menarik keluar semuanya. Seberkas
LED jingga berkedip di panel yang terletak di ujung kasurku dan segema
alarm nyaring menyala, tapi aku mengabaikan semua ini.
Aku
menarik jarum tetes IV keluar dan akhirnya membebaskan tubuhku. Lalu aku
menempatkan kakiku di lantai dan perlahan menguatkan diri sebagai usaha
untuk bangkit berdiri. Tubuhku terangkat sedikit demi sedikit, tapi
rasanya lututku bakal habis di menit berapapun dan ini membuatku
tersenyum pahit; Status kekuatan manusia superku tak ada dimanapun untuk
ditemukan.
Aku mencengkram tiang IV tetes sebagai penahan dan
akhirnya berhasil berdiri. Saat memandangi sekeliling ruangan, aku
menemukan gaun RS yang terlipat di baki yang sama dengan keranjang
bunga-bunga lalu aku mengenakannya.
Setelah menyelesaikan
gerakan-gerakan sederhana ini, nafasku sudah terengah-engah. Otot-otot
yang tak kugunakan selama dua tahun sudah memprotes dengan nyerinya.
Tapi aku tak bisa dengan begitu mudah mengeluh.
Cepatlah,
cepatlah. Aku dapat mendengar senada suara yang membujukku untuk terus
maju. Sekujur jiwaku merindukannya. Pertarunganku belum usai hingga aku
mendapat Asuna---Yuuki Asuna dalam pelukanku.
Dengan cengkraman
erat di tiang, bukan di pedang, aku menyenderkan tubuhku padanya dan
mengambil langkah pertamaku menuju pintu.
Catatan Pengarang
Aku menulis Sword Art Online untuk Dengeki Light Novel Award 7 tahun lalu di tahun 2002, dan itu adalah novel pertama yang pernah aku tulis.
Tapi
ketika aku entah bagaimana bisa menyelesaikannya, naskahnya lebih dari
120 halaman, yang merupakan batasannya waktu itu. Karena aku tidak
memiliki kemampuan dan kemauan untuk memangkasnya supaya pas dengan
batasannya, aku bersujud menghadapi tembok dan bergumam "Aku tidak
peduli lagi..."
Tapi karena sifatku yang lemah, aku tidak bisa
membuang semua naskahku dan dengan mudahnya berpikir "kenapa aku tidak
menaruhnya di internet?"; aku membuat website pada musim gugur.
Untungnya, aku mendapatkan tanggapan baik dari banyak orang. Dengan ini
sebagai motivasiku, aku terus melanjutkan seri ini; aku menulis sebuah
sekuel, sebuah cerita sampingan dan sebuah sekuel lainnya. Aku terus
melakukannya seperti ini dan sebelum aku menyadarinya, 6 tahun sudah
berlalu.
Pada tahun 2008 aku memutuskan untuk mencoba lagi. Aku
menulis cerita lain (yang lagi-lagi lebih panjang dari batasannya, tapi
aku berhasil memangkasnya menjadi 120 halaman) dan lalu masukan itu ke
Dengeki Light Novel Award. Berkat beberapa keberuntungan yang luar
biasa, aku berhasil menerima hadiah utamanya. Tapi keberuntunganku tidak
berhenti di situ. Aku masih tidak bisa melupakan kebahagiaan dan
kegembiraan yang kurasakan ketika editorku membaca <SAO> yang aku
tulis tanpa berpikir panjang.
Aku juga merasa sedikit cemas. Itu
karena ada banyak masalah dengan cerita ini yang bahkan akupun tidak
bisa mendaftarkannya di sini. Alasan utamanya adalah keraguanku tentang
"apakah ini benar-benar tak apa untuk mengambil semua yang aku tulis dan
menerbitkannya?"
Tapi alasan di mana aku berhasil meraih
keputusan untuk menerbitkan ini adalah karena waktunya sangat bagus: aku
baru saja selesai menulisnya, orang-orang baru saja sadar atas online
game, dan banyak terima kasih kepada Miki <cintanya pada
pekerjaannya> Kazuma-san (aku kaget dengan bagaimana dia berhasil
membaca naskahku dengan jadwalnya yang ketat). Aku tidak akan pernah
bisa untuk mendapatkan cerita ini diterbitkan jika bukan untuk alasan
ini. Tapi jika aku tidak menggunakan rangkaian keberuntungan dari
berbagai kejadian aku tidak akan pernah menjadi seorang gamer...maksudku
penulis! Itu adalah keputusan yang aku raih dan aku akhirnya bisa
mendapatkan <Sword Art Online 1: Aincrad> diterbitkan.
Cerita
ini adalah permulaan untukku, yang selalu menulis dengan tema "bukankah
online game juga merupakan realitas lain?" Aku berharap aku bisa meraih
akhir dari jalan ini dengan para pembaca semua.
Aku memanjatkan
terima kasihku dengan tulus kepada Abec-san, yang berhasil mewarnai
cerita ini dengan pola bagus yang tak terhitung jumlahnya dan menggambar
karakter yang bertempur di sini dengan jelas meskipun latar dari 'game
fantasi dengan realitas sesungguhnya dari masa depan yang dekat' yang
sulit, dan juga untuk editorku Miki-san, yang benar-benar membaca
masalah yang melanda drafku dan berhasil memberikan kehidupan baru ke
cerita ini.
Aku juga mau berterima kasih kepada semua orang yang
mendorongku sejak lama ketika membaca <Sword Art Online> di
websiteku. Kalau itu bukan doronganmu, <Kawahara Reki> tidak akan
pernah bisa keluar ke dunia ini, apalagi buku ini.
Dan akhirnya, aku memanjatkan terima kasih terbesarku kepada semua orang yang membaca buku ini hingga akhir!
28 Januari 2009, Kawahara Reki.